Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chyntia Aryanti Mayadewi
"Perkembangan kognitif anak pra-sekolah merupakan faktor penting yang dapat menentukan kemampuan kognitifnya di kemudian hari. Namun berbagai penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat anak yang mengalami keterlambatan perkembangan kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perkembangan kognitif serta hubungannya terhadap status gizi (TB/U & IMT/U), riwayat berat badan lahir dan stimulasi psikososial pada anak pra-sekolah (usia 5-6) tahun di Kecamatan Duren Sawit & Kramat Jati, Jakarta Timur. Pada penelitian ini digunakan analisis kuantitatif dengan desain potong lintang dan metode analisis korelasi. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan kognitif anak dinilai baik (n = 71). Terdapat  korelasi yang bermakna antara hubungan perkembangan kognitif dan TB/U & berat badan lahir (p = 0,001; 0,02). Tingkat pendapatan ditemukan bermakna pada kelompok responden berpendapatan menengah-tinggi dalam hubungan antara perkembangan kognitif dan status gizi TB/U & berat badan lahir. Hasil analisis lebih lanjut dengan regresi linear multivariat menunjukkan bahwa status gizi TB/U merupakan faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingkat perkembangan kognitif sebesar 68% (R2 = 0,68; sig = 0,001).
......Cognitive development in pre-school children is known to be important factor that contributes to later cognitive function in school-age. Previous studies found that there were numbers of children not fulfilling their cognitive development. This research focus on the cognitive development and its correlation to nutritional status (HAZ & BAZ), birth weight and psychosocial stimulation on 71 pre-school children (5-6 y.o) in Duren Sawit & Kramat Jati districts, Jakarta Timur. We implemented quantitative analysis with crosssectional design study and correlation analysis method. Univariate analysis showed that the cognitive development is mostly good (n = 71). We investigated that there was significant correlation between cognitive development and on BAZ & birth weight (p = 0,001; 0,02). Level of income is shown to be significant among averagehigh income group in the correlation of cognitive development and BAZ & birth weight. Further analysis used multivariate linear regression showed that BAZ was the dominant factors that contributes cognitive development level for 68% (R2 = 0,68; sig = 0,001)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Nur Hidayati
"Penelitian ini bermaksud mengetahui dan memahami mediasi seperti apa
yang diterapkan oleh orangtua pada anak pengguna gadget. Teori Mediasi
Orangtua digunakan untuk melihat bagaimana orangtua menerapkan mediasi
aktif, restriktif dan co-viewing pada anak pengguna gadget. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan paradigma postpositivisme. Wawancara mendalam
dilakukan pada orangtua dari anak umur 3-5 tahun yang tinggal di daerah
perkotaan. Terkait dengan teori, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
media yang paling sering di konsumsi anak setelah televisi adalah gadget. Hal ini
terkait dengan kondisi sosial budaya serta status ekonomi masyarakat perkotaan.
Dalam penerapan strategi mediasi pada anak pengguna gadget, orangtua
melakukan kombinasi dari mediasi aktif, restriktif dan co-viewing yang
ditentukan oleh perhatian utama orangtua (parental concern). Selain itu,
ditemukan juga mediasi participatory learning dimana anak dan orangtua belajar
bersama mengenai konten media yang ada dalam gadget

ABSTRACT
This study is to find and understand what mediation adopted by parents in
children gadget users. Parental Mediation Theory used to see how parents
implement active mediation, restrictive and co-viewing in children gadget users.
This study is a qualitative research with a postpositivism paradigm. In-depth
interviews were conducted with parents of children aged 3-5 years who live in
urban areas. Associated with the theory, the results of this study indicate that the
media most often in children after television consumption is gadgets. It is related
to the socio-cultural conditions and economic status of urban communities. In the
application of mediation strategies in children gadget users, parents do a
combination of active mediation, restrictive and co-viewing is determined by the
primary concern of parents (parental concern). In addition there are also mediating
participatory learning where children and parents learn together about the existing
media content in the gadget."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permasari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2282
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Agustin Setianingrum
"Masa lanjut usia sering disebutkan sebagai 'usia keemasan' akan ketenangan dan kesentosaan. Orang lanjut usia pun dikenal sebagai orang yang hangat, ramah dan bijaksana. Namun di lain pihak orang lanjut usia juga sering dianggap tidak aktif kurang produktif senang menggerutu dan mengasihani diri sendiri, terisolasi dari keluarga dan teman-teman serta lebih senang menghabiskan waktunya dengan menonton televisi atau mendengarkan radio.
