Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 306 dokumen yang sesuai dengan query
cover
P. Hardono Hadi
Yogyakarta: Kanisius, 1994
181.16 HAR h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; Departemen Pendidikan Nasional, 2001
320.5 Ind k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: BP-7 Pusat, 1989
320.5 MAT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Panitia Peringatan Lahirnya Pancasila, [1964]
320.5 PAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lia Aminuddin
Jakarta: Yayasan Salamullah , 1998
320.5 LIA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Notonagoro
Jakarta: Bumi Aksara , 1997
320.5 NOT p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Arinanto
"Penerbitan buku Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara tulisan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto' pada tahun 1981 telah menimbulkan perdebatan mengenai kapan hari lahir dan siapa penggali Pancasila. Buku setebal 74 halaman yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tersebut juga berisi tulisan Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo yang berjudul Sekitar Pancasila dengan kata pengantar Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P & K (saat itu) Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H.
Tanggapan-tanggapan yang muncul terhadap penerbitan buku tersebut pada intinya berfokus pada dua h6l. Pertama, tanggapan yang berasal dari para ilmuwan yang menganggap bahwa secara metodologis tulisan Prof. Nugroho Notosusanto tersebut lemah. Kedua, yang lebih keras, datang dari kalangan yang selama i.ni menganggap bahwa tanggal 1 Juni 1945 merupakan hari lahir.
Pada saat itu ia sedang menjabat sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI dengan pangkat Brigadir Jenderal Tituler. Kemudian ia menjadi Rektor Universitas Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Zubaidi
"Hubungan antara negara dan agama di dalam kehidupan bangsa Indonesia mempunyai sejarah perjalanan yang panjang. Persoalan ini mulai menjadi penting terutama pada saat bangsa Indonesia mempersiapkan kemerdekaannnya di tahun 1945, sebagaimana terlihat pada perdebatan resmi dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Masalah kenegaraan yang menyangkut kedudukan agama ini berpangkal pada masalah "dasar negara" yang pada saat itu menimbulkan pertentangan pendapat dalam bentuk pertentangan ideologi yang sangat rumit.
Dalam sidang-sidang BPUPKI, ketika membahas pokok-pokok masalah politik dan kenegaraan, terjadilah perdebatan serius antara dua kelompok besar yang berbeda pandangan ideologinya. Perdebatan ini berlangsung antara wakil-wakil dari kalangan Islam dan kalangan kebangsaan (nasionalis). Pembahasan masalah-masalah pokok dalam penyusunan konstitusi, seperti bentuk negara dan batas negara, dapat berjalan secara lancar. Ketika menyangkut soal hak-hak asasi, pembahasannya tidak begitu lancar. Lebih--lebih ketika pembahasan menyentuh masalah dasar negara, suasana sidang menjadi semakin panas dan sulit dicapai persetujuan. Kelompok pertama menghendaki dasar negara Islam, sedangkan kelompok kedua menghendaki dasar kebangsaan serta netral agama.
Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa dalam kerajaan-kerajaan dahulu hubungan antara agama dan negara bukan merupakan masalah. Kesatuan agama dan negara diakui dan diterima sebagai hal yang sudah semestinya. Raja bagi para kawula atau rakyat adalah pemimpin kerajaan sekaligus pemimpin agama. Hal ini telah terjadi baik pada masa kerajaan Hindu, kerajaan Budha, maupun masa kerajaan Islam. Sedangkan hubungan antara negara dan agama nampak menjadi masalah yang menimbulkan pertentangan (konflik) dalam diri bangsa Indonesia tepatnya mulai awal abad ke-20. Usaha-usaha untuk mencapai kemerdekaan Indonesia diwarnai oleh adanya perbedaan-perbedaan pendapat bahkan pertentangan antar partai atau golongan tentang kedudukan agama dalam negara Indonesia yang akan dibentuk setelah merdeka."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poerwanto
"Bangsa Indonesia yang telah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945 terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda adat istiadat, kepercayaan, bahasa serta kebudayaannya. Namun berkat adanya Sumpah Pemuda yang telah dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928, maka semangat persatuan dan kesatuan dari Sumpah Pemuda ini tetap dipegang teguh sampai sekarang. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, sering terjadi perbedaan pendapat yang mengakibatkan retaknya persatuan ini, namun bangsa Indosia dengan sekuat tenaga mengembalikannya kepada persatuan bangsa. Hal ini dapat dilihat ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mensahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (sekarang dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945), terjadi penggantian kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya" diganti dengan kalimat "Yang Maha Esau sesudah "Ketuhanan".
Adapun alasan penggantian kalimat tersebut menurut Drs. Moh. Hatta, salah seorang Proklamator, adalah atas usul seorang Opsir Angkatan Laut Jepang yang memberitahukan kepadanya, bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik dalam daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang berkeberatan atas bagian kalimat tersebut dan dianggapnya sebagai suatu diskriminasi terhadap golongan minoritas. Karena hal tersebut dianggap serius, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 sebelum PPKI bersidang, Drs. Moh. Hatta mengundang Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Hasan untuk mengadakan rapat pendahuluan guna membicarakan hal tersebut, dan mereka sepakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menurut bukunya Drs. Moh. Hatta "menusuk hati kaum Kristen" dan menggantinya dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa". Pada waktu itu dari golongan Islam yang mempertahankan rumusan semula dengan alasan rumusan tersebut adalah hasil dari panitia ad hoc PPKI adalah Ki Bagus Hadikusumo, namun Ir. Soekarno selaku pimpinan sidang waktu itu mengutus Mr. Teuku Moh. Hasan untuk membujuk Ki Bagus ditambah dengan bujukan Mr. Kasman Singodimedjo yang menyatakan, bahwa dalam waktu enam bulan setelah perang Asia Timur Raya akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan menentukan Undang-Undang Dasar yang permanen. Dengan berat hati Ki Bagus Hadikusumo menerimanya.
Demikian juga menurut Prof. Deliar Noer, Ki Bagus Hadikusumo tidak puas dengan saran Drs, Moh. Hatta meskipun ia diam, tetapi dalam hatinya ia menolak. Hal ini dilampiaskan ketika Ki Bagus pidato dalam Penutupan Majelis Tani.ir Muhammadiyah."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T5368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>