Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
H. Hilman Hadikusuma
Jakarta: Fajar Agung, 1987
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Rezki Elvika
"Tesis ini menelusuri tentang kontribusi stres eksternal, stres internal, dan identitas budaya sebagai faktor yang berperan dalam pembentukan resiliensi keluarga. Lebih lanjut, penelitian ini juga ingin menguji tentang peran identitas budaya sebagai moderator dalam hubungan antara stres eksternal dan stres internal dengan resiliensi keluarga pada keluarga matrilineal Minangkabau yang menetap serumah dengan orang tua pihak perempuan setelah menikah. Melalui teknik convenience sampling diperoleh 110 isteri bersuku bangsa Minangkabau dari keluarga yang menetap serumah dengan orang tua pihak perempuan setelah menikah sebagai sampel pada penelitian ini. Data dari masing-masing variabel pada penelitian ini diperoleh melalui instrumen penelitian berupa kuesioner. Pengukuran tingkat resiliensi keluarga dilakukan dengan menggunakan Walsh Family Resilience Questionnaire, pengukuran tingkat stres dilakukan dengan menggunakan Multidimensional Stres Questionnaire for Couple, dan pengukuran tingkat identitas budaya dilakukan dengan menggunakan alat ukur Identitas Budaya Keluarga Minangkabau. Regresi sederhana (simple regression), regresi berganda (multiple regression), dan analisis moderasi template 1 Program PROCESS dari Hayes melalui SPSS digunakan untuk menganalisis data penelitian. Penelitian ini menemukan bahwa stres yang semakin tinggi akan memengaruhi penurunan resiliensi keluarga ((t(108) = -2,79; p<0,05, untuk stres eksternal dan (t(108) = -3,13; p<0,05, untuk stres internal). Kedua stres ini merupakan faktor risiko yang berkontribusi secara negatif signifikan dalam pembentukan resiliensi keluarga baik ketika dianalisis secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan nilai p<0,05. Selanjutnya, identitas budaya merupakan faktor protektif yang berkontribusi secara positif signifikan dalam pembentukan resiliensi keluarga pada keluarga matrilineal Minangkabau yang menetap serumah dengan orang tua pihak perempuan setelah menikah dengan nilai t(108) = 4,12; p<0,05. Akan tetapi, identitas budaya tidak berperan sebagai moderator yang memperkuat atau memperlemah pengaruh stres (baik stres eksternal maupun stres internal) terhadap pembentukan resiliensi keluarga dengan nilai p>0,05. Hasil penelitian dibahas lebih lanjut pada bagian diskusi.

This study investigated the contribution of three variables (external stress, internal stress, and cultural identity) as predictors in building family resilience. Then, we examined cultural identity as possible moderator of the relation between stres and family resilience in Minangkabau`s matrilineal family who coresiding with parents (wives) after marriage. Participants of this study were 110 wives. Participants were selected based on convenience sampling technique. Data were collected through three questionnaires. Walsh Family Resilience Questionnaire used to assess the level of family resilience, Multidimensional Stres Questionnaire for Couple used to assess the level of stress, and Identitas Budaya Keluarga Minangkabau questionnaire used to assess the level of cultural identity. The data were analyzed using simple regression, multiple regression, and Hayes PROCESS program with template 1 for moderator analysis. The result of this study shown that external stress and internal stress are risk factors because these stresses have negative significant effect on family resilience (t(108) = -2,79; p<0,05 for external stress, t(108) = -3,13; p<0,05 for internal stress, p<0,05 for both of stresses when analyzed together). Then, cultural identity have positive significant contribution on family resilience t(108) = 4,12; p<0,05. Also, the study found that there are no interaction effect between stresses (external stress, internal stress) and cultural identity in building family resilience. Result discussed in the last of this study."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Agroli
"ABSTRACT
Sistem matrilineal adalah suatu sistem pada masyarakat Sumatera Barat yang mengatur garis keturunan berasal dari pihak ibu, sebuah sistem yang dapat dikatakan unik karena pada umumnya di Indonesia menempatkan kaum laki-laki lebih tinggi ketimbang perempuan. Sistem matrilineal menjadikan seorang perempuan dapat memegang kekuasaan atas suatu keputusan yang semestinya dipecahkan. Seiring berjalannya waktu timbul permasalahan adanya konsep patokah yang menjadikan peran perempuan menjadi tergeser dengan sendirinya, hal ini menjadi paradoks dalam sistem matrilineal yang menyebabkan peran perempuan menjadi nomor dua karena pada hakekatnya perempuan sudah ditentukan kodratnya sejak lahir. Ini menjadikan adanya gangguan secara kejiwaan terkait neurosis. Permasalahan  neurosis pada sistem matrilineal dapat dipecahkan melalui pemikiran dari Karen Horney. Neurosis ini tampak pada psikoanalisis yang dialami perempuan di Minangkabau, sehingga menyerang psike yang kemudian terbentuknya konsep patoka, yang menyebabkan perempuan menjadi kaum minoritas yang derajatnya di bawah laki-laki dan segala sesuatunya yang berhak mengatur adalah laki-laki.

