Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 133 Document(s) match with the query
cover
Chandra Bagus Ropyanto
"Fase rehabilitasi merupakan fase kemampuan fungsional berada pada tahap paling rendah dibandingkan fase lain. Pemulihan fungsi fisik menjadi prioritas dilihat dari status fungsional. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan status fungsional pada paska ORIF fraktur ekstremitas bawah.
Desain penelitian adalah cross-sectional dengan 35 responden dan pengumpulan data menggunakan kuesioner. Variabel independen adalah usia, lama hari rawat, jenis fraktur, nyeri, kelelahan, motivasi, fall-efficacy, dan dukungan keluarga sementara variabel dependen adalah status fungsional. Uji ANOVA digunakan untuk data kategorik serta korelasi pearson dan spearman rho untuk data numerik.
Hasil penelitian menunjukan fall-efficacy (r = -0,490 dan nilai p=0,003) merupakan faktor yang berhubungan. Model multivariat memiliki nilai p=0,015 dan jenis fraktur, nyeri, dan fall-efficacy mampu menjelaskan 28,2 % status fungsional dengan nyeri sebagai faktor yang paling besar untuk memprediksi status fungsional setelah dikontrol fall-efficacy dan jenis fraktur. Penelitian ini merekomendasikan melakukan latihan meningkatkan status fungsional terintegrasi manajemen nyeri dan fall-efficacy.

Rehabilitation phase is a phase of functional ability at the stage of the lowest compared to other phases. Recovery of physical function is a priority from functional status. Conducted research on the functional status as the basis for the restorative care. The research aimed to identify factors associated with functional status post ORIF fracture in the lower extremities.
The study design was a crosssectional with 35 respondents and collecting data using questionnaires. Independent variables were age, length of day care, type of fracture, pain, fatigue, motivation, fall-efficacy, and family support; as the dependent variable was functional status. ANOVA test used for categorical data and Pearson correlation and spearman rho for numerical data.
The results show the fall-efficacy (r = - 0.490 and p-value = 0.003) is related factors. Multivariat model have p value=0,015 and type of fracture, pain, and fall-efficacy explained 28,2 % functional status variable with pain as the biggest factor for predicting functional status after controlled fall-efficacy and type of fracture. This research recommended for exercises improved functional status integrated pain and fallefficacy managemen."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Musdalifah
"Keselamatan pasien menjadi penting karena masih tingginya angka KTD di rumah sakit secara global maupun nasional. Di RSUD Sele Be Solu pada tahun 2011,dari 1.560 pasien rawat inap penyakit dalam yang dilakukan pemasangan infus sebanyak 1,9% mengalami phlebitis. Di ruang rawat inap anak RSUD Sele Be solu, kejadian phlebitis setelah pemasangan infus kurang dari 3 hari ditemukan sebanyak 8 pasien (20%) dari 40 pasien anak dan ada 11 pasien (61,1%) dari 18 pasien anak setelah lebih dari 3 hari pemasangan infus. Selama ini belum pernah dilakukan penilaian budaya keselamatan pasien di Rumah sakit Sele Be Solu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan frekuensi pelaporan KTD dengan budaya keselamatan pasien oleh perawat di RSUD Sele Be Solu. Metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, populasi adalah seluruh perawat di instalasi rawat inap sebanyak 110 orang. Pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner.
