Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kualitas da-ya ledak otot tungkai mahasiswa dan (2) menganalisis perbedaan daya ledak otot tungkai antara ma-hasiswa yang mendapat pelatihan plyometrik lompat bangku dan lompat melewati bangku di Jurusan Penjaskesrek FOK UNDIKSHA. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen. Data daya ledak diperoleh dengan mengkonversi skor tinggi raihan dari hasil tes vertical jump dengan berat ba-dan berdasarkan skala nomogram dari Lewis. Selanjutnya data dianalisis menggunakan analisis va-rians dengan program SPSS 17,0. Hasil penelitian ini adalah (1) kualitas daya ledak otot tungkai ma-hasiswa berada dalam kategori kurang, (2) pelatihan plyometric lompat bangku dan lompat melewati bangku sama-sama dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai mahasiswa secara signifikan, dan (3) peningkatan daya ledak otot tungkai mahasiswa dengan pelatihan plyometrik lompat bangku (PLB) lebih besar dari pada plyometrik lompat melewati bangku (PLMB) (F = 7,872 dan p = 0,001 < a = 0,05).
370 JPP 48 (1-3) 2015
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Hakim
Abstrak :
Kebugaran jasmani merupakan unsur yang penting bagi anggota Polri termasuk anggota reserse agar selalu dalam kondisi siap untuk menjalankan tugasnya (mission ready). Kapasitas aerobik merupakan salah satu tolok ukur utama dari Kebugaran jasmani (De Vries,1986) maupun Kapasitas kerja (Astrand, 1977). Dari berbagai data yang ada tampak bahwa beban kerja anggota Polri di Direktorat Reserse Polda Metro Jaya cukup berat, dan diestimasikan bahwa tingkat kebugarannya kurang dengan segala resiko kesehatan yang dapat timbul. Tujuan penelitian ini adalah secara umum untuk melihat gambaran epidemiologis mengenai kapasitas aerobik anggota Polri di Direktorat Reserse Polda Metro Jaya sedangkan tujuan khusus adalah 1) Untuk mengetahui tingkat Kebugaran jasmani anggota Polri Direktorat Reserse Polda Metro Jaya 2) Untuk melihat distribusi dari berbagai variabel antara lain variabel dependen Kapasitas aerobik, variabel independen a.l Komposisi tubuh, Kadar hemoglobin, Latihan Kebugaran jasmani, Pengetahuan tentang Kebugaran jasmani, Pandangan tentang Kebugaran jasmani dan kaitannya dengan produktifitas kerja serta Kebiasaan merokok, termasuk beberapa variabel lain yang ingin diamati . 3) Untuk melihat hubungan satu persatu dan secara serempak antara 6 variabel independen dengan variabel dependen yaitu Kapasitas aerobik. Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan pendekatan korelasional, sampel adalah anggota reserse pria dari Direktorat Reserse Polda Metro Jaya . Penelitian ini dilakukan di Polda Metro Jaya ,Jakarta Raya pada bulan November sampai Desember, 1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas aerobik dari sampel anggota Polri Direktorat Reserse Polda Metro Jaya sesuai metode A.strand yang bernilai kurang sampai kurang sekali adalah 85.71 % sedangkan selebihnya yaitu Cukup 11.42 % , Baik 2.85 %. Hubungan dari 6 variabel independen secara satu persatu yang bermakna hanya ada 2 yaitu Komposisi tubuh (p 0.0001<0.1 ) dan Kadar Hemoglobin (p: 0.03 <0.1) Dalam analisa multivariat dengan menggunakan metode multi regresi linier maka dari keenarn variabel yang dimasukkan secara bersama-sama dan setelah dilakukan metoda backward maka didapat persamaan sebagai model adalah : y =45.646 -1.071 XI (lemak) + 1.178X2 (nilai pandangan ) dengan nilai keeratan hubungan R square: 0.253 , C.L : 90%. Saran dari penelitian adalah berkaitan dengan penyuluhan tentang masalah Gizi kerja ,kemudian mengenai Pandangan terhadap Kebugaran jasmani. Selain itu terbuka berbagai peluang untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai Kapasitas aerobik khususnya bagi anggota Reserse Polri dengan rancangan penelitian yang lebih akurat dan jangkauan yang lebih luas. Dimasa datang disarankan pula lebih dioptimalisasikannya status kesehatan maupun kebugaran jasmani anggota Polri dalam pernbinaan karier seorang anggota Polri .Sebagai saran lain adalah suatu pemikiran mengenai kemungkinan perlunya penambahan personil reserse baik secara kualitas dan kuantitas khususnya di Polda Metro Jaya mengingat beban kerja yang ada,kemudian perlu dibuat suatu paket program latihan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan sendiri oleh anggota reserse dikala mereka mempunyai waktu luang. Daftar Kepustakaan : 42 (1953-1996)
