Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fifidiana
"Atas lelang yang telah dilaksanakan, tidak dapat dibatalkan oleh Kantor Lelang, hal ini ditegaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK 01/2002 jo. No. 450/KMK 01/2002 yang berbunyi ?Pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan?. Permasalahan pokok adalah bagaimana kompetensi Badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Risalah Lelang dan bagaimana kepastian hukum Risalah Lelang bilamana terdapat putusan badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara yang saling bertentangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian eksploratoris serta rancangan penelitian case study desain untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dan terintegrasi yang terkait dengan kasus dalam putusan pengadilan yang diteliti dan didukung dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data dihimpun melalui studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus tersebut ternyata Risalah Lelang bukan merupakan penetapan pejabat Tata Usaha Negara melainkan Berita Acara hasil penjualan barang tereksekusi. Oleh karenanya Risalah Lelang bukan keputusan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dan bukan objek gugatan Tata Usaha Negara melainkan masuk dalam lingkup kewenangan Badan Peradilan Umum. Apabila terdapat putusan badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara yang saling bertentangan mengenai pembatalan Risalah Lelang maka demi terwujudnya kepastian hukum para pihak dapat memohon fatwa kepada Mahkamah Agung.

Upon the auction that has been executed, it shall not be cancelled by The Auction Office, this is firmly stated ini the Gecree of Finance Minister Number 304/KMK 01/2002 in connection with Number 450/KMK 01/2002, sound that ?Any Auction has been executed in compliance with the prevailing provision could not be canceled?. The primary issue is how the competency of Public Judicial Board and State Administration Judicial Board in canceling the Minutes of Auction, and how the law conviction of the minutes of auction whenever there is adjudication of the Public Judicial Board and State Administration Judicial Board in which they are contrary each other.
The research method adopted herein shall be library research with the research type of exploratory using the design research of case study design in order to obtain the information entirely, integrated in connection with the researched court adjudication, and supported by the primary, secondary and tertiary law materials. The data are collected by documentation study.
The research outcome transpires that in fact on such case the Minutes of Auction is not a determination of the an Official of the State Administration but as a Minutes of Sales outcome of executed property. Therefore the Minutes of Auction is not the adjudication of the Board/Officials of the State Administration and not an accusation object of the State administration but rather than include in the authority of Public Judicial Board. In the event of occurring any adjudication of Public Judicial Board and State Administration Judicial Board concerning canceling the Minutes of Auction, in which they are contrary each other, therefore in the interest of law conviction the parties could request a binding ruling to The Supreme Court."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25244
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Angelika
"Dalam rangka penyelesaian akibat-akibat dari krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 di Indonesia, khususnya berkenaan dengan masalah utang piutang yang sangat mendesak di kalangan dunia usaha dan atas permintaan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Indonesia harus segera menyempurnakan sarana hukum yang mengatur permasalahan kewajiban debitur kepada kreditur agar kreditur khususnya kreditur asing memperoleh jaminan kepastian hukum. Untuk itu dibentuklah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Kepailitan yang berlaku sejak tanggal 22 Agustus 1998, yang kemudian disahkan .menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan pada tanggal 9 September 1998. Tujuan dari Undang-undang Kepailitan adalah untuk memenuhi kepentingan baik kreditur maupun debitur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kepentingan kreditur dapat terlindungi dalam pelaksanaan hukum kepailitan di Indonesia melalui putusan-putusan badan peradilan. Berdasarkan kajian terhadap putusan-putusan pailit yang ada dalam praktek, ternyata dalam banyak kasus kepentingan kreditur belum terpenuhi dengan adanya putusan-putusan pailit. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan penelitian normatif yang biasa digunakan dalam ilmu hukum dengan menekankan penelitian kepustakaan yang hasilnya akan diuraikan secara deskriptif."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Martiman Prodjohamidjojo
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
347.01 MAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina L.
"Biaya proses penyelesaian perkara merupakan masalah terkait antara kedudukan badan peradilan dan keuangan negara sebagai akibat luasnya ruang lingkup keuangan negara menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003. Mahkamah Agung menganggap biaya proses penyelesaian biaya perkara pada di semua badan peradilan yang menangani perkara perdata tidak termasuk keuangan negara karena biaya tersebut adalah biaya habis pakai untuk pemanggilan dalam proses perkara pengadilan. Status hukum biaya proses penyelesaian perkara di lingkungan badan peradilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah sebagai uang pihak ketiga yang merupakan hak para pihak yang berkepentingan dan digunakan badan peradilan yang menangani perkara perdata untuk menyelenggarakan proses penyelesaian perkara, bukan uang yang timbul sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiba negara. Dengan demikian, yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab biaya proses penyelesaian perkara di lingkungan badan peradilan yang menangani perkara perdata hanyalah unit pemeriksaan internal MA, sedangkan BPK memeriksa keuangan MA yang berasal dari hak dan kewajibannya sebagai lembaga negara.
