Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
Arief Widya Budiman
"
ABSTRAKArtikel ini membahas tentang tema postkolonial yang terdapat dalam film La Noire de.. karya Ousmane Sémbene melalui aspek naratif dan sinematografis film. Analisis juga didukung dengan teori postkolonial Edward Said untuk melihat apa saja bentuk isu-isu postkolonial yang terdapat dalam film La Noire de… Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat beberapa isu postkolonial yang muncul yaitu relasi kuasa, rasisme, stereotip, mimikri, krisis identitas, dan resistensi. Dari beberapa isu postkolonial tersebut relasi kuasa merupakan isu postkolonial yang paling banyak dan aspek visual merupakan aspek yang paling banyak memunculkan isu-isu postkolonial tersebut. Film ini menggugat postkolonial dengan adanya tokoh Diouana sebagai ras kulit hitam yang memberontak atas tindakan diskriminatif yang dilakukan ras kulit putih padanya.
ABSTRACTThis article discusses postcolonial themes contained in La Noire de.. directed by Ousmane Sémbene, through narrative and cinematographic aspects of the film. Analysis is also supported by postcolonial theories of Edward Said to see what kind of postcolonial issues contained in the film La Noire de… The analysis showed that there are some postcolonial issues that arise are power relations, racism, stereotypes, mimicry, an identity crisis, and resistance. From some of those postcolonial issues, power relations is a most numerous postcolonial issues and the visual aspect is the most often raises the postcolonial issues. This film suing the postcolonial by the character of Diouana as the black race who rebelled over discrimination carried the white race to her."
2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Kevin Ali Sesarianto
"Penelitian ini bertujuan untuk memproblematisasi konsep mimikri Ling sebagai konsep kontemporer dalam paradigma poskolonialisme. Dalam melakukan problematisasi tersebut, penelitian ini mengadaptasi cara pandang Lakatosian: Konsep harus sesuai dengan hard core dari paradigma. Hard core dalam paradigma poskolonialisme, menurut penelitian ini, diterjemahkan ke dalam seperangkat internal virtue yang digali dengan cara melihat bagaimana pemikir poskolonial terdahulu mengungkapkan penindasan. Internal virtue adalah "kebajikan internal" yang harus hadir ketika mengungkap penindasan poskolonial yang terdiri dari dua fungsi, yakni fungsi pengarahan (penindasan terjadi akibat timpangnya kuasa antara negara Barat dan negara/masyarakat poskolonial) dan fungsi metode (cara mengungkapkan penindasan dilihat berdasarkan ontologinya). Penindasan harus dilihat berdasarkan sifat jamak (multi-situs, multi- aktor, dan multi-linear), iteratif, dan reflektif. Tesis ini melihat Indonesia dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB sebagai contoh kasus. Melalui contoh tersebut, tesis ini melihat bahwa konsep mimikri Ling memang melihat keterpautan aktor dalam penindasan, tetapi tidak melihat keterpautan situs dan linearitas penindasan. Sebagai respons, tesis ini mengembangkan konsep dengan melihat keterpautan penindasan berdasarkan dimensi spasialitas, yakni keterpautan tempat, dan dimensi temporalitas, yakni keterpautan waktu. Dengan melihat kedua dimensi tersebut, konsep mimikri Ling bisa memberikan pemahaman lebih baik mengenai keterpautan penindasan.