Hasil penelitian ada hubungan antara frekuensi pelaporan KTD dengan feedback dan komunikasi terhadap kesalahan, (p value = 0,018) besarnya hubungan dua kali lebih besar dibandingkan dengan kerjasaman dalam unit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masih rendahnya tingkat pelaporan KTD di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong. Saran kepada pihak manajemen agar segera membentuk komite keselamatan pasien di rumah sakit dan menerapkan standar keselamatan pasien sesegera mungkin/

Patient safety become an important issue because adverse events are still in a high level at hospital globally and nationally. In 2011, at Interna ward of Sele Be Solu Sorong hospital, from 1.560 patients which had i.v line attached by nurses, 1,9% patients were had phlebitis. While at the pediatric ward, phlebitis events after i.v line was attached less than three days, 8 patients was found (20%) from 40 patients, and there were 11 patients (61,1%) from 18 children after 3 days of i.v line was attached. The patient safety culture in Sele Be Solu hospital was never been assessed. The purpose is to discover the relationship between adverse events frequency report and patient safety culture by nurses at Sele Be Solu hospital. Quantitative method was used in this study with cross sectional approached, population were all nurses at inward installation, which are 110 people. Data was gathered with questionnaire which had filled by nurses.
The result is there are relationship between adverse events report frequency activity with feedback and communication to the false (p value=0,018) and the relationship are double amounts higher than teamwork in the unit. Conclusion is the report activity of adverse event at Sele Be Solu hospital Sorong is low. Suggest to the hospital management is to form patient safety committee at hospital and set the patient safety standard procedure immediately."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdilla Ridhwan Irianto
"ABSTRAK
Latar belakang: Perkembangan terkini dalam pelayanan pasien luka bakar telah menurunkan angka mortalitas serta lamanya perawatan pasien di rumah sakit. Oleh karenanya, angka kesintasan pasien bukan lagi tolok ukur hasil akhir yang memadai, akan tetapi penilaian kualitas hidup telah menjadi aspek yang lebih utama. Burn Specific Health Scale Brief (BSHS-B) merupakan instrumen yang banyak digunakan dan divalidasi di banyak pusat pelayanan luka bakar dalam rangka evaluasi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untu dapat menghasilkan sebuah instrumen yang telah terstandarisasi sebagai metode untu evaluasi kualitas hidup paskapelayanan luka bakar di Indonesia.
Metode: Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap: tahap penerjemahan dan tahap validasi. BSHS-B akan diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan standar yang berlaku. Setelah didapatkan terjemahan yang telah disepakati, terjemahan ini akan digunakan pada uji coba validasi linguistik serta evaluasi validitas dan reliabilitas. Tahap validasi ini melibatkan 30 pasien luka bakar yang berbahasa Indonesia, yang mengisi Form BSHS-B versi bahasa Indonesia dan Short Form-36 (SF-36) versi bahasa Indonesia. Entri data dan analisis statistik dilakukan menggunakan program Statistical Package for Social Sciences versi 25.0 untuk Windows.
Hasil: Hasil Cronbach s alpha untuk versi Bahasa Indonesia BSHS-B adalah 0.852. Dengan didapatkan korelasi signifikan (Spearman s rho: 0,325 - 0,782) dalam analisis validasi criterion antara BSHS-B dengan SF-36 menunjukkan hasil yang sesuai dengan arah diharapkan yaitu korelasi positif. Domain fungsi berhubungan secara signifikan dengan aspek vitalitas dari SF-36, sedangkan Domain aspek kulit memiliki korelasi kuat dengan aspek kesehatan umum, kesehatan mental serta vitalitas. Domain afek dan hubungan memiliki korelasi sangat bermakna dengan aspek kesehatan umum, kesehatan mental dan aspek vitalitas, dan yang terakhir aspek pekerjaan berkorelasi siginifikan dengan aspek fungsi fisik, nyeri badan, kesehatan umum, vitalitas dan fungsi sosial dari SF-36.
Kesimpulan: Terjemahan bahasa Indonesia dari BSHS-B telah menunjukkan konsistensi internal dan validitas criterion yang memuaskan, yang sangat mendukung serta dianjurkan untuk diaplikasikan dalam praktik klinis secara rutin serta dalam penelitian internasional.

