Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moh. lchsan Sudjarno
Abstrak :
Salah satu upaya untuk mencegah penyakit adalah menjaga kualitas lingkungan agar tetap pada kondisi yang sehat. Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari risiko kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Beberapa penyakit berbasis lingkungan antara lain adalah diare, TB paru, demam berdarah dan kecacingan. Prevalensi penyakit kecacingan di Indonesia masih tinggi. Selain itu penyakit kecacingan paling banyak ditemukan di daerah yang keadaan sanitasinya buruk. Prevalensi kecacingan dipengaruhi oleh tingginya pencemaran telur cacing pada tanah permukaan di lingkungan perumahan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pencemaran tanah oleh telur cacing dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pencemaran tanah oleh telur cacing pada lingkungan perumahan penduduk. Disain penelitian adalah Cross sectional, dengan unit analisa rumah tangga, besar sampel sama dengan total populasi (404 rumah) dari seluruh rumah yang memiliki jamban yang pembangunannya dibantu oleh pemerintah daerah. Hasil analisa multivariat diperoleh gambaran tentang besarnya risiko untuk terjadinya pencemaran tanah di lingkungan perumahan yaitu : (1) OR pemanfaatan jamban 4,89 (95%CI; 3,07 - 7,78), (2) OR genangan air hujan 2,10 (95%CI; 1,22- 3,62), (3) OR kebersihan jamban 2,77 (95%CI; 1,63-4,69).
Factors Related to Contamination of Soil Transmitted Helminth in Housing Area in Walantaka Sub District, Serang Regency, The Year 1999.One of the effort to prevent any diseases is to permanently maintain the quality of environmental in a good manner. The quality of the environmental health is the condition that guarantees the absence from the risk of health and safety hazards for human life. Several infections diseases are closely related to environmental condition for example: diarrhea, pneumonia, tuberculosis, and dengue hemorrhagic fever and soil transmitted helminth. The prevalence disease of causal by soil transmitted helminth remain high in Indonesia, and mostly prevalent in the areas with poor sanitary condition. The high level of soil contamination by eggs of the intestinal namatode in the housing influences the prevalence level of diseases by soil transmitted helminth. The objective of this study is to identify the magnitude of soil contamination with eggs of intestinal nematode and factors related to the environment of community housing. The research design is cross sectional carried out among 404 households. The result of the multivariate analysis showed that the risk factors of soil contamination by eggs of intestinal nematode in housing area are as follows : (1) not using latrine has the highest level of risk OR = 4,89 (95 % CI : 3,07 - 7,78), (2) The cleanliness of Iatrine risk is OR = 2,77 (95 % CI : 1,63 - 4,69), (3) The stagnant of rain water risk is OR = 2,10 (95 % CI : 1,22 - 3,62).
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrajati Kohar
Abstrak :
Untuk meneliti kandungan Pb dalam tanaman kangkung telah dilakukan penelitian menggunakan kangkung darat (Ipomoea reptans) yang ditanam pada media hidroponik, dan disiram dengan Multigrow Complete Plant Food (2000 mg/L) larutan Pb (2 mg/L) dua kali sehari. Sampel kangkung diambil berdasarkan umur tanaman (3 dan 6 minggu), dan bagian tanaman (akar dan seluruh bagian tanaman tanpa akar). Digunakan Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS) Fison 3410+ untuk mengukur kandungan Pb dalam sampel. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam tanaman akumulasi Pb terutama terdapat di akar.Pada tanaman kangkung yang berumur 6 minggu Pb terdapat dalam akar sebanyak 3.36 mg/kg sampel dan di bagian lain dari tanaman terdapat kandungan Pb sebesar 2.09 mg/kg sampel, dimana jumlah ini melampaui jumlah maksimum yang diperolehkan untuk dikonsumsi yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (maximum dietary allowance) yaitu 2 mg/kg; sedangkan pada tanaman yang berumur 3 minggu kandungan Pb nya dalam akar adalah 1.86 mg/kg sampel dalam bagian lain dari tanaman sebesar 1.13 mg/kg dan tidak melampaui batas yang ditetapkan oleh BPOM. Karena itu dianjurkan untuk memanen kangkung pada umur tidak lebih dari 3 minggu.
