Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nissia Ananda
"Latar Belakang: Pembentukan jaringan parut terkait dengan fibroblast yang dihasilkan selama fase proliferasi dan salah satu strategi untuk menekan pembentukannya yang berlebihan adalah dengan menggunakan bahan perawatan luka. Penggunaan obat herbal saat ini diminati karena menghindari efek samping obat sintetik dan Hydnophytum formicarum berpotensi sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Tujuan Penelitian: Menganalisis pengaruhekstrak Hydnophytum formicarum terhadap kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi penyembuhan luka. Metode Penelitian: 24 ekor tikus Sprague Dawley dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Luka dibuat menggunakan biopsy punch. Empat ekor tikus dari tiap kelompok di nekropsi pada hari ke 4, 7 dan 14. Analisa kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi dilakukan menggunakan pemeriksaan hematoksilin eosin dan masson’s trichrome. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada angiogenesis, panjang luka, reepiteliasasi antar kelompok. Angiogenesis pada kelompok perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit namun lebih matur. Selain itu terdapat interaksi antara pengaplikasian ekstrak Hydnophytum formicarum dan hari nekropsi terhadap kerapatan kolagen dan tingkat reepitelisasi. Kesimpulan: Penggunaan ekstrak Hydnophytum formicarum mempengaruhi pembentukkan jaringan parut yang ditunjukkan kerapatan kolagen, angiogenesis, reepitelisasi, dan panjang luka pada fase granulasi. Tidak terdapat kelainan spesifik pada luka pada kelompok perlakuan. Inhibisi angiogenesis pada aplikasiHydnophytum formicarum berhubungan dengan pembentukan jaringan parut pada luka.
......Background: Formation of scar tissue associated with fibroblast and wound care material is used to suppress the formation of excessive scar tissue. Herbal medicine is currently popular because it avoids the side effects of synthetic drugs and Hydnophytum formicarum has antioxidant and anti-inflammation potential. Purpose: Analyzing the effects of Hydnophytum formicarum extract on collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization in wound healing. Material and Method: 24 mice are divided in the control and treated group. Wounds were made using biopsy punch. Four rats from each group were necropsed on day 4, 7 and 14. Collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization were then analyzed using hematoxylin eosin and masson’s trichrome staining. Results: There were significant differences in the results of the angiogenesis analysis, wound length, reepitheliasation between the groups. Angiogenesis in the treatment group had smaller number but more mature. There was interaction between the application of Hydnophytum formicarum extract and necropsy day on collagen density and reepithelialization rate. Conclusion: Hydnophytum formicarum extracts affected the formation of scar tissue as indicated by collagen density, angiogenesis, reepithelialization, wound length in granulation phases. Inhibition of angiogenesis in the application of Hydnophytum formicarum is related to the formation of scar tissue in the wound."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nur Handayani
"Depresi pasien ulkus diabetikum dapat menurunkan respon imun dan inflamasi yang dibutuhkan pada proses penyembuhan luja. Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pengelolaan depresi dengan pranayama terhadap perkembangan proses penyembuhan ulkus diabetikum di RS pemerintah Aceh. Hasil penelitian menunjukkan latihan pranayama dapat mempengaruhi perkembangan proses penyembuhan ulkus dan penurunan skor depresi, namun tidak ditemukan pengaruh pengelolaan depresi dengan pranayama terhadap perkembangan proses penyembuhan ulkus diabetikum.