Aerobic Capacity Feature and its Related Factors of Policemen in the Crime Investigation Directorate of the Metro Jaya Regional Police 1996Physical fitness is an important component a policeman, especially a crime investigator, should have in order to stay mission ready in carrying out his task. Aerobic capacity is one of the main parameters of physical fitness (De Vries, 1986) as well as physical work capacity (Astrand , 1977 ). From the collected data it is obvious that the workload of Police crime investigators is heavy while it is estimated that their physical fitness is not that good with all its health risk. The general purpose of this study is to see the epidemiologic feature of the aerobic capacity of the Policemen in the Crime Investigation Directorate of The Metro Jaya Regional Police and the specific purpose are: 1) To see the physical fitness level of the crime investigators in the Crime Investigation Directorate of The Metro Jaya Regional Police in 1996. 2) To see the distribution of various variables such as: - The dependent variable i.e.: aerobic capacity - The independent variables i.e.: Body composition, Hemoglobin concentration, physical fitness exercises, knowledge about physical fitness, perception on physical fitness and its relation with work productivity, smoking habit, and some other variables that are important to see. 3) To see the correlation between the above six independent variables with aerobic capacity the dependent variable, individually and simultaneously. The design of this research is cross sectional with correlational approach, the samples are the police investigators in Crime Investigation Directorate of Metro Jaya Regional Police. This research is carried out in Jakarta Metropolitan Regional Police on November to Desember 1996. Results of this study showed that the aerobic capacity levels of the 70 samples are: 85.71 % are low, 11.42 % are average, and 2.85 % are in good condition. In bivariate analysis two variables out of six are statistically significant, which are: the Body composition (p:0.0001 <0.1) and the Hemoglobin concentration (p: 0.03 <0.1). In linear multi regression of the 6 variables using the backward method we get a model equation: y = 45.646 -1.071 X 1 (Body composition) + 1.178 X2 (Perception of Physical fitness).' y = Aerobic capacity, R square = 0.253 , C.L 90 % Based on this research there are some suggestions to improve the Aerobic Capacity condition of the police investigators in Crime Investigation Directorate of Metro Jaya Regional Police: 1. It is necessary to carry out a programmed to promote The importance of nutrition for work performance and The Right Perception of Physical fitness and its relation with productivity. 2. Further research on aerobic capacity of police criminal investigator with more accurate design and larger population should be done in the near figure. 3. It is necessary as well to optimize the role of health and physical status in career management of the personnel in general. 4. It is necessary to improve the quantity and quality especially of the crime.. investigators in Crime Investigation Directorate of Metro Jaya Regional Police because of their heavy work load. 5. It is necessary to design a Physical fitness training program, which could be done by the Crime Investigators on their own, when they have time. References : 42 (1953-1996)
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noortiningsih
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian salah satu perubahan fisiologis sistem hormonal yang menyertai kegiatan fisik ialah terjadi peningkatan kadar endorfin dan penurunan kadar gonadotropin di dalam tubuh. Endorfin, diketahui mempunyai sifat inhibitor kuat terhadap sekresi gonadotropin, sehingga menurunnya kadar Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle-stimulating Hormone (FSH) selama kerja fisik, diduga berhubungan erat dengan meningkatnya kadar endorfin tersebut. Hal ini diduga merupakan kunci penting penyebab timbulnya gangguan fungsi sistem reproduksi, khususnya pada atlit-atlit wanita. Dari berbagai penelitian diketahui, bahwa endorfin dan agonisnya, menurunkan sekresi LH dan FSH, sedangkan antagonisnya, meningkatkan sekresi hormon-hormon tersebut. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh latihan fisik menimbulkan gangguan terhadap fungsi sistem reproduksi melalui adanya peningkatan kadar endorfin, dilakukan pengamatan terhadap lama siklus estrus, berat ovarium, dan jumlah folikel ovarium tikus, yang diberi latihan fisik aerobik tanpa dan dengan pemberian nalokson sebagai antagonis endorfin. Penelitian dilakukan terhadap 60 ekor tikus putih betina. Latihan fisik diberikan dengan menggunakan treadmill, dengan kecepatan 800 m/jam, inklinasi nol derajad, lama kerja 30 menit/hari/satu kali kerja fisik, dengan variasi lama latihan, 20, 40, dan 60 hari. Nalokson diberikan subkutan dengan dosis 1 mg/kg berat badan. Hasil dan Kesimpulan : Latihan fisik yang diberikan, menyebabkan siklus estrus menjadi lebih panjang (P<0,01), berat ovarium mengalami penurunan (P<0,01), tidak terdapat perbedaan jumlah folikel primer maupun sekunder (P>0,05), tetapi jumlah folikel Graaf menurun dengan