Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rico Adrial
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang penggunaan Treatment Planning System (TPS) PRISM pada kasus kanker payudara menggunakan unit terapi Elekta di RSPAD Gatot Soebroto. Berkas elektron biasanya digunakan setelah pembedahan untuk pengobatan kanker payudara sebagai dosis tambahan. Pengukuran dosis dengan energi 8 MeV dan 10 MeV serta lapangan aplikator 6 x 6 cm2, 10 x 10 cm2, 14 x 14 cm2 dan 20 x 20 cm2 disimulasikan sebagai beam data pada PRISM. Beam data unit terapi SL20B merupakan bawaan pada piranti lunak PRISM yang akan dijadikan sebagai acuan kalkulasi. Dosis pada water phantom, inhomogenity phantom dan hasil simulasi CT Scan pasien kanker payudara dianalisis secara 1D berupa PDD, 2D berupa kurva isodosis dan 3D berupa Dose Volume Histogram. Distribusi dosis yang dikalkulasi dengan menggunakan TPS PRISM berbeda dengan hasil TPS ISIS. Hal ini karena adanya koreksi dari densitas jaringan (inhomogenitas) pada TPS PRISM sedangkan pada TPS ISIS tidak memperhitungkan hal tersebut. Beberapa deviasi distribusi dosis bernilai sangat besar antara TPS ISIS dan TPS PRISM. Deviasi melebihi 5% terjadi saat energi 8 MeV mulai dari kedalaman 2.3 cm dan 10 MeV mulai dari kedalaman 2.8 cm.
This thesis discusses about the utilization of PRISM Treatment Planning System (TPS) in the case of breast cancer using Elekta therapy unit at RSPAD Gatot Soebroto. Treatment option by using electron beam is always done after surgery as booster doses. Dose measurements with linac energy 8 MeV and 10 MeV and field sizes 6 x 6 cm2, 10 x 10 cm2, 14 x 14 cm2 and 20 x 20 cm2 were simulated as beam data on PRISM. Therapy unit SL20B beam data are innate in software PRISM that will be used as reference calculations. Doses on water phantom, inhomogenity phantom and the CT scan simulation for breast cancer patient were analyzed in form of PDD for 1D, isodosis curve for 2D and Dose Volume Histogram for 3D. The result from PRISM TPS and ISIS TPS are different because the correction factors of inhomogenity are not included in ISIS TPS. Some deviations of dose distribution from TPS ISIS and TPS PRISM are very high. Deviation larger than 5% started from 2.3 cm depth for 8 MeV and 2.8 cm for 10 MeV.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T38762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tumor campur pada kelenjar liur dan kulit umum terjadi, tetapi sangat jarang pada jaringan lunak. Pada kelenjar liur umumnya tumor ini bersifat jinak dan hanya sedikit yang menjadi ganas. Dilaporkan 3 kasus yang tidak lazim yaitu tumor campur ganas jaringan lunak. Penderita tumor tersebut adalah dua orang laki-laki dewasa dan satu anak perempuan. Usia pada waktu diagnosis berkisar antara 6 - 67 tahun. Tumor berasal dari subfasial paha kanan, subkutan punggung dan bahu kiri. Pada semua kasus terdapat benjolan dengan atau tanpa rasa sakit. Secara makroskopik 2 dari 3 kasus tumor berbatas tegas yang pada pemotongan berwarna abu-abu kecoklatan dan bermusin. Gambaran morfologi utama yaitu sel-sel tumor epiteloid membentuk sarang, pita atau duktulus dengan / tanpa sarang sel spindel di dalam stroma hialin atau miksoid. Osifikasi dapat ditemukan pada satu kasus. Aktifitas mitosis pada semua kasus lebih dari 2 mitosis per 10 lapang pandang besar. Semua kasus memperlihatkan hasil positif pada pewarnaan alcian blue. Dengan pewarnaan imunohistokomia AE 1/AE3, S 100, vimentin, EMA, SMA dan MSA memperlihatkan hasil bervariasi. Sampai saat ini belum ada data kekambuhan pasien - pasien ini.