......Judicial process fee is a problem about court position and state finance beyond impact scope of state finance regarding article 2 Law number 17, 2003. Supreme Court said judicial process fee, that handle of civil case, is not include scope of state finance because its using for judiciaal process and have been using for Supreme Court. Legal statutory judicial process fee regarding of laws is third parties, and not include scope state of finance. Audit institution for judicial process fee from civil case is internal auditor and Supreme Auditor Board or Badan Pemeriksa Keuangan just audit for Supreme’s finance from its right and obligations as a state institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25467
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manggala, Rita
"Permasalahan kedudukan hukum anak luar kawin terhadap bapak dan/atau ibunya merupakan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena anak luar kawin didiskriminasi baik dalam kedudukan hukumnya maupun di dalam lingkungan masyarakat. Di dalam Undang-undang Perkawinan dan K.U.H.Perdata seorang bapak biologis dari anak luar kawin yang tidak diakuinya, tidak memiliki kewajiban apapun terhadap anak tersebut. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah mengapa anak biologis yang tidak diakui oleh bapaknya mendapatkan ganti rugi berupa nafkah dari bapaknya, khususnya dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 935 K/Pdt/1998 dan apakah yang menjadi pertimbangan Mahkamah Agung dalam menyatakan anak biologis yang tidak diakui bapaknya mendapat ganti rugi berupa nafkah khususnya dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 935 K/Pdt/1998. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Bapak biologis yang tidak mau mengakui anak luar kawin biologisnya secara yuridis, menimbulkan kerugian baik secara materil maupun imateril bagi ibu dan anak tersebut. Perbuatan tidak mau mengakui anak luar kawin oleh bapaknya yang sudah ternyata dengan jelas adalah anak biologisnya menurut Mahkamah Agung Republik Indonesia termasuk perbuatan melawan hukum sehingga dapat ditetapkan untuk memberikan ganti rugi berupa pemberian nafkah bagi pihak yang dirugikan. Perlu dibuat suatu penegasan di dalam Peraturan Pemerintah yang akan mengatur lebih lanjut mengenai anak luar kawin khususnya bagi anak luar kawin yang tidak diakui oleh bapaknya secara yuridis, bahwa seorang bapak dari anak luar kawin tersebut tetap harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan, perawatan, pengasuhan dan memberikan bimbingan berdasarkan kasih sayang hingga anak tersebut dewasa. Karena seorang anak(tanpa melihat apakah ia anak sah atau anak luar kawin) berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan."
2006
T16497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hakam Musais
"Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013, pilkada bukan lagi pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis, sampai saat ini juga masih menimbulkan perdebatan apakah dilaksanakan secara langsung atau dapat pula melalui perwakilan. Kewenangan untuk mengadili perselisihan hasil pilkada di Indonesia telah beberapa kali berpindah dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi, lalu dikembalikan kepada Mahkamah Agung, dan terakhir secara normatif diberikan kepada badan peradilan khusus. Alih-alih menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 untuk mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hasil pilkada, pembuat undang-undang justru mengembalikan kewenangan penyelesaian hasil pilkada untuk sementara waktu kepada Mahkamah Konstitusi. Meskipun badan peradilan khusus harus dibentuk paling lambat pada tahun 2024, sebelum dilaksanakannya pilkada serentak nasional, sampai dengan saat ini masih belum ada pembahasan serius untuk mencari format ideal penyelesaian perselisihan hasil pilkada. Terlepas dari hal tersebut, pada praktik ketatanegaraan di negara lain telah dikenal electoral court yang secara khusus mengadili perselisihan hasil pilkada. Namun demikian, pengaturannya dilandasi oleh pencantuman kewenangan lembaga tersebut pada konstitusi. Dari fakta pengalaman dalam mengadili perselisihan hasil pilkada, Mahkamah Konstitusi diakui oleh berbagai kalangan lebih baik daripada Mahkamah Agung. Untuk itu, penyelesaian perselisihan hasil pilkada sebaiknya diberikan kembali kepada Mahkamah Konstitusi.
......
Post-decision of the Constitutional Court Number 97/PUU-XI/2013, regional election is no longer as an election mentioned in the Article 22E of the 1945 Constitution of the Repuublic of Indonesia. Until now, debates about provisions of the Article 18 paragraph (4) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, especially about regional heads are democratically elected, should be applied by direct regional election or indirect regional election. The authority to resolving disputes over regional elections results in Indonesia has moved from Supreme Court to Constitutional Court, then returned to the Supreme Court, and finally its given to the special judicial bodies. Instead of executing the Constitutional Courts Decision Number 97/PUU-XI/2013 to regulate about institution to resolve disputes over regional election, law makers even give the authority back to the Constitutional Court, as a temporarily authority until the Special Judicial Bodies established. Although the Special Judicial Bodies should be formed before years of 2024 which is simultaneously national election are held, there are no serious discussion from the lawmakers to have an insight for an institution to resolving the disputes over regional election results. Even though, constitutional practices in other countries began to introduce electoral court as a special judicial bodies to resolving disputes over regional elections results. However, it based on the provision on their constitution. From the fact of experiences in resolving disputes over regional elections results, Constitutional Court is better than the Supreme Court was. For this reason, the authority to resolving disputes over regional elections results, is way much better if returned to the Constitutional Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T55129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Kristianto Wahyu Kurniawan
"ABSTRAK
Dualisme penanganan sengketa administratif di bidang kepabeanan antara pengadilan
Pajak dan Pengadilan Tata Usaha Negara telah menciptakan ketidakpastian hukum.