nyata (P<0,05), dan terdapat peningkatan jumlah folikel atresia selama fase luteal (P<0,01). Pemberian nalokson selama latihan fisik dapat menghambat pemanjangan siklus estrus, menghambat penurunan berat ovarium, meningkatkan jumlah folikel Graaf, dan menurunkan jumlah folikel atresia, mendekati kelompok tikus kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan fisik yang diberikan telah mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percobaan, dan pemberian nalokson dapat menghambat pengaruh latihan fisik terhadap fungsi sistem reproduksi tersebut. Namun demikian penelitian ini belum menunjukkan, sejak kapan latihan fisik yang diberikan mulai mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percoban, karena hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan dengan lamanya latihan (P>0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Tirtayasa
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Kegiatan jasmani berupa latihan menari Bali mungkin dapat meningkatkan kapasitas aerobik maksimal ( V02 max ). Di sini ingin diketahui kemungkinan pengaruh latihan menari Bali yang dilakukan secara teratur di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) terhadap V02 max siswa. Penelitian dilakukan pada 60 orang siswa pria kelas I yang terdiri atas 20 orang siswa SMKI, 20 orang siswa Sekolah Guru Olah Raga (SGO) dan 20 orang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Pemeriksaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pads awal, pertengahan dan akhir semester pertama tahun ajaran 1982 / 1983. Pengukuran V02 max secara tidak langsung dengan uji kerja submaksimal memakai ergometer sepeda berdasarkan atas nomogram Astrand-Ryhming. Hasil dan Kesimpulan: Pada awal semester CO max siswa SMKI, SGO dan SMA antara satu dengan lainnya tidak ber eda bermakna (p > 0,05). Pada akhir semester V09 max siswa SMKI dan SGO berbeda sangat bermakna (p < 0,001) dibandingkan dengan pemeriksaan pada awal semester. Sedangkan pada siswa SMA perbandingan ini tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Pada akhir semester antara VO2 max siswa SMKI dan siswa SGO tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p > 0,05). Sedangkan pada akhir semester ini V02 max siswa SMKI dan SGO di satu fihak dibandingkan dengan V02 max siswa SMA pada fihak lain terdapat perbedaan yang sangat bermakna. Kesimpulan adalah: 1. Latihan menari Bali dapat meningkatkan V02 max siswa pria kelas I SMKI selama mengikuti pelajaran seester pertama. 2. Perbedaan tidak bermakna antara V02 max siswa pria kelas I SMKI dengan siswa pria kelas I SGO disebabkan oleh beban latihan jasmani yang kurang lebih sama pada kedua kelompok siswa, walau jenis latihan berbeda. 3. Perbedaan bermakna antara VO2 max siswa pria kelas I SMKI dengan VO2 max siswa pria kelas I 5MA besar kemungkinan disebabkan oleh perbedaan beban latihan.
ABSTRACT Scope and Method of Study: Physical activity such as Balinese dance training may increase maximal aerobic capacity ( V02 max ). This research was conducted in order to observe the influence of regular Balinese dance training on VO max of Indonesian High School of Performing Arts Students (SMKI). Sixty male first year students consisted of 20 SMKI students, 20 High School of Physical Educator (SGO} students and 20 High School (SMA) students were examined at the beginning, middle and end of the first semester of academic year 1982 / 1983. The VO2 max was calculated indirectly using an ergo cycle according to the Astrand-Ryhming method. Findings and Conclusions: At the beginning of the semester, V02 max of SMKI, SGO and SMA students were not significantly different (p > 0.05). V02 max of SMKI and SGO students at the end of the semester were significantly different (p < 0.001) compared to that of the beginning semester. There was no significant difference (p > 0.05} on the V02 max at the beginning and the end of the semester for High School students. At the end of semester, VO max of SMKI and SGO students was not significantly different (p > 0.05). But V02 max of SMKI and SGO students at the end of the semester was significantly different (p < 0.001) compared to SMA students. It was concluded that: 1. Balinese dance training could increase maximal aerobic capacity of the male first year SMKI students during the first semester. 2. The VO2 max between male first year SMKI and SGO students was not significantly different. It might due to the apparently equal load on physical training in both groups even though different in its kind. 3. The VO max between male first year SMKI and SMA students was significantly different most probably due to difference in exercise load.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1983
T58480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bororing, Sheella R.