MPIAPI 14:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shirley Mansur
Abstrak :
Tujuan : Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi sensitivitas dan spesifisitas dari beberapa metode penapisan keganasan pada tumor ovarium jenis epitelial dengan membandingkan Skor Gatot dan Risk Malignancy Index, serta mengajukan modifikasi Skor Gatot. Metode : Empat ratus satu pasien dengan kecurigaan keganasan ovarium tipe epithelial dimasukkan sebagai subjek penelitian, dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratoris dan ultrasonografi. Dari data tersebut, diambil variabel-variabel yang sesuai dengan Skor Gatot dan Risk Malignancy Index. Dilakukan analisa statistik berupa perhitungan sensitivitas dan spesifisitas serta ROC dan titik potong optimal. Hasil : Dari 401 subjek penelitian, didapatkan bahwa Skor Gatot memiliki sensitivitas 73.7% dan spesifitas 45.6% (p = 0.000; LR 28.830) sedangkan RMI memiliki nilai sensitivitas 72.4%, spesifisitas 35.94% (p = 0.02, LR 9.588) untuk RMI 1 dan nilai sensitivitas 76%, spesifisitas 30.9% (p = 0.05; LR 7.984) untuk RMI 2. Dilakukan modifikasi pada Skor Gatot dengan pembobotan ulang pada tiap variabel, didapatkan hasil Modifikasi Skor Gatot 1 memiliki titik potong pada nilai 28.5 dengan sensitivitas sebesar 60.4% dan spesifisitas sebesar 61.4% (p= 0.000, LR 44.228) dan Modifikasi Skor Gatot 2 memiliki nilai potong pada titik 5.75 dengan kisaran nilai sensitivitas 49.3 – 69.6% dan sensitivitas 51.6-65.2% ( p = 0.000; LR 36.806). Kesimpulan : Skor Gatot dan RMI memberikan hasil yang kurang memuaskan dalam melakukan prediksi keganasan ovarium. Dengan melakukan pembobotan ulang pada tiap variabel pada Skor Gatot, sensitivitas dan, terutama, spesifisitas dapat ditingkatkan dalam mendeteksi adanya keganasan ovarium tipe epitelial. Hal ini ditujukan agar dapat meningkatkan prediksi keganasan pada pasien dalam usia reproduksi.
Objective : The study was designed to evaluate the sensitivity and specificity of several methods in detecting ovarian epithelial malignancy by comparing Gatot Score and Risk Malignancy Index, and also proposing the modification of Gatot Score. Method : Four hundred and one subjects with suspected epithelial ovarian malignancy entered the study and performed anamnesis, physical examinations, laboratories studies and ultrasonography. From the data, we took the variables according to Gatot Score and Risk Malignancy Index. We performed statistic analysis in term of sensitivity, specificity, ROC and optimal cut-off-point. Results : From 401 observation subjects, revealed that Gatot Score possess the sensitivity of 73.7% and specificity of 45.6% (p = 0.000; LR 28.830), while RMI possess the sensitivity of 72.4% and specificity of 35.94% (p = 0.02, LR 9.588) for RMI 1, and the sensitivity of 76% and specificity of 30.9% (p = 0.05; LR 7.984) for RMI 2. Modification to Gatot Score was performed by re-weighting to its all variables, which resulted in Gatot Score Modification 1 with cut-off point of 28.5, sensitivity of 60.4% and specificity of 35.94% (p= 0.000, LR 44.228) and Gatot Score Modification 2 with cut-off point of 5.75, sensitivity range between 49.3 – 69.6% and specificity range between 51.6-65.2% ( p = 0.000; LR 36.806). Summary : Both Gatot Score and RMI resulted in unsatisfactory output in predicting the malignancy of ovary. By reassigning the weighting of all variables in Gatot Score, especially the specificity was improved in detecting the malignancy of epithelial type ovary. This measure was directed for patients in reproductive ages, thus increasing the possibility of true malignancy.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caesar Nurfiansyah
Abstrak :
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik dengan menggunakan metode potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Penelitian dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta pada 31 Januari 2015 hingga 31 Januari 2020. Sebanyak 183 pasien wanita dengan kecurigaan neoplasma ovarium padat diikutsertakan dalam penelitian. Pasien dengan penyakit sistemik lainnya atau mengalami kehamilan dieksklusi dari penetlitian. Dilakukan uji kesesuaian dengan menggunakan uji Kappa. Didapatkan sensitivitas dan spesifisitas dari masing-masing penanda tumor

Hasil : AFP memiliki sensitivitas 1,92% dan spesifisitas 77,1% sebagai penanda disgerminoma. LDH memiliki sensitivitas 55,67% dan spesifisitas 65,65% sebagai penanda disgerminoma.. AFP memiliki sensitivitas 30,43% dan spesifisitas 85% sebagai penanda teratoma. LDH memiliki sensitivitas 30,43% dan spesifisitas 58,13% sebagai penanda teratoma . AFP memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 88,89% sebagai penanda Yolk sac tumor. LDH memiliki sensitivitas 41,67% dan spesifisitas 59,65% sebagai penanda Yolk sac tumor. Kombinasi AFP dan LDH memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 50,29% sebagai penanda Yolk sac tumor. Kombinasi tumor marker AFP dan LDH memiliki nilai sensitivitas yang lebih tinggi namun tidak memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan menggunakan AFP atau LDH saja.