Periode lanjut usia yang dimulai pada saat seseorang berumur 60 tahun, terutama ditandai dengan berbagai macam perubahan yang mengarah pada kemunduran. Penurunan kemampuan fisik baik secara eksternal maupun internal, kemudian dapat pula ikut mempengaruhi perkembangan kognitif, kepribadian dan sosialnya.
Perkembangan sosial pada orang lanjut usia pada dasarnya ditemukan oleh partisipasinya dalam peran sosial serta aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan sesuai dengan usianya. Dalam hal ini, kontak sosial tetap merupakan aktivitas penting yang berlangsung saat orang menjadi tua (Levy, Digman & Shirrefs, 1984). Dalam Social Breakdown-Reconstruction Theory dikemukakan bahwa pemberian dukungan pada partisipasi aktif bagi orang lanjut usia dalam masyarakat akan meningkatkan kepuasan hidupnya dan perasaan positif terhadap diri mereka sendiri. Dalam Teori Aktivitas juga dikatakan apabila orang lanjut usia semakin aktif, maka semakin puas pula mereka terhadap kehidupannya. Disamping itu, individu hendaknya juga terus melanjutkan peran-peran sosialnya. Apabila ada peran yang hilang dari mereka, maka penting untuk menemukan peran pengganti yang dapat membuat orang lanjut usia tetap aktif dan terlibat dalam aktivitas sosial. Dalam hal ini, diantara peran-peran sosial yang dapat memberikan arti bagi kehidupan orang lanjut usia adalah keterlibatannya dengan keluarga dan teman-teman (Aiken, 1995).
Berkaitan dengan hilangnya peran sosial dari kegiatan formal, maka sebenarnya orang lanjut usia tersebut tidak benar-benar kehilangan peran. Orang Ianjut usia merasa tidak berguna karena tidak lagi berperan sebagai pencari nafkah setelah pensiun atau tidak lagi aktif berpartisipasi dalam lingkungan pekerjaan pasangan hidupnya. Padahal sebenarnya mereka dapat menjalankan peran lain yaitu di dalam lingkungan keluarganya. Bagi orang lanjut usia, hubungan dengan keluarga tetap merupakan sumber kepuasan baginya. Mereka merasa bahwa hidupnya sudah Iengkap dan merasa bahagia apabila berhasil menjadi orang tua, dapat berfungsi bagi anak cucu dan menjadi bagian dari keluarga (Duvall & Miller, 1985).
Peran yang dapat dilakukan orang lanjut usia di dalam keluarga sehubungan dengan adanya cucu adalah sebagai kakek atau nenek. Peran yang dijalankan dapat berbentuk formal, mencari kesenangan sebagai orang tua pengganti, sumber kebijaksanaan keluarga serta figur berjarak (Neugarten & Weinstein, 1964 dalam Perlmutter & Hall, 1992).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk menggali lebih jauh tentang peran-peran apa saja yang dijalankan oleh orang lanjut usia sebagai kakek-nenek. Mengingat bahwa peran kakek nenek terhadap cucu dipengaruhi oleh usia, kondisi kesehatan, jarak geografis, latar belakang suku bangsa dan jenis kelamin kakek-nenek (Denham & Smith, 1989; Hetherington, 1989; Presser, 1989 dalam Vander Zanden, 1993), maka penelitian ini akan dikhususkan pada peran wanita lanjut usia sebagai nenek dalam konteks kebudayaan Jawa. Pemilihan nenek di sini adalah didasarkan pada teori bahwa nenek lebih dekat dan memiliki hubungan yang hangat dengan cucu daripada kakek. Nenek pun lebih memperoleh kepuasan dalam menjalankan perannya dengan adanya cucu (J.L. Thomas, 1986 dalam Papalia & Olds, 1992), sehingga diharapkan penelitian ini akan memberikan hasil yang kaya. Sedangkan pemilihan kebudayaan Jawa adalah dengan pertimbangan bahwa Jawa merupakan kelompok etnis dengan jumlah terbesar dari 10 kelompok etnis besar di Indonesia (Volkstelling, 1930 dalam Ekadjati, 1995) dan secara khusus disebutkan bahwa dalam kebudayaan Jawa, kakek-nenek berperan penting sebagai sumber bantuan material dan kebijaksanaan bagi cucu (Suseno, 1993). Disamping itu, kedudukan orang-orang tua dalam masyarakat Jawa dianggap penting dan keberadaannya dihormati oleh orang-orang yang lebih muda. Kewajiban orang muda untuk menghormati orang-orang yang tua juga diperkuat dengan adanya kepercayaan bahwa orang tua dapat memberikan restu sekaligus hukuman atau "walat" (Mulder, 1996).