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Olahraga memainkan peran penting pada pencegahan penyakit jantung koroner (PJK). Latihan aerobik senam jantung sehat (SJS) adalah senam yang khusus dibuat oleh Yayasan Jantung Indonesia, ditujukan untuk peserta sehat maupun penderita jantung. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pengaruh latihan SJS terhadap parameter fibrinolisis (t-PA dan PAI-1), viskositas (viskositas darah dan plasma) dan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, koletserol LDL) BAHAN DAN METODE: 30 subyek terdiri dan 28 wanita dan 2 pria yang berusia 40-80 tahun. Subyek penelitian mengikuti latihan SJS dengan frekuensi 3 kali seminggu, intensitas sedang dan durasi 40-45 menit, selama 9-12 minggu. Pengambilan darah sebanyak 13,5 mL dilakukan sebelum program dimulai dan setelah program selesai. Darah dimasukkan ke dalam tabung berisi sitrat, K3EDTA dan tanpa antikoagulan. Plasma sitrat untuk pemeriksaan kadar t-PA dan PAI-1, darah K3EDTA untuk viskositas darah dan plasma, serta serum untuk pemeriksaan profil lipid. Penetapan kadar t-PA dan PAI-1 berdasarkan prinsip double antibody sandwich enzyme linked immuno assay (ELISA), pemeriksaan viskositas menggunakan alat viskometer Brookfield LVDV-III dengan prinsip metode rotasional, kolesterol total dan trigliserida memakai prinsip enzimatik, serta kolesterol HDL dan kolesterol LDL diukur secara langsung dengan prinsip enzimatik homogen. HASIL: Peneltian ini memberikan hasil peningkatan berrnakna t-PA (18,25%, p=0,040) dan penurunan bermakna PAI-1 (29,14%, p=0,03). Didapatkan penurunan bermakna viskositas darah (2,94%, p=0,030). Didapatkan penurunan yang tidak bermakna viskositas plasma, kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol LDL, dan didapatkan peningkatan yang tidak bermakna kolesterol HDL. KESIMPULAN: Berdasarkan hasil penelitian ini dibuktikan bahwa latihan aerobik SJS dapat menyebabkan peningkatan fibrinolisis dan penurunan viskositas darah. SARAN : Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh latihan SJS terhadap fibrinolisis, viskositas dan profil lipid dengan frekuensi latihan ditingkatkan menjadi 4-5 kali. Penelitian lanjutan juga dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh latihan aerobik terhadap faktor risiko PJK yang lain, seperti obesitas, fibrinogen dan Lp (a).
BACKGROUND: Exercise plays an important role in the prevention of coronary heart disease. Senam Jantung Sehat (SJS) programmed is an aerobic training originally created by Yayasan Jantung Indonesia, the Indonesia heart foundation. This training is suitable for healthy people and heart patients. The purpose of this study is to analyze the influence of SJS training on fibrinolysis (t-PA and PAl-1), blood viscosity and plasma viscosity, and also lipid profile (total cholesterol, triglyceride, HDL cholesterol, LDL cholesterol) in the member of Kiub Jantung Sehat (KJS). MATERIAL AND METHODS: 30 subjects consisted of 28 women and 2 men aged 40-60 years_ Subjects had performed a regular SJS training 3 times weekly, with moderate intensity, 40-45 minutes a day for 9-12 weeks. A fasting 13.5 mL arm vein blood sample was taken twice, before and after training. Blood sample was divided into citrate, K3EDTA, and without anticoagulan. Plasma citrate is fort-PA and PAM, blood and plasma in K3EDTA is for viscosity, and serum for lipid profile_ t-PA and PAI-1 was measured using the enzyme linked immuno assay (ELISA) double antibody sandwich. Blood viscosity and plasma viscosity were measured using a rotational method of Brookfield viscometer LVDV-III, lipid profile were measured using the enzymatic method (total cholesterol and triglyceride) and direct enzymatic homogenous method (HDL cholesterol and LDL cholesterol). RESULTS: There were significant increase in t-PA (18.25%, p=0.040) and significant decrease in PAI-1(29.14%, p=0.003). The blood viscosity was decreased significantly (2.94%, p=0.030). The plasma viscosity, total cholesterol, triglyceride, and LDL cholesterol were decreased but not significantly. The HDL cholesterol was increased not significantly. CONCLUSIONS: These findings demonstrated that SJS training increased fibrinolysis, and decreased the blood viscosity. SUGGESTIONS: Further study is needed to know the influence of SJS on fibrinolysis, viscosity, and lipid profile if the training performs 4 or 5 times weekly. The further investigations is also suggested to know the influence of SJS on the other risk factors like obesity, fibrinogen, or Lp(a).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulhaeriah
Abstrak :
