Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nelmi Silvia, auhtor
Abstrak :
Latar Belakang : Industri pemotongan batu memiliki potensi bahaya berupa debu batu yang dihasilkan dari proses pemotongan batu. Debu batu berpotensi besar masuk dan mengendap di saluran napas pekerja yang terpajan debu batu tersebut. Dalam penelitian ini ingin diketahui hubungan pajanan debu batu dan faktor lainnya dengan gangguan fungsi paru. Metode Penelitian : Desain penelitian cross sectional dengan analisis regresi logistik. Subjek penelitian diambil secara cluster sampling. Tingkat pajanan debu batu ditentukan dengan metode semikuantitatif dan faktor-faktor lainnya dengan kuesioner. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan alat spirometer. Hasil : Subjek penelitian adalah 70 pekerja laki-laki industri pemotongan batu informal dengan masa kerja lebih dari 5 tahun. Sebanyak 21,4% subjek mengalami gangguan fungsi paru, dengan gangguan fungsi paru restriksi sebanyak 14,3% dan gangguan fungsi paru obstruksi sebanyak 7,1%. Faktor risiko yang berhubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru adalah tingkat pajanan debu batu. Faktor umur, pendidikan, status gizi, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, masa kerja, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) dan penyediaan APD tidak memperlihatkan hubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru. Subjek dengan tingkat pajanan debu batu tinggi mempunyai risiko 5,889 kali mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan subjek dengan tingkat pajanan debu batu rendah [ odds rasio suaian (ORa) = 5,889; interval kepercayaan (CI) 95% = 1,436-24,153)]. Kesimpulan : Didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pajanan debu batu dengan gangguan fungsi paru. Perlu dilakukan pengendalian terhadap pajanan debu batu untuk mencegah risiko gangguan fungsi paru pada pekerja industri pemotongan batu. ......Background : Stone cutting industry have a potential hazard in stone dust resulted from stone cutting process. Stone dust has a significant potential to enter and settle inside exposed worker’s respiratory tract. This study aims to identify the relationship between stone dust exposure and other factors with lung function disorder. Method : This study was a cross-sectional study with logistic regression analysis. Study’s subjects were taken with cluster sampling method. Level of stone dust exposure was determined by semi-quantitative method and the other factors were identified by a questionnaire. Lung function was tested with a spirometer. Results : Study’s subject was 70 male informal stone cutting industry workers with more than 5 years of service. In this study, it was found that lung function disorders was 21.4%, which restrictive lung function disorder was 14.3% and the obstructive lung function disorder was 7.1%. Risk factor significantly related to lung function disorder was stone dust level of exposure. Age, education, nutritional status, exercise habit, smoking habit, length of employment, habit of using personal protective equipment (PPE) and provision of PPE showed no significant relationship with lung function disorder. Subjects with high level of stone dust exposure had 5.889 times the risk of lung function disorder compared to subjects with low level of stone dust exposure [adjusted odds ratio(ORa) = 5.889; 95% confidence interval (CI) = 1.436 - 24.153)]. Conclusion : The level of stone dust exposure significantly related to lung function disorder. Control measures are needed for stone dust exposure to prevent the risk of lung function disorder in stone cutting industry workers.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norini Sri Lestari
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan pada Pekerja SPG di Pusat Perbelanjaan X kota Depok yang merupakan pekerja berisiko tinggi mengalami CTDs, karena dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari lebih banyak dituntut untuk berdiri dan bergerak aktif serta diwajibkan menggunakan sepatu hak tinggi. Tujuan dilakukan penelitian ialah untuk menjelaskan tingkat risiko ergonomi khususnya keluhan subjektif CTDs yang dialami pekerja SPG pusat perbelanjaan X kota Depok, tahun 2012. Hasil penelitian berdasarkan Nordic Body Map bagian tubuh pekerja yang paling banyak mengalami gejala CTDs adalah betis (83,33%) dan kaki (56,67%). Sedangkan hasil penilaian risiko berdasarkan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) diperoleh 2 aktivitas yang memiliki kategori tingkat risiko sangat tinggi yaitu aktivitas merapihkan produk di rak dan aktivitas memeriksa stok produk. Serta aktivitas dengan kategori risiko tinggi yaitu menulis pembukuan dengan posisi membungkuk tanpa menggunakan meja dan merapihkan produk di keranjang. Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk risiko sangat tinggi yaitu dengan melakukan perubahan pada seluruh aplikasi kerja, sedangkan untuk risiko tinggi dilakukan pengendalian dengan investigasi dan perubahan pada postur kerja serta lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat risiko tersebut yaitu dengan menyesuaikan tinggi meja sesuai abtropometri pekerja, mengubah desain lay out, menggunakan sepatu yang flat. ......The research was conducted on workers Sales Promotion Girl at X Shopping Center Depok City, which is a high risk of CTDs workers, because in doing their daily work more lots are required to stand up and move on and be required to use high heels. The purpose of the study was to describe the level of ergonomic risk particularly subjective complaints CTDs experienced SPG workers at X shopping center Depok city, in 2012. The results based on Nordic Body Map Body parts most workers experience symptoms CTDs are calves (83.33%) and leg (56.67%). While the results of the risk assessment method based Rapid Entire Body Assessment (REBA) obtained two activities that have a very high degree of risk categories, namely activity after finish the product on the shelves and the activity of checking product stock. And activities with a high risk category are writing books with bent position without the use of tables and after finish products in the basket. Control measures are carried out to a very high risk that is by making changes to the whole working application, whereas for high risk control with the investigation conducted and changes in working posture and the environment. Efforts can be made ​​to reduce the level of risk that is appropriate to adjust the table height antrophometry workers, changing the lay out design, using a flat shoe.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S43995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Febriana
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan pada penjahit sektor informal di Kecamatan Cileungsi yang bertujuan untuk menjelaskan tingkat risiko ergonomi terhadap kejadian CTDs yang dialami pekerja. CTDs disebabkan adanya adanya postur janggal, postur statis dan gerakan repetitif. Penilaian risiko pekerjaan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) dan diperoleh 4 aktivitas yang memiliki tingkat risiko sedang yaitu aktivitas menggunting, menjahit, memasang kancing dan menyetrika. Tindakan pengendalian yang dilakukan yaitu investigasi lebih lanjut dan perubahan segera. Gambaran keluhan subjektif CTDs pada penjahit menggunakan kuesioner Nordic Body Map dan didapatkan 78.3% keluhan terjadi pada pinggang, 65.2% pada punggung dan bokong, 56.5% pada leher atas, serta 52.2% pada pergelangan tangan kanan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat risiko tersebut yaitu dengan menyesuaikan tinggi meja dengan tinggi pekerja, menggunakan kursi yang memiliki sandaran, mengurangi jam kerja menjadi 8 jam/hari serta rutin melakukan peregangan otot. ......The research was conducted in the informal sector tailors at Cileungsi which aims to explain the level of ergonomic risk for CTDs events experienced workers. CTDs is caused by awkward postures, static postures and repetitive movements. Occupational risk assessment using the Rapid Entire Body Assessment (REBA) and acquired four activity that has a medium risk of being the activity of cutting, sewing, buttoning and ironing. The control measures undertaken further investigation and change soon. Preview of CTDs subjective complaints on tailors using questionnaires Nordic Body Map and showed that 78.3% of complaints occurred on the waist, 65.2% on the back and buttocks, 56.5% on the upper neck, and 52.2% on the right wrist. Efforts can be made to reduce the level of risk is to adjust the height of the table with high labor, use a chair that has a back rest, reduce working hours to 8 hours/day and stretching routine.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Dwi Rahmah
Abstrak :
To analyze the relationship between exposure to xylene as organic solvents and neurotoxic symptoms as affect of xylene exposure between paint manufacture workers. Fourty-five male workers completed a symptom questionnaire 18 Germany version. Fourteen workers underwent the positive neurotoxic symptoms from the questionnaire results. In chi-square tests, confounding variables for working period, smoking habits, exercise habits, duration of xylene exposure, usage of respiratory protection, and historical disease were found a not significant relation with the symptoms of neurotoxic with affect of xylene exposure. The relation between level of exposure and age factor, in both correlation and linier regression analysis were poor relation with the symptoms of neurotoxic with affect of xylene exposure. The results suggest that a symptom and some behavioral changes shows the neurotoxic effects to low levels of xylene exposure. However, no consistent pattern was observed in regard to the effects of xylene exposure on neurobehavioral dysfunction, in regards with the confounding factors that studied.
