Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Loly Ariesty
"Tesis ini membahas restrukturisasi internal yang dilakukan PT PP (Persero) Tbk. dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. pada divisi properti yang dimiliki masing-masing perusahaan. Tesis ini menganalisis motivasi dilakukannya restrukturisasi, faktor determinan dipilihnya spin-off sebagai strategi restrukturisasinya, serta analisis kinerja keuangan dan nilai perusahaan setelah dilakukannya restrukturisasi.

Kebutuhan restrukturisasi divisi Properti di PT PP (Persero) Tbk. dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. dipicu oleh faktor internal dan eksternal sejalan dengan perusahaan yang secara konsisten mencari cara untuk meningkatkan kontribusi segmen usaha properti dan realti terhadap peningkatan pertumbuhan usahanya.

Spin-off yang dilakukan atas divisi properti pada PT PP (Persero) Tbk. dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. diproyeksikan meningkatkan nilai masing-masing perusahaan seiring dengan meningkatnya profitabilitas dan efisiensi perusahaan.


This thesis discusses about internal restructuring performed by PT PP (Persero) Tbk. and PT Waskita Karya (Persero) Tbk on their property divison. The purpose of this thesis is to analyze restructuring motif, determinant factors of the decision to spin-off property divison, performance and value of the company following the restructuring.


.The needs to restructure property division in PT PP (Persero) Tbk. dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. triggered by both internal and external factors as company consistently find a way to increase the contribution of their property business to their business growth as a whole.

The projected firm value of PT PP (Persero) Tbk. dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk will increase following the spin-off of property division, as the firm could increase their profitability and efficiency.

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marius Gumono
"ABSTRAK
To give Indonesian debtors and foreign creditors a way out of the crisis, in early July
1998 government launched INDRA (Indonesian Debt Restructuring Agency). This scheme is
not quite success as Ficorca, the similar Mexican scheme. INDRA is a contract that allows
Indonesian debtors to enter into a foreign-exchange rate insurance scheme with the government
Dollar-denominated rescheduled debts are paid by the government after a grace period, while
Indonesian debtors service their debts to INDRA, in domestic cuirency at an agreed-upon
exchange rate at the time of the contract.
If the real exchange rate appreciates during the period of servicing of the foreign debts,
these firms bave the option to leave INDRA and purchase dollars at more agreeable market rate.
Thus, firms are insured against losses due to rupiah depreciation, while they have an opportunity
or option to take advantage of &vorable developments.
In short, INDRA performs a service to Indonesia debtor firms, in the form of offering a
foreign exchange ?insurance scheme? with the option to leave that normally is not offered in
financial markets for such time horizons. Unlike such market-priced option packages, the
INDRA pm gram does not require the dollar up-front payment. Instead, 1NDRA participants pay
up-fmnt monthly rupiah installments on both interest and principle.
Survey reveals, Indonesia debtors don?t pay much attention to this alternative solution of
foreign debt The reasons are the scheme of INDRA doesn?t match company?s cash flow, fòreign
creditors don?t agree to such a long period of installment, it needs socialization, tack of
commitment from the company?s owner, INDRA?s exchange rate stilt high and finally
difficulties to enforce the right of ofl?hore creditor make debtors more reluctant to æstnjcture the
debt.
Lower INDRA?s exchange rate than market exchange rate, is obviously a veiled subsidy
by government but it ¡s not enough to attract indebted Indonesian companies. We could not
blame on economic crisis on and on. The bottom line of INDRA is about the government
establishing credibility. On the other hand, INDRA is about expectations. JNDRA is about giving
assurance to Indonesian debtors which are protected from any instability of foreign exchange
rate volatility.
Many said, even mpiäh-doijar exchange rate back to normal rate, still difficult to repay
the loan as being scheduled. Thus, the problem is not on the bad or good INDRA scheme but on
the company?s fùndamentai activitites. Instability os exchange rate means a back fire to the
government as more exchange rate subsidy to be performed in INDRA mechanism.