ABSTRACT
Background: Recent advancement in care of burned patients, many aspects have improved over the years. Decreased mortality and decreased length of hospital stay, have been truly outstanding and amazing. Therefore, survival is no longer a sufficient outcome measure, but quality of life (QOL) measurements are of prime importance. The Burn Specific Health Scale Brief (BSHS-B) is the most commonly used instrument used to evaluate burn survivors quality of life (QOL). This study aims to provide a standardized instrument for an evaluation method of after-burn care quality of life in Indonesia.
Methods: The study was conducted in two steps: translation and validation. The Burn Specific Health Scale-Brief (BSHS-B) translated from the English version into Bahasa Indonesia, carried out according to accepted standards. The first step of the process requires two forward translations of the English version of the questionnaire into Bahasa Indonesia by two certified translator and the scond step was to translate the reconciled Bahasa Indonesia version back into English. Once the translation has been reviewed, the preliminary translation will undergo linguistic validation, a pilot-testing. In order to test the validity and reliability of the Bahasa Indonesia version of the BSHS-B, 30 burn survivors Bahasa Indonesia speakers completed the BSHS-B and SF-36. Data entry and statistical analysis will be performed using the Statistical Package for Social Sciences version 25.0.
Results: The overall Cronbach s alpha value for the Bahasa Indonesia scale was 0.852. Significant correlations (Spearman s rho: 0,325 - 0,782) between the Bahasa Indonesia BSHS-B and the criterion measure, the SF-36, were in the expected direction. The function domain was significantly associated with the vitality aspects of SF-36, while the skin involvement domains correlated with the general health, mental health, and vitality. The affect and relationship domains significantly correlated with the general health, mental health, and vitality aspects, and lastly work domain correlates significantly with physical function, body pain, general health, vitality, and social function aspects of SF-36.
Conclusion: The Bahasa Indonesia translation of BSHS-B has shown satisfactory internal consistency and criterion validity, supporting its application in routine clinical practice as well as in international studies."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Suparno
"Tulisan ini menganalisis dampak kegiatan KIE-HIV/AIDS oleh kelompok pendidik sebaya terhadap perubahan perilaku berisiko terinfeksi HIV/ AIDS di kalangan IDU di Jakarta, 2003. Fokus perubahan perilaku yang diamati adalah praktek yang terkait dengan penggunaan peralatan suntikan dan hubungan seksual. Praktek yang terkait dengan penggunaan peralatan suntikan yang diamati antara lain status kelangsungan pemakaian NAPZA dengan suntikan, penggunaan jarum suntik bersama, penggunaan peralatan tempat pencampur larutan NAPZA secara bersama dan sterilisasi peralatan suntikan. Perilaku hubungan seks yang diamati adalah jumlah pasangan seks dan konsistensi penggunaan kondom dalam melakukan hubungan seks.
Model penelitiannya adalah one group pre-posies, yaitu rancangan penelitian yang hanya menggunakan satu kelompok subyek serta melakukan pengukuran sebelum dan sesudah pemberian perlakukan pada subyek. Perbedaan kedua hasil pengukuran ini dianggap sebagai dampak/ efek perlakulan. Jumlah subyek penelitian yang terlibat sebanyak 327 IDU. Pemilihan sampel menggunakan metode multiplikasi nominasi. Yaitu memperoleh sampel dengan cara snowball dengan melibatkan orang kunci yang berperan untuk menunjukkan sejumlah IDU secara acak. Analisis data menggunakan dasar perhitungan uji McNemar untuk mengetahui signifikasi perubahan perilaku yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). proporsi IDU yang menghentikan menggunakan NAPZA dengan suntikan cenderung meningkat namun berdasar hasil uji statistik , peningkatan tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan selama pasca intervensi, 2). terjadi penurunan proporsi IDU yang menggunakan jarum dan semprit secara bersama selama intevensi, 3). terjadi perubahan perilaku yang lebih baik dalam praktek mensucihamakan jarum dan sempritnya namun dengan intensitas (sampai tiga kali). Pemberian KIE ternyata tidak diiikuti dengan meningkatkannya proporsi IDU yang mensucihamakan peralatan suntikan dengan bleach, 4). analisis terhadap praktek penggunaan tempat pelarut ternyata menunjukkan perubahan perilaku yang lebih baik, yaitu menggunakan tempat milik sendiri (tidak berbagi dalam wadah) selama intervensi berlangsung. 5). dalam upaya merubah perilaku seks yang berisiko hasilnya terlihat adanya kecenderungan menurunnya proporsi IDU yang melakukan hubungan seks dengan banyak atau berganti-ganti pasangan. dan kecenderungan tersebut belum menunjukkan perubahan proporsi yang signifikan secara statistik dan 5). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa proporsi IDU yang selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan orang lain meningkat secara signifikan selama intervensi berlangsung.
