Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Masalah prostitusi, menurut penulis artikel ini, senantiasa mengundang perdebatan. Dalam konteks krimonologi, prostitusi sering dipandang sebagai kejahatan tanpa korban, atau "victimless crime". Namun, Topo senantiasa mepertanyakan apakah memang benar pemahamannya demikian. Di Indonesia, masalah prostitusi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 296). Penulis mengharapkan agara ancaman hukuman bagi pelaku prostitusi diperberat lagi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional yang akan datang.
Hukum dan Pembangunan Vol. 26 No. 4 Agustus 1996 : 325-333, 1996
HUPE-26-4-Agt1996-325
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Melly Kosasih
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini berjudul "Pergeseran nilai yang dialami oleh generasi muda Amerika Serikat yang terlibat dalam Perang Dunia I, seperti tercermin dalam novel-novel karya John Dos Passos, E.E. Cummings dan Ernest Hemingway." Adapun novel-novel yang dimaksud adalah One Man's Initiation: 1917 dan Three Soldiers karya John Dos Passos, The Enormous Room karya E.E. Cummings, dan The Sun Also Rises dan A Farewell to Arms karya Ernest Hemingway. Ketiga pengarang ini termasuk ke dalam periode yang sama dalam Kesusasteraan Amerika, yaitu periode setelah Perang Dunia I atau yang dikenal dengan Periode 1920-an (The Twenties). Ketiganya mempunyai pengalaman yang sama ikut terlibat dalam Perang Dunia I sebagai anggota unit ambulans Amerika di Eropa. Setelah upaya damai yang dilakukan oleh Amerika terhadap tindakan Jerman gagal, Amerika akhirnya masuk ke dalam ajang Perang Dunia I terhitung tanggal 6 April 1917. Slogan perang Presiden Wilson pada saat itu adalah bahwa dunia harus dibuat aman bagi demokrasi (Smith, 1985: 518). Kemenangan pihak Jerman akan mengancam demokrasi di seluruh dunia. Kongres memberlakukan Selective Service Acts untuk membentuk bala bantuan bagi Eropa. Tiga juta wajib militer dan dua juta sukarelawan merupakan kekuatan Amerika di Eropa. Di medan perang, para pemuda Amerika tiba-tiba dihadapkan pada keadaan yang jauh berbeda dari bayangan mereka: mereka mengalami ketakutan yang demikian besar dan tidak dapat mengerti akan tujuan dari operasi yang mereka lakukan. Idealisme perang hilang, dan patriotisme memudar dengan dilakukannya desersi. Demikian pula setelah perang usai, mereka menunjukkan perilaku yang kontras dengan nilai budaya tradisional Amerika. Mereka banyak yang tinggal di Paris, menjalani hidup berkelompok. Pesimisme melanda mereka. Pandangan mereka tentang perang dan negara mereka pun jauh berbeda dari generasi yang mendahului mereka. Masalah pergeseran nilai ini merupakan salah satu fenomena yang menonjol pada jamannya dan sangat menarik untuk dikaji. Mengapa generasi muda Amerika yang terlibat dalam Perang Dunia I mengalami pergeseran nilai? Situasi dan kondisi seperti apakah yang mendasari terjadinya pergeseran nilai tersebut? Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan-bahwa yang menjadi pokok masalah dalam penulisan ini adalah dampak keterlibatan generasi muda Amerika dalam Perang Dunia I terhadap pelestarian nilai tradisional Amerika. Nilai tradisional yang akan dibahas di sini adalah nilai yang berhubungan dengan peperangan. Adapun nilai yang dimaksud adalah idealisme perang, patriotisme, dan optimisme. Karena pergeseran nilai ditunjukkan oleh adanya perubahan sikap terhadap perang dan nilai-nilai terkait, dalam menganalisis data saya akan membahas sikap masing-masing tokoh dalam menghadapi situasi, kejadian dan masalah yang menyangkut peperangan, serta menelaah faktor yang menyebabkan timbulnya sikap tersebut dalam diri mereka.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Betty Ithaomas
Abstrak :
ABSTRAK