Study on Pb Content in 3 Week and 6 Week Old Kangkung (Ipomoea reptans Poir) Planted in Pb containing Media. A study on the content of Pb in kangkung has been conducted. Land kangkung (Ipomoea reptans) was used as the sample, and was planted in hydrophonic media, and watered with Multigrow Complete Plant Food (2000 mg/L) and Pb solution (2 mg/L) twice a day. Samples were taken based on the age (3 and 6 week old), and part of the plant (root and all parts without root). Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS) Fison 3410+ was used to measure the Pb content. It was shown that in the plant the accumulation was mostly happened in the root. The 6 week-old plant contained Pb not just in the root (3.36 mg/kg sample) but also in the other part of the plant (2.09 mg/kg sample) and those were exceeded the maximum dietary allowance (2 mg/kg sample) regulated by the Indonesian FDA; while in the 3 week-old plant the Pb content in the root was 1.86 mg/kg sample and in the other part of the plan was 1.13 mg/kg, which is not exceeded the dietary allowance. So it is advisable to harvest the kangkung vegetable at the most of 3 week-old.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadani
Abstrak :
Potensi Usaha Mikro Kecil Menengah kota Depok sangat beragam dan berkembang pesat dikarenakan posisi kota yang strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Namun, khusus pada jajanan kuliner belum dijamin keamanannya dari adanya cemaran mikroba patogen dalam makanan dan minuman. Adanya cemaran mikroba patogen pada makanan dan minuman dapat menimbulkan resiko penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya cemaran mikroba patogen pada sampel susu kedelai usaha rumahan. Sampel pengujian ini diambil dari tujuh produsen susu kedelai usaha rumahan yang menjajakan dagangannya di sekitar kampus Universitas Indonesia.Uji yang dilakukan meliputi penetapan Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Khamir (AKK), Angka Paling Mungkin (APM) Coliform, serta identifikasi Escherichia coli, Salmonella-Shigella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa yang mengacu pada metode dalam SNI 7388-2009.Dari tujuh sampel susu kedelai yang diperiksa menunjukkan sampel A, B, C, dan D tercemar sedangkan sampel E, F, dan G tidak tercemar mikroba patogen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa belum seluruh sampel susu kedelai terjamin kualitasnya secara mikrobiologis.
Potential of Micro, Small and Medium Enterprises Depok city is very diverse and is growing rapidly due to the strategic position of the city, flanked by Jakarta and Bogor. However, especially in the culinary snacks yet secured from the presence of pathogenic microbial contamination in foods and beverages. The presence of pathogenic microbial contamination in foods and beverages can cause the risk of disease. This research conducted to identify the presence or absence of pathogenic microbial contamination in soy milk sample home-based business. The test samples were taken from seven manufacturers of soy milk home-based businesses that peddle his wares around the campus of the University of Indonesia. Testing was conducted on the determination of Total Plate Count(TPC),mold-yeast count (AKK), most probable number (MPN), as well as the identification Escherichia coli, Salmonella - Shigella, Staphylococcus aureus, and Pseudomonas aeruginosa which refers to the method in SNI 7388 - 2009.From seven samples of soy milk were examined showed a sample A, B, C, and D contaminated while samples E, F, and G are not pathogenic microbes uncontaminated. These results indicate that not all soy milk samples microbiological quality assured.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toronto: University of Toronto Press, 1968
616.01 MIC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indrajati Kohar
Abstrak :
Kangkung termasuk sayuran yang banyak digemari, yang mudah tumbuh ditempat berair ataupun di dekat sungai, dan karena itu banyak ditanam di dekat sungai dan disirami dengan air sungai tersebut. Jika sungai tercemar dengan logam berat, maka kemungkinan besar tanaman yang tumbuh disitu juga tercemar. Suatu penelitian terhadap kangkung yang ditanam di media yang tercemar oleh Pb membuktikan bahwa kangkung tersebut juga mengandung Pb. Untuk mengetahui sejauh mana perebusan dapat mengurangi kandungan Pb dalam kangkung dilakukan penelitian dengan berbagai cara perebusan. Pada penelitian ini digunakan kangkung darat (Ipomoea reptans) sebagai sampel, dan ditanam secara hidrofonik, serta disiram dengan larutan Multigrow Complete Plant Food (2000 mg/L) dan larutan Pb (2 mg/L dua kali sehari. Kangkung dipanen pada usia 54 hari, kemudian daun dan batangnya direbus dengan berbagai cara. Perlakuan I: direbus dengan air saja, perlakuan II: direbus dengan penambahan NaCl, perlakuan III: direbus dengan penambahan asam asetat 25%. Perlakuan IV: sampel yang tidak direbus, sebagai kontrol. Untuk mengukur kandungan Pb digunakan alat Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS) Fison 3410+. Penambahan asam asetat ternyata tidak mengurangi kandungan Pb dalam daun dan batang kangkung sebanyak yang disebabkan oleh perebusan tanpa penambahan NaCl atau asam asetat, ataupun perebusan dengan penambahan NaCl. Perbedaan ini sangat signifikan pada batang kangkung, sedangkan pada daun tidak signifikan.