Subyek dalam penelitian ini adalah wanita lanjut usia Jawa berusia 60 sampai 79 tahun, yang tinggal bersama keluarga anak dan memiliki cucu berusia 2 sampai 6 tahun (tergolong anak pra-sekolah). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam dengan pedoman wawancara berbentuk pertanyaan terbuka. Data yang diperoleh akan diolah dianalisis secara kualitatif dengan bantuan program Ethnograph.
Dari wawancara yang dilakukan terhadap 7 orang subyek, diketahui bahwa wanita lanjut usia Jawa yang berperan sebagai nenek menjalankan kelima tipe peran seperti yang dilcemukakan oleh Neugarten dan Weinstein (1964 dalam Perlmutter & Hall, 1992). Secara formal, nenek menyerahkan tanggung jawab pengasuhan cucu kepada orang tua cucu dan bertindak sebagai pihak yang mengawasi dan mengingatkan dengan rnenganut prinsip Tut Wuri Handayani. Dalam peran mencari kesenangan, nenek melakukan kegiatan bersama-sama cucu yang memberikan kesenangan bagi kedua belah pihak, misalnya melakukan suatu pemainan bersama-sama, jalan-jalan atau ngobrol-ngobrol dengan cucu. Sebagai orang tua pengganti, nenek ikut berperan membentuk disiplin kepada cucu untuk mematuhi aturan waktu-waktu makan, belajar, tidur serta membaca doa. Beberapa nenek juga ikut mengajarkan pelajaran sekolah pada cucu. Sedangkan sebagai sumber kebijaksanaan keluarga, nenek rnengajarkan tata krama dalarn kehidupan sehari-hari kepada cucu serta memberikan nasehat, baik kepada cucu maupun orang tua cucu. Selain gambaran tentang peran yang dijalankan nenek tersebut, juga diketahui bahwa kehadiran cucu memberikan perasaan bahagia kepada nenek. Perasaan nenek seakan-akan lebih sayang kepada cucu daripada kepada anak dan nenek ikut merasa sedih dan tidak tega apabila cucu dimarahi oleh orang tuanya, dimana hal ini rnenunjukkan adanya ikatan emosional yang erat antara nenek dengan cucu. Sebagai orang Jawa, nenek juga menginginkan agar cucunya sudah mulai mengenal berbagai tradisi dalam kebudayaan Jawa, yang disampaikan melalui dongeng, lagu serta bahasa.
Hal menarik yang ditemukan dari penelitian ini adalah adanya petuah Jawa yang dikenal dengan nama Panca Mutiara yang berasal dari Eyang Manglcunegoro III, dimana petuah tersebut diterakan oleh nenek dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan petuah Jawa tersebut merupakan wujud kepatuhan dan rasa hormat nenek kepada aturan orang tua dan tatanan budaya.