Pemberian kesaksian adalah hal penting yang harus diiakukan, karena mempakan salah satu upaya untuk menegakkan proses huknun, meskipun proses pembezian kesaksian tersebut penuh resiko. Oleh karena itu, kebutuhan atas perlindungan dan dukungan bagi saksi maupun korban merupakan prioritas utama yang tidak bisa ditawar lagi. Pemerintah Indonesia pun memandang perlu untuk membuat sebuah peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai perlindungan saksi dan korban. Untuk mengakomodir hal tersebut, UU Nomor 13 Tahun 2006 tentaug Perlindungan Saksi dan Korban disahkan. Dalam UU ini, lcmbaga yang bertanggung j awab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, disingkat LPSK. Sebagai Iembaga yang diamanatkan oleh Undang-Undang untuk memberikan perlindungan dan bantuan, LPSK membutuhkan kerjasama dan koordinasi dengan lembaga negara lainnya. Dengan demikian, keberadaan LPSK, khususnya terkait kedudukan dan peran LPSK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pcrlu dicermati, begitu juga hubungan LPSK dengan lembaga negara lainnya. Selain itu, UU ini masih memiliki kelemahan-kelemahan, yakni dalam konteks kelembagaan, kewenangan tcrkait substansi penjabaran dari tugas dan fungsi LPSK, dan hubungan/koordinas antar lembaga (terutama dengan lembaga penegak hukum) dalarn mclaksanakan perlindungan. Meskipun demikian, UU ini merupakan suatu langkah besar dalam upaya pembaharuan hukum di Indonesia dan sebagai pondasi perlindmmgan saksi dan korban dalam ranah peradilan pidana di Indonesia. ยป ' Kata kunci : lembaga negara, lembaga perlindungan saksi dan korban.
ABSTRACT
aw, although the process of giving testimony is usually full of risks. Therefore, the need for protection and support for witnesses and victims is a priority that could not be negotiated. The Indonesian government also considers the need to create an Act, that specifically concerning the protection of witnesses and victims. In response to this need, the Act No. 13 of 2006 on Protection of Witnesses and Victims was endorsed. In this Act, the agency responsible for dealing with protection and assistance is the Witness and Victims Protection Agency (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban/LPSK). As the agency mandated by the Act to provide protection and assistance, the Agency requires cooperation and coordination with other state agencies. Thus, the existence of the Agency, particularly related to its status and role in the state system of Indonesia should be observed, as well as its relationship with other state agencies. Moreover, this Act does still have Weaknesses, such as in the context of institutional, the authority concerning the substance of the elaboration ofthe duties and functions of Agency, and the relationship/coordination between agencies (particularly with law enforcement agencies) in implementing the protection. Nonetheless, this Act, contently, is a major step forward in iaw reform efforts in Indonesia and as the foundation of the protection of witnesses and victims in the reahn of criminal justice Lndonesia,
2012
T31736
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Euis Magdalena
Abstrak :
Pada saat ini, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak semakin lama semakin meningkat, baik kekerasan seksual, kekerasan anak, maupun kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan data Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, dilaporkan bahwa dari 24 juta perempuan atau 11,4% dari 217 juta penduduk Indonesia pernah mengalami kekerasan. Kekerasan anak di Indonesia berdasarkan Laporan YKAI, selama tahun 1992-2002 mencatat 2.611 kasus (65,8%). Unit PPT RS POLRI Kramat Jati mencatat telah terjadi peningkatan jumlah kasus korban kekerasan, yaitu dari 127 kasus pada tahun 2002-2003 meningkat menjadi 232 kasus pada tahun 2004, dan sampai bulan Agustus 2005 terjadi peningkatan menjadi 569 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak yang melapor di Unit PPT RS POLRI Kramat Jati serta adanya hubungan karakteristik korban kekerasan dengan jenis kekerasan di Unit PPT RS POLRI. Penelitian dilakukan di Unit PPT RS POLRI. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan melakukan uji statistik terhadap karakteristik pasien, kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik korban kekerasan yang datang di Unit PPT RS POLRI sebagian besar berumur kurang dari 18 tahun (52,1%), berjenis kelamin perempuan (92,1%), berdomisili di daerah Jakarta Timur (58,1%), dan mempunyai tingkat pendidikan SD (37,8%). Mayoritas korban belum menikah (64,8%), beragama Islam (86,3%), bekerja sebagai pelajar/mahasiswa (44,1%), dan diantar oleh keluarga (53,7%), dengan 46,0% merupakan kekerasan pada anak-anak. Hasil uji menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara golongan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tempat tinggal, status menikah, jenis pekerjaan, dan jenis kunjungan dengan jenis kekerasan dari korban yang datang di Unit PPT RS POLRI Kramat Jati Jakarta (p-value < 0,05). Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk membuat suatu strategi pelayanan terhadap korban kekerasan berdasarkan segmentasi geografi dan psikografi pasien korban kekerasan, perlunya meningkatkan program rehabilitasi terhadap korban kasus kekerasan, meningkatkan dan melakukan sosialisasi terhadap korban kekerasan dan masyarakat sekitarnya, serta perlu adanya psikologi serta peningkatan upaya hukum dan sosialisasi hukum kepada masyarakat umumnya dan perempuan serta anak pada khususnya.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T32466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Pramita
Abstrak :
ABSTRAK
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak psikologi yang dialami oleh korban perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual sebagai dasar untuk mengembangkan rancangan intervensi yang dapat meningkatkan pemulihan dampak psikologis. perdagangan manusia merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. penelitian ini dilakukan terhadap tiga orang perempuan korban perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual di PSKW Mulya Jaya.
ABSTRACT
This study aims to determine the psychological impact experienced by victims of human trafficking for the purpose of sexual exploitation as a basis for developing intervention designs that can improve the recovery of psychological impacts. human trafficking is a form of violence against women. This research was conducted on three women victims of human trafficking for the purpose of sexual exploitation at the Mulya Jaya PSKW.
2010
T38359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This paper is written based on the writer's experience as a psychologist who assists victims of sexual violence and discussions with the victims's companion. The writer reports that there are three problems. First, law enforcement dose not empathize with the survivors, making it ineffective. second the psychological impact on victims or survivors is not really understood by the public because the patriarchal culture is so entrenched. Third psychological intervention is necessary for strengthening the victims and human beings that should be responsible for their actions. In other words, sexual violence should not be the fault of the victims, but the fault and responsibility of the perpetrator. Helping subjects to reduce tension, minimizing the internalized guilt due to socialization of sexuality understanding that tends to marginalize women, and processing anger in a constructive manner is important. Sometimes the companion intends to give sympathy, but accidentally becomes angry and unable to calm down, adding to problems of the people she accompanies. Survivors then become increasingly angry, agitated, or unable to think straight. it is important to provide strength to victims to ensure be dine on all sides. Reworking the psychological side without ensuring availability and sustainability of fair legal system would cause the situation of women to be vulnerable. Psychological reinforcement should be done under any circumstances, especially if the legal system does not provide justice for the victims