Daftar bacaan : 45 ( 1993 - 2003 )

Effect of HIV/AIDS Information, Education, and Communications (IEC) Among Intravenous Drug Users (Edus) Through Peer Educators on the Changes in HIV/AIDS Risk Behaviors in Jakarta, 2003This thesis examines the impact of IEC through peer educators on HIVIAIDS to IDUs in Jakarta. The focus of the study includes changes in risk behaviors relating to IDU and risky sex. Observed behaviors relating to IDU include use of needles and syringes, sharing behaviors. and sterilization, while those relating to risky sex include: multiple sex partners and condom use.
The study used a one group pre- and post-test approach, using one subject group for pre- and post testing intervention method to observe the level of changes behavior and as indicative of the intervention impact. The subject included a total of 327 IDUs. The samples were selected using a multiple nomination by snowballing through key persons. These were then randomly selected. Data analysis basically utilized McNemar test of significance.
The results indicate several interesting points: 1) that although the proportion of IDUs who reduced injected drugs tend to increase, the post intervention results (based on 1 year period) have not been statistically significant, 2) with increasing intensity of EEC on HIVIAIDS and harm reduction, there were some changes in risk behaviors relating to sharing of needles_ 3) although sterilization behaviors tend to improve somewhat, and IOUs have tend to use their own containers, however bleaching practices does not seem to have improved significantly, 4) 1EC have not resulted in significant changes in risky sex although a few IDUs reported less sex with less number of partners, and 5) IEC have, however, resulted in improved consistent condom use among IDUs.
References: 45 (1993 - 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muswarni
"ABSTRAK
AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan segera. Hal ini terlihat dari jumlah kasus baru HIV/AIDS yang meningkat tajam. Dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia, DKI Jakarta mempunyai prevalensi tertinggi. Sebagian besar penularan AIDS di DKI Jakarta terjadi melalui hubungan seksual (heteroseksual dan homoseksual/biseksual), hal tersebut akan menjadi ancaman bagi keluarga yang dalam halini ibu rumah tangga. Disamping peningkatan jumlah kasus yang cepat, hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan atau vaksin untuk mencegah. Karena itu alternatif penanggulangan yang mungkin dapat dilakukan adalah memberikan informasi yang benar mengenai AIDS sehingga masyarakat umumnya, ibu rumah tangga khususnya mempunyai pengertian yang benar mengenai AIDS dan dengan pengetahuan yang baik ibu rumah tangga diliarapkan akan dapat menghindari AIDS.
Salah satu cara dalam memberikan informasi yang benar kepada masyarakat adalah melalui media komunikasi. Hingga saat ini belum ada informasi mengenai hubungan antara keterpajanan media komunikasi dengan pengetahuan ibu tentang AIDS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterpajanan oleh media komunikasi dengan pengetahuan ibu tentang AIDS dengan dikontrol dengan variabel lain yaitu sosial demografi responden yaitu umur, pendidikan dan pekerjaan responden, pendidikan dan pekerjaan suami.