Kesimpulan : AFP dan LDH merupakan penanda tumor yang dapat digunakan untuk deteksi dini maupun skrining pada kasus neoplasma padat ovarium. ......Background: Ovarian neoplasms are the most common malignancy experienced by women in Indonesia. Solid ovarian neoplasm is a form of ovarian neopalsma that has a low survival rate due to late diagnosis. Early detection using tumor markers is one of the focuses of researches on ovarian neoplasms, one of which includes AFP and LDH.

Objective : To determine the sensitivity and specificity of AFP, LDH, and the combination of the two tumor markers.

Method : This research is a diagnostic test using cross sectional method. Sampling is done consecutively. The study was conducted at the Obstetrics and Gynecology Clinic of RSCM Jakarta from 31 January 2015 to 31 January 2020. A total of 182 female patients with suspicion of solid ovarian neoplasms were included in the study. Patients with other systemic diseases or pregnant were excluded from research. Conformity test was performed using the Kappa test. Sensitivity and specificity of each tumor marker was obtained

Result : AFP has a sensitivity of 1.92% and specificity of 77.1% as a marker of dysgerminoma. LDH has a sensitivity of 55.67% and a specificity of 65.65% as a marker of dysgerminoma. AFP has a sensitivity of 30.43% and a specificity of 85% as a marker of teratoma. LDH has a sensitivity of 30.43% and specificity 58.13% as a marker of teratomas. AFP has 100% sensitivity and 88.89% specificity as a marker of Yolk sac tumor. LDH has a sensitivity of 41.67% and specificity 59.65% as a marker of Yolk sac tumor. The combination of AFP and LDH has a sensitivity of 100% and a specificity of 50.29% as a marker of Yolk sac tumor. The combination of AFP and LDH marker tumors has a higher sensitivity value but does not have better accuracy than examinations using AFP or LDH alone
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dafril Saaluddin
Abstrak :
ABSTRAK
Tumor ganas esofagus merupakan tumor ganas yang paling berbahaya, dangan angka kemungkinan hidup setelah 5 tahun kurang 5 % dari semua tumor ganas. Biaaanya gejala timbul setelah tumor berkembang menjadi stadium lanjut.

Mengingat hal tersebut di atas, penulis mencoba meneliti tentang penatalaksanaan tumor ganas esofagus yang telah dilakukan di FKUI/RSCM. Semoga dengan penelitian ini dapat dipakai untuk menyempurnakan penatalaksanaan tumor ganas esofagus di FKUI/RSCH ini.

Bahan yang diteliti diambil dari semua penderita tumor ganas esofagus yang datang berobat ke FKUI/RSGM dari Januari 1983 sampai dengan Juni 1985. Data-data diambil dari Bagian THT Subbagian Endoskopi FKUI/RSCM, Bagian Bedah Subbagian Bedah Digestif, Bagian Penyakit Dalam Subbagian Gastroenterologi, Bagian Radiologi Subbagian Radioterapi dan Bagian Patologi Anatomik yang merupakan anggota Kelompok Studi Khusus Esofagua FKUI/RSCM.

Dengan menganalisa data-data tersebut diharapkan akan didapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat saling mengisi bila ada kekurangan-kekurangan, dan sebagai kontrol bila salah satu sumber data tidak ada lagi. Dari sumber data tersebut didapatkad tentang umur penderita, jenis kelamin, gejala-gejala atau keluhan penderita, gambaran radiologik, bentuk kelainan secara esofagoskopik, lokasi tumor, jenis tumor serta pengobatan dan penatalaksanaannya.
