Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syaharani Martiza Hakim
"Latar belakang: Pasien percaya bahwa herbal memiliki efek samping yang minimal, berbeda dengan obat acarbose yang memiliki efek samping pada sistem pencernaan. Sebagai negara yang kaya akan tanaman herbal, tanaman Mimba dapat menjadi salah satu alternatif pengendalian glikemik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji kandungan fitokimia, aktivitas antioksidan dan aktivitas penghambatan α-glukosidase ekstrak Azadirachta indica A. Juss menggunakan 3 pelarut sebagai pembanding yaitu etanol, etil asetat, dan n-heksana. Metode: Penelitian menggunakan 4 kelompok sampel yaitu ekstrak etanol daun mimba, ekstrak etil asetat daun mimba, ekstrak heksana daun mimba, dan akarbosa sebagai kontrol positif. Hasil: Ekstrak etanol, etil asetat dan n-heksana Azadirachta indica A. Juss mengandung fitokimia flavonoid, alkaloid dan steroid. Nilai IC50 aktivitas antioksidan Azadirachta indica A. Juss untuk ekstrak etanol sebesar 78,818 ppm, ekstrak etil asetat 121,069 ppm, dan n-heksana 354,475 ppm. Nilai IC50 penghambatan enzim α-glukosidase untuk ekstrak etanol sebesar 14,429 ppm, ekstrak etil asetat 89,778 ppm, ekstrak n-heksan 152, 263 ppm. Kesimpulan: Ekstrak etanol mempunyai daya hambat paling tinggi dibandingkan ekstrak etil asetat dan n-heksana. Kandungan flavonoid, alkaloid, dan steroid pada ekstrak Azadirachta indica A. Juss berpotensi menjadi alternatif pengendalian glikemik dengan mekanisme inhibitor α-glukosidase.
......
Introduction: Patients believe that herbs have minimal side effects, unlike the drug acarbose which has side effects on the digestive system. As a country rich in herbal plants, neem plant can be an alternative for glycemic control. Therefore, this study aims to test the phytochemical content, antioxidant activity and α-glucosidase inhibitory activity of Azadirachta indica A. Juss extract using 3 solvents as a comparison, ethanol, ethyl acetate, and n-hexane. Methods: The research used 4 groups of samples, namely neem leaves ethanol extract, neem leaves ethyl acetate extract, neem leaves hexane extract, and acarbose as a positive control. Results:The ethanol, ethyl acetate and n-hexane extracts of Azadirachta indica A. Juss contained flavonoid, alkaloid and steroid phytochemicals. The IC50 values of antioxidant activity from Azadirachta indica A. Juss for ethanol extract was 78,818 ppm, ethyl acetate extract 121,069 ppm, and n-hexane 354,475 ppm. The IC50 value of α-glucosidase enzyme inhibition for ethanol extract was 14,429 ppm, ethyl acetate extract 89,778 ppm, n-hexane extract 152, 263 ppm. Conclusion: Ethanol extract had the highest inhibitory ability compared to ethyl acetate and n-hexane extracts. The flavonoid, alkaloid, and steroid content in Azadirachta indica A. Juss extract makes it potential for alternative glycemic control with α-glucosidase inhibitor mechanism."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Megayanti
"ABSTRAK
Diabetes self care DSC merupakan bagian dari pengelolaan diabetes. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa hubungan DSC dengan score PEDIS dan kontrol glikemik pasien DM. Penelitian ini merupakan cross sectional studi yang melibatkan 106 pasien. Statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara DSC dengan score PEDIS p 0,0005 dengan korelasi kuat r -0,74 dan kontrol glikemik p 0,0005 dengan korelasi sedang 0,45 . Hasil Regresi menunjukkan DSC berhubungan dengan score PEDIS setelah dikontrol variabel jenis pekerjaan dan lama terdiagnosis DM. DSC berhubungan dengan kontrol glikemik setelah dikontrol jenis pekerjaan dan jenis OAD. Perawat dapat menggunakan DSC sebagai indikator score PEDIS dan kontrol glikemik pasien

ABSTRACT
Diabetes self care DSC is an integrated part in diabetes management. The aim of this study was to analyze the correlation between DSC with PEDIS score and glycemic control in diabetes patients. This study applied a cross sectional design, involving 106 patients. Statistics showed a significant association between DSC and PEDIS score p 0.0005 with a strong correlation r 0.74 and glycemic control p 0.0005 with a moderate correlation 0.451 . The regression test showed that the DSC was associated with the PEDIS score after controlled with the variable of occupations and duration of having diabetes. DSC associated with the glycemic control after controlled with occupation and type of anti diabetics agent. Nurses may consider patient rsquo s diabetes self care score as an indicator of the PEDIS score and the glycemic control. "
2017
T48516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Dian Permana
"Latar Belakang. Hanya sepertiga pasien DM tipe 2 yang mencapai target HbA1c yang diharapkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa health coaching terbukti mampu menurunkan kadar HbA1c secara bermakna, namun belum banyak diketahui pengaruh health coaching dalam jangka panjang setelah coaching dihentikan.
Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi dan health coaching dalam perbaikan kendali glikemik jangka panjang pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di pusat kesehatan nasional tersier.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional lanjutan dari 6 bulan RCT yang dilaksanakan di dua pusat kesehatan nasional tersier untuk membandingkan kombinasi edukasi dan health coaching dengan edukasi saja
pada pasien DM tipe 2 dengan diabetes yang tidak terkontrol. Subjek penelitian diikuti pada bulan ke-6 dan ke-18 dari RCT awal. Keluaran primer adalah beda rerata HbA1c antar kedua kelompok, dan keluaran sekunder adalah beda proporsi subjek yang mengalami penurunan HbA1c ≥1% dari baseline dan beda proporsi subjek yang mencapai target HbA1c <7%. Analisis data menggunakan uji-T independen dan uji Chi-square.
Hasil. Penelitian ini berhasil mengumpulkan 42 dari 60 subjek (70%) yang mengikuti penelitian hingga bulan ke-18. Tidak ada perbedaan yang bermakna rerata HbA1c antara kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol (8,70
[±2,00] vs 9,02 [±1,71], p=0,334); dengan rerata HbA1c yang meningkat secara bermakna jika dibandingkan dengan rerata HbA1c bulan ke-6 (8,70 [±2,00] vs 7,83 [±1,80], p=0,016). Keluaran sekunder didapatkan perbedaan yang bermakna
proporsi subjek yang mengalami penurunan kadar HbA1c ≥1% antara kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol (41,4% [n=12] vs 10,3% [n=3], p=0,015); serta tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi subjek yang mencapai target HbA1c <7% (13,8% [n=4] vs 6,9% [n=2], p=0,670).
Kesimpulan. Health coaching tidak mampu mempertahankan perbaikan kendali glikemik pada pasien DM tipe 2 untuk jangka panjang jika coaching dihentikan, diperlukan pemberian coaching ulang agar perbaikan kendali glikemik dapat menetap.
......Background. Only one-third of type 2 DM patients achieved the expected HbA1c
target. Several studies have shown that health coaching has been shown to be able
to significantly reduce HbA1c levels, but it is not widely known the effects of
long-term health coaching after coaching is stopped.
Aim. This study was to determine the effect of education and health coaching in
improving long-term glycemic control in outpatients with type 2 diabetes at a
tertiary national health center.
Method. This study is a follow-up observational study of 6 months RCT
conducted in two tertiary national health centers to compare the combination of
education and health coaching with education alone in type 2 diabetes mellitus
patients with uncontrolled diabetes. Study subjects were followed at 6 and 18
months of baseline RCT. The primary outcome was the difference in the mean
HbA1c between the two groups, and the secondary outcome was the difference in
the proportion of subjects who experienced a decrease in HbA1c ≥1% from
baseline and the difference in the proportion of subjects who achieved the HbA1c
target <7%. Data analysis used independent T-test and Chi-square test.
Result. This study managed to collect 42 out of 60 subjects (70%) who attended
the study until the 18th month. There was no significant difference in the mean
HbA1c between the intervention group and the control group (8.70 [± 2.00] vs
9.02 [± 1.71], p = 0.334); with the mean HbA1c which increased significantly
when compared with the mean HbA1c at 6 months (8.70 [± 2.00] vs 7.83 [± 1.80],
p = 0.016). Secondary outcomes showed a significant difference in the proportion
of subjects who experienced a decrease in HbA1c levels ≥1% between the
intervention group and the control group (41.4% [n = 12] vs 10.3% [n = 3], p =
0.015); and there was no significant difference in the proportion of subjects who achieved the HbA1c target <7% (13.8% [n = 4] vs 6.9% [n = 2], p = 0.670).
Conclusion. Health coaching is unable to maintain improved glycemic control in type 2 DM patients for the long term when coaching is stopped, re-coaching is needed so that improved glycemic control can persist."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2019
610 JKI 22:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Naldo Sofian
"Latar Belakang
Peningkatan kasus diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan berbagai komplikasinya memberikan dampak gangguan fungsional seseorang dalam bentuk gangguan kognitif dan kapasitas fisik. Keduanya masih reversibel dan baru diketahui berhubungan sehingga disebut sebagai PhysioCognitive Decline Syndrome (PCDS). Kondisi PCDS baru dipelajari pada lansia dan belum spesifik pada penyandang DMT2.