360 IFJ 1 : 1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Widyaningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang penuh dengan perubahan-perubahan baik secara fisik maupun emosional. Terjadinya perubahan-perubahan tersebut membutuhkan masa secara penyesuaian diri baik dari pihak remaja maupun dari pihak orang tua (Papalia & Olds, 1998). Kegagalan kedua belah pihak dalam menyesuaikan diri mereka terhadap perubahan yang terjadi, dapat membawa remaja pada tingkah laku yang beresiko tinggi (Papalia & Olds, 1998; Santrock, 1998; Tumer & Helms, 1995). Salah satu sebab yang selalu dipertimbangkan sebagai penyebab remaja terlibat dalam perilaku beresiko tinggi adalah faktor keluarga, yaitu keluarga yang dipenuhi dengan konflik, parenting practice yang kurang atau tidak konsisten, dan hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis. Beberapa ahli mengatakan bahwa ketidakharmonisan orang tua dapat digolongkan sebagai tahap awal dari suatu proses perceraian (Hohannon dalam Tumer & Helms, 1995; Ahrons dalam Carter & McGoldrick, 1989). Tahap tersebut meliputi perceraian emosi di antara pasangan suami-istri. Dari banyak penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa ketidakharmonisan hubungan orang tua membawa dampak yang negatif bagi anak. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah-masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan ketidakharmonisan hubungan orang tua serta dukungan sosial yang dibutuhkan oleh remaja agar akibat negatif yang diasosiasikan dengan ketidakharmonisan hubungan orang tua, dapat dihindari. Penelitian ini menggabungkan kedua pendekatan yang biasa digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode pengambilan data yang digunakan pun mencerminkan kedua pendekatan yang digunakan, yaitu melalui kuesioner dan wawancara mendalam yang ditunjang dengan observasi. Dari penyebaran kuesioner diperoleh hasil bahwa masalah utama yang sering menyebabkan konflik diantara ayah dan ibu subyek adalah masalah ideologi peran jender dan diikuti dengan masalah keuangan. Selain itu juga ditemukan bahwa pasangan yang mempunyai masalah perselingkuhan, biasanya juga mengalami masalah lain yang cukup banyak dalam dimensi-dimensi yang lain. Sedangkan dari wawancara dan observasi kepada 3 orang subyek yang orang tuanya mengindikasikan ketidakharmonisan hubungan orang tua, diperoleh hasil bahwa masalah yang dihadapi remaja sebagai implikasi ketidakharmonisan hubungan orang tua meliputi rentang yang cukup luas, seperti pergaulan yang salah, ketergantungan yang berlebihan pada pacar, keraguan dalam membangun hubungan intim dengan lawan jenis, kesadaran akan penderitaan ibu, sering bertengkar dengan ayah, kebingungan dalam memihak, ibu sering melampiaskan rasa frustasinya kepada anak-anaknya, dan hubungan dengan ayah yang semakin menjauh. Dukungan emosional dan dukungan jaringan sosial merupakan dukungan yang paling banyak diterima oleh subyek, sedangkan dukungan instrumental hampir tidak didapatkan oleh subyek. Selain itu juga ditemukan bahwa sebagian besar subyek wawancara mengaku belum cukup puas terhadap dukungan sosial yang sudah diberikan oleh orang-orang di sekitar mereka. Subyek mengharapkan dukungan yang tidak hanya bersifat menenangkan tetapi juga dukungan berupa tindakan yang dapat membuat orang tuanya harmonis kembali. Subyek juga mengharapkan dukungan orang-orang terdekat mereka, terlebih lagi orang-orang yang tinggal satu rumah dengan mereka yang mengalami langsung ketidakharmonisan hubungan orang tuanya, misalnya kakak. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian yang sama terhadap remaja laki-laki. Remaja laki-laki cenderung enggan bercerita tentang hal-hal yang menggelisahkan hatinya dan justru keengganannya itulah yang potensial menimbulkan tingkah laku yang agresif. Selain itu penulis juga menyarankan keterlibatan orang tua subyek dalam penelitian selanjutnya. Hal tersebut dilakukan perlu sebagai upaya untuk mengerti permasalahan dari berbagai sudut pandang.