Sehubungan dengan hasil penelitian, maka pada keluarga besar dimana keluarga anak tinggal bersama orang tuanya, maka kakek-nenek hendaknya diikut-sertakan dalam kegiatan mengasuh cucu. Sedangkan bagi keluarga yang tinggal terpisah, hendaknya secara rutin mengunjungi kakek-nenek, sehingga kakek-nenek mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk berinteraksi dengan cucunya, dimana kehadiran cucu menimbulkan perasaan bahagia dalam diri kakek-nenek sebagai orang lanjut usia.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk mengadakan cross-checked pada orang tua dan cucu tentang aktivitas yang hiasa dilakukan nenek bersama cucu dan untuk memperkaya ruang lingkup penelitian maka dapat dilakukanstudi perbandingan mengenai peran yang dijalankan oleh kakek atau sekaligus kakek nenek dari latar belakang suku bangsa lainnya yang ada di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafahana Ansiklia Kirana
"ABSTRAK
Anak memulai preferensi makanannya saat memasuki usia sekolah. Untuk dapat memberikan informasi mengenai makanan sehat kepada anak, diperlukan pengetahuan mengenai sejauh mana pemahaman anak mengenai makanan. Penelitian ini akan melihat gambaran konsep makanan pada anak usia prasekolah usia 4-6 tahun yang dilihat berdasarkan na ve theory. Peneliti melakukan adaptasi terhadap penelitian Slaughter dan Ting 2010 dengan melakukan pilot study berupa focus group discussion untuk mengembangkan panduan wawancara agar sesuai dengan kondisi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep makanan anak usia prasekolah berada dalam kategori biological associationism, psychological, vitalistic,dan mechanical. Selain itu dalam penelitian ini ditemukan kategori baru yaitu magical thinking. Pembentukan konsep makanan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu informasi dari orang tua, sekolah, teman, tayangan yang ditonton serta pengalaman anak dengan makanan itu sendiri.

ABSTRACT
Children started to learn about their food preferances in preschool age, In order to give children information about healthy foods, it required a knowledge on childrens understanding about food. This study aimed to find a description about concept of food in preschool age 4 6 years old that analized by na ve theory. The researchers made an adaptation from of Slaughter and Ting 2010, by doing a pilot study in a form of focus group discussion to develop interview guides to adjust the condition of Indonesian preschool children. The result showed that Indonesian preschool children are reasoning in biological associationism, psychological, vitalistic, and mechanical to explain about foods. Moreover, this research found new categorization in food concept that is magical thinking. In forming concept about food, preschool are influenced by various factors, including information from parents, school, friends, or medias also children rsquo s experience with food itself. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Lestari Khoirunnisa
"Anak-anak dapat mengalami beberapa masalah kesehatan mentalemosional yang dapat mengarah pada gangguan jiwa. Kondisi sehat jiwa dapat tercapai jika melalui tahap pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Masa prasekolah merupakan masa kritis yang terjadi pada anak-anak sehingga memerlukan stimulasi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Tujuan laporan kasus ini memaparkan tentang penerapan terapi kelompok terapeutik pada anak usia prasekolah terhadap perkembangan inisiatif di RW 04 Kelurahan Ciparigi Bogor Utara. Laporan kasus ini menggunakan pendekatan model community as partner dalam manajemen CMHN Community Mental Health Nursing.
Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan menerapkan terapi kelompok terapeutik anak usia prasekolah pada empat kelompok untuk melihat hasil perubahan kemampuan klien yaitu anak prasekolah, keluarga, dan kader kesehatan jiwa KKJ.
Hasil yang didapatkan menunjukkan peningkatan kemampuan dan perkembangan inisiatif anak usia prasekolah dan kemampuan ibu, serta kemampuan kader kesehaan jiwa KKJ dalam melakukan stimulasi perkembangan anak prasekolah. Terapi kelompok terapeutik prasekolah direkomendasikan untuk dilakukan sebagai bentuk pelayanan keperawatan kesehatan jiwa di posyandu dengan melibatkan keluarga dan kader kesehatan di masyarakat guna mengoptimalkan perkembangan inisiatif anak.

Children may experience some emotional and mental health problems that can lead to mental disorders. The healthy mental condition can be achieved if through the stage of growth and optimal development. Preschool is a critical period for children to require stimulation to help their growth and development. The purpose of this case report is to get a picture of the effectiveness of therapeutic therapy in preschoolers in RW 04 Ciparigi Village, North Bogor. This case study uses a community based partnership approach in CMHN management Community Mental Health Nursing.
Used case study method that implemented into four groups of preschool for rehearse changing of development psychosocial skill in preschool, family, and mental health worker.