"
2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferinton
"Kondisi ekonomi dan moneter yang memburuk melanda negara-negara regional Asia Pasifik sejak awal tahun 1997, pada pertengahan bulan Juli 1997 melanda Indonesia. Dampak krisis yang berkelanjutan ini sangat besar terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Kecenderungan kenaikan biaya pendanaan yang tinggi secara umum sangat mempengaruhi kegiatan operasional dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban. Rupiah yang melemah sebagai akibat exchange rate yang sangat fluktuatif dan tinglat inflasi yang sangat tinggi menurunkan kapasitas permodalan perusahaan sehingga memerlukan strategi untuk terapi keuangan dengan melakukan restrukturisasi keuangan.
Dampak krisis yang berkelanjutan ini sangat besar terhadap kelangsungan hidup perusahaan, sehingga PT. X sangat perlu untuk mengambil langkah restrukturisasi kredit dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Agar kegiatan operasional dan pemenuhan kewajiban perusahaan tetap berkesinambungan
2. Prospek perusahaan masih cukup baik dengan pendapatan valas dan penjualan ekspor dapat dipergunakan langsung membayai kewajiban kredit dan kredit lain dalam valas.
3. Laporan keuangan perusahaan kurang mencerminkan keadaan perusahaan secara ril karena dibuat dengan menggunakan peraturan Pemyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang terlalu kaku.
Langkah-langkah sistematis proses restrukturisasi untuk menghadapi dainpak negatip dan krisis perekonomian dan moneter sebagai benikut:
1. Faktor intern dan ekstem dianalisa menggukan TOWS, keunggulan kompetitip dan opportunity yang ada dimanfaatkan serta memperkecil weakness dan threat.
2. Past Performance keuangan dianalisa sebagai dasar untuk menentukan asumsi-asumsi yang dipergunakan untuk proyeksi keuangan dan ratio-ratio proyeksi keuangan sebagai pedoman kemarnpuan keuangan perusahaan membayar seluruh kewajiban dimasa yang akan datang.
3. Dana yang seharusnya untuk membayar pokok kewajiban, setelah dilakukan restrukturisasi (rescheduling dan reconditioning) dapat dipergunakan untuk modal kerja operasional perusahaan.
Restrukturìsasi kredit akan sangat menguntungkan pihak perusahaan sebagai debitur maupun bank sebagai kreditur. Keuntungan restrukturisasi kredit terhadap perusahaan sebagai berikut:
1. Kewajiban perusahaan untuk membayar pokok kredit yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat dapat diundur dengan direschedule kembali.
2. Kewajiban perusahaan hanya membayar bunga yang timbul pada setiap akhir bulan.
3. Dana yang seharusnya untuk membayar kewajiban pokok kredit dapat dipergunakan terlebih dahulu untuk keperluan yang mendesak dalam perusahaan terutama untuk keperluan yang produktip seperti modal kerja perusahaan.
4. Cash flow perusahaan dapat menjadi lebih baik.
Keuntungan restrukturisasi kredit terhadap bank sebagal berikut:
1. Pembayaran bunga menjadi lebih lancar.
2. Kolektibilitas Perusahaan yang menjadi debitur tetap lancar.
3. Penyediaan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP) menjadi lebih kecil yang berpengaruh terhadap ATMR yang merupakan komponen menghitung CAR."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T1893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Latania Barona
"Diawali oleh krisis nilai tukar yaang terjadi sejak semester II tahun 1997, kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang. Krisìs tersebut kemudian berkembang semakin parah karena terdapatnya berbagai kelemahan mendasar di dalam perekonomian nasional, terutama di tingkat mikro. Bersamaan dengan itu, pengelolaan perekonomian dan sektor usaha (corporate governance) yang kurang efisien serta sistim perbankan yang rapuh menyebabkan gejolak nilai tukar berubah menjadi krisis utang swasta dan krisis perbankan. PT Bakrie Building Industries. adalah salah satu dan anak perusahaan publik swasta nasional terbesar di Indonesia (holding company) yaitu PT Baknie & Brothers Thk. yang terkena dampak krisis tersebut.
