Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ira Rahmawati
Abstrak :
Peran lelang sebagai alternatif penjualan di Indonesia belum cukup basar, Secara umum hal ini disebabkan oleh pertain pelaksanaan lelang di Indonesia didominasi dan dimonopoli pemerintah (kantor lelang), kedua, dengan adanya monopoli pemerintah maka mekanisme pemasyarakatan lelang melalui swastanisasi belum dilakukan sehingga pengembangan lelang secara kelembagaan belum teroganisir. Ketiga, belum familiarnya masyarakat Indonesia terhadap penjualan melalui lelang dikarenakan adanya konotasi negatif bahwa setiap penjualan barang melalui lelang adalah barang-barang berkualitas rendah dan harganya murah. Keempat, belum memadainya somber daya manusia yang berpengalaman dan berpengetahuan datam pelaksanaan lelang. Dengan kondisi demikian, tak heran bila pertumbuuhan lelang di Indonesia pun relatif lambat. Namun dengan cepatnya pertumbuhan dunia usaha seining dengan membesarnya investasi membuat kegiatan lelang yang ditangani Kantor Lelang Negara (KLN) makia besar pula. Upaya Pemerintah untuk naengatasinya adalah dengan menempuh kebijakan deregulasi di sektor jasa lelang dengan mengeluarkan SK Menteri Keuangan No. 47, tahun 1996, pada tanggal 25 Januari 1996 yang diikuti dengan SK Menteri Keuangan No. 229IKMK0111997 yang memberi kesempatan kepada siapapun yang berminat untuk mendirikan Balai Lelang Swasta.. Sejak itu mulailah Balai Lelang Swasta berdiri dan mencoba mensosialisasiran lelang sebagai alternatif penjualan dan pemasaran. Sebagai sebuah mekanisme penjualan, lelang dimaksudkan untuk melayani kepentingan masyarakat (public service). Dalam prakteknya, dengan semakin menikatnya kegiatan lelang, informasi mengenai apa dan bagaimana lelang itu sendiri masih terbatas. Lelang sebagai alternatif penjualan dan pemasaran mempunyai daya tank tersendiri. Salah satu yang utama dan paling diharapkan oleh pemilik barang dan perusahaan pelelangan adalah terciptanya liarga yang optimum. Dalam lelang, sesuai mekanisme permintaan-penawaran maka pemenangnya adalah pihak atau individu yang membenkan penawaran tertinggi. Dalam proses pencapaian harga yang optimum, kadangkala konsumen atau peserta lelang tidak menyadari minimnya informasi yang disediakan perusahaan pelelangan sehingga yang timbul adalah estimasi dari mereka terhadap barang yang dilelang. Estimsci yang d? ilik; masing-masing bidder sangat bervariasi, ada yang terlalu tinggi (aver estimate) dan terlalu rendah (under estimate). Sering terjadi pihak yang memenangkan lelang adalah yang memilild perkiraan atau estimasi yang berlebihan sehingga dapat dicatakan kalau sebenarnya is menderita kerugian. Kerugian tersebut dapat berapa tawaran yang diajukan melebihi nilai barang yang dimenangkan sehingga kehilangan uang atau karena nilai dari barang yang dimenangkan ternyata lebih kecil atau kurang dari estimasinya sehingga timbal rasa kecewa. Inilah yang disebut dengan istilah The Winner's Curse (TWC). Hingga seat ini, belum ada data yang menunjukkan berapa orang yang telah terkena fenomena TWC, karena pihak penyelenggara lelang sendiri belum menyadari adanya fenornena ini. Dari sudut pemasaran, TWC berkaitan dengan kepuasan kon erne khususnya peserta lelang dan aktivitas penyelenggara lelang dimasa yang akan riatang. Asset yang paling berharga bagi setiap perusahaan adalah pelanggan, karena tanpa pelanggan perusahaan tidak akan ada (Leboeuf, 1988, bal. 23). Karenanya, perusahaan yang dalam hal ini penyelenggara lelang hares memperbatikan pelanggannya. Konsumen akan berbagi rasa dan pengalaman dengan konsumen lain bila merasa puas, demildan pula biia is tidak puas (Irawan, 2002, hat 2). Bisa dibayangkan bila semakin banyak pembeli melalui lelang menyatakan ketidakpuasannya, pemasaran dan penjualan melalui lelang akan kehilangan peminat. Akibatnya, penyelenggara lelang tidak dapat menjalankan aktivitasnya sehingga pihak penyelenggara Ielang sandhi yang mengalami kerugian dan pads akhirnya kelangsungan usahanya akan berakhir. Sebelumnya, bila konsumen merasa puas selaman terus mengikuti kegiatan-kegiatan lelang yang diadakan penyelenggara lelang.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T20197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Hari Benarto J.M.H.