ABSTRACT
The matrilineal system is a system in West Sumatera society that regulates lineage originating from mother side, a system which can be said unique because in general in Indonesia place men higher than woman. The matrilineal system makes a woman able to hold power over a decision that should be solved. Over time the problem arises the concept of patokah which makes the role of women become displaced by itself, this becomes paradox in the matrilineal system that causes the role of women to be number two because essentially women have been determined kodrat from birth. This makes a psychiatric disorder associated with neurosis. The problems of neurosis in the matrilineal system can be solved through the thought of Karen Horney. This neurosis appears in the psychoanalysis experienced by women in Minangkabau, thus attacking the psyche, which then form the concept of patokah, which causes women to become a minority under the men and everything that is entitled to regulate is male."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawinda Putri Anzari
"Tesis ini adalah mengenai budaya matrilineal yang dikemas secara simbolis melalui suatu adat istiadat, di mana posisi perempuan dalam keluarga ditinggikan, tetapi pada saat yang sama itu justru membuat perempuan menjadi subordinasi. Penelitian ini dilakukan pada tradisi budaya tunggu tubang yang merupakan budaya lokal di Semende, Sumatra Selatan. Di Semende, perempuan menerima hak istimewa untuk mempertahankan dan mengelola warisan keluarga, termasuk mengelola lahan pertanian mereka. Namun, perempuan yang menjaga kelestarian adat diawasi oleh laki-laki sehingga terjadi penyimpangan adat. Ironisnya, perempuan dengan status tunggu tubang merasakan tugas yang mereka rasakan bukan sebagai beban tetapi dedikasi kepada keluarga yang mereka lakukan dengan sepenuh hati. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana konstruksi sosial yang terbentuk dalam diri perempuan tunggu tubang dalam memaknai status dan peranan mereka dalam adat.
Tesis ini menggunakan teknik wawancara mendalam untuk pengumpulan data melalui dua informan kunci yang dipilih berdasarkan kriteria. Hasil dari penelitian ini adalah, dalam proses konstruksi sosial realitas di diri perempuan tunggu tubang dikomunikasikan melalui pemahaman terhadap nilai Islam serta struktur adat yang mengharuskan laki-laki memimpin seorang wanita. Hal ini kemudian berdampak kepada ketidaksetaraan gender yang terjadi karena pada akhirnya perempuan tunggu tubang terkesan hanya menjadi status simbol semata di mana mereka memiliki kekuasaan untuk mengelola harta warisan, tetapi tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan peran bagi diri mereka sendiri.

This thesis focused in matrilineal culture, in which women have higher standing in the family but at the same time they are only figureheads. The research is being done in Tunggu Tubang culture, a local culture in Semende, South Sumatera. In Semende, women have an exclusive right to maintain and utilize the family 's inheritance, including the farming field. However, these Tunggu Tubang women are supervised by men, so this resulted in anomaly in Tunggu Tubang culture. Ironically, Tunggu Tubang women think that it is not a burden at all, they carry out their task wholeheartedly, for it is a dedication to the family. Therefore, the research 's inquiry is how is the social construction that is formed inside Tunggu Tubang women in order to realize their statuses and roles in Tunggu Tubang culture.
The main data collection technique in this research was by using deep interview, in which two informants were chosen based on criteria. The result of this research was Tunggu Tubang women was using their comprehension in Islamic culture and the tradition where men lead the women to process the social realism construction inside themselves. Therefore, gender inequality occurred because Tunggu Tubang women only became the figureheads. It 's true they had the power to maintain the family 's inheritance but they didn 't have the power to decide their own fates.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Wahyuni
"Tesis ini secara umum mengeksplorasi bagaimana sistem tenurial lahan dan sumber daya alam yang dijalankan oleh masyarakat matrilineal. Secara khusus tesis ini menelusuri posisi perempuan dalam sistem tenurial lahan dan sumber daya alam di masyarakat matrilineal tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berperspektif feminis dengan menggali secara mendalam sejarah dan pengalaman hidup perempuan. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran sejarah suku, silsilah keluarga, sejarah kehidupan perempuan, wawancara mendalam, diskusi terfokus dan observasi terlibat. Teori yang digunakan adalah ekologi politik feminis Feminist Political Ecology . Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam sejarah pembukaan dan pengolahan lahan dan sumber daya alam. Perempuan berperan sama dengan laki-laki ketika membuka lahan, berladang kemudian mengolahnya menjadi kebun. Perempuan juga berperan dalam sejarah berkembangnya sebuah perkampungan. Perkebunan dan tanah yang telah diolah kemudian dimiliki oleh perempuan. Perempuan juga secara aktif terlibat dalam pembangunan desa yakni dengan memberikan sebagian tanahnya kepada suku lain yang memerlukan pemukiman. Di tingkat keluarga inti dan keluarga saparuik sumber daya dan lahan matrilineal dikelola oleh perempuan meliputi kebun karet, ladang, tanah dan rumah. Tradisi matrilineal dalam sistem tenurial lahan dan sumberdaya alam masih berlangsung hingga kini. Namun demikian, sumber daya matrilineal mengalami tekanan yang dipengaruhi oleh nilai, ekologi dan politik. Walau perempuan merupakan subyek utama dalam tradisi waris sumberdaya matrilineal, namun perempuan bukan pemegang otoritas atas tata kuasa lahan dan sumberdaya matrilineal. Kepemilikan hak perempuan atas tanah hanya klaim de-facto . Ini berarti bahwa meskipun perempuan adalah subjek utama dalam tradisi pewarisan, namun perempuan tidak memiliki otoritas untuk klaim de-jure di tingkat yang lebih tinggi, baik pada tingkat suku dan nagari. Selain itu, perempuan tidak terwakili dalam struktur suku dan kelembagaan adat di masyarakat matrilineal di Gajah Bertalut. Lebih jauh, kepemimpinan adat oleh perempuan tidak pernah terjadi di dalam suku maupun nagari. Perubahan sistem tenurial lahan dan sumber daya alam mulai terjadi melalui pengambilan keputusan oleh laki-laki datuk selaku pemimpin adat, yakni sebagai pemegang kekuasaan di tingkat suku dan nagari, serta melalui berkembangnya konsep kepemilikan individu atas nama laki-laki. Program-program yang dikembangkan pemerintah dan LSM menempatkan laki-laki sebagai Kepala Keluarga dan pemimpin di tingkat keluarga inti/rumah tangga. Hal ini menyebabkan kerancuan dalam keberlangsungan sistem tenurial lahan dan sumber daya alam di masyarakat matrilineal. Kata Kunci: posisi perempuan, matrilineal, tenurial lahan, sumber daya alam.