Ada dua hal yang mendorong Perusahaan masuk ke dalam perangkap krisis tersebut. Pertama, dinamisme perekonomian Indonesia yang semakin meningkat telah menimbulkan keyakinan yang berlebihan (over confidence) pada diri investor asing sehingga mengurangi kehati-hatian mereka dalam memberikan pinjaman kepada dunia usaha di Indonesia. Kedua, Perusahaan memanfaatkan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri untuk meningkatkan pinjaman dari luar negeri, terutama dalam bentuk pinjaman swasta jangka pendek. Pada saat yang bersamaan nilai tukar rupiah yang relatif stabil sejak beberapa tahun terakhir, teiah menimbulkan adanya kepastian terhadap perkembangan kurs (implicit guarantee) sehingga meningkatkan keyakinan Perusahaan akan kemantapan perkembangan ekonomi. Ketersediaan pembiayaan yang relatif mudah diperoleh menyebabkan Perusahaan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usaha sebaga mana tercermin pada tingginya pangsa utang luar negen berjangka pendek yang digunakan untuk pcmbiayaan investasi berjangka panjang (maturity gap).
Perkembangan ini dengan sendinnya menimbulkan kerentanan perusahaan terhadap gejolak nilai tukar dan telah mendorong Perusahaan menuju kekepailitan. Saat ini Perusahaan merencanakan melaksnakan pembayaran kewajiban melalui Peranjian Perdamaian Pengaturan Kembali Utang untuk membebaskan perusahaan dan semua kewajiban berkenaan dengan utang yang alcan direstrukturisasi dan untuk memaksimalkan nilai yang harus dikembalikan kepada para Kreditur Peserta. Sebagai pertimbangan atas dibebaskannya dari kewajiban tersebut, Perusahaan akan melunasi hutangnya dengan cara:
  1. melunasi sesuai jadwal jatuh tempo
  2. menjadwalkannya kembali
  3. mengkonversi hutang menjadi modal
  4. penertiban Obligasi Konversi (Convertible Bonds)
Diharapkan setelah proses restrukturisasi yang menyeluruh selesai, Perusahaan dan Anak Perusahaan akan memiliki tingkat hutang yang dapat ditanggung dan akan berada dalam posisi yang tepat untuk meningkatkan nilai perusahaan di masa mendatang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Tessy Ladina Khairifani
"Kredit macet seringkali menjadi permasalahan berkepanjangan yang dialami tiap-tiap Bank. Namun demikian Bank senantiasa memberikan dukungan kepada para pengusaha yang membutuhkan modal untuk kelangsungan usaha mereka melalui pemberian kredit. Salah satu upaya penanggulangan kredit macet adalah dengan Restrukturisasi Kredit. Restrukturisasi Kredit adalah upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh Bank terhadap debitur yang menunjukan itikad baik untuk bekerjasama dan usahanya masih berjalan serta mempunyai prospek yang baik sehingga debitur dapat memenuhi kewajibannya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN merupakan dasar bagi Pengurusan Piutang Negara yang berasal dari kredit macet Bank Pemerintah. Lembaga PUPN ini diadakan untuk melakukan penarikan kembali dana-dana pemerintah yang macet dalam pengembaliannya secara efektif dan efisien dan waktu yang singkat tanpa melalui proses Pengadilan. Meningkatnya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan pemerintah merasa perlu diadakan revisi dalam tata cara penghapusan piutang negara/daerah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Tesis ini bertujuan untuk meneliti upaya penyelesaian kredit macet pada Bank Mandiri melalui sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.