The results of a case study show improvement of ability and development of preschool child 39 s initiative and mother 39 s ability and social worker's ability in developing stimulation. Preschool therapeutic group therapy is recommended to be performed on health service arrangements in the community as a form of mental health nursing service in preschool children and families by involving a social worker in the community in order to optimize the development of child initiatives."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Putri Permata
"Latar Belakang: Prevalensi stunting yang tinggi di Indonesia. Sementara itu, belum banyak penelitian yang menilai keragaman, frekuensi dan asupan gizi terhadap nilai z score tinggi badan menurut umur dengan membandingkan pedesaan dan perkotaan di Indonesia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan asupan gizi, frekuensi dan keragaman pangan terhadap nilai z score tinggi badan menurut umur pada anak pada pedesaan dan perkotaan. Metode: Penelitian ini menggunakan studi cross sectional, menggunakan data sekunder
dari Departemen Ilmu Gizi FKUI. Sebanyak 223 anak pra sekolah, 113 anak di kota Jakarta Pusat dan 110 anak di desa Sujung, Banten diukur tinggi badan serta dinilai asupan makanannya. Lalu data diolah menggunakan Nutrisurvey dan WHO Anthro. Untuk menganalis hubungannya dengan nilai z score tinggi badan menurut umur menggunakan program SPSS. Hasil: Hasil yang didapatkan dari korelasi asupan gizi (energi), keragaman dan frekuensi pangan pada anak terhadap nilai z score tinggi badan menurut umur di Jakarta adalah 0.004, 0.119, 0.280; Banten <0.001, 0.761, 0.044; dan keseluruhan <0.001, <0.001, 0.001. Kesimpulan: Terdapat korelasi antara asupan gizi (energi) terhadap nilai z score tinggi badan menurut umur yang bermakna pada kedua kelompok dan secara keseluruhan. Terdapat korelasi antara keragaman pangan terhadap nilai z score tinggi badan menurut umur yang bermakna secara keseluruhan. Terdapat korelasi antara frekuensi pangan terhadap nilai z score tinggi badan menurut umur yang bermakna di pedesaan dan secara keseluruhan.
Background: The prevalence of stunting is high in Indonesia. Meanwhile, there are not many studies that measure diversity, frequency and nutrient intake on height z scores by age with rural and urban comparisons in Indonesia. Objective: This research was done to assess the relationship of nutritional intake, frequency and diversity of food on the z score of height according to age in children in rural and urban areas. Methods: This study uses a cross sectional study, using secondary data from the Department of Nutrition Science FKUI. A total of 223 children, 113 children in the city of Central Jakarta and 110 children the village of Sujung, Banten, measured height and assessed food intake. Then the data is processed using Nutrisurvey and WHO Anthro. To analyze the relationship with height z scores according to age using the SPSS program. Results: The results obtained from the correlation of nutritional intake (energy), diversity and frequency of food in children in Jakarta are 0.004, 0.119, 0.280; Banten <0.001,
0.761, 0.044; and overall <0.001, <0.001, 0.001. Conclusion: There is a significant correlation between nutritional intake (energy) and the
height for age z score in both groups and as a whole. There is a significant correlation between food diversity and the height for age z score in overall. There is a significant correlation between food frequency and the height for age z score in village and overall."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Dwi Agustine Maulianti
"Berbagai penelitian sering kali menyarankan anak anak untuk menghindari makanan berisiko, dan orang tua diharapkan memilih makanan sehat mengingat ketersediaan berbagai outlet makanan di lingkungan. Namun, data SSGI tahun 2022 menemukan bahwa konsumsi makanan berisiko di kalangan anak-anak masih sering terjadi di Jakarta. Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengeksplorasi perspektif orang tua mengenai makanan berisiko, bagaimana orang tua menyesuaikan makanan yang dikonsumsi anak-anak dengan lingkungan makanan, dan strategi pasar apa yang mempengaruhi orang tua yang terlibat dalam penelitian ini. Wawancara mendalam dilakukan dengan informan kunci, termasuk penjual makanan, guru taman bermain, dan nenek. Analisis data dilakukan melalui pengkodean dan penentuan tema yang muncul dari transkrip verbatim menggunakan aplikasi N-Vivo 14 untuk Windows. Perilaku orang tua terkait makanan bervariasi berdasarkan keadaan mereka. Ibu akan memasak di rumah jika mereka tinggal dekat dengan pasar makanan. Namun, jika ada warung makan kecil di dekatnya, mereka lebih suka membeli