Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djaja Surya Atmadja, translator
"Dalam penentuan identitas mayat, kerangka atau potongan mayat tidak dikenal perlu dilakukan pengumpulan berbagai data untuk mempersempit kemungkinan tersangka korban. Salah satu data yang ingin dicari adalah tinggi badan. Tinggi badan dapat diperoleh berdasarkan penghitungan dengan rumus regresi yang menghubungkan tinggi badan dengan panjang berbagai tulang panjang. Telah dilakukan pengukuran tinggi badan serta pengukuran panjang tibia dan fibula perkutan pada manusia Indonesia hidup yang terdiri dari 248 pria dan 150 wanita berumur 17 - 30 tahun.
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa pria Indonesia memiliki tinggi badan rata-rata 165,68 cm ± 6,06 cm, panjang tibia rata-rata 37,18 cm ± 2,17 cm dan panjang fibula 37,16 ± 2,21 cm. Faktor multiplikasi tibia dan fibula terhadap tinggi badan sama yaitu 4,47. Sedang indeks atau ratio T/TB dan ratio F/TB sama yaitu 22,37. Pada wanita Indonesia didapatkan tinggi badan rata-rata 153,72 cm ± 6,24 cm, panjang tibia 34,76 cm ± 2,07 cm dan panjang fibula 34,34 cm ± 1,88 cm. Faktor multiplikasi terhadap tinggi badan tibia adalah 4,43 dan pada fibula 4,48. Ratio T/TB 22,57 dan ratio F/TB 22,32.
Rumusan persamaan regresi pada populasi orang Indonesia yang didapatkan adalah sbb.:
a. Untuk Pria
TB= 82,7996 + 0,8110 T + 1,4191 F  SE= 3,7294
TB= 86,8921 + 2,1195 T  SE= 3,9499
TB= 86,0628 + 2,1427 F  SE= 3,7954
b. Untuk Wanita
TB= 76,4840 + 0,2428 T + 2,0034 F  SE= 4,6463
TB= 91,6705 + 1,7849 T  SE= 5,0552
TB= 77,1995 + 2,2283 F  SE= 4,6384
Pengujian ketepatan rumus dalam penerapan pada data 30 pria dan 30 wanita Indonesia menunjukkan bahwa keenam rumus ini menghasilkan penyimpangan kurang dari 1%, lebih kecil dari pada jika digunakan rumus untuk ras Mongoloid lainnya ataupun dengan menggunakan faktor multiplikasi."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wahyono
"Meningkatnya kasus-kasus kriminalitas dan bencana massal baik yang di akibatkan oleh atas maupun ulah manusia semakin memperkuat pentingnya penerapan ilmu kedokteran forensik. Pemeriksaan autopsi yang dilakukan terhadap korban akan sangat membantu pemecahan masalah tersebut. Korban yang diperiksa secara forensik bisa berupa mayat yang masih segar, sudah membusuk lanjut, hangus terbakar, berupa potongan tubuh atau berupa kerangka yang terkait kasus pembunuhan, kecelakaan maupun bunuh diri. Salah satu pemeriksaan forensik yang perlu dilakukan adalah identifikasi personal. Identifikasi adalah cara untuk mengenali jati diri korban. Prinsip identifikasi personal adalah membandingkan antara data antemortem dan data post mortem. Prinsip identifikasi adalah semakin banyak data yang terkumpul akan memperkuat identifikasi. Sedangkan data yang tidak sesuai akan menyingkirkan ekslusi)
Pada identifikasi dikumpulkan beberapa data yang meliputi data mengenai usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, ciri tertentu misalnya kelainan khas seperti cacat, patah tulang, penyakit tertentu, tahi lalat, tato, kelainan radiologis tertentu serta sidik jari DNA.
Tinggi badan merupakan salah satu data yang perlu dikumpulkan pada identifikasi personal. Perkiraan tinggi badan diperlukan agaar proses penentuan identifikasi menjadi lebih terarah. Proses perkiraan tinggi badan akan lebih sulit apabila mayat ditemukan dalam kondisi yang telah hangus terbakar atau hanya berupa potongan tubuh manusia. Angka kejadiaan ditemukannya mayat tidak utuh pada tahun 2002 - 2003 di Bagian Forensik FKUI adalah sebanyak 12 (dua belas) kasus, sedangkan pada tahun 2004 hanya sebanyak 5 ( lima) kasus. Pada semua kasus tersebut, semua korban berhasil diidentifikasi.
Dasar perkiraan tinggi badan pada mayat tidak lengkap adanya korelasi antara panjang bagian tubuh dengan tinggi badan. Perkiraan tinggi badan pada kasus - kasus tersebut dapat dilakukan dengan salah satu metode sebagai berikut :
1.Faktor multipikasi : bilangan yang menyatakan faktor pengali terhadap panjang bagian tubuh sehingga diperoleh tinggi badan.
TB= FMXT
2.Ratio porposi : bilangan yang menyatakan panjang bagian tubuh terhadap tinggi badan dalam bentuk prosentasi.