2001
S3053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lana Utrujatulhayat
Abstrak :
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan provinsi Riau sebagai penyumbang lahan perkebunan kelapa sawit terluas. Sektor perkebunan tersebut berkembang hampir di seluruh wilayah kabupaten provinsi. Dari tiga sistem pengelolaan perkebunan, pengembangan sektor kelapa sawit ini lebih gencar dilaksanakan dengan status perkebunan swasta baik perusahaan maupun investor asing. Seiring dengan pertumbuhannya yang semakin meningkat, sektor perkebunan kelapa sawit justru berpotensi menimbulkan masalah terhadap kelestarian lingkungan. Menggunakan green criminology sebagai perspektif utama yang didukung teori marxs ecology, penelitian ini menjelaskan bagaimana lingkungan hidup secara tidak langsung mengalami viktimisasi secara struktural akibat upaya pemerintah dalam mengembangkan sektor perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau. Pendekatan kualitatif dengan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka digunakan peneliti untuk mendeskripsikan fenomena dan memberikan porsi analitis dalam pembahasan penelitian ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bentuk viktimisasi struktural terhadap lingkungan tersebut terjadi dengan proses perumusan Rancangan Peraturan Daerah Ranperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi RTRWP Riau sebagai legal factor.
Indonesia is the largest palm oil producer in the world with Riau province as a contributor to the largest palm oil plantation. The plantation sector is spread all over the provincial area. Based on 3 three plantation maintenance systems, the development of palm oil sector is more intensively conducted with the status of private estates both companies and foreign investors . As development rise, palm oil plantation sector potentially creates problem to the environment. Using green criminology as the main perspectives that supported by Marx 39 s ecology theory, this research explains how living the environment ecology indirectly experiences structural victimization because of the state rsquo s efforts in developing palm oil sector in Riau province. A qualitative approach with the method of observation, interview, and literature study used by researchers to describe the phenomenon and provide an analytical portion in the discussion of this study. This research concluded that the structural form of victimization against the environment occurred with the drafting local regulation process Ranperda of Riau Provincial Spatial Planning RTRWP as a legal factor.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Ary Nurani
Abstrak :
Defisit empati dianggap sebagai faktor penting yang berperan dalam penyerangan seksual oleh remaja. Mereka mengalami defisit dalam empati, terutama empati terhadap korban spesifik mereka (victim empathy). Atas dasar tersebut, sebagian besar intervensi bagi pelaku kekerasan seksual mengikutsertakan empati dalam programnya. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa empati pelaku kekerasan seksual terhadap korbannya terhambat oleh distorsi kognitif sehingga pelaku mengalami defisit pada victim empathy (Barnett dan Mann, 2013b). Salah satu intervensi yang bisa digunakan untuk menyasar distorsi kognitif adalah rational emotive behavioral therapy (REBT). Dalam penelitian ini, REBT bertujuan mengidentifikasi dan mengubah irrational belief pada remaja pelaku penyerangan seksual yang menghambat proses victim empathy mereka. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu mengidentifikasi emosi dan kognisi secara lebih tepat sehingga mereka mampu melihat pengalaman orang lain secara tepat. Partisipan yang terlibat adalah dua orang tahanan remaja pria berusia 17 dan 19 tahun. Intervensi dilakukan dalam 6 sesi. Kedua partisipan mengalami peningkatan victim empathy dan general empathy, diketahui dari perbaikan skor victim empathy, interpersonal reactivity index (IRI), dan evaluasi kualitatif. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa irrational belief yang melandasi kekerasan seksual yang dilakukan oleh kedua partisipan adalah low tolerance belief dan selfdepreciation/other-depreciation belief.
Empathy deficit is considered as an important factor that contributes in juvenile sex offending. They have deficit in empathy, especially empathy for their specific victim (victim empathy). Recent research suggests that lack of victim empathy in them occur as a result of cognitive distortion (Barnett dan Mann, 2013b). One of the interventions that could be used to target cognitive distortions is rational emotive behavior therapy (REBT). In this study, REBT aims to identify and change the irrational belief in juvenile sex offenders which inhibit victim empathy. Thereby, they are expected to be able to identify their emotion and cognition accurately so that they are able to understand and feel others? experience appropriately. Participants involved were two adolescent male prisoners aged 17 and 19. Interventions conducted in 6 sessions. Result shows that both participants reported an increase in victim empathy and general empathy which is indicated by improvement in victim empathy score, interpersonal reactivity index (IRI) score, and qualitative evaluation. This research also found that irrational belief which underlies sexual offending for both participants is the low tolerance belief and self-depreciation/other-depreciation belief.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>