Depression on patient with diabetic ulcer impair immune and inflammation response that are needed in wound healing process. The urpose of this quasi experiment research was to identified the effect of pranayama on patient diabetic ulcer in Aceh government hospital. The result showed that pranayama has positive effect to wound healing progress and to decrease the depression score. But there was no effect of controlling depression by pranayama to wound healing progress."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28391
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Liftyawati
"Pada penelitian ini dikembangkan material unggul berupa hidrogel mikrosfer komposit γ-PGA/Alg/AgNP yang diaplikasikan sebagai pembalut luka sehingga dapat menyeimbangkan kelembaban jaringan luka dan membantu dalam proses hemostasis tubuh karena sifatnya yang hidrofilik dan memiliki struktur berupa jejaring tiga dimensi. Dilakukan pengujian waktu pembekuan darah untuk mengetahui kemampuan hidrogel dalam membantu proses hemostasis tubuh. Dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus aureus) dan gram negatif (Escherichia coli). Karakterisasi diamati dengan menggunakan instrumentasi spektrofotometer UV-Vis, FT-IR, XRD, SEM-EDS dan TEM. Pengujian kapasitas swelling maksimum untuk hidrogel mikrosfer komposit γ-PGA/Alg terbaik dengan rasio massa (2:8) didapatkan hasil sebesar 261,6 (g/g) dan hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP dengan rasio massa (1:4) didapatkan sebesar 80,8 (g/g). Hidrogel γ-PGA/Alg memiliki nilai kapasitas swelling maksimum lebih tinggi dibandingkan dengan hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP. Selanjutnya dilakukan variasi medium perendaman, hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP dalam media perendaman larutan asam (HCl) memiliki kapasitas swelling maksimum lebih tinggi dibandingkan dalam aquades dan larutan basa (NaOH). Pengujian release ion Ag+ pada hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP rasio massa (1:4) menunjukkan kesesuiaian nilai maksimum tertinggi dengan pengujian kapasitas swelling-nya yakni sebesar 5,46 %. dan untuk kapasitas loading sebesar 80,15 (ppm/gr). Kinetika swelling γ-PGA/Alg dan γ-PGA/Alg/AgNP mengikuti orde pseudo pertama dengan parameter lajunya masing-masing sebesar 6,06 menit dan 44,64 menit. Pengujian waktu pembekuan darah atau CBT (clotting blood time) menunjukkan bahwa hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP memiliki kemampuan hemostasis atau penggumpalan darah tercepat yakni selama 98,7 sekon. Hasil pengujian aktivitas antibakteri, berdasarkan literatut jurnal diketahui bahwa S.aureus lebih resisten dibandingkan E.coli.
......In this research developed material in the form of γ-PGA/Alg/AgNP composite microsphere hydrogel which was applied as a wound dressing so that it can balance the wound tissue moisture because it is hydrophilic and has a three dimensional network structure. Clotting blood time was tasted to determine the ability of hydrogel to assist the body's hemostasis. Antibacterial activity test was done to against gram positive bacteria (Staphylococcus aureus) and gram negative (Escherichia coli). Hydrogel was characterized by spectrophotometer UV-Vis, FT-IR, XRD, SEM-EDS and TEM. Testing the maximum swelling capacity for the γ-PGA/Alg composite microscope hydrogel with the best mass ratio (2:8) results of 261.6 (g/g) and γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel with mass ratio (1:4) obtained at 80.8 (g/g). γ-PGA/Alg hydrogels have a higher maximum swelling capacity than dibandingkan γ-PGA/Alg/AgNP hydrogels. Furthermore, the variation of immersion medium, γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel in acid solution (HCl) immersion media has a maximum swelling capacity higher than in aquades and base solutions (NaOH). The release of Ag+ ions on the γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel mass ratio (1:4) showed the highest maximum value of conformity with the swelling capacity test which was 5.46%. and for loading capacity of 80.15 (ppm/gr). Swelling kinetics of γ-PGA/Alg and γ-PGA/Alg/AgNP follow the first pseudo order with the speed parameters of 6.06 minutes and 44.64 minutes, respectively. Tests of blood clotting time or CBT (clotting blood time) showed that the γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel has the ability to hemostasis or the fastest blood clotting during 98.7 seconds. The results of antibacterial activity testing, based on the journal literatut, it is known that S. aureus is more resistant than E.coli."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juniarti
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai proses penyembuhan luka dengan menggunakan ekstrak metanol daun Jatropha multifida L. berdasarkan mekanisme penurunan jumlah leukosit PMN dan peningkatan jumlah sel fibroblas.