Tujuan
Mengetahui korelasi antara kendali glikemik dengan komponen physiocognitive decline syndrome pada penyandang DMT2 dewasa usia pertengahan.
Metode
Studi potong lintang menggunakan consecutive sampling dari pasien di poliklinik metabolik endokrin dan poli jantung terpadu sejak Januari 202-November 2022. Subjek DMT2 berusia 40-59 tahun diinklusi. Pemeriksaan kekuatan genggam tangan, dan kecepatan berjalan 6-meter diperiksakan di ruangan standar. MoCA-Ina dilakukan oleh dokter yang telah dilatih. Data HbA1c subjek yang diperiksa adalah HbA1c 3 bulan terakhir. Analisis korelasi Pearson’s atau Spearman’s pada SPSS 20.0 dilakukan sesuai sebaran data.
Hasil
Sebanyak 133 subjek telah dianalisis. Usia median mencapai 53 tahun dengan proporsi laki-laki dan perempuan serta komplikasi pada masing-masing kateori kendali glikemik (batas HbA1c 7,0%) serupa. Subjek didominasi dengan pendidikan SMA dan Sarjana/Diploma. Median durasi terdiagnosisnya diabetes melitus mencapai 7 tahun dengan HbA1c median 7.6%. Nilai MoCA-Ina pada subjek mencapai nilai median 24 dengan kecepatan berjalan rerata 1.02 + 0.23 m/detik dan median kekuatan genggam tangan 24 kg. Terdapat korelasi bermakna hanya pada HbA1c dengan kekutan genggam tangan (r = -0.24, R2 = 0.06, p value <0.01), terutama pada perempuan
Kesimpulan
Terdapat korelasi bermakna antara kendali glikemik dan kekuatan genggam tangan.
......Background
Increasing cases of type 2 diabetes melitus (T2DM) including its complication have caused functional dysfunction consisted of cognitive decline and physical incapacity. Both cognitive decline and physical incapacity had been just known to be reversible and related to each other, so it is termed as PhysioCognitive Decline Syndrome (PCDS). However, it had been just evaluated in geriatric and not specific to T2DM patient.
Aim
To investigate the correlation between glycaemic correlation and component of physiocognitive decline syndrome in middle-aged adult with T2DM.
Methods
A cross sectional study with consecutive sampling in our metabolic and endocrine clinic and integrated heart centre in January 2021-November 2022 had been conducted. Inclusion criteria was 40-59 years old subjects with T2DM. Measurement of HbA1c in the last 3 month were analysed, while hand grip strength and gait speed were done in standard room. MoCA-Ina had been conducted by trained doctor. Correlation analysis using Pearson’s or Spearman’s in SPSS 20.0 was done according to data distribution.
Result
133 subjects were analysed. Median age was 53 years old with both sex and complication within each glycaemic control category (HbA1c 7,0% cut off) were similar. Subjects were dominated by high school and undergraduate/diploma education level. Most subjects were diagnosed in up to 7 years of T2DM. Median of HbA1c levels in our study was 7.6%. MoCA-Ina score was 24 in median with mean of gait speed was 1.02 + 0.23 m/s. Our median for hand grip was 24 kg. Significant correlation was only found in relationship of HbA1c and hand grip strength (r = -0.24, R2 = 0.06, p value <0.01).
Conclusion
There was significant correlation between glycaemic control and hand grip strength."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Maulidina Sari
"Prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 cenderung meningkat setiap tahunnya serta menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Indonesia. Kontrol glikemik harus dilaksanakan oleh penderita DM untuk menghindari timbulnya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan keberhasilan kontrol glikemik pada pasien DM. Studi cross ndash; sectional dilakukan pada 57 pasien DM yang berobat di Rumah Sakit Husada Jakarta pada tahun 2015. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk banyak ditemukan pada kelompok pasien usia 50-64 tahun, perempuan, durasi penyakit.