Abstrak :
Pembahasan dalam skripsi ini adalah pemberesan harta pailit melalui pelaksanaan lelang oleh kantor lelang, dengan studi kasus PT Interkon Kebon Jeruk. Dalam proses kepailitan apabila debitor dinyatakan pailit, maka kurator akan melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pasal 185 Undang-Undang Kepailitan mengintrodusir dua cara penjualan aset-aset debitur pailit, yaitu dengan cara melakukan penjualan di muka umum atau melakukan penjualan di bawah tangan dengan izin hakim pengawas. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana prosedur dan persyaratan lelang eksekusi harta pailit pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang dan apakah persyaratan lelang eksekusi harta pailit PT Interkon Kebon Jeruk telah terpenuhi, sehingga dapat dilakukan pelaksanaan lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Pada akhirnya, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa lelang eksekusi harta pailit ada tiga tahap yang harus dijalankan, yaitu tahap persiapan lelang, tahap pelaksanaan lelang, dan tahap pasca lelang. Persyaratan bersifat khusus lelang eksekusi harta pailit tidak dapat dipenuhi oleh Kurator dalam pemberesan harta pailit PT Interkon Kebon Jeruk, sehingga tidak dapat memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang yang pada akhirnya tidak dapat dilakukan pelaksanaan lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I.
This undergraduate thesis discusses the settlement of bankruptcy assets through auction by the auction office, with the case of PT Interkon Kebon Jeruk used as the case study. In bankruptcy proceedings, if the Debitor has been declared bankrupt, the Curator shall perform the management and settlement of the bankruptcy assets. Article 185 of Law on Bankruptcy introduces two ways of selling the asset of bankrupt Debitor, which is through selling in public and selling in private upon the permission of the Supervisory Judge. This research is a normative research with descriptive type of research typology. In this research, the issue of concern is how is the procedure and requirements of execution auction of bankruptcy assets on the State Assets and Auction Service Office, and whether those requirements of execution auction of bankruptcy assets of PT Interkon kebon Jeruk are fulfilled or not so the implementation of auction by the State Assets and Auction Service Office can be done. In the end, the researcher came to the conclusion that on the execution auction of bankruptcy assets, there are three steps that must be executed. The three steps are auction preparation, implementation of auction, and post-auction. The Curator in the process of settlement of PT Interkon Kebon Jeruk?s bankruptcy assets cannot fulfill the special requirements of execution auction of bankruptcy assets, so the formal legality of subject and object of auction cannot be met, which in the end, the State Assets and Auction Service Office Jakarta I cannot implement the auction.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rochmat Soemitro
Bandung: Eresco, 1987
658.84 ROC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Ariani
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai wanprestasi oleh pemenang lelang dalam pelaksanaan lelang pada balai lelang swasta (Studi Kasus IBID-PT Balai Lelang Serasi Pekanbaru). Dalam pelaksanaan lelang, seharusnya pemenang lelang menyelesaikan pembayaran lelang. Namun dalam prakteknya, ternyata dijumpai banyak kasus dimana pembeli lelang tidak melaksanakan kewajibannya tepat waktu termasuk dalam pelaksanaan lelang di balai lelang. Oleh karena itu, permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah tata cara pelaksanaan lelang serta kendala-kendala yang ditemui dan bentuk wanprestasi oleh pemenang lelang serta penyelesaiannya, khususnya di balai lelang IBID-PT Balai Lelang Serasi Pekanbaru. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Sosiologis. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi dokumen. Dalam hal pemenang lelang yang wanprestasi akan hangusnya uang jaminan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan Blacklist selama 6 (enam) bulan
ABSTRACT