Study on The Content of Pb in Twigs And Leaves of Kangkung (Ipomoea reptans Poir) Boiled With The Addition of NaCl And Acetic Acid. Kangkung is a kind of favorable vegetables that used to grow near a river, and is cultivated and watered with water from the river. If the river is polluted by heavy metals, there is a risk that the plant is contaminated too. A study on the content of Pb in kangkung planted in Pb contaminated media has been conducted, and it was proven that Pb was found in the plant. Land kangkung (Ipomoea reptans) was used as sample, and was planted in hydrophonic media, and watered with Multigrow Complete Plant Food (2000 mg/L) and Pb solution (2 mg/L) twice a day. Samples were taken based on the age of 54 days, then the twigs and leaves were boiled in different ways: I. Boiled with no addition, II. Boiled with addition of NaCl , and III. Boiled with addition of acetic acid. IV. Unboiled sample as the control. Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS) Fison 3410+ was used to measure the Pb content. It was shown that boiling the kangkung reduced the Pb content in the leaves as well as in the twigs; however, the acetic acid addition showed the least effect. In the leaves the three different ways of boiling did not show significant different, while in twigs the different was significant.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Avita Aliza Usfar
Abstrak :
ABSTRACT
Worldwide it is estimated that 1400 million episodes of diarrhea occur annually in children under the age of 5 years. In 1990, over 3 million of such children died. Up to 70% of diarrhea episodes could be due to pathogens transmitted through food (Motarjemi, et. al., 1993). A prospective cohort study was conducted in Kelurahan Kapuk, West Jakarta. The purpose was to identify relationship between food contamination, diarrhea, and nutritional status of children age 6 months to 2 years.

Food samples such as drinking water (DW), rice mixture (RH), and milk formula (ME) consumed by 99 children were tested for contamination of Escherichia coli, total coliform, and total aerobic bacteria (APO). Diarrhea occurrence during 2-weekperiod were noted along with measurements of weight and height.

The results were as follow: 6% DW, 18% RM, and 7% MF were contaminated by faecal coliform; 29% DW, 26% RM, and 46% MF had total coliform below the recommenced guideline values of Health Department and WHO (Depkes, RI 1990, Depkes, RI 1991 & WHO, 1985); as well as 74% DW, 43% RM, and 12% MF for APC. However, no statistical significant relationship was found between food contamination and diarrhea.

Seventeen children suffered diarrhea during the 2-week study period; ranging from 1-6 days with average of 3 days. No persistent diarrhea was found. About half (53%) of the diarrhea children had mild dehydration problem.

Mean x-scores of weight-for-height for the diarrhea children at food sampling and 7 day afterward were (-1.39±1.03) and (-0.62+2 90). Six children were wasted at food sampling day, but only 5 were still wasted at 7th day visit. No statistical significant relationship was found between diarrhea and nutritional status after the disease.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erike Anggraini Suwarsono
Abstrak :
Indonesia termasuk ke dalam kriteria negara 'high-burden' dengan insidensi TB yang masih tinggi. Indonesia masuk kedalam kriteria ini karena tingginya data epidemiologis kasus TB-HIV dan TB-MDR. Spesimen klinis terbanyak yang diolah untuk kultur TB adalah sputum, yang mengandung banyak kontaminan dari flora normal tenggorok. Salah satu metode kultur TB yang ideal adalah dengan mengembangkan larutan yang mudah didapat serta efektif tanpa banyak membunuh basil TB. Bleach adalah larutan yang murah dan diketahui secara luas sebagai disinfektan yang baik sehingga dapat dijadikan alternatif. Penelitian dilaksanakan di laboratorium TB LMK FK UI RSCM menggunakan 35 sampel dengan BTA positif. Setiap sampel dibagi dalam 4 kelompok dengan metode dekontaminasi yang berbeda. Keempat metode tersebut menggunakan 4 NaOH, 2 NALC-NaOH, 5 asam oksalat dan 1 bleach. Larutan 1 bleach disiapkan dari larutan pemutih komersial yang ada di pasaran. Setiap kelompok perlakuan dihitung proprsi kontaminasi dan kultur positif. Kultur positif divalidasi menggunakan MPT 64. Hasil penelitian menunjukkan subyek dengan BTA 1 sebanyak 46, BTA 2 37 dan BTA 3 sebanyak 17. Bleach merupakan kelompok dengan proporsi kontaminasi terbaik sebesar 2.8 dibanding 4 NaOH sebesar 5.7, dengan perbedaan proporsi kontaminasi yang signifikan p=0.000. Terdapat perbedaan signifikan antar kelompok dalam proporsi kultur positif p=0.006, tetapi pada uji post hoc tidak ada perbedaan bermakna antara 1 bleach, 4 NaOH dan 2 NALC-NaOH. Kesimpulan penelitian ini, 1 bleach