Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Francisca Lily
Abstrak :
Purna Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Indonesia Kota Bogor atau yang dikenal dengan sebutan PPI Kota Bogor merupakan salah satu organisasi yang berperan sebagai wadah untuk pembinaan dan pengembangan potensi anggota sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PPI Kota Bogor merupakan salah satu organisasi yang paling diminati di Kota Bogor. Organisasi ini antara lain bertujuan untuk membentuk anggotanya hingga dapat menjadi komunikator dalam masyarakat. Anggota PPI Kota Bogor yang merupakan orang-orang yang pernah bertugas mengibarkan bendera pusaka (Paskibraka) dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di Kota Bogor, merupakan orang-orang yang terkenal atau populer di lingkungannya. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh PPI Kota Bogor, antara lain mengadakan berbagai seminar dan lomba. Salah satu kegiatan yang juga rutin dilaksanakan adalah kunjungan persahabatan antar sekolah yang siswa-siswanya terpilih menjadi Paskibraka di Kota Bogor. Menurut Santock (2006), orang yang populer antara lain memiliki keterampilan berorganisasi dan keterampilan interpersonal yang baik. Namun demikian, berdasarkan hasil elisitasi, diketahui bahwa anggota PPI Kota Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini ternyata memiliki beberapa masalah dalam berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya, seperti masalah ketika harus berbicara di depan orang lain. Mereka juga merasa bingung dalam menunjukkan suatu perilaku yang sesuai pada situasi-situasi tertentu, misalnya ketika diajak berbincang-bincang oleh teman atau senior di PPI Kota Bogor, guru di sekolah, orang tua atau bahkan orang yang ditemui di lingkungan mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang mereka juga berhadapan dengan konflik interpersonal dengan orang tua, guru, dan teman-teman. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu program yang dapat membantu para anggota PPI Kota Bogor tersebut agar dapat berhubungan secara efektif dengan orang lain. Program yang ditawarkan adalah dalam bentuk pelatihan. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun program pelatihan tentang cara berhubungan dengan orang lain yang sesuai dengan hasil analisis kebutuhan. Pada penelitian ini, digunakan metode analisis kebutuhan berupa wawancara. Dalam analisis kebutuhan tersebut, responden yang berpartisipasi sebanyak 28 orang dengan rentang usia 16 hingga 28 tahun. Dari 28 orang responden tersebut, mayoritas berusia di bawah 20 tahun. Subjek yang menjadi sasaran dalam pelatihan ini adalah anggota PPI Kota Bogor. Tujuan umum dari pelatihan adalah agar peserta terampil dalam berhubungan dengan orang lain. Jumlah waktu pelatihan adalah 24 jam, terbagi menjadi 6 sesi. Evaluasi yang digunakan adalah evaluasi tentang pelaksanaan program pelatihan. Karena dalam analisis kebutuhan hanya menggunakan wawancara maka sebaiknya dilakukan analisis kebutuhan dengan menggunakan beberapa macam metode untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kebutuhan angota PPI Kota Bogor. Untuk itu, sebaiknya alat yang digunakan diujicobakan terlebih dahulu. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melibatkan responden yang lebih banyak lagi, termasuk dari rentang usia yang lebih luas sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai kebutuhan anggota PPI Kota Bogor. Karena modul pelatihan ini belum diujicobakan maka sebaiknya dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum melaksanakan pelatihan yang sebenarnya. Selain itu, untuk mengetahui perkembangan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan, sebaiknya dilakukan pre-test dan post-test, serta suatu program untuk memantau dan menindaklanjuti pelatihan ini sehingga perkembangan serta efektivitas pelatihan pun dapat terpantau.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Sekar Langit
Abstrak :
Penelitian ini menguji strategi berbicara pada diri sendiri self-talk menggunakan nama sebagai mekanisme regulasi diri terhadap pemicu stres di masa depan. Penelitian ini terdiri dari dua studi yang merupakan studi lanjutan dari studi yang berjudul Self-talk as a regulatory mechanism: How you do it matters Kross dkk., 2014. Studi 1 menunjukkan bahwa penggunaan nama saat self-talk, dapat mengubah penilaian terhadap pemicu stres di masa depan, dari ancaman menjadi tantangan, dibandingkan jika menggunakan kata ganti orang pertama atau ldquo;aku rdquo;. Studi 2 menguji dampak strategi self-talk menggunakan nama pada individu yang terbiasa menyebut diri dengan nama. Hal ini dilakukan karena di Indonesia terdapat budaya yang masyarakatnya terbiasa menyebut diri dengan nama saat berinteraksi sehari-hari. Studi 2 menunjukkan bahwa strategi self-talk menggunakan nama atau kata ganti orang pertama tidak memberikan penilaian pemicu stres yang berbeda pada individu yang terbiasa menyebut diri dengan nama. Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan desain, 2 jenis self-talk: kata ganti orang pertama aku vs nama secara between subject.