This research seeks to problematise Ling's mimicry concept as a contemporary postcolonial concept. In doing so, this thesis adapts a Lakatosian view on the coherence of a paradigm: A concept must not violate the hard core of the paradigm to which it belongs. Postcolonial hard core, this thesis asserts, is translated into a set of internal virtues, which are not readily available and have to be excavated by this thesis. Internal virtue consists of two functions: (1) direction, to understand that oppression is due to a power play between the West and the postcolonial world and (2) method, to scrutinise important aspects of oppression. Oppression must be seen on the basis of three characteristics: multiplicity (multi-site, multi-actor, and multi-linear), iteration, and reflectivity. To demonstrate the shortcomings of Ling's mimicry, this thesis seeks to understand Indonesia and the UN Human Rights Council. This thesis finds that Ling's mimicry does indeed take into account the interconnected dynamics of actors within a structure of oppression; however, the interconnectedness of sites and linearities does not concern it. As a response, this thesis reconfigures the concept in line with spatiality and temporality dimensions. Spatiality concerns the multiple and interconnected spaces of oppressions while temporality concerns the chronology and causality of oppressions. Such a reconfiguration enables postcolonial scholars to understand interconnected oppressions better."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Chichester: USA Wiley Blackwel, 2016
809.933 58 POS
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Astrina Nadia Wandasari
"Apa yang terjadi pada masa penjajahan Belanda di Hindia Belanda meninggalkan kesan yang begitu dalam bagi setiap pihak yang terlibat, tidak hanya kaum inferior tetapi juga kaum superior. Penceritaan kembali mengenai apa yang terjadi pada masa kolonial dilakukan melalui berbagai media, salah satunya karya sastra postkolonial Familiefeest karya Theodor Holman. Secara jelas dan nyata pasti terjadi diskriminasi pada masa tersebut. Dengan metode penelitian deskriptif-sinkronis, diteliti bagaimana penggambaran diskriminasi yang ditemukan dalam cerita Familiefeest beserta dampak yang dihasilkannya. Melalui cerita ini, ditemukan diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan yang terjadi pada tokoh didalamnya, yang notabene adalah kaum superior pada masa kolonial tersebut, dan dampak yang dialami para tokoh tersebut tidaklah ringan karena menyangkut masalah psikis dan masa depan mereka. Diskriminasi yang mereka alami mengubah sifat, perilaku, dan kehidupan mereka. Mereka memandang negatif akan masa depan dan selalu dihantui oleh rasa takut, terancam, dan malu.
What happened during the Netherlands‟ colonialism in the Dutch East Indies left deep impression to every side that involved this moment, not only the inferior side but also the superior side. About what that happened on colonial period was told through many media, one of them is through postcolonial literature, Familiefeest by Theodor Holman. Discrimination was clearly and obviously happened on that moment. By using descriptive-synchronic method, the description and the effects of discriminations on Familiefeest were researched and found. On Familifeest was found racial, ethnic, and nationality discriminations that were experienced by the personages that on this story were superior people on colonialism moment. The effects that they experienced weren‟t simple things because those have correlation with psychological problem and how they faced their future. It changed their character, behavior, and life. They looked negatively about their future and haunted by fear, threat, and shame."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Nike Maya Manro
"Lingkungan keluarga merupakan fondasi awal yang membentuk identitas sosial seseorang, terutama peran orang tua. Dalam kehidupan orang-orang dari keluarga broken home di masa poskolonial, identitas sosial seringkali menjadi isu sentral. Krisis identitas yang berujung pada rekonstruksi identitas tidak hanya dialami oleh keturunan Indo di Indonesia, namun juga di Belanda, seperti yang dialami tokoh utama dalam fragmen De Onschuld van Een Vis karya Alfred Birney. Tulisan ini berusaha memaparkan bagaimana proses rekonstruksi identitas sosial dipengaruhi oleh faktor sejarah, budaya dan lingkungan sosial. Dalam menganalisis permasalahan identitas sosial ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan mempelajari situasi, tata cara, sikap, pandangan dan terutama dialog di dalamnya. Selain itu, penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan poskolonial. Di akhir pembahasan, terlihat bahwa ternyata peran ayah sebagai faktor utama yang merupakan figur negatif pembentuk identitas awal tokoh utama juga terlibat secara implisit di balik faktor budaya dan lingkungan sosial dalam proses rekonstruksi identitas sosial tokoh utama tersebut.
Family environment is a basic foundation that establishes someone’s social identity, parents’ role is the foremost. For ones lives from a broken home family in post-colonial period, social identity is often considered a central issue. Crisis of identity that led into reconstruction of identity is not only experienced by Indo people that stayed in Indonesia, but also in the Netherlands, as it showed by the main character in one of chapters from De Onschuld van Een Vis by Alfred Birney. This paper tries to describe how reconstruction process of social identity influenced by historical, cultural and social environment. Descriptive research is used to analyze this social identity issue. This method has always been used to study situations, manners, attitudes, views, and especially dialogues in fragment. For addition, this is a qualitative study that using a post-colonial approach. At the end of this paper, we would see that the fact is the father's role as the main factor of a negative figure that formed the main character’s early identity, also implicitly involved behind the cultural and social environment in that reconstruction process of the main character’s social identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Vina Uli
"Artikel ini membahas dampak kolonialisme pada masyarakat Aljazair dalam cerpen Oran, langue morte karya Assia Djebar. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif, sedangkan pendekatan yang dipilih adalah pendekatan tekstual. Pengaruh kolonialisme diteliti berdasarkan peristiwa-peristiwa cerita, deskripsi tokoh serta latar ruang dan waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolonialisme berdampak buruk pada tokoh utama sehingga tokoh utama mengalami trauma yang sangat medalam.