Metode: bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak metanol dari daun Jatropha multifida Subyek penelitian terdiri dari 36 ekor tikus putih jantan galur Spraque Dawlay umur 2 bulan dengan berat badan sekitar 150-200 g. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok I (negatif kontrol merupakan kelompok hewan coba yang dilukai tanpa diobati; kelompok II (kontrol positif) merupakan kelompok hewan coba yang diobati dengan Bethasone-N; Kelompok III (kontrol pelarut) merupakan kelompok yang diobati dengan alkohol 70% sedangkan kelompok IV (kelompok perlakuan) merupakan kelompok yang diobati dengan meneteskan 10 mg ekstrak metanol daun Jatropha multifida. Setiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus yang masing-masing dibagi lagi menjadi kelompok waktu dekapitasi pada hari ke 3, 6, dan 13. Pada jaringan luka dibuat sediaan histologi dengan pewarnaan HE dan dilanjutkan dengan menghitung jumlah leukosit PMN dan fibroblas.
Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa penurunan jumlah leukosit PMN pada kelompok perlakuan dengan ekstrak metanol daun Jatropha multifida relatif lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol pelarut. Peningkatan jumlah fibroblas terjadi pada hari ke 6 dan 13 setelah perlakuan. Simpulan: ekstrak metanol daun Jatropha multifida dapat mengobati luka sayat lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol pelarut.

Objective: The aim of this study was to evaluate the effects of methanol extract of Jatropha multifida leaves on the wound healing process and to investigate the wound healing activity based on reduced numbers of PMN (polymorpho nuclear) leukocytes and increased numbers of fibroblasts.
Method: methanol extract of dried leaves of Jatropha multifida was used in the wound healing activity studies. The study subjects were 36 white male Sprague Dawlay rats aged 2 months with 150-200 gram body weight. The subjects were divided into 4 groups and experimentally injured: Group I (negative control) underwent injury without subsequent treatment; group II (positive control) received topical treatment with Bethasone-N after injury; group III (solvent control) was treated with 70% methanol; group IV (treatment group) was treated with 10 mg methanol extract of Jatropha multifida Each group consisted of 3 rats, which were decapitated on days 3, 6, and 13 after the start of treatment. Histological preparation was stained with hematoxyline-eosin (HE) and was continuously examined by counting the numbers of PMN leukocytes and fibroblasts as indicators of wound healing on days 3, 6, and 13 of treatment.
The study showed lower numbers of PMN leukocytes in subjects treated with the extract of Jatropha multifidaas compared to the other groups. The numbers of fibroblasts were significantly higher on days 6 and 13 of treatment. In conclusion, the treatment of injuries with methanol extract of leaves from Jatropha multifida provided better results compared to the other groups in our study."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan uji pemanfaatan getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) dalam penyembuhan luka bakar pada kulit tikus putih (Rattus novergicus). Penyembuhan luka bakar dievaluasi dengan menghitung jumlah leukosit PMN dan jumlah fibroblas pada hari ke 7, 14, dan 21 setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah leukosit PMN pada subjek yang diobati dengan getah pisang ambon relatif lebih signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif dan positif (Bioplacenton ®). Sebaliknya, peningkatan jumlah fibroblas secara signifikan ditunjukkan pada hari ke-14 dan ke-21 setelah perawatan. Kesimpulannya, pengobatan dengan getah pisang Ambon pada luka bakar memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kedua kontrol positif dan negatif.