Untuk itu penelitian ini membahas mengenai kekuasaan kehakiman terkait penanganan
sengketa dimaksud. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Sejalan
dengan metode tersebut, pendekatan yang digunakan ini adalah pendekatan analitis
(analytical approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute
approach). Berdasarkan sifatnya, penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum
deskriptif, sedangkan berdasarkan bentuknya, penelitian hukum ini merupakan
penelitian preskriptif. Setelah dilakukan penelitian secara komprehensif maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan
mengadili sengketa administratif di bidang kepabeanan adalah Pengadilan Pajak.

ABSTRACT
Dualism adjudication in customs administrative dispute between Tax Court and
Administrative Court has caused a legal uncertainty. Therefore, this research analyzes
the judicial power regarding to the dispute mentioned. This study uses normative
research method. Accordingly, this research uses analytical approach and statute
approach. By its nature, this study is a descriptive legal research, and by its form this
study is a prescriptive legal research. Based on the analysis conducted in this research, it
is concluded that the most competent court to adjudicate customs administrative dispute
is Tax Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kalingga Hermawan
"Kebutuhan manusia yang begitu banyak sering kali tidak dapat dipenuhi dengan dana yang ia miliki sehingga manusia memerlukan suatu lembaga yang memberikan fasilitas yang bertujuan untuk memberikan dana penunjang untuk memenuhi kebutuhannya, yakni lembaga jaminan. Dalam pelaksanaannya, setiap lembaga jaminan mengatur tata cara eksekusi nya masing-masing. Hukum Indonesia yang mengenal dua lembaga jaminan yakni lembaga jaminan gadai dan fidusia, mengatur bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap benda jaminan khususnya benda bergerak dapat dilakukan melalui lembaga parate executie yang dilakukan tanpa melibatkan proses peradilan dan rieel executie yang dilakukan melalui proses peradilan. Disini diketahui bahwa dalam pelaksanaan eksekusi benda jaminan, negara Indonesia masih melibatkan badan peradilan. Hal tersebut berbeda dengan negara Australia yang pelaksanaan eksekusi benda jaminannya tidak melibatkan badan peradilan. Di negara Australia, hak jaminan benda bergerak yang bernaung dalam satu lembaga yakni lembaga Personal Property Securities, mengatur bahwa terkait pelaksanaan eksekusi nya, para pihak dalam perjanjian penjaminan mengemban hak dan kewajibannya masing-masing berdasarkan Personal Property Securities Act 2009. Sehingga, pelaksanaannya tidak perlu melibatkan badan peradilan. Adanya perbedaan ketentuan tersebut, menjadi dasar penulis untuk melakukan perbandingan terkait pengaturan pelaksanaan eksekusi jaminan benda bergerak antara kedua negara. Dengan itu, dalam skripsi ini akan dibahas mengenai persamaan dan perbedaan pelaksanaan eksekusi lembaga jaminan benda bergerak di Indonesia dan Australia berikut dengan penjelasan umum terkait hukum jaminan yang berlaku di kedua negara. 
......Human need often can not be fulfilled because of the limited amount of funds they have, therefore humans need an institution that provides facilities that aim to provide supporting funds to meet their needs, such as security institution.  In practice, every security institution regulates the procedure of its own execution. Indonesia security law, provides two types of security in personal property which is pawn and fiduciary guarantee, both types of security regulate that the execution of collateral can be enforce through parate executie and rieel executie. Enforcing collateral through parate executie does not requaries the court act , while the implementation of rieel executie is involving the court decision. Thus, it is known that the execution of collateral in Indonesian still involves the court act. In the other side, execution of personal property in Australia security law does not involve the court. In Australia, security interest in personal property regulated under one institusion, namely Personal Property Securities. Under the Personal Property Securities, execution of personal property can be enforced by the parties in the security agreement by complying the rights and obligations regulated under Personal Property Securities Act 2009. As a result, the execution of collateral in Australia security law does not requires the court act. The difference in these provisions becomes the basis for the author to make a comparisons related to the execution of personal property between the two countries. Therefore, this thesis will discuss the similarities and differences in the execution of personal property security in Indonesia and Australia along with general explanation related to the security law in both countries. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library