......Prevalence of Diabetes Mellitus Type 2 tends to increase every year and causing high morbidity and mortality in Indonesia. Glycemic control should be carried out by people with diabetes to avoid the onset of complications. This study aims to determine the factors that related to the success of glycemic control in T2DM patients. A cross sectional study conducted on 57 patients with T2DM who seek treatment at Husada Hospital Jakarta in 2015. This study showed that T2DM patients with poor glycemic control are found in the group of patients aged 50 64 years, women, disease duration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brama Ihsan Sazli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Puasa selama bulan Ramadhan adalah perubahan dalam gaya hidup untuk periode sebulan penuh yang rutin tiap tahunnya. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya perubahan biokimia tubuh saat berpuasa baik pada pasien diabetes dan juga nondiabetes yang dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Tujuan: Menilai pengaruh berpuasa selama Ramadhan terhadap perubahan kontrol glikemia, kadar Fetuin A, dan TNF-α dibandingkan sebelum dan sesudah puasa Ramadhan
Metode: Penelitian prospektif terhadap dua kelompok (diabetes dan non diabetes). Parameter kontrol glikemik, Fetuin A, dan TNF-α diukur 2-4 minggu sebelum berpuasa Ramadhan, minimal 14 hari puasa Ramadhan dan 4 minggu setelah puasa Ramadhan.
Hasil: Puasa Ramadhan menurunkan glukosa darah puasa (GDP) secara signifikan pada kelompok Diabetes (D) (p=0,013) dan pada kelompok Non Diabetes (ND) (p=0,047), sedangkan serum Fetuin A turun tidak signifikan pada kelompok D (p=0,217) dan secara signifikan pada kelompok ND (p=0,009). Dan tidak ada perubahan yang signifikan kadar TNF-α pada kedua kelompok dibandingkan sebelum puasa Ramadhan (p=0,248, p=0,789). Pada 4 minggu setelah puasa Ramadhan,GDP kembali ke nilai yang tidak berbeda dari nilai dasar pada kedua kelompok, sementara Fetuin A secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes (p=0,039) dan TNF-α lebih rendah secara signifikan pada kelompok ND (p=0,042) dari dari nilai dasar.
Kesimpulan: Puasa selama Ramadahan memperbaiki kontrol glikemia pada kedua kelompok. Puasa Ramadhan juga mampu menurunkan nilai Fetuin A pada kedua kelompok, dan TNF-α pada kelompok ND

ABSTRACT
Background: Fasting during Ramadan is a anually change in lifestyle for the period of a lunar month. Numerous studies have mentioned the biochemical alterations while fasting among both in nondiabetic patients and diabetic patients which can affect glucose metabolism and insulin sensitivity.
Objective: to assess the impact of fasting during Ramadan on glycemic control, Fetuin A l, and TNF-a compared to before and after Ramadhan fasting
Methods: Prospective Study of diabetic patients (D group) and non-diabetic subjects (ND group). Parameters of glycemic control, Fetuin A, and TNF-a were measured 2-4 weeks before Ramadan fasting, at least 14 days of Ramadan fasting and 4 weeks after Ramadan fasting.
Results: Ramadan fasting reduced fasting blood glucose (FBG) significantly in D groups (p=0,013) and in the (ND) groups (p=0,047) , respectively, serum Fetuin A were lowered insignificantly in D groups (p=0,217) dan significantly in ND groups (p=0,009). And no significant differences of TNF-α level ini both group compared to before Ramadhan fasting (p=0,248, p=0,789). At 4 weeks post-Ramadhan fasting FBG returned to levels indistinguishable from their baseline values in both groups, while Fetuin A was maintained significantly lower in D groups (p=0,039) and TNF-α significantly lower in ND groups (p=0,042) from their baseline.
Conclusions: Fasting during Ramadan improves glycemic control in both groups, Ramadan fasting was also able to reduce Fetuin A level in both groups, and TNF-α in the ND group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Noviana Sari
"ABSTRAK
Nasi putih merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia yang memiliki indeks glikemik tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan anjuran diet untuk mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah. Oleh karena itu, diperlukannya pengetahuan mengenai indeks glikemik bagi pasien diabetes melitus. Penelitian ini metode studi analisis korelasi dengan desain cross-sectional menggunakan teknik cluster random sampling. Sebanyak 106 subjek dari sebelas kecamatan di Kota Depok. Hasil penelitian ini dengan analisis uji chi square menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan indeks glikemik dengan kesesuaian diet pada pasien diabetes melitus p=0,082, ?=0,05 . Banyak faktor lain yang memengaruhi kesesuaian diet, selain pengetahuan. Tetapi, informasi mengenai indeks glikemik dan diet diabetes mellitus tetap dianggap penting dan perlu adanya edukasi bagi pasien.