A study of ambonese plantain banana (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) treatment in burn wound healing on the skin of white rats (Rattus novergicus) has been conducted. The wound healing of burn injuries was evaluated by counting the number of PMN leukocytes and fibroblasts at the 7th, 14th, and 21st days following the treatment. The study showed that the decrease in number of PMN leukocytes of subjects treated with ambonese plantain banana was relatively more significant compared to both negative and positive control (Bioplacenton®). In contrast, an increasing number of fibroblasts was significantly demonstrated at the 14th and 21st days after treatment. In conclusion, ambonese plantain banana treatment in burn injuries will provide bett er results compared to both positive and negative controls."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nurachmah
"Kenyamanan merupakan salah satu aspek penting dalam perawatan luka diabetes mellitus (DM). Penelitian ini bertujuan menganalisis ekspresi transforming growth factor beta 1 (TGF â1) dan kadar kortisol pada perawatan luka teknik modern dan konvensional pada luka DM dikaitkan dengan aspek kenyamanan. Penelitian menggunakan true experimental design dengan metode pengumpulan sampel secara stratified random sampling. Pengukuran ekspresi TGF â1 dan kadar kortisol dilakukan pada hari ke 0 (pretest) dan 4 (posttest). Sampel yang diambil berasal dari pasien luka kaki DM di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Ekspresi TGF â1 diukur dengan metode imunohistokimia, sedangkan pengukuran kadar kortisol dilakukan dengan metode ELISA di laboratorium Fisiologi dan Histologi FK Universitas Brawijaya Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok modern terjadi peningkatan ekspresi TGF â1, sedangkan pada kelompok konvensional terjadi penurunan ekspresi TGF â1. Kadar kortisol pada kelompok modern menunjukkan penurunan lebih besar dibandingkan kelompok konvensional. Hasil uji t menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara perawatan luka teknik modern dan konvensional terhadap ekspresi TGF â1 dan kadar kortisol pada luka DM (p value < 0,05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang signifikan antara perubahan ekspresi TGF â 1 dengan perubahan kadar kortisol (p = 0,028). Dapat disimpulkan bahwa teknik perawatan luka secara modern mampu meningkatkan ekspresi TGF â1 dan menurunkan kadar kortisol dibandingkan teknik konvensional.

Comfort is one among several aspects that should be considered in the treatment of diabetic wounds. This study aimed to analyze the expression of TGF β1 and the level of cortisol in modern and conventional wound care techniques of diabetic wounds. TGF β1 expression and cortisol levels were measured on day 0 (pretest) and 4 (posttest). Samples were taken from patients with diabetic ulcer in the Saiful Anwar District Hospital at Malang. The expression of TGF β1 was measured by immunohistochemical methods in the Department of Physiology, Brawijaya University Faculty of Medicine. Cortisol level was measured with ELISA method. The results obtained from the modern group were increased TGF β1 expression and decreased cortisol level. The conventional group yielded decreased TGF β1 expression and decreased cortisol level. The cortisol level decrease was greater in the modern group. T test results showed no significant differences of modern wound care techniques and conventional on the expression of TGF β1 and cortisol levels in diabetic wounds (p value < 0,05). Pearson correlation test results showed a significant relationship between changes in cortisol levels with changes in expression of TGF β1 (p = 0,028). It can be concluded that the techniques of modern wound care is more able to increase the expression of TGF β1 and to decrease the cortisol levels compared with conventional techniques."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Theddeus Octavianus Hari Prasetyono
"Penyembuhan luka merupakan sebuah proses transisi yang merupakan salah satu proses paling kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan serangkaian reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator. Fase peradangan bertujuan untuk membuang jaringan mati dan mencegah infeksi. Fase proliferasi bercirikan terbentuknya jaringan granulasi yang disertai kekayaan jaringan pembuluh darah baru, fibroblast, dan makrofag dalam jaringan penyangga yang longgar. Fase kedua yang berlangsung sejak hari ke-8 hingga ke-21 pascaluka merupakan fase terjadinya epitelisasi dan sekaligus memberikan refleksi dalam perawatan luka untuk dapat mencapai kondisi luka yang telah tertutup dengan epitel.
Fase terakhir adalah fase maturasi yang bercirikan keseimbangan antara proses pembentukan dan degradasi kolagen. Setidaknya terdapat 3 prasyarat kondisi lokal agar proses penyembuhan luka dapat berlangsung dengan normal, yaitu: 1) semua jaringan di area luka dan sekitarnya harus vital, 2) tidak terdapat benda asing, 3) tidak disertai kontaminasi eksesif atau infeksi. Penulis mengusulkan formulasi pola hirarkis dalam intensi penyembuhan luka yang mengikuti urutan intensi primer sebagai intensi ideal, diikuti intensi tersier, dan yang Vsekunder. Key words: inflammatory mediator, epithelialisation, growth factor, wound healing.