This article analyzes the influence of colonialism in Algeria’s society in short story titled Oran, langue morte by Assia Djebar. This research is classified as a qualitative research by using a descriptive argumentative method and structural approach. The influence of colonialism could be observed based on the story events, characters description, and by the places and times as well. The result of this article shows that colonialism has a negative influence on main character which give her a deep trauma."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Lebang, Christian Guntur
"Pasca Perang Dunia II, banyak negara yang sebelumnya mengalami penjajahan mendapatkan kemerdekaan. Tulisan ini mencoba melihat bagaimana kemudian proses yang terjadi pada negara-negara yang baru merdeka tersebut, yang kemudian dikenal dengan proses nation-formation. Berangkat dari kritik postmodern terhadap ilmu Hubungan Internasional terkait konsep nation state sebagai sesuatu yang given, tulisan ini menggunakan pendekatan postcolonialism dalam melihat proses nation-formation di negara yang baru merdeka. Negara yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Indonesia dengan unit analisis Sukarno. Dalam analisis akan digunakan konsep postcolonial anxiety dari Sankaran Khrisna untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi Sukarno dalam proses di atas.
After the World War II, there are many countries that previously experienced colonialism that gained their independence. This writing attempts to see how the process occurred in those newly independent countries, that known as process of nation formation. Starts from postmodern criticsm to International Relations study especially the concept of nation-state, this writing uses postcolonialism approach in analyzing the nation-formation process. The country that will be analyzed in this writing is Indonesia, with Sukarno as the unit of analysis. Sankaran Khrisna?s postcolonial anxiety will be used to understand what factors that influenced Sukarno in the process explained earlier."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59038
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rifdah Lathifah
"Tesis ini disusun menggunakan perspektif feminisme poskolonial untuk menganalisa dokumen Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325. Penulis melihat bahwa Resolusi 1325 merupakan solusi yang tidak tepat dalam menangani dampak dari konflik bersenjata terhadap perempuan. Resolusi 1325 diadopsi pada tahun 2000 dan dilihat sebagai suatu perangkat yang lebih mengakomodasi Barat dan perempuan kulit putih untuk berpartisipasi dalam pembangunan perdamaian dibandingkan untuk mengikutsertakan semua perempuan dari berbagai macam latar belakang dan identitas dalam pembangunan perdamaian pasca konflik. Terdapat 1,322 kata dalam dokumen ini, namun tidak ada satu katapun yang menggambarkan nuansa ras etnisitas, agama, maupun latar belakang sejarah.
Konflik bersenjata memberikan dampak yang berbeda terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan dampak ini yang kemudian akan menghasilkan diskriminasi terhadap perempuan. Resolusi 1325 hanya melihat diskiriminasi seksual sebagai bentuk diskriminasi yang paling buruk yang didapatkan perempuan saat konflik. Banyaknya bentuk diskriminasi yang didapatkan perempuan pasca konflik bersenjata menjadikan Resolusi 1325 menjadi alat yang kontraproduktif dalam mendorong perempuan untuk mendapatkan haknya pasca konflik. Hilangnya unsur interseksionalitas dalam Resolusi 1325 ini juga menjadikan Resolusi ini sebagai sesuatu yang hanya bersifat solutif sehingga akan memungkinkan kembali terjadinya konflik dan diskriminasi terhadap perempuan, terutama perempuan negara Dunia Ketiga dimana konflik rentan terjadi.
This Graduate Thesis is developed using a postcolonial feminist perspective to conduct an interpretative document analysis on the United Nations Security Council Resolution UNSCR 1325. The author argues that Resolution 1325 is not an appropriate solution to address the impacts of armed conflicts on women and girls. This Graduate Thesis finds that Resolution 1325 accommodates the Western and white women perspective to participate in peace building table. Therefore, it fails to include all women in peace building. There are 1,322 words contained in this document, not even one of them reflected the nuances of race, ethnicity, religion, and or historical background. Armed conflicts give different impacts to women and men. These differences result in the discrimination against women. Resolution 1325 acknowledged that sexual discrimination is the worst form of discrimination against women. However, many other forms of discrimination against women are missing from the narrative of Resolution 1325, making it counter productive in achieving women's rights in the aftermath of armed conflicts. The lack of intersectionality renders Resolution 1325 as a solution but not a prevention to armed conflict and discrimination against women, especially women in Third World countries where conflicts are prone to happen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
New York: Cambridge University Press, 2017
821.914 CAM
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Young, Robert, 1950-
Chichester: UK Malden, MA John Wiley & Sons, Inc., 2016
325.3 YOU p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library