makanan siap saji. Pandangan orang tua tentang makanan berisiko juga berbeda. Beberapa tidak menyadari risikonya, sementara yang lain mengetahui tetapi kesulitan menghadapi rengekan anak-anak mereka. Toko-toko kecil, minimarket, dan toko kelontong sering kali menggoda anak-anak untuk meminta camilan manis, yang menyebabkan beberapa ibu menetapkan aturan dan batasan. Namun, seorang ayah terkadang memperumit situasi dengan selalu mengizinkan anak-anak mereka membeli camilan manis. Di sisi lain, seorang ibu mengungkapkan kekhawatirannya tentang situasi rumah yang sempit yang menyebabkan anak-anaknya mengalami masalah dalam perilaku makan. Strategi pemasaran seperti maskot lucu, paparan berulang terhadap makanan manis, dan diskon produk memudahkan anak-anak untuk mendapatkan makanan manis tersebut. Penelitian ini mendorong orang tua untuk meningkatkan kesadaran tentang makanan manis dan membatasi konsumsinya dengan belajar dari Ahli Gizi. Ibu dan ayah harus bekerja sama secara konsisten untuk menciptakan pendekatan Pengasuhan Terstruktur dalam praktik pemberian makan untuk membantu anak anak mereka belajar dan menjaga perilaku makan sehat, terutama dalam membatasi pembelian camilan manis. Selain itu, penelitian ini mendorong pemerintah untuk menambah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kelurahan Kebon Kelapa untuk menyediakan ruang terbuka bagi warga untuk meningkatkan kemampuan bermain anak-anak dan mempromosikan praktik pemberian makan yang sehat. Penelitian ini juga menganjurkan pemerintah untuk membuat peraturan bagi perusahaan makanan agar menghindari penggunaan anak-anak atau tema anak-anak dalam iklan makanan manis. Hal ini dapat membantu mempromosikan kebiasaan makan yang lebih sehat, mengurangi konflik bagi orang tua, dan mendukung tujuan kesehatan masyarakat yang lebih luas dengan mengurangi paparan anak-anak terhadap pemasaran yang mendorong konsumsi produk yang tidak sehat.
......Various studies have often advised children to avoid risky foods, and parents are expected to choose healthy foods given the availability of various food outlets in the environment. However, SSGI 2022 data found that consumption of risky foods among children still occurs frequently in Jakarta. Qualitative research was conducted to explore parents' perspectives regarding risky foods, how parents adapt the food consumed by children to the food environment, and what market strategies influence the parents involved in this study. In-depth interviews were conducted with key informants, including food vendors, playground teachers, and grandmothers. Data analysis was carried out through coding and determining themes that emerged from verbatim transcripts using the N-Vivo 14 for Windows application. The behavior of parents around food varied based on their circumstances. Mothers would cook at home if they lived near a food market. However, if there were small diners nearby, they preferred to buy ready-made food. Parents' views on risky foods also differed. Some were unaware of the risks, while others knew about them but struggled with their children's whining. Small shops, minimarkets, and grocery stores often tempted children to ask for sweet snacks, which led some mothers to set rules and limitations. However, a father sometimes complicates the situation by always allowing their children to buy sweet snacks. On the other hand, a mother raised her concern about the cramped home situation that caused her children to have problems with eating behavior. Marketing strategies such as funny mascots, repeated exposure to sweet foods, and product discounts made it easier for children to obtain these sweet foods. This research encourages parents to increase their awareness of sweet foods and limit their consumption by learning from Nutritionists. Mothers and fathers should work together consistently to create a Structured Parenting approach in feeding practices to help their children learn and maintain healthy dietary behavior, especially regarding limiting the purchase of sweet snacks. Additionally, it encourages the government to add Child-Friendly Integrated Public Spaces (RPTRA) in the Kebon Kelapa Sub- district to provide open space for residents to increase children's playability and promote healthy feeding practices. This study also advocates governments to have regulations for food companies to avoid using children or child themes in the advertising of sweet foods. This can help promote healthier eating habits, reduce conflicts for parents, and support broader public health goals by decreasing children's exposure to marketing that encourages the consumption of unhealthy products."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library