Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasya Khaerunnisa
"Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian dilaksanakan di fasilitas pelayanan kefarmasian salah satunya adalah puskesmas. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di puskesmas harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien dan standar prosedur operasional sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, apoteker harus menjamin pendokumentasian seluruh aktivitas yang dilakukan, salah satunya dengan melaksanakan pencatatan catatan pengobatan pasien. Pendokumentasian ini penting dilakukan karena dapat menunjang keberhasilan terapi pasien serta menghindari risiko terjadinya medication error karena seluruh informasi yang berkaitan dengan pengobatan telah tercatat.
Tujuan dari tugas khusus ini, yaitu mengetahui pelaksanaan pendokumentasian catatan pengobatan pasien di Puskesmas Kecamatan Cakung serta peran apoteker di dalamnya. Tugas khusus ini dilakukan secara retrospektif dengan cara melakukan pendataan resep pasien rawat jalan yang terdapat masalah dalam peresepannya pada periode 20-22 Juni 2022.
Berdasarkan hasil, catatan pengobatan pasien di Puskesmas Kecamatan Cakung belum berjalan di semua poli, masih terbatas pada poli tertentu seperti Poli TB, Kusta, HIV/AIDS dan Jiwa. Peran apoteker dalam keselamatan pasien saat melayani resep pada Poli Lansia adalah dengan melakukan konfirmasi terkait resep kepada dokter penulis resep.

Pharmaceutical service is a direct and responsible service to patients related to pharmaceutical preparations with the aim of achieving definite results to improve the quality of life of patients. Pharmaceutical work is carried out in pharmaceutical service facilities, one of which is the puskesmas. The implementation of pharmaceutical services in puskesmas must be supported by the availability of pharmaceutical resources oriented to patient safety and standard operational procedures in accordance with applicable legislation.
In carrying out pharmaceutical services, pharmacists must ensure the documentation of all activities carried out, one of which is by recording patient treatment records. This documentation is important because it can support the success of patient therapy and avoid the risk of medication error because all information related to treatment has been recorded.
The purpose of this special task are to know the implementation of documenting patient treatment records at the Cakung District Health Center and the role of pharmacists in it. This special task was carried out retrospectively by collecting outpatient prescriptions that had problems in prescribing in the period 20-22 June 2022.
Based on the results, patient treatment records at the Cakung District Health Center have not been running in all poly, still limited to certain poly such as TB Poly, Leprosy, HIV / AIDS and Psyche. The role of pharmacists in patient safety when serving prescriptions at the Elderly Poly is to confirm the prescription to the prescribing doctor.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Alfatma
"Penyakit HIV AIDS merupakan ancaman yang serius di Indonesia. Berdasarkan data dari Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan (Kemenkes) sampai dengan bulan Maret 2021 tercatat 427.201 orang hidup dengan HIV dan 131.147 orang hidup dengan AIDS. Kasus baru yang dilaporkan sejak bulan Januari sampai Maret 2021 sejumlah 7.650 kasus dan AIDS 1.677 kasus (Kemenkes, 2021). Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal. Kepatuhan pasien HIV AIDS merupakan salah faktor yang penting, karena ARV yang berkelanjutan tanpa terputus akan menekan perkembangan virus, mengurangi resistensi virus, memperbaiki kualitas hidup pasien dan memperbaiki kesehatan. Sebaliknya ketidakpatuhan pasien dapat menjadi penyebab gagalnya terapi ARV, mengakibatkan resistensi obat pasien dan membutuhkan ARV lini kedua atau tiga dengan biaya yang besar karena keterbatasannya. Tahapan dan proses dalam melakukan evaluasi kepatuhan pasien HIV/AIDS di Puskesmas Kec. Matraman adalah melakukan monitoring (adherence, efek samping, pemberian ARV dan keberhasilan ARV), monitoring klinis (follow up pertama setelah 1-2 minggu, pemeriksaan fisik, dan anamnesis gejala, kepatuhan, kualitas hidup), pemeriksaan laboratorium dasar, dan monitoring efektivitas ARV. Hasil evaluasi kepatuhan pasien HIV/AIDS menggunakan uji statistik Independent Test dan ANNOVA menunjukkan bahwa pekerjaan, usia, dan jenis kelamin bukan merupakan faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam minum obat melainkan individu pasien tersebut.

HIV AIDS is a serious threat in Indonesia. Based on data from the Directorate General of Disease Prevention and Control, Ministry of Health (Kemenkes), as of March 2021, there were 427,201 people living with HIV and 131,147 people living with AIDS. There were 7,650 new cases reported from January to March 2021 and 1,677 cases of AIDS (Ministry of Health, 2021). The results of therapy will not reach optimal levels without the patient's own awareness, this can even cause therapy failure, and can also cause complications that are very detrimental and ultimately fatal. Compliance with HIV AIDS patients is an important factor, because continuous ARV without stopping will suppress the development of the virus, reduce viral resistance, improve the patient's quality of life and improve health. On the other hand, patient noncompliance can be the cause of failure of ARV therapy, resulting in patient drug resistance and requiring second or third line ARVs at large costs due to their limitations. Stages and processes in evaluating HIV/AIDS patient compliance at the District Health Center. Matraman is carrying out monitoring (compliance, side effects, administration of ARVs and success of ARVs), clinical monitoring (first follow-up after 1-2 weeks, physical examination, and history of symptoms, compliance, quality of life), basic laboratory examinations, and monitoring the effectiveness of ARVs. . The results of evaluating HIV/AIDS patient compliance using the Independent Test and ANNOVA statistical tests show that occupation, age and gender are not factors that influence patient non-compliance in taking medication except for the individual patient."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library