Non- performed loans often become long standing issues for any commercial Bank. Nevertheless, Banks continue to help business people who needs capital funds to keep their business going through provision of loans/credits. One way to resolve non-performed loans is through Loan Restructuring. Loan Restructuring is a tool to save non-performed loan which is done by the Bank to the debitors who actually have good intention to cooperate and whose business are still running and potential, so that the creditors are able to make the loan repayment. Law Number 49 of 1960 regarding Committee of State Claims Management (PUPN) is the basis for processing the non-performed loans in the State Bank. This Committee on State Claims Management (PUPN) institution was established to collect the government fund which becomes non-performed loans in an effective and efficient way and in a short period of time without going through a Court process Due to the fact that non-performed loans increased, the government sees that it is necessary to revisit the mechanism of offsetting non-performed loan as stated in Government Regulation Number 33 of 2006, which is inconsistent to Law Number 49 of 1960. This thesis examine the settlement of non-performed loan at State Bank (Bank Mandiri) before and after the enactment of Government Regulation Number 33 of 2006."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27498
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Soedarmono Soejitno
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000
362.11 SOE r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Gunawan
"ABSTRAK
BUMN Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar jika dilihat dari aspek nilai
total aset, volume produksi, maupun dari segi sumber daya manusia dan pengalaman
organisasi yang telah terakumulasi puluhan tahun.
BUMN dalam era pembangunan nasional selama 30 tahun terakhir ini terjebak pada
ambiguity (kerancuan) akibat adanya tujuan/tugas ganda, komando ganda, dan kriteria ganda. Masalah ini mungkin secara tidak sadar telah mendarah daging dan tidak pernah dievaluasi bahayanya kalau dihentikan.
Restrukturisasi BUMN bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan, efisiensi, serta
tingkat keuntungan (pritabilitas) BUMN agar dapat membantu pemulihan kondisi
perekonomian dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng, MBA menempuh
paling tidak tiga cara untuk memprofesionalisasi BUMN: swastanisasi, partisipasi rnanajemen asing, dan membubarkan BUMN yang tidak mempunyai harapan ekonomis serta tidak strategis lagi perannya di rnasa mendatang.
PT Telkom dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini telah melakukan langkah-langkah
perubahan yang sangat mendasar, diawali pada awal tahun 1995 dengan dilakukannya Internal Restructuring, selanjutnya pada pertengahan 1995 dilakukan Kerja Sama Operasi (KSO) dan pada penghujung tahun 1995 dilakukan Initial Public Offering (Go Public).
Prinsip dasar Restrukturisasi Intern adalah memfokuskan diri terhadap customer,
accountability, economic of scale, center of excellence, competitive positioning, network
synergy dan internal competition.
Telkom melakukan benchmarking terhadap para operator kelas dunia dan menjalankan
program T-2001 dalam usahanya menjadi operator kelas dunia. Namun, krisis ekonomi telah menghambat pelaksanaan program T-2001. Pencapaian indikator World Class Operator Divre II lebih baik dari Holding. Namun, beberapa indikator menunjukkan bahwa Divre II masih berada di bawah target yang telah ditentukan, yaitu pada: tingkat keberhasilan panggil, ketersediaan network, dan produktivitas pegawai.
PT Telkom masih mempunyai kinerja yang baik walaupun menderita kerugian kurs
akibat depresiasi nilai rupiah, yang terlihat dari tingginya nilai EVA yang didapat. Hal ini
menujukkan bahwa kinerja keuangan Telkom masih cukup bagus walaupun berada di tengah krisis ekonomi.
Walaupun demikian, Telkom perlu meninjau kembali penyertaannya atau juga
kerjasamanya dengan beberapa perusahaan afiliasi yang merugi, melakukan efisiensi di dalam penyelenggaraan usahanya, misalnya dengan tidak lagi memberikan fasilitas yang berlebihan kepada aparat pemerintahan, melakukan negosiasi ulang dengan para kreditor agar memberi keringanan dalam pembayaran hutang, misalnya dengan memperpanjang waktu hutang, mematok kurs yang rendah, atau pembebasan bunga.
Pembukaan jaringan baru Iebih dipusatkan di daerah yang menguntungkan, misalnya di
Jakarta. Dengan langkah ini, maka pendapatan dan pencapaian ketersediaan network dapat ditingkatkan.
Liberalisasi sektor telekomunikasi dapat diperluas. Dengan harapan masyarakat
Indonesia akan mendapatkan tarif yang murah dari hasil kompetisi para operator telepon.