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Panji Wirawan
Abstrak :
Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan kejadian retensio pada pasien kanker serviks yang menjalani histerektomi radikal dengan dan tanpa teknik nerve sparing Metode: Pasien kanker serviks stadium IB-IIA yang menjalani prosedur histerektomi radikal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Juni 2011 hingga Mei 2012 masuk sebagai subjek penelitian. Kelompok terbagi menjadi kelompok dengan dan tanpa teknik nerve sparing. Pencatatan morbiditas intraoperatif serta analisa residu urin serta kejadian retensio urin pascaoperasi menjadi keluaran penelitian. Analisis statistik menggunakan uji Fisher, Chi-Square dan uji T tidak berpasangan. Hasil: Sebanyak 39 pasien kanker serviks menjalani prosedur histerektomi radikal dalam periode penelitian. Dari sejumlah tersebut, hanya 26 pasien yang dapat dianalisa. Tujuh belas subjek dengan teknik nerve sparing dan sembilan subjek tanpa nerve sparing. Tidak ada perbedaan karakteristik pasien dalam hal jenis histopatologi maupun stadium kanker serviks. Morbiditas intraoperatif tidak berbeda antar kelompok dari segi: lama operasi (307 menit VS 300 menit, p 0.76), jumlah perdarahan (1340 ml VS 1044 ml, p 0.41) serta komplikasi intraoperatif (p 1.00). Meskipun tidak berbeda secara statistik, terdapat kecenderungan nilai volume miksi lebih banyak pada kelompok dengan nerve sparing satu bulan pascaoperasi. Volume residu urin pada satu bulan pascaoperasi lebih sedikit pada kelompok dengan nerve sparing (78 ml VS 310 ml, p 0.03). Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna volume residu urin satu bulan pasca operasi antara kelompok dengan dan tanpa nerve sparing.
Objectives: To describe the efficacy of nerve sparing during radical hysterectomy technique in reducing post operative urinary retention in our institution. Methods: Cervical cancer patients stage IB-IIA whom underwent radical hysterectomy procedure at Cipto Mangunkusumo Hosptal from June 2011 till May 2012 were considered into the study. Study group was divided into group with and without nerve sparing technique. Intraoperative morbidity, residual urine volume and incidence of urinary retention were our outcomes. We used Fisher test, Chi Square test and Independent sample T Test for statistical analysis. Results: A total of 39 patients underwent radical hysterectomy procedure during the time period. From there, as much as 26 patients were available for analysis with 17 subjects underwent nerve sparing and 9 subjects without nerve sparing. No difference found between study group in terms of histopathology and stadium. Intraoperative morbidity such as length of operation (307 min VS 300 min, p value 0.76), bleeding (1340 mL VS 1044 mL, p value 0.41) and intraoperative complication did not differ between groups (p value 1.00).Though not statistically significant, there is a tendency of higher micturition volume in nerve sparing group at day 30th postoperative. Residual urine volume at one month postoperative was lower in nerve sparing group (78 ml VS 310 ml, p value 0.03). Conclusion: Difference in residual urine volume one month postoperative was found between group with and without nerve sparing technique.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Dwi Kurniawan
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Jalur gen Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) berperan dalam regulasi proliferasi sel, ketahanan hidup, diferensiasi, dan progresi tumor. Gen EGFR dengan domain tirosin kinase dalam ekson 18-21 yang mengalami mutasi berkorelasi secara respons klinik dengan pemberian Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI). Hal tersebut menyebabkan status mutasi gen EGFR menjadi faktor prediktif dalam pemberian TKI pada Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK). Namun pemeriksaan baku emas dalam mendeteksi mutasi gen EGFR adalah menggunakan direct sequencing yang membutuhkan jumlah sampel dengan sel kanker yang banyak, dengan sensitifitas yang rendah dan teknik yang tidak seragam. Metode penelitian: Metode PNA-LNA PCR Clamp mampu mendeteksi mutasi gen EGFR dengan rasio 1:1000 pada latar wild type. Metode ini menggunakan mekanisme imhibisi oleh Peptide Nucleic Acid (PNA) dan Locked Nucleic Acid (LNA) dalam urutan yang hampir sama ketika diamplifikasi menggunakan mesin real time PCR. Alel wild type a.kan dihambat oleh PNA sementara itu alel mutan akan berikatan dengan LNA dan ketika terjadi proses amplifikasi oleh DNA polimerase maka akan menyebabkan probe fluorogenik akan terpisah dan berpendar seiring dengan semakin meningkatnya siklus yang akan dideteksi oleh mesin SmartCycler. Hasil analisis dapat dijalankan selama 2 jam setelah dilakukan isolasi DNA. Sampel yang digunakan adalah PC9 (adenokarsinoma), PC3 (kanker prostate), H1975 (KPKBSK), dan H1299 H1975 (KPKBSK), Masing-masing sampel yang dibutuhkan adalah 15 μl dengan konsentrasi DNA 10 ng/μl. Hasil Penelitian: Metode PNA-LNA PCR Clamp mampu mendeteksi jenis mutasi E746-A750del-1p (tipe 1) pada sampel PC9 , delesi ekson 19 pada sampel PC3, T790M dan L858R pada sampel H1975, sementara itu tidak ditemukan mutasi pada sampel H1299. Kesimpulan: Metode PNA-LNA PCR Clamp dapat digunakan sebagai pemeriksaan alternatif dalam mendeteksi mutasi gen EGFR.