This thesis discusses the tort by winning bidders of auctions conducted by a private auction house (a case study of the IBID-PT Balai Lelang Serasi, an auction house in Pekanbaru). In an auction, the winning bidders should fulfill all of the payment in of the auction on time. However, in practice, there were many cases where the winning bidder did not fulfill their obligations on time (tort), including in auctions at auction houses. Therefore, the problems discussed in this thesis are the implementation procedure of auction and constraints encountered and kind of default by the auction winner and its completion, particularly at auction IBID-PT Balai Lelang Serasi Pekanbaru. The research methods used in this thesis is Juridical Sociology. The technique of collecting data used in this research are interviews and documents study. The theses found that in case the winning bidder is in default, the deposit money, in this case Rp. 5.000.000,- (five million rupiah), will be forfeited by the auction house and the winning bidder will be blacklisted for 6 (six) months
2016
T45904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Wati Soesabdo
Abstrak :
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., melalui Jalin trade E-Auction, merupakan salah satu lembaga yang sudah mengembangkan sistem lelang melalui internet. Namun, pelaksanaan lelang melalui internet belum cukup diatur oleh pemerintah. Walaupun pengertian lelang terdapat dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 340/KMK.01/2002, sejauh ini belum ada peraturan yang mengatur lelang melalui internet. Pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah permasalahan hukum apa yang timbul dalam pelaksanaan jual beli secara lelang melalui internet dan bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang mengikuti lelang melalui internet. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian evaluatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Selain itu, data yang mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, dan buku harian. Penulis juga milakukan wawancara dengan nara sumber sebagai pelengkap data yang ada. Metode analisis data yang dilakukan adalah menggunakan metode kualitatif. Dengan demikian, hasil penelitian bersifat evaluatif-analisitis. Berdasarkan uraian tersebut di atas sebenarnya jual beli melalui Jalin trade e-auction bukanlah merupakan golongan pengertian lelang sebagaimana yang di atur dalam Vendu Reglement tersebut. Pelaksanaan lelang secara online tidak dihadiri oleh pejabat lelang maka dapat dikatakan bahwa lelang tersebut tidak sah. Ketidakadaan risalah lelang memang tidak ada konsekuensi terhadap transaksi jual beli, akan tetapi menurut ketentuan lelang perjanjian jual beli secara lelang tersebut tidak sah dan pembuktiannya cukup lemah apabila terdapat gugatan dari pihak ketiga. Lelang jenis ini menurut hemat penulis harus dikategorikan sebagai lelang khusus yang diatur dengan aturan khusus karena memiliki karakteristik yang berbeda dari lelang pada umumnya.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Sotia Browo
Abstrak :
Lelang adalah cara penjualan barang di muka umum yang dilaksanakan oleh atau dihadapan Pejabat Lelang dengan cara pembentukan harga kompetitif, yang mempunyai asas transparansi, akuntabilitas, efesiensi, kepastian, dan adil. Ternyata dalam perkembangannya lelang tidak dapat selalu dengan mudah dilaksanakan sesuai dengan asas lelang, khususnya pada lelang eksekusi dan lelang non eksekusi yang bersifat wajib, barang-barang milik negara. Hal tersebut terjadi karena lelang sulit mendapatkan harga jual yang optimal karena yang menjual bukan pemilik barang langsung, melainkan instansi/ pejabat terkait dan cara penawaran langsung juga dapat menyebabkan kolusi dan tindakan tercela lainnya seperti dalam lelang pada KPKNL Yogyakarta. Oleh karena itu KPKNL Yogyakarta mengupayakan cara lain berupa suatu terobosan dalam ketentuan lelang cara penawaran langsung agar dapat meminimalkan/ menghilangkan kolusi yang terjadi, yaitu dengan menggunakan TROMOL POS dan mengganti Harga Limit dengan harga interval. Ternyata cara tersebut berhasil mencegah terjadinya kolusi antara para peserta lelang yang tidak bertanggung jawab dan dapat menciptakan harga yang optimal. ......Auction is method of selling to public conducted by or before Auction Officers by which forming competitive price, based on transparency, accountability, efficiency, certainty and fair. In actual practice, development of auction is not always easily performed in accordance with auction principle, especially in auction execution and non execution with obligatory, state-owned property. These things occurred due to the fact that it is difficult to obtain optimal selling price because of the seiler are not directly owner, but institution / related officer and direct offer can also provoke collusion and other reprehensible actions, such as occurred in auction at KPKNL Yogyakarta. Hence, KPKNL Yogyakarta sought other methods as break through in auction stipulation of direct offer in order to minimize / eliminate collusion from happening, which is, utilizing MAIL BOX, and replacing Price Limit with price interval. Evidently this method succeeds in preventing collusion among irresponsible auction participants and can optimal price may be created.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Egia Pratami