UU tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai perkembangan bisnis
telekomunikasi perlu disempurnakan. Selain UU, aturan pendukungnya juga harus diperbaharui dan diperjelas, agar para pelaku bisnis telekomunikasi dapat bersaing dengan aturan yang jelas mengingat persaingan bisnis telekomunikasi sangat ketat (misalnya dalam bisnis operator telepon selular).
Di era reformasi yang penuh dengan transparansi sekarang ini, Telkom dan BUMN
lainnya harus lebih terbuka pada masyarakat. Apalagi sudah adanya UU tentang Perlindungan Konsumen. Masyarakat sebagai konsumen harus ditingkatkan perannya, karena faktor kepekaan kepada konsumen (selain faktor inovasi, efisiensi, dan mutu) akan menjadi daya saing sebuah badan usaha.

"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kukuh Pratama
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang aksi korporasi dalam bentuk restrukturisasi utang sebagai solusi dari penyelamatan prinsip keberlangsungan usaha perusahaan dan dampaknya terhadap struktur kepemilikan perusahaan. Restrukturisasi utang ini dilakukan karena perusahaan telah merugi selama 4 tahun berturut-turut (2011-2014) sehingga mengakibatkan rusaknya arus kas perusahaan secara keseluruhan dan berujung pada gagal bayar seluruh utang beserta bunganya. Untuk menjaga prinsip keberlangsungan usaha dan terhindar dari pailit, perusahaan memutuskan untuk merestrukturisasi semua utangnya yang gagal bayar dengan harapan tetap berlangsungnya operasi perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dimasa depan dalam rangka pembayaran kembali utang yang mengalami gagal bayar.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses about corporate action in the form of debt restructuring as solution for securing the principle of going concern of the company and its impact on shareholder structure of the company. This debt restructuring was conducted due to the losses suffered by the company for 4 years long (2011-2014) also resulting the damage to the overall cash flow and led to the failure to pay all the debts with its interest or known as default. In order to securing the going concern principle, the company decide to restructure all the default debt and hopefully there is a continuity of operation of the company to generate future revenue in order to repay all the default debts.
"
Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi Bisnis, 2016
S62515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiana Nugraha
"ABSTRAK
Kondisi ekonomi dan moneter yang memburuk melanda negara-negara regional Asia
Pasifik sejak awal tahun 1997 dan pada bulan Juli 1997 baru melanda Indonesia ini
sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Kecenderungan
kenaikan biaya operasional perusahaan secara umum sangat mempengauhi kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban. Melemahnya mata uang Rupiah dan tingkat
suku bunga kredit yang tinggi serta inflasi yang sangat tinggi menurunkan permodalan
perusahaan dan sekaligus mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan likuiditas.
Dampak krisis ini mengakibatkan PT A mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban
kepada Bank dan ada kecenderungan kebun menjadi terbengkalai akibat kekurangan dana
pemeliharaan. Sehingga sangat diperlukan langkah-langkah penyelamatan baik terhadap
kredit maupun kebunnya mengingat kondisi kebun perusahaan masih tergolong Kebun
Kelas A dan masih memiliki prospek yang baik.
Restrukturisasi keuangan perusahaan akan sangat menguntungkan kedua belah pihak baik
bank maupun perusahaan. Adapun keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah
perusahaan dapat bergerak kembali untuk melakukan kegiatan usahanya dan sekaligus
dapat memenuhi kewajiban pengembalian pokok kredit yang dananya berasal dari
kegiatan usaha perusahaan bukan dari pihak ketiga.
Adapun dampak positif yang akan diterirna pihak bank, yaitu bank menerima
pembayaran untuk bunga berjalan dan dengan meningkatnya kolektibilitas perusahaan
dan Macet menjadi kolektibilitas yang lebih baik akan membuat bank menyediakan
PPAP yang lebih kecil dan sekaligus membuat pembukuan bank menjadi lebih baik
apalagi pada saat ini Bank Mandiri sedang dalam proses IPO.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T5209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>