ABSTRACT
Introduction: Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) signaling pathway play a role in regulation of cell proliferation, survival, differentiation and tumor progression. Tyrosin kinase domain within exon 18-21 of EGFR gene had mutation significantly correlated with clinical response to Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI). Thus, EGFR gene mutation become a biomarker predictor to Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) treatment. However, the gold standar in detecting EGFR gene mutation is direct sequencing method which requires mostly cancer cells, low sensitivity and ununiformly technical handling.. Methods: A novel method which could allow detect EGFR gene mutation in 1:1000 wild type background has developed. It needs only a small amount of citology or histopatology samples in one day processing. It works based on inhibitory mechanism between Peptide Nucleic Acid (PNA) and Locked Nucleic Acid (LNA) in the nearly same sequences when it is amplified by PCR machine. PNA will attach to wild type allele so further amplification would be inhibited while LNA will attach to mutant allele then it would be flourecence when it is separated from sequencer during amplification by Taqman enzyme. Finally, Real time PCR machine will detect the signal from the mutant sequence thus mutant determination would be analyzed after 2 hours running. The samples are PC9 (adenocarcinoma), PC3 (prostate cancer), H1975 (non small cell lung cancer), and H1299 (non small cell lung cancer). Total amount of each sample is 15 μl with DNA concentration is 10 ng/μl. Results: This method reveals the mutations which are E746-A750del-1p (type 1) in PC9, exon 19 deletion in PC3, T790M and L858R in H1975 while no mutation in H1299. Conclusion The PNA-LNA PCR Clamp could be an alternative method in detecting EGFR gene mutation.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Feharsal
Abstrak :
Penelitian ini membahas perbandingan performa diagnostik sistem skoring International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) dengan Risk of Malignancy Index-4 (RMI-4) dan indeks morfologi Sassone dalam memprediksi keganasan ovarium prabedah. Dilakukan uji diagnostik potong-lintang secara retrospektif dengan pasien neoplasma ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari hingga Desember 2013. Nilai diagnostik dari keempat metode skoring dihitung dengan luaran: sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, akurasi dan nilai AUC. Penelitian ini menyimpulkan IOTA simple-rules memiliki performa diagnostik lebih baik dibandingkan IOTA subgroup, RMI-4 dan indeks morfologi Sassone. ......This study compared diagnostic performance of scoring system of International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) with Risk of Malignancy Index-4 (RMI-4) and Sassone morphology index to predict ovarian malignancy preoperatively. A retrospective study was done involving subject with ovarian neoplasm at National General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo on January to December 2013. Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, accuracy and AUC value were calculated. This study concluded that diagnostic performance of IOTA simple-rules were significantly better than IOTA subgroup, RMI-4 and Sassone morphology index.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Triharini
Abstrak :
ABSTRAK
Pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoterapi akan mengalami masalah secara fisik maupun psikologis. Keluhan fisik seperti mual, muntah dan lemah lesu serta respon psikologis seperti kecemasan dan depresi dapat dikurangi dengan memberikan paket edukasi tentang perawatan diri selama di rumah. Di ruang kandungan RSU Dr. Soetomo Surabaya telah dikembangkan paket edukasi yang berisi tentang pengaturan nutrisi, aktivitas, aspek psikologis dan latihan relaksasi otot progresif yang diberikan pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui hubungan paket edukasi dengan keluhan fisik dan psikologis pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi. Penelitian ini menggunkan desain cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah total populasi. Sampel diambil sesuai dengan kriteria inklusi sejumlah 25 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data analisis dengan menggunakan uji T dan chi-squere. Hasil menunjukan adanya perbedaan yang bemakna tingkat keluhan mual muntah, lemah lesu dan respon psikologis pada responden sebelum dan sesudah intervensi (p<0,05). Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan keluhan didapatkan hasil ada hubungan antara umur dengan kecemasan (P=0,032), ada hubungan antara status bekerja dengan kecemasan (P=0,003) dan ada hubungan antara frekuensi kemoterapi dengan lemah lesu (P=0,015). Implikasi dari hasil penelitian ini adalah dapat dikembangkannya paket edukasi sebagai bagian dari asuhan keperawatan pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi untuk menurunkan keluhan fisik dan psikologis sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