ABSTRACT
White rice is the Indonesians staple food which has a high glycemic index. This is contrary to the diabetes mellitus dietary recommendations of eating a low glycemic index food. Therefore, it is necessary to understand glycemic index knowledge for diabetes mellitus patients. This study applied a correlation analysis method with a cross sectional using a cluster random sampling technique. One hundred six subjects were selected from eleven sub districts in Depok City. The data were analyzed using a chi square test. The result showed that there was no correlation between knowledge of glycemic index and diabetes mellitus patients diet p 0.082, 0.05 . Beside the knowledge, many factors affect the diet. However, information on the glycemic index and diabetes mellitus diet remains important and needs to be delivered for diabetic patients. "
2017
S69814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novanza Rayhan Natasaputra
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) disandang oleh 10,7 juta orang di Indonesia dan menjadi tiga besar penyakit tidak menular penyebab kematian. Sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi yang diawali oleh kontrol glikemik kadar HbA1c yang tidak adekuat, dan diasosiasikan dengan aspek multifaktorial seperti karakteristik sosiodemografi maupun perilaku individu dalam merawat diri—Self-Care Behaviour. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat kontrol glikemik pada penyandang DMT2 dengan karakteristik sosiodemografi dan perilaku self-care yang dimiliki. Metode: Studi ini menggunakan desain potong-lintang terhadap data sekunder yang dikumpulkan sebelumnya pada Kohor Penyakit Tidak Menular Bogor 2021. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner Self-Care Behaviour yang divalidasi dalam bahasa Indonesia, pengukuran kadar HbA1c serta karakteristik penyandang. Populasi studi adalah penyandang DMT2 di lima fasilitas kesehatan primer di Kota Bogor. Sampel dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan perhitungan odds ratio. Hasil: Analisis dilakukan pada 237 responden, terdiri atas 90 responden kelompok usia lansia (38%) dan 147 dewasa (62%). Jenis kelamin responden didominasi perempuan sebanyak 171 responden (72,2%) dan 66 responden laki-laki (27,8%). Sebanyak 149 responden (62,9%) memiliki skor Self-Care Behaviour yang baik. Sejumlah 134 responden (56,6%) memiliki kadar HbA1c yang terkontrol. Empat dari tujuh komponen Self-Care Behaviour—pengetahuan, motivasi, dukungan, dan efikasi—berhubungan dengan kontrol glikemik (p<0,001). Efikasi menjadi prediktor kadar HbA1c terkontrol paling kuat (Odds ratio [OR]: 9,7; 95% Confidence Interval [CI] 5,27–17,67). Skor keseluruhan Self-Care Behaviour yang baik meningkatkan probabilitas kadar HbA1c terkontrol 9,1 kali (95% CI 4,94–16,7) dibanding skor kurang baik. Komponen komunikasi, sikap, dan pembiayaan tidak memiliki hubungan signifikan. Tingkat pendidikan dan riwayat DMT2 di keluarga berhubungan dengan tingkat keseluruhan Self-Care Behaviour dan dengan kontrol kadar HbA1c. Kesimpulan: Aspek perilaku self-care pada penyandang DMT2 mempunyai dampak substansial dan signifikan terhadap kontrol glikemik yang dimiliki penyandang.
......Introduction: Type 2 diabetes mellitus (T2DM) affects 10.7 million individuals in Indonesia and ranks among the top three non-communicable diseases leading to death. Most of mortality result from complications initiated by inadequate glycemic control, associated with multifactorial aspects such as sociodemographic characteristics and individual self-care behaviour. This study aims to explore the relationship between glycemic control levels in individuals with T2DM and their sociodemographic characteristics and self-care behavior. Method: This study is a cross-sectional study utilizing previously collected secondary data from the Non-Communicable Disease Cohort in Bogor 2021 Data were collected using a validated Self-Care Behaviour questionnaire in Bahasa Indonesia, along with primary data of HbA1c levels and respondent socio-characteristics. The study population consisted of individuals with T2DM from five primary healthcare facilities in Bogor city. The samples were analyzed using Chi-Square test and risk calculation. Result: The research analysis included 237 respondents, consisting of 90 elderly (38%) and 147 adults respondents (62%). The respondents were predominantly female, with 171 respondents (72.2%) compared to 66 male respondants (27.8%). A total of 149 respondents (62.9%) exhibited good Self-Care Behaviour scores. Approximately 134 respondents (56.6%) maintained controlled HbA1c levels. Four out of seven Self-Care Behaviour components—knowledge, motivation, support, and efficacy—were associated with glycemic control (p<0.001). Efficacy identified as the most influential predictor for controlled HbA1c levels (odds ratio [OR]: 9.7, 95% Confidence Interval [CI] 5.27–17.67). An overall good Self-Care Behaviour score is associated with a 9.1-fold increased probability of achieving controlled HbA1c levels (95% CI 4.94–16.7) compared to group with poor score. Self-Care Behaviour components of communication, attitude, and financing were not signicifantly associated. Education level and a family history of T2DM were associated with overall Self-Care Behaviour and with HbA1c control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library