Fatigue adalah salah satu masalah yang paling sering terjadi pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Berbagai terapi nonfarnakologi disarankan untuk mengurangi fatigue salah satunya adalah Relaxation Breathing Exercise (RBE). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas RBE pada fatigue penderita kanker ginekologi yang menjalani kemoterapi. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experiment with pre-post test control group. Sebanyak 42 pasien yang diperoleh secara consecutive berpartisipasi dalam penelitian ini, 21 dimasukkan dalam kelompok RBE 4 kali dan 21 dalam kelompok 2 kali. Skor fatigue pasien akan diukur dengan menggunakan kuesioner Piper Fatigue Scale. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Repeated-ANOVA dan Independent t-test dengan tingkat kemaknaan  < 0,01. Penelitian ini menemukan penurunan yang signifikan (p < 0,01) pada skor fatigue rata-rata di kedua kelompok (kelompok RBE 4 kali 3,29 ± 0,59 dan kelompok RBE 2 kali 4,19 ± 0,61) pada hari terakhir intervensi. Namun kelompok 4 kali RBE menunjukkan penurunan yang lebih besar dibandingkan kelompok 2 kali RBE (Selisih mean = 0,91; 99%CI = 0,41 - 1,41; p = 0,001). RBE yang dilakukan 4 kali sehari lebih efektif mengurangi fatigue pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Peran perawat diperlukan untuk membantu pasien meminimalkan fatigue yang dialami salah satunya dengan mengajarkan terapi nonfarmakologi yang efektif seperti RBE. ......Fatigue is one of the most common problem experienced by patients undergoing chemotherapy. Some non-pharmacological therapies have been suggested to alleviate the problem such as Relaxation Breathing Exercise (RBE). This research aimed to determine the effectiveness of the RBE on the fatigue suffered by gynecological cancer patients undergoing chemotherapy. This study used a quasy randomized-controlled trial with pre- and post-test design. Forty two patients were consecutively sampled, 21 were assigned to RBE four times a day group and 21 to RBE two times a day group. Fatigue score were measured every day for seven days from both groups using Piper Fatigue Scale. The data obtained were analyzed using repeated-ANOVA and independent t-test with significant level α<0.01. This study found significant decreases (p < 0.01) of mean fatigue scores on both groups (RBE four times in a day group = 3.29 ± 0.59 and RBE two times in a day group = 4.19 ± 0.61) after the completion of the intervention. However, the RBE four times a day group shown a larger decrease on fatigue score compared to the RBE two times a day group (Mean Difference = 0.91; 99%CI = 0.41 - 1.41; p=0.001). Four times RBE in a day is more effective in relieving fatigue on cancer patients undergoing chemotherapy. Nurses' role is necessary to help patients in minimizing their fatigue by guiding the patient to perform an effective non-pharmacological therapy such as the RBE.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Chondro
Abstrak :
Latar Belakang : Komunikasi antar sel otot jantung terjadi dengan bantuan protein connexin, terutama connexin43, yang merupakan protein utama penyusun gap junction pada sel otot jantung. Pada penyakit jantung yang disertai dengan hipertrofi, adanya perubahan ukuran pada jantung ini akan mempengaruhi produksi dan distribusi protein connexin43 pada sel otot jantung. Semakin besar ukuran sel, maka ekspresi connexin akan meningkat disertai dengan peningkatan distribusi connexin ke lateral. Lateralisasi connexin ini dapat mengganggu hantaran impuls listrik antar sel otot jantung. Latihan fisik erobik juga dapat mengakibatkan timbulnya adaptasi organ jantung berupa peningkatan ukuran dan kerja ventrikel kiri dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan metabolisme tubuh yang meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh keadaan hipertrofi fisiologis yang terjadi akibat latihan fisik, dalam hal ini latihan fisik erobik, terhadap produksi dan distribusi protein connexin43. Tujuan : Melihat bagaimana pengaruh latihan fisik erobik dan detraining terhadap ekspresi dan distribusi protein connexin43. Desain : Penelitian ini menggunakan studi eksperimental in vivo pada tikus. Metode : Pada jaringan jantung tikus dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat bagaimana jumlah dan distribusi dari protein connexin43 serta dilakukan perbandingan antara tikus yang tidak diberi latihan fisik dengan tikus yang diberi latihan fisik erobik dan detraining. Hasil : Pada perbandingan antara kelompok kasus dan perlakuan, terdapat perbedaan bermakna pada parameter total Cx43, Cx43 diskus interkalatus, Cx43 lateral, dan presentase Cx43 diskus interkalatus dan Cx43 lateral (p<0,05). Pada perbandingan antara kelompok kontrol, perbedaan bermakna hanya ditemukan pada perbandingan antara kelompok 8 dan 12 minggu untuk parameter total Cx43 dan jumlah Cx43 diskus interkalatus. Pada perbandingan antara kelompok perlakuan, ditemukan perbedaan bermakna untuk parameter total Cx43 pada kelompok latihan erobik 4 minggu dengan kelompok latihan erobik 4 minggu yang diikuti proses detraining 4 minggu. Kesimpulan : Latihan fisik erobik memberikan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pada perbandingan antara perlakuan, diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kelompok latihan fisik yang disertai/tidak disertai proses detrain.