Pada penelitian ini data diambil dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI'94) dengan disain Cross Sectional. Populasi adalah wanita pernah kawin, umur 15-49 tahun, tempat tinggal di DKI Jakarta dan pernah mendapatkan informasi mengenai AIDS. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih secara cluster random sampling.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan ibu masih rendah, sedangkan keterpajanan dengan media komunikasi cukup tinggi. Pada analisis multivariat terlihat bahwa pendidikan ibu memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan pengetahuan ibu secara bermakna dengan p-value 0,000. Pendidikan suami juga memberikan kontribusi yang bermakna dengan p-value 0,001. Tidak terlihat hubungan yang bermakna antara keterpajanan media komunikasi dengan pengetahuan ibu dengan p-value= 0,146. Tetapi dalam fit model media komunikasi tetap memberikan kontribusi.
Penulis menyarankan agar penyuluhan kesehatan kepada masayarakat tentang AIDS terus ditingkatkan dengan mencari metode yang sesuai dan menindaklanjuti dengan meningkatkan penyuluhan kelompok di organisasi kemasyarakatan dan dengan peningkatan komunikasi antar personal.
Daftar kepustakaan 42: (1984-1997)

ABSTRACT
The Relationship Between Media Communication Exposure with the House Wife Knowledge of AIDS in DKI Jakarta (Analysis of data SDKI 1994)Aids is one of the issues of public health has to hold as soon as possible. Such case can be seen from the number of incidence HIV/AIDS increase sharply. In compare with the other provinces in Indonesia, DKI Jakarta province has the highest incidence. The majority of transmission of AIDS in DKI Jakarta occurred through sexual transmitted diseases (heterosexual and homo sexual/bisexual). Such problem can become the treating in family life especially the house wife. Beside AIDS will increase very fast, and up to now neither drugs can cure nor vaccine will protect. So that the alternatives of the management of AIDS may be taken by giving the right information of AIDS to the public communities, especially the house wife, we have to give the knowledge in avoiding of AIDS and then we hoped they can avoid AIDS.
One of the methods to give the right information to public communities is taken from the media communication. Even now no information is given about relation between relating of involving media communication with the knowledge of house wife about AIDS
The objectives of this study are to know the relationship between media communication exposure with knowledge of the house wife about AIDS, and the others control variabel such as social demographic of respondent (age, education, job) and education and job of the husband.
In these study the collecting data was taken from Indonesia demographic and Health Survey 1994 (SDKI'94) with cross sectional design. Population of this study are women who have been married, 15-49 years old, living in DKI Jakarta and they have ever been exposed by AIDS information. Sample is part of population which is chosen with cluster random sampling.
The result of this study shows that the level of the mother knowledge is still low, although the exposure with media communication is high enough. In the multivariate analysis can be seen that the education of the mother will give high contribution to increase the mother knowledge of AIDS is statistically significant with p-value 0'000. The education of husband also gives contribution to increase the mother knowledge of AIDS with p-value 0,001. The media communication that it is in significant with the mother knowledge with p-value = 0,146, but in the fit model the media communication still gives contribution.
Finally the writer suggest the campaign about AIDS to be continued in accordance with the right method and continuing with the education to groups in public organization and increasing personal communication.
Bibliography : 42 (1984-1997)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrews Laurie J.