This thesis explored how land tenure and natural resources systems are run by the matrilineal community. It is also the thesis talked particularly in how the position of women in land tenure and natural resources systems especially in the matrilineal society. The research was a qualitative research and used feminist perspective by deeply explore herstory and life experience of women. Data collection techniques were conducted by tracing the herstory of tribes, family pedigrees, women 39 s life herstory, in depth interview, focused group discussions and observation. The data was analyzed by using the Feminist Political Ecology theory. The results of the research showed that since the village established, the women has the same role as men in land clearing, farming and rubber planting. The plantation and its land were then owned by the women. Women also actively involved a role in the herstory of the development of the village by giving part of her land to other clan as necessary. Women is manager of land and resources matrilineal in the core and extended family level, including rubber plantations, fields, land and houses. The matrilineal tradition in land and natural resource tenure systems has been run for long time ago and it still prevail until now . However, matrilineal resources are under pressure that is influenced by value, ecology and politics. The women ownership right on the land is only ldquo de facto claim rdquo . It means that although the women are the main subject in the tradition of inheritance, however the women do not have an authority for ldquo de jury claim rdquo on high level clan and nagari structure. In addition, women are not represented in tribal and institutional structures of adat in matrilineal societies in Gajah Bertalut Village. Furthermore, indigenous leadership by women has never occurred in tribes or nagari. Changes in land tenure and natural resources systems began through decision making by datuk as adat leader, as well as through the development of the concept of individual ownership in land the name of men. Programs developed by government and NGOs had placed the men as heads of the households and leaders at the core family household level thus these led to obscure the sustainability of land tenure and natural resources systems in the matrilineal community. Keyword women position, matrilineal, land tenure and natural resources.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T51483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifah Halim
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan budaya dan pengasuhan terhadap perkembangan theory of mind (ToM) anak di Sumatera Barat yang memiliki sistem kekerabatan matrilineal atau garis keturunan dari Ibu. Perolehan ToM diukur dengan menggunakan theory of mind scale, budaya orang tua diukur dengan skala pengasuhan individualis-kolektvis, dan pengasuhan orang tua diukur dengan Parenting Attitude Inventory (PAI). Skala ToM diberikan pada 80 anak (35 laki-laki, 45 perempuan) dengan usia 5-6 tahun. Kuesioner budaya dan pengasuhan diberikan kepada orang tua anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan dari budaya dan pengasuhan terhadap ToM. Selain itu pola perkembangan ToM anak di Sumatera Barat mengikuti pola eastern yaitu DD>KA>DB>FB>HE.

ABSTRACT
This study aims to determine whether there is a cultural and nurturing relationship to the development of the theory of mind (ToM) of children in West Sumatra who have a matrilineal kinship system or lineage from their mother. ToM acquisition is measured using the theory of mind scale, parental culture is measured by the individualist-collectivist parenting scale, and parenting is measured by the Parenting Attitude Inventory (PAI). The ToM scale was given to 80 children (35 boys, 45 girls) aged 5-6 years. Culture and parenting questionnaires were administered to the childs parents. The results showed that there was no significant relationship between culture and care for ToM. In addition, the development pattern of childrens ToM in West Sumatra follows the eastern pattern, namely DD>KA>DB>FB>HE. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Padang: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Sumatera Barat, 1996
305.859 81 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library