Background: Communication between cardiomyocyte happens in the gap junction located on intercalated disk. In patologically hypertrophied heart, the bigger cardiomyocyte become, the more protein expressed and distributed to lateral side of cardiomyocyte. It will cause disturbance in electrical and metabolic coupling between cardiomyocyte. Aerobic training will also cause hypertrophy, especially left ventricle, because the heart has to pump more blood that carry oxygen that is needed in the cell. This research is done in order to analyze the effect of physiologically hypertropied heart, cause by aerobic training, on the expression and distribution of connexin43. Objective : To see the effect of aerobic training and detraining to the expression and distribution of connexin43 in heart. Design : This research is using experimental study on rat. Methods : Expression and distribution of connexin43 from rat's ventricle tissue is detected using immunohistochemistry then analyzed with imageJ program. The results are compared between control group and group that’s given aerobic training and detraining. Results : Significant differences in the amount of total Cx43, Cx43 in intercalated disc, lateralized Cx43, Cx43 intercalated disc percentage, and lateralized Cx43 percentage was found in all the aerobic groups compared with controls. Comparison between control groups show significant differences of total Cx43 and Cx43 in intercalated disc only between 8 weeks control and 12 weeks control group. Comparison between aerobic groups shows significant differences in amout of total Cx43 between 4 weeks aerobic training and 4 weeks aerobic training followed by 4 weeks detraining period. Conclusion : Aerobic training causes an increase in amount of total Cx43, Cx43 in intercalated disc, lateralized Cx43. The increase in the amount of Cx43 will diminish during detraining period.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William
Abstrak :
Latar Belakang: Latihan fisik aerobik telah lama diketahui memberikan pengaruh yang baik kepada tubuh dan rutin, latihan fisik aerobik yang rutin dan dalam jangka waktu lama dapat membuat jantung mengalami remodeling. Proses remodeling ini bukan hanya terjadi pada struktur tetapi juga pada kelistrikan jantung, beberapa studi menunjukkan remodeling listrik jantung yang terjadi mengakibatkan berbagai bentuk aritmia, dan belum banyak yang diketahui tentang remodeling listrik jantung setelah henti latih. Metode: Pemeriksaan EKG dilakukan pada tikus Wistar jantan yang telah menjalani latihan fisik aerobik 4 minggu,12 minggu, 4 minggu latihan fisik aerobik serta 4 minggu henti latih dan 12 minggu latihan fisik aerobik serta 4 minggu henti latih. Kecepatan lari pada tikus 20 m/menit durasi latihan 20 menit dengan interval istirahat 90 detik setiap 5 menit berlari. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk voltase dan durasi gelombang P pada semua kelompok perlakuan. Terjadi peningkatan voltase gelombang R pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu dan 12 minggu (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk voltase gelombang R pada kelompok henti latih. Terdapat pemanjangan durasi segmen dan interval PR pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu, 12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu dengan p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok henti latih untuk durasi segmen dan interval PR. Terjadi pemanjangan durasi repolarisasi ventrikel (durasi gelombang T, interval QT) pada kelompok latihan fisik aerobik 4, 12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu, p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk durasi gelombang T, interval QT pada kelompok henti latih. Terjadi penurunan frekuensi denyut jantung istirahat pada kelompok latihan fisik aerobik 4,12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik 4 minggu, p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk frekuensi denyut jantung istirahat pada kelompok henti latih. Kesimpulan: Terjadi perubahan aktivitas listrik jantung (interval QT, interval PR, durasi gelombang T dan voltase gelombang R) , perubahan frekuensi denyut jantung istirahat tikus Wistar jantan setelah latihan fisik aerobik 4 minggu dan 12 minggu. Henti latih mengembalikan perubahan aktivitas listrik jantung dan perubahan frekuensi denyut jantung istirahat tersebut.