London: Sage, 1995
R 362.1 And h
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agustanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup ODHA di Bandar Lampung, khususnya yang bergabung dalam LSM Sakurai Support Group, yang berjumlah 54 orang. Desain yang digunakan adalah desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Analisis yang dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian untuk sumber dukungan didapatkan bahwa keseluruhan responden menyatakan mendapat dukungan, balk dari keluarga, teman, tenaga profesional dan non profesional. Dimensi dukungan materil instrumental, dukungan emosi/psikologis dan dukungan penghargaan didapatkan jumlah yang berimbang antara yang mendapat dukungan balk dan tidak balk. Sedangkan untuk dimensi dukungan integritas sosial dan informasi, sebagian besar responden mendapatkan dukungan baik. Jumlah responden yang memiliki kualitas hidup baik juga berimbang antara yang baik dan tidak balk. Analisis hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup dengan menggunakan uji Chi Square dengan a < 0,05, terlihat ada hubungan yang bermakna antara dukungan emosi, penghargaan dan informasi dengan kualitas hidup (p Value 0,05). Uji regresi Iogistik terhadap 5 (lima) variabe! yang memenuhi syarat untuk analisis multivariat ditemukan bahwa ada 2 (dua) variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup yaitu dukungan penghargaan dan dukungan informasi. Hasil akhir analisis multivariat didapatkan bahwa dukungan penghargaanlah yang paling dominan berhubungan dengan kualitas hidup ODHA (p = 0,000). Pihak pemerintah maupun institusi pelayanan kesehatan, khususnya Puskesmas disarankan dapat membuat program dukungan sosial bagi ODHA baik program jangka panjang maupun jangka pendek. Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan berperan aktif dalam memberikan dukungan sosial bagi ODHA. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan desain eksperimen maupun penelitian kualitatif untuk mengetahui efektifitas dukungan sosial yang diberikan pada ODHA dan dimensi dukungan yang paling diharapkan ODHA untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

The purpose of this study is to examine the correlation between social support and quality of life of people with HIV/AIDS (PHlV/AIDS) in Bandar Lampung, especially those who joined in Saburai Support Group's non-governmental organization (NGO). The total respondent of this study were 54 persons, male and female. This study used correlation descriptive design with cross sectional approach. The method of data analysis was univariate, bivariate, and multivariate. The descriptive results showed that all respondents got the social support from all sources such as from family, friends, professionals, and non-professionals. It also showed that respondents got an equal support for instrumental/material, emotional/psychological, and esteem dimensions of social support. Therefore, all respondents categorized in good social support both from social integrity and informational dimensions of social support. For the quality of life variable, this study showed that respondents had an equal result both from good and bad category. To measure the correlation between social support and quality of life, this study using the Chi Square test with cc < 0.05. The result indicated that there is a significant correlation between emotional, esteem and informational support with quality of life (p<0.05). The multiple logistic regression analysis informs that 5 variables could be used in multivariate analysis properly, and 2 variables -that are esteem and informational support- were significantly correlated to quality of life. This study - using multivariate analysis-found that esteem support is the dominant factor to quality of life of PHIVIAIDS (p=0.000). This finding of this study suggests that the government and the health service institutions should make short and long programe about social support for PHIVIAIDS. The suggestions for the community are to encourage for H1V/AIDS information actively, minimize the discrimination and develop new health centre/ NGO which are concern to PHIVIAIDS. The new researcher can used disaign eksperiment research or kualitative research. So then, social support from any kind of sources could be optimized."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T18377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diwa Agus Sudrajat
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ade Junaidi
"Status indeks masa tubuh pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis menjadi suatu penentuan tingkat morbiditas dan mortalitas. Pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat mengalami penurunan atau peningkatan indeks masa tubuh. Kami menggunakan metode potong lintang pada studi ini. Penelitian dilakukan pada 108 pasien hemodialisis di bangsal hemodialisis Subbagian Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM pada bulan Februari 2009. Kemudian diambil data dari status pasien mengenai berat badan kering dan tinggi badan pasien saat pertama kali menjalani hemodialisis dan bulan februari 2009. Berdasarkan perubahan indeks massa tubuh maka data ini dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok dengan peningkatan indeks masa tubuh dan penurunan indeks masa tubuh. Pasien berumur rerata 50,4 ± 13,4 tahun, terdiri dari 57% pria dan 43% wanita, dan lama menjalani hemodialisis rerata 2.3 tahun (0.3-17.5). Dengan uji Pearson didapatkan korelasi positif yang bermakna antara lama menjalani hemodialisis dengan peningkatan indeks masa tubuh (p<0.001, r = 0.727) maupun penurunan indeks masa tubuh (p<0.001, r = 0.709). Disimpulkan bahwa lama menjalani hemodialisis mempengaruhi peningkatan maupun penurunan indeks massa tubuh pasien hemodialisis.