Untuk menganalisis hubungan antara pajanan xylene sebagai pelarut organik dan gejala neurotoksik yang diakibatkan pajanan xylene pada pekerja pembuatan cat di PT. X tahun 2012. Empat puluh lima pekerja laki-laki menyelesaikan kuesioner Q18 versi Jerman. Empat belas pekerja mengalami gejala neurotoksik positif dari hasil kuesioner. Dalam uji chi-square, variabel confounding untuk masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, lama pajanan per minggu, penggunaan perlindungan pernapasan, dan riwayat penyakit ditemukan tidak berhubungan signifikan dengan gejala neurotoksik akibat pajanan xylene. Hubungan antara tingkat pajanan xylene dan faktor usia, baik lewat uji korelasi dan analisis regresi linier menunjukkan hubungan yang lemah dengan gejala neurotoksik akibat pajanan xylene. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala neurotoksik dan beberapa perubahan perilaku terjadi pada pajanan xylene tingkat rendah. Namun, tidak ada gambaran yang menunjukkan pola yang linier yang diamati sehubungan dengan efek pajanan xylene pada gangguan neurobehavioral, berkaitan dengan faktor-faktor pengganggu yang dipelajari.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31282
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ashari Ciptaningrum
Abstrak :
Kecelakaan konstruksi terjadi karena pekerjaan konstruksi mengandung risiko dan bahaya yang tinggi. Terutama dalam pekerjaan ereksi baja di proyek-proyek pembangunan Stasiun Light Rail Transit (LRT), di mana para pekerja dihadapkan pada kondisi seperti bekerja pada ketinggian, melibatkan alat berat dan peralatan tajam, kondisi cuaca panas, dan durasi kerja yang panjang. Untuk menghindari kecelakaan pada pembangunan stasiun LRT, penilaian risiko diperlukan pada proses kerja ereksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat risiko keselamatan kerja dalam proses kerja ereksi baja di proyek pembangunan stasiun LRT oleh PT X dengan mengacu pada metode analisis risiko semi-kuantitatif AS/NZS ISO 31000: 2009 tentang Manajemen Risiko. Desain penelitian dilakukan dengan studi observasional dan pendekatan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa risiko tertinggi pekerjaan ereksi baja adalah jatuh, bertabrakan dengan bahan baja, komponen terjepit peralatan ereksi, dan kelelahan karena durasi kerja yang panjang. Kontrol yang disarankan termasuk menyediakan manlift untuk pekerja, menambah persediaan APD, menyediakan sistem hadiah & hukuman untuk pekerja, dan mengoptimalkan pengawasan oleh penyelia, manajer HSE, konsultan pengawas, dan kementerian perhubungan. ......Construction accidents occur because construction works carry high risks and hazards. Especially in steel erection work in Light Rail Transit Station (LRT) construction projects, where workers are faced with conditions such as; work at height, involving heavy equipment and sharp equipment, hot weather conditions, and long work duration. To avoid accidents at the LRT station construction, risk assessment is needed in the erection process. This study aims to determine the level of work safety risks in the steel erection work process in the LRT station construction project by PT X with reference to the AS / NZS ISO 31000: 2009 semi-quantitative risk analysis method on Risk Management. The research design was carried out with observational studies and descriptive analysis approaches. From the results of the study, it can be seen that the highest risk of steel erection work is falling, colliding with steel materials, components being squeezed by erection equipment, and fatigue due to long work duration. Suggested controls include providing manlift for workers, increasing PPE inventory, providing a reward & punishment system for workers, and optimizing supervision by supervisors, HSE managers, supervisory consultants, and the ministry of transportation.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library