Introduction: Aerobic training have long been known to give a good impact to body, aerobic training if been done routinely and with long period of time will make remodeling process to the heart. This remodeling process is not only occur in structure but also in heart electrical activity, several study reveal that this electrical activity cause many form of aritmia, there also evidence that structural remodeling that also cause electrical changes is a persistent process, if structural remodeling persistent process, what about electrical activity of this persistent structural remodeling, the answer to this question is less known. Methods: ECG is conducted in male Wistar rat that have completed 4 weeks, 12 weeks aerobic training, 4 weeks aerobic training with 4 weeks detraining, and 12 weeks aerobic training with 4 weeks detraining. The speed that been use is 20 m/minute with 20 minute training duration and 90 second intermitten resting interval for every 5 minute training. Results: There is no differences for P wave voltage and duration in all group. R wave voltage is increase in 4, 12 weeks aerobic training group (p<0.05). There is no significant differences for R wave voltage in detraining group. PR segment and interval is prolonged in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for PR segment and interval in detraining group. Ventricular repolarization time (T wave duration, QT interval) is prolonged in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for T wave duration dan QT interval in detraining group. Resting heart rate is lower in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for resting heart rate in detraining group. Conclusion: Male Wistar rat heart electrical activity (QT interval, PR interval, T wave duration time and R wave voltage) and resting heart rate change after 4 weeks and 12 weeks aerobic training. Detraining restore that changes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarwoto
Abstrak :
Slow deep breathing (SDB) merupakan teknik pernapasan dengan frekuensi bernapas kurang dari 10 kali permenit dan fase inhalasi yang panjang. Latihan slow deep breathing dapat meningkatkan suplai oksigen ke otak dan dapat menurunkan metabolisme otak sehingga kebutuhan oksigen otak menurun. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh latihan SDB terhadap nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen pre post test dengan kelompok kontrol terhadap 21 responden kelompok intervensi dan 21 responden kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan tindakan SDB pada hari pertama 3 kali dan pada hari kedua 1 kali masing-masing selama 15 menit. Hasil penelitian diperoleh ada perbedaan yang bermakna rerata intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan latihan SDB (p=0,000, α = 0,05. Terdapat hubungan jenis kelamin dengan intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan (p= 0,046), tetapi tidak ada hubungan antara usia dan suku responden terhadap intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan (berturut-turut p= 0,079 dan p=0,834; α = 0,05). Rekomendasi hasil penelitian ini adalah SDB dapat diterapkan sebagai intervensi keperawatan dengan nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan. ......Slow deep breathing (SDB) is a breathing technique with breathing frequency of less than 10 times per minute and a long phase of inhalation. Slow Deep Breathing exercises relaxation can increase the supply of oxygen to the brain and may decrease the metabolism of the brain so the brain needs of oxygen will decrease. The purpose of this study to determine the effect of SDB relaxation of headache in patients with acute mild head injury. The study design was quasiexperimental pre-post test with a control group of 21 respondents intervention group and control group. The intervention group is given SDB intervention on the first day 3 times and on the second day of rehearsals SDB 1 each for 15 minutes. The results obtained there are significant differences in mean intensity of headache pain in patients with acute mild head injury between the intervention group and control group after exercise SDB (p= 0.000; α = 0.05). There is a relationship of sex with pain intensity in patients with acute head injury lightheadedness (p= 0.046), but there was no association between respondent?s age and ras with the intensity of acute headache in patients with mild head injury (perspectively p = 0,079 and p=0,834; α = 0,05). Recommendation of this study is SDB can be applied as a nursing intervention with acute headache in patients with mild head injury.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Srimukti Suhartini
Abstrak :
ABSTRAK