ABSTRACT
In general cervical cancer patient who undergo chemotherapy will experience physical and psychological symptoms. Physical symptoms such as nausea, vomiting, and fatigue; and psychological symptoms such as anxiety and depression can be minimized by giving them education package on how implement self-care at home. In the obstetric-gynecologic ward Dr. Soetomo hospital, education package on nutrition, physical exercise, psychological aspect and progressive muscle relaxation exercise had been established for cervical cancer patient who undergone chemotherapy. The purpose of this study is to examine the relationship between education package given to the cervical cancer patient with the physical and psychological symptoms on cervical cancer who undergone chemotherapy. This study was using cross sectional design with total population sampling method. 25 samples were recruited based on the inclusion criteria using structured questionnaire. T-test and chi-square were used to analyze the data. The findings shows that there is a significant different on nausea, vomiting & fatigue symptoms and psychological symptoms before and after intervention (p<0,05). The other findings show that there was a relationship between respondent characteristics and symptoms: aged and level of anxiety (P=0.032); work status & anxiety (P=0.003); and chemotherapy frequency & fatigue (P=0.015). The implication of this study was that education package is part of the nursing care of cervical cancer patient who undergone chemotherapy which can minimize physical & psychological symptoms and improve patient’s quality of life.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Devianti Usman
Abstrak :
ABSTRAK
Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien dengan kanker payudara. Penanganan nyeri yang diterima oleh pasien seringkali tidak efektif dalam mengatasi nyeri. Tidak tertanganinya masalah nyeri kanker dapat berdampak pada kualitas hidup pasien. Terapi masase merupakan salah satu dari terapi komplementer yang dapat dijadikan sebagai salah satu terapi dalam mengatasi nyeri kanker. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh terapi masase terhadap intensitas nyeri kanker di Makassar. Disain penelitian ini adalah quasi experiment design with pre - post test control group. Sampel pada penelitian ini berjumlah 31 orang dengan 16 orang pada kelompok intervensi yang mendapatkan kombinasi analgetik dan terapi masase selama 3 hari. Sedangkan pada kelompok kontrol berjumlah 15 dengan mendapat terapi standar analgetik. Sampel diambil dengan metode non probability sampling jenis consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata intensitas nyeri pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p=0,000), namun terdapat penurunan intensitas nyeri yang lebih besar pada kelompok intervensi jika dibandingkan dengan rata-rata penurunan intensitas nyeri pada kelompok kontrol (kelompok intervensi 1,21; kontrol 0,81). Penelitian ini merekomendasikan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh terapi masase terhadap intensitas nyeri, dan mengidentifikasi faktor lain yang berpengaruh terhadap intensitas nyeri.
ABSTRACT
Pain is one of the most common complaint of patient with breast cancer. Intervention of the pain sometimes is not so effective to reduce cancer pain. This ineffectiveness of the treatment on cancer pain can effect on the quality of life of the person who have breast cancer. Massage therapy is one of the complementary therapy that can reduce cancer pain. The purpose of this study is to identify the effect of massage therapy on cancer pain in Makassar. The design was a quasi experiment with pre-post control group. Data collection was conducted by a consecutive sampling. There was 31 participants in this study. Fifteen of them was place in a control group who isprovided with an analgetic therapy. Pain intensity was measured before and after analgetic therapy. Sixteen participants in the intervention group was treated with combined analgetic therapy and massage therapy. The pain intensity was measured before and after combined analgetic therapy and massage therapy was given. The pain intensity was measured for 3 days on both control and intervention groups.The result showed that pain reduction on both groups (control and intervention) (p=0,000), but the intervention group shows lower pain intensity than patiscipants in the control group (score of 1,21 on intervention and kontrol 0,81 respectively). This finding showed that massage therapy had significant effect to reduce pain intensity of patient with breast cancer.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>