Status of body mass index on chronic kidney disease patients who undergo hemodialysis is a determinant factor for morbidity and mortality. Hemodialysis patients can increase or decrease their body mass indexes. In this study, we used cross sectional method. We selected 108 patients that has already undergone hemodialysis twice a week for at least three months in hemodialysis ward of Cipto Mangunkusumo Hospital in February 2009. Data are taken from dry weight and body height in medical records at the initial hemodialysis and on February 2009. We categorized patients into increased body mass index category and decreased body mass index category. The patients have mean age of 50,4 ± 13,4 years and a mean duration of hemodialysis of 2.3 (0.3-17.5) years, 57% were male and 43% were female. By Pearson analysis, there was significant positive correlation between increased body mass index (p<0.001, r = 0.727) and decreased body mass index (p<0.001, r = 0.709) with hemodialysis duration. It was concluded that duration of hemodialysis significantly influenced body mass index in hemodialysis patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Damara
"ABSTRACT
Background. Indonesia has the second highest tuberculosis (TB) prevalance in the world. In this TB endemic country, immunocompromised patients, in particular SLE patients are at increased risk of gaining infection. Therefore, it is crucial to identify the risk factors of TB in SLE patients to help clinicians and patients to prevent occurence of TB. Methods. We conduct a case control study of 24 SLE patients with active TB infection and compare it with 24 age and sex matched SLE controls. Data were collected from Cipto Mangukusumo National Hospital from 2012-2016. SLE diagnosis is based on ACR 2012 criteria and all site of TB were included. Patients with comorbidites (diabetes, HIV, CKD) are excluded. Results. Cumulative steroid dose of 2,115±1,368 mg for the last three months significantly correlate with the occurence of TB (p<0.048). Lupus nephritis and administration of pulse steroid in three months elevate the risk of TB (OR=13, OR=9). High level of ESR (81±39 mm/h) compared to control (42+26 mm/h) is associated with the developement of TB. The proportion of extrapulmonary tuberculosis is 33%. Conclusion. Increasing the awareness and cautiousness of SLE patients with these risk factors, especially in TB endemic countries are important to prevent TB.

ABSTRACT
Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi kedua di dunia. Dalam negara endemik tuberkulosis ini, pasien dengan imunokompromi secara kususnya pasien SLE mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena infeksi TB. Maka itu, adalah penting untuk mengidentifikasi faktor resiko TB pada pasien SLE untuk membantu klinisi dan pasien guna mencegah Tuberkulosis. Metode. Kami melakukan sebuah studi kasus-kontrol dengan 24 pasien SLE yang mempunyai infeksi TB aktif dan membandingkannya dengan 24 kontrol matching umur dan usia. Data didapatkan dari rumah sakit nasional Cipto Mangukusumo dari 2012-2016. Diagnosis SLE berdasarkan kriteria ACR tahun 2012 dan semua situs infeksi TB diinklusikan. Pasien dengan komorbiditas (diabetes, HIV, CKD) dieksklusi. Hasil. Dosis kumulatif kortikosteroid 2,115±1,368 mg selama tiga bulan terakhir berkorelasi secara signifikan dengan kejadian infeksi TB (p<0.048). Keberadaan lupus nefritis dan administrasi pulse kortikosteroid dalam kurun waktu tiga bulan meningkatkan risiko infeksi TB (OR=14, OR=9). Tingginya kadar LED (81±39 mm/h) dibandingkan dengan kontrol (42+26 mm/h) juga berkontribusi secara positif dalam kejadian infeksi TB. Proposi TB ekstrapulmoner adalah 33%. Kesimpulan. Penting untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terutama pada daerah endemik TB, terhadap pasien SLE dagan faktor risiko diatas upaya mecegah terjadinya TB. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>