Pertambahan usia dengan pola hidup sedenter akan meningkatkan radikal bebas yang menyebabkan disfungsi mitokondria dan pemendekan telomer secara progresif. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa latihan aerobik intensitas sedang sangat direkomendasikan pada lansia karena mampu memperbaiki kerusakan oksidatif sel yang akan meningkatkan kebugaran serta memperpanjang masa hidup lansia. Penelitian bertujuan mengkaji peningkatan kadar telomerase, aktivitas GPx, kadar TBARS dan VO2maks sebagai penanda perbaikan fungsi sel dan sistem kardiorespirasi akibat latihan aerobik intensitas sedang selama 12 minggu pada perempuan lansia.Penelitian community trial control group pre test post test design dengan subjek lansia perempuan sedenter. Total subjek adalah 73 37 orang kelompok perlakuan dan 36 orang kelompok kontrol dipilih secara consecutive. Kemudian diambil subsampel berpasangan untuk pemeriksaan aktivitas GPx dan kadar TBARS. Subjek melakukan latihan aerobik intensitas sedang selama 12 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu, intensitas latihan 50 ndash;85 denyut nadi maksimal, 30 menit per sesi latihan dan jenis latihan berjalan. Pemeriksaan kadar telomerase, kadar NOx plasma dan aktivitas GPx menggunakan metode ELISA. Kadar TBARS menggunakan metode Wills, sedangkan prediksi VO2maks menggunakan uji latih 6 menit. Data diolah menggunakan uji t tidak berpasangan/uji Mann Whitney untuk melihat perbedaan rerata, uji Repeated ANOVA/Uji Friedmann untuk melihat perbedaan kemaknaan antar kelompok dan Uji Pearson/Spearman untuk melihat korelasi antar data.Kadar telomerase, prediksi VO2maks dan aktivitas GPx meningkat bermakna p < 0,05 , sedangkan kadar TBARS cenderung terjadi penurunan p < 0,05 pada minggu ke-12 latihan. Penurunan kadar NOx plasma ditemukan lebih kecil pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Kadar telomerase berkorelasi positif dengan prediksi VO2maks dan aktivitas GPx serta berkorelasi negatif dengan TBARS. Pada penelitian ini perbaikan fungsi sel terjadi lebih dahulu melalui peningkatan kadar telomerase yang disertai peningkatan prediksi VO2maks terlihat pada minggu ke-6 latihan, selanjutnya terjadi perbaikan sistem sirkulasi TDS dan DN diikuti peningkatan prediksi VO2maks pada minggu ke-12 latihan menandakan bahwa latihan aerobik intensitas sedang jenis berjalan selama 12 minggu telah cukup mampu memperbaiki fungsi sel maupun sistem kardiorespirasi pada lansia. Kata Kunci: Latihan Aerobik Intensitas Sedang, NOx Plasma, Penuaan, Stres oksidatif, TBARS, Telomer, Telomerase, VO2maks.
ABSTRACT
Increasing age in elderly with a sedentary lifestyle leads to increasing free radicals. Thus it causes mitochondrial dysfunction and progressive telomere shortening. The previous study suggested that moderate-intensity aerobic exercise is highly recommended in the elderly people as it can repair cell oxidative damage. It improves the elderly people rsquo;s fitness and prolongs their life. This study aimed to assess increased telomerase levels, GPx activity, TBARS level and VO2max as a marker of the function of cell and cardiorespiratory system repair due to moderate intensity aerobic exercise for 12 weeks.This study was a community trial control group pre test post test design involved 73 volunter elderly women who are divided in two group: 37 subject experimental group and 36 subject control group. Each subject was selected based on consecutively inclusion and exclusion criteria . Then the paired subsample was taken before conducting a test on GPx activity and TBARS levels. Subjects performed the moderate-intensity aerobic exercise for 12 weeks with frequency three times a week, exercise intensity 50 ndash;85 of maximum pulse rate, 30 minutes per session, and type of walking exercise. Assessment of telomerase levels, plasma NOx levels, and GPx activity used ELISA method. The TBARS levels assessment applied the Wills method and the predicted VO2max using the 6-minute walked test. The data were analyzed using an unpaired t-test or Mann Whitney test to observe the mean difference, repeated ANOVA/Friedmann test to view the significant difference among the groups, and Pearson/Spearman test to find out the data correlation.Telomerase levels, predicted VO2max, GPx activity increased significantly p < 0,05 and TBARS levels tended to decrease at week 12 of exercise. Reduced plasma NOx levels were found to be smaller in the treatment group than in the control group. Telomerase levels positively correlated with predicted VO2max and GPx activity. On the other hand, telomerase levels negatively correlated with TBARS levels. The improvement of the function of cell occurs first through increased telomerase level accompanied by an increase predicted VO2max at week 6 of exercise, subsequent improvement of circulation system SBP and HR followed by an increase predicted VO2maks at weeks 12 of exercise. Moderate intensity aerobic exercise walking has been sufficient to improve the function of cell and cardiorespiratory system in elderly.Keywords: Aging, Moderate-intensity aerobic exercise, NOx Plasma, Oxidative stress, TBARS levels, Telomere, Telomerase, VO2max.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>