TB = 100 X T
T = panjang bagian Ratio tubuh
3.Rumus regersi : rumus yang menyatakan hubungan liner antara panjang tubuh dengan tinggi badan,
TB=aT +b
Berbagai metode perhitungan tinggi badan yang ada pada saat ini umumnya mengkaitkan tinggi badan dengan panjang tulang panjang atau bagian tulang panjang atau tulang vertebra.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisdiono M. Achadiat
Jakarta: Widya Medika, 1996
344.049 CHR p (1);344.049 CHR p (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Knight, Bernard
Sydney: Cavendish, 1998
614.1 KNI l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suripto
"Data yang baik adalah data bebas bias kognisi. Keterangan ahli bebas bias kognisi harus mampu menjawab perkembangan keilmuan dan perubahan dinamis dan terbaru sehingga mampu memberikan informasi dan keahlian berbasis bukti terhadap kasus Forensik dan Medikolegal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengetahui penyebab terjadinya bias kognisi pada Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Indonesia. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap 24 orang Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal terkait potensi bias kognisi yang dapat terjadi, kemudian dianalisis dengan menghubungkan antara potensi bias kognisi dengan Taksonomi Bloom serta Standar Kompetensi dan Subkompetensi Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal. Hasil penelitian didapatkan 763 skenario unik yang teridentifikasi. Taksonomi Bloom dengan tingkatan paling banyak yang berhubungan dengan bias kognisi teridentifikasi pada tingkat Apply, Analyze, dan Remember. Kompetensi dan Subkompetensi yang banyak berhubungan dengan bias kognisi teridentifikasi pada Kompetensi 1 tentang Etika Profesi dan Profesionalitas Luhur Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Kompetensi 2 tentang Mawas Diri, Pengembangan Pribadi dan Belajar Sepanjang Hayat, dan Kompetensi 5 tentang Landasan Ilmiah Kedokteran Forensik. Potensi bias kognisi yang telah teridentifikasi dapat menjadi masukan bagi para pihak yang berhubungan dengan proses pembentukan Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal, khususnya Fakultas Kedokteran serta Kolegium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Indonesia, dalam menyusun materi pembelajaran, pelatihan, serta penilaian untuk membentuk Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal yang menghindari menyampaikan keterangan ahli yang bias kognisi.

Optimal data are free from cognitive biases. Cognitive biases-free expert testimony must be able to answer the challenge of knowledge development, dynamical changes and latest updates to be able to provide evidence-based expert testimonies in Forensic and Medicolegal cases. This research aims to identify and to find out the cause of cognitive biases in Forensic Medicine and Medicolegal field in Indonesia. Research was conducted through interviews on 24 board-certified Forensic and Medicolegal Specialists with topics of potential cognitive biases, and further analyzed through associating with Bloom’s Taxonomy, and Competency and Subcompetency of Forensic and Medicolegal Specialist in Indonesia. There was 763 unique scenarios identified from interviews. Cognitive domain of Bloom’s Taxonomy with highest association identified are Apply, Analyze, and Remember. Competency and Subcompetency with highest association identified are 1st competency about Profession ethics and Professionalism in Forensic Medicine and Medicolegal (Etika Profesi dan Profesionalitas Luhur Kedokteran Forensik dan Medikolegal), 2nd competency about Self-introspection, personal development and long-life learning (Mawas Diri, Pengembangan Pribadi dan Belajar Sepanjang Hayat), and 5th competency about Scientific-based forensic medicine (Landasan Ilmiah Kedokteran Forensik). Identified potential cognitive biases can be given as input for stakeholders in forming Forensic and Medicolegal Specialists, specifically Faculty of Medicine and Indonesian College of Forensic Medicine and Medicolegal (Kolegium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Indonesia), to compose learning materials, trainings, and assessments to form Forensic and Medicolegal Specialists that avoids giving biases in expert testimonies."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mason, J.K.
London : Butterworth, 1983
614.190 MAS f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Musa Perdanakusuma
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
614.1 MUS b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, [date of publication not identified]
614 IND n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Pantun
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada Penyelenggaraan Daktiloskopi dalam pelayanan publik pada Kementerian Dalam Negeri, Pusinafis POLRI, dan Kementerian Hukum dan HAM. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, penelitian ini menggunakan teori daktiloskopi, pelayanan publik, KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi) dan biometrik. Dari analisis terhadap hasil penelitian disimpulkan bahwa Mekanisme (penanganan) tugas daktiloskopi dengan dukungan teknologi (tidak lagi manual) saat ini sudah menjadi baku dalam paket sistem biometrik. Oleh karenanya penyelenggaraan identifikasi biometrik menjadi hal yang sesungguhnya dapat dilakukan dengan terkoordinasi dan terintegrasi secara sederhana (simplifikasi) dan selaras (sinkronisasi) di banyak institusi pemerintah.

ABSTRACT
This study focuses on the implementation dactyloscopy in public service at the Ministry of Interior, Pusinafis Police, and the Ministry of Justice and Human Rights. Through a qualitative approach with descriptive method, this study uses dactyloscopy theory, public service, KISS (coordination, integration, synchronization, simplification) and biometrics. From the analysis of the results of the study concluded that the mechanism (handling) dactyloscopy task with tech support (no more manual) is now a standard in biometric systems package. Therefore the implementation of biometric identification into the real thing can be done with a coordinated and integrated in a simple (simplification) and synch (synchronization) at many government institutions.
"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Govindiah, D.
Hyderabad: Jaypee Brothers Medical , 2011
614GOVF001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>