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai perlindungan bagi Pemenang Lelang ketika Putusan Pengadilan membatalkan Risalah Lelangnya. Terkadang, pelaksanaan lelang pasal 6 UU Hak Tanggungan dibatalkan oleh Putusan Pengadilan. Dampaknya adalah Risalah Lelang menjadi tidak berkekuatan hukum. Selain itu, pembatalan lelang dan risalah lelang juga menyebabkan masalah hukum bagi Pemenang Lelang yang beriktikad baik sebagaimana dalam kasus putusan pengadilan tnggi nomor 247/PDT/2018/PT.BDG Tanggal 23 Juli 2018. Oleh karena itu, Penulis menganalisis bagaimana tanggung jawab Pejabat Lelang dalam putusan pengadilan tersebut dan perlindungan hukum yang seharusnya didapatkan oleh Pemenang Lelang. Penelitian ini menggunakan metode peneltian normatif dengan pendekatan analisis data kualitatif. Penulis menyimpulkan bahwa Pejabat Lelang tidak bisa dimintai tanggung jawab atas kerugian yang diderita Pemenang Lelang karena Pejabat Lelang telah menjalankan ketentuan yang tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Pemenang Lelang seharusnya mendapatkan perlindungan berupa ganti rugi dari Penjual Lelang atas pembatalan penyelenggaraan lelang dan risalah lelang. Maka dari itu, Penulis menyarankan Pemenang Lelang mengajukan gugatan ganti rugi kepada Penjual Lelang. Selain itu, diperlukan pula adanya peraturan yang mengatur tentang gugatan pihak ketiga dalam lelang.
This thesis discusses the protection of an Auction Winner when a court decision canceled his auction deeds. Occasionally, the judicial auctions of real property based on Article 6 of the Indonesian Mortgage Law were annulled by court decisions. As a result, the deed of the related auction would lost its legality. In addition, the cancellation of an auction and its auction deed also causes legal problems to the auction winner who acts in good faith as in the case of the auction winner in the Court Verdict Number: 247/PDT/2018/PT.BDG dated 23 July 2018. Therefore, the writer analyses the responsibilities of the Auctioneer in the aforementioned court verdict and the legal protections which ought to be obtained by the Auction Winner. This research utilizes a normative method with a qualitative data analysis approach. The writer concludes that the Auctioneer could not be held liable for the damages to the Auction Winner because he has implemented the auction procedures in accordance with the Minister of Finance Regulation Number 27/PMK.06/2016.  The Auction Winner is supposed to obtain protection in the form of compensation from the auction seller due to the cancellation of the auction and its auction deed. Hence, the writer recommends that the Auction Winner claims damages against the Auction Seller. Besides, it is necessary to devise a regulation regarding the third parties lawsuit in the matter of auction.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Wijaya
Abstrak :
Perkembangan teknologi khususnya internet telah membawa banyak perubahan dalam cara bertransaksi dalam perdagangan, melalui internet peserta lelang yang sedianya harus datang ke kantor lelang, saat ini dapat mengikuti kegiatan lelang tanpa datang terlebih dahulu ke kantor lelang, Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah membangun Aplikasi Lelang Email (ALE) untuk mendukung perkembangan dari kegiatan lelang, Kementerian Keuangan juga telah menetapkan peraturan kementerian keuangan yang memperbolehkan lelang online untuk objek hak tanggungan, Padahal sebelumnya telah ditetapkan larangan terhadap pelaksanaan lelang atas objek Hak Tanggungan (eksekusi) melalui internet, bagaimanakah keabsahan serta perlindungan hukum bagi pemenang lelang, Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan pelaksanaan lelang atas objek hak tanggungan melalui ALE adalah sah, karena tidak terdapat larangan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, telah memenuhi kriteria dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan juga telah terdapat aturan baru yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 27/PMK.06/2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang yang menentukan bahwa lelang eksekusi termasuk lelang atas objek hak tanggungan dapat dilaksanakan melalui lelang online, selain itu tidak terdapat perbedan yang signifikan antara lelang online dengan lelang konvensional oleh karenanya hak dari pemenang lelang pada dasarnya secara hukum tetap terlindungi. ......The development of technology, particularly the internet, has brought many changes in commerce. Through