This study examined the effect of self distancing as a self regulatory mechanism of the future stressor. The effect of self distancing is inflicted by doing self talk using one 39 s own name instead of using the first person pronoun ldquo I rdquo . This study consists of two studies which are an advanced study from a study titled, Self talk as a regulatory mechanism How you do it matters Kross dkk., 2014. Study 1 shows that using one's own name in self talk could appraise future stressor as a less threatening term and turn it into challenges. Study 2 examined the effects of self talk using one's own name in individuals who already accustomed to using one's own name in daily life. In consideration that there are certain cultures in Indonesia where it is common to use one's own name in daily life. As a result, self talk strategy using one's own name shows no effect on future stressor appraisal in individual who already accustomed using one's own name in daily life. This study is done through a between subject experiment with design, 2 the type of self talk first person pronouns I vs one's own name.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T47983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspa Pratiwi
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara sport-confidence dan self-talk pada atlet bulutangkis. Sport-confidence adalah kepercayaan atau tingkat keyakinan yang individu miliki terhadap kemampuannya untuk meraih keberhasilan dalam bidang olahraga (Vealey, 1986). Sementara itu, self-talk adalah dialog pribadi, diucapkan lantang ataupun tidak, yang digunakan atlet untuk menginterpretasikan perasaan dan persepsinya, meregulasi dan merubah evaluasi dan keyakinannya, serta memberikan instruksi dan reinforcement untuk dirinya sendiri (Hardy, Gammage, & Hall, 2001). Sebanyak 97 atlet bulutangkis menjadi partisipan dalam studi ini dengan mengisi kuesioner. Sport-confidence diukur dengan menggunakan sport-confidence Inventory-4 (SCI-4) yang disusun oleh Vealey & Knight (2002), sedangkan pengukuran self-talk menggunakan Self-Talk Questionnaire (S-TQ) yang dikembangkan oleh Zervas, Stavrou, & Psychountaki (2007). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara SC-physical skills and training, SC-cognitive efficiency, dan SC-resilience dengan ST-motivasional dan ST-kognitif. ......This research is conducted to find the relationship between sport-confidence and self-talk among badminton athletes. Sport-confidence was defined as the belief or degree of certainty individuals possess about their ability to be successful in sport (Vealey, 1986, P. 222). Meanwhile, self-talk was defined as a dialogue, a small voice in one?s head or said loud, in which the individual interprets feelings and perception, regulates and changes evaluations and convictions, and gives him/herself instruction and reinforcement (Hardy, Gammage, & Hall, 2001). 97 badminton athletes participated in this study by completing the questionnaires. Sport-confidence was measured by sport-confidence Inventory-4 (SCI-4) created by Vealey & Knight (2002) while, self-talk was measured by Self-Talk Questionnaire (S-TQ) created by Zervas, Stavrou, & Psychountaki (2007). The result of this research shows that SC-physical skills and training, SC-cognitive efficiency, and SC-resilience positive correlated significantly with ST-motivational and ST-cognitive.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Raudya Maghfira
Abstrak :
ABSTRAK
kripsi ini membahas bagaimana keyakinan religius dan nilai-nilai kepercayaan yang dihayati jurnalis bisa mewarnai karya jurnalistiknya. Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran jurnalis, symbolic interactionism, serta komunikasi intrapersonal. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan wawancara terstruktur sebagai teknik pengumpulan data. Subjek penelitian pada penelitian ini ialah jurnalis yang masih aktif bekerja di media cetak dengan pengalaman minimal lima tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jurnalis yang memiliki keyakinan religius dan nilai-nilai kepercayaan yang ia yakini dapat mewarnai karya jurnalistiknya. Penelitian ini juga menemukan bahwa pewarnaan karya jurnalistik tidak hanya didasari keyakinan individu, tetapi ada juga intervensi dari organisasi media, sebagai contoh, jabatan seorang jurnalis bisa menentukan warna karya jurnalistiknya.
ABSTRACT
The focus of this study is to explain how the religious beliefs and values of journalists can color their journalistic work. This study uses journalist, symbolic interactionism, and intrapersonal communication as the framework of analysis. A qualitative approach is chosen for this study with structured interview as the technique for data gathering. The research subjects of this study are three journalists who are still actively working in print media with a minimum of five years experience. The results of the study shows that journalists religious beliefs and values are deemed to color their journalistic work. The study also finds that coloring journalistic work is not only based on the individual beliefs, but also based on the intervention of media organizations, for example, the position of journalist employment can determine the color of his journalistic work.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Tirta Luzanil
Abstrak :
Penggunaan kata ganti orang yang berbeda dalam self-talk dapat memberikan tingkat self-compassion yang berbeda. Penelitian ini ingin mengetahui apakah penggunaan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Di Indonesia, kata ganti orang pertama tunggal terdiri dari saya dan aku, sementara nama diri bukan merupakan kata ganti orang. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 74 orang. Partisipan diminta menulis pengalaman yang selalu membuat khawatir dan berusaha memahami mengapa bisa merasa seperti itu. Kemudian partisipan diminta untuk menulis surat kepada dirinya sendiri. Sebelum mulai mengerjakan, partisipan kelompok pertama diminta untuk menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dan kelompok dua menggunakan nama diri untuk merujuk kepada diri sendiri. Pengukuran dilakukan oleh tim penilai melalui surat yang telah ditulis oleh partisipan. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa partisipan yang menggunakan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Hasil ini memberikan alternatif yang dapat dilakukan ketika menghadapi situasi sulit.
The use of different personal pronouns in self-talk can provide different level of self-compassion. This study investigated whether the use of proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use the first-person singular pronoun when doing self-talk. In Indonesia, the firstperson singular pronoun consists of saya and aku, while proper name is not personal pronoun. Participants in this study amounted to 74 persons. Participants were asked to write their experience which always make them worried and trying to understand why it can feel like it. Then participants were asked to write a letter to themselves. Before they begin, the first group of participants were asked to use the first-person singular pronoun and the second groups using the proper name to refer to themselves. Measurements were made by raters through a letter written by the participants. The results supported the hypothesis that participants who use proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use first-person singular pronoun when doing self-talk. These result provides an alternative to do when faced with difficult situations.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library