Wound healing is a transition of processes which is also recognized as one of the most complex processes in human physiology. Complex series of reactions and interactions among cells and mediators take place in the healing process of wound involving cellular and molecular events. The inflammatory phase is naturally intended to remove devitalized tissue and prevent invasive infection. The proliferative phase is characterized by the formation of granulation tissue within the wound bed, composed of new capillary network, fibroblast, and macrophages in a loose arrangement of supporting structure. This second phase lasts from day 8 to 21 after the injury is also the phase for epithelialisation. The natural period of proliferative phase is a reflection for us in treating wound to reach the goal which ultimately defines as closed wound.
The final maturation phase is also characterized by the balancing between deposition of collagen and its degradation. There are at least three prerequisites which are ideal local conditions for the nature of wound to go on a normal process of healing i.e. 1) all tissue involved in the wound and surrounding should be vital, 2) no foreign bodies in the wound, and 3) free from excessive contamination/infection. The author formulated a step ladder of thinking in regards of healing intentions covering all acute and chronic wounds. Regarding the ?hierarchy? of healing intention, the first and ideal choice to heal wounds is by primary intention followed by tertiary intention and lastly the secondary intention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
St. Louis: Mosby Year Book, 1992
617.106 ACU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rahmawanty
"Daging ikan haruan (Channa striatus) dipercaya dapat digunakan untuk
menyembuhkan luka karena mengandung protein, asam amino esensial, lemak dan
asam lemak yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian
ini ialah membuat gel yang mengandung serbuk daging ikan haruan sebagai
penyembuh luka. Pada penelitian ini digunakan serbuk daging ikan haruan (Channa
striatus) sebagai zat aktif sebanyak 1 gram pada formula 1 dan 2 gram pada formula 2
yang mengandung protein 87,55% dan 15 jenis asam amino esensial serta kandungan
lemak 7,16% dan 29 jenis asam lemak berdasarkan hasil analisis. Serbuk daging ikan
haruan dibuat dengan cara gelasi ionik menggunakan kitosan dan natrium
tripolifosfat. Selanjutnya dibuat menjadi gel menggunakan HPMC sebagai gelling
agent. Sediaan gel yang dihasilkan dikarakterisasi in vitro dan dievaluasi secara in
vivo pada penyembuhan luka. Terhadap suspensi dan gel yang dihasilkan dilakukan
karakterisasi fisik dan kimia. Hasil pengukuran suspensi formula 1 dan formula 2
adalah sebagai berikut : ukuran partikel berturut-turut 491,8 - 665,5 nm, 481,8 –
828,1 nm; indeks polidispersitas 0,512, 0,456; nilai potensial zeta (+)29,15mV,
(+)29,35mV; kedua formula mempunyai partikel berbentuk sferis. Dari hasil uji in
vivo sediaan gel serbuk daging ikan haruan dapat digunakan sebagai penyembuh luka.
......Meat of snakehead fish (Channa striatus) has been reported can be used for wound
healing because contains protein, essential amino acids, lipid, and fatty acids that
influenced wound healing process. The present study was performed in order to
formulate gels contain meat powder of snakehead fish for wound healing. The
formulas were used 1 gram (formula 1) and 2 gram (formula 2) meat powder of
snakehead fish as an active ingridient, and contain 87.55 % protein, 15 amino acids,
7.16% lipid, and 29 fatty acids. Meat powder of snakehead fish have been made use
ionic gelation method with chitosan and sodium tripolyphosphate and formulated to
gel form using HPMC as gelling agent. Gels had been formulated, charactherized and
evaluated in vivo for wound healing. Suspenses and also gels have been
physicochemical charactherized. The results showed that suspenses (formula 1 and
formula 2) have particle size in range 491.8-665.5 nm and 481.8-828.1 nm;
polidispersity index 0.512 and 0.456; zeta potential (+)29.15 mV and (+)29.35 mV;
both of formulas have sferichal particles. In vivo study showed that gels from meat
powder of snakehead fish have wound healing effect."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>