the internet, bidders which originally have to come to the auction house, now can remotely participate in the auction. In Indonesia, The Ministry of Finance has built an e-mailauction application(ALE) to support the development of auctions. The Ministry of Finance also enacted ministerial regulation that allowsthe online auctions of mortgage objects. Previously,however, the government had set a ban on the online auction of Mortgage objects (execution auction). Therefore, the problem examined in this theses is the legal validity and the legal protection for the auction winners.The research method used in this paper is a normative study using secondary data.The writer concluded that the online auction of mortgage objects through ALE is legitimate because there is no restriction in the Act No. 4 of 1996 on Mortgage and it is comply with the Act No. 11 of 2008 on Information and E-Commerce. Furthermore,the newMinister of Finance Regulation, namelyPMK 27 of 2016,determines that execution auction, including mortgage auction, can be carried out through online auction.Thewriter also found that there is no significant differencebetween online auction and conventional auction. Therefore, the auction purchaser is legally protected.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Mochfiyuni Adimihardja
Abstrak :
Menurut Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia apabila terjadi wanprestasi maka cara penyelesaiannya adalah diutamakan dengan menjual barang Jaminan Fidusia melalui pelelangan. Namun demikian Undang-undang tersebut memberikan jalan keluar yang lain apabila dengan cara lelang barang tidak mencapai harga tertinggi yang tertuang dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c, yaitu dengan penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemberi dan Penerima Fidusia, dan hal ini dalam pelaksanaannya dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Dalam kenyataannya perusahaan leasing seringkali menjual di luar lelang dengan mengabaikan persyaratan-persyaratan yang telah diatur dalam Undang-undang Jaminan Fidusia. Cara seperti itu jelas melanggar Undang-undang, dan bila dipersoalkan jelas menjadi masalah hukum. Dalam hal ini perusahaan leasing berada dipihak yang lemah. Pemilik barang juga tidak terlindungi dan pembeli barangpun dapat terkena dampaknya bila ada gugatan mengenai barang Jaminan Fidusia. Penjualan barang Jaminan Fidusia secara lelang kurang diminati dikarenakan perusahaan leasing tidak mau berurusan dengan pemerintah karena prosesnya bisa menjadi lama dan perusahaan leasing akan terkena Bea Lelang. Apabila perusahaan leasing memilih cara penjualan secara langsung tanpa lelang, hal itu akan menimbulkan masalah hukum karena prakteknya tidak sesuai dengan Undangundang yang berlaku. Untuk itu diperlukan inisiatif antara Kantor Lelang dengan perusahaan leasing untuk memecahkan masalah tersebut.
According to Article 29 paragraph (1) letter b of Law Number 42 of 1999 regarding Fiduciary Security, in case of default, the settlement will be by giving the priority of selling such Fiduciary Security goods through the auction. However, such law gives another way out if the goods are not reach the highest price sold by auction as contained in Articles 29 paragraph (1) letter c, namely through the private sale conducted based on the agreement between the Fiduciary Provider and Recipient. It is implemented after the lapse of 1 (one) months as of the written notice of the Fiduciary Provider and Recipient to the interested parties and announced in at least 2 (two) newspaper circulated in the relevant religion. Realistically, the leasing company often sold the goods not through the auction by neglecting the terms and conditions already arranged in Law on Fiduciary Security. Such method infringes the Law and becomes, if mattered, a law problem. In this case, the leasing company is in the weak side. The goods owner is not protected and the goods buyer can be subjected to the impact in case of no suit on such Fiduciary Security goods. The sale of the Fiduciary Security goods through the auction is not interesting because the leasing company does not want to have any deal with the government because of prolonged process and the leasing company will be subjected to Auction Charge. If the leasing company chooses the direct sale without auction, it will cause of law problem because it is not in accordance with the prevailing law. To that end, it is necessary to for the Auction Office and the leasing company to have the initiative to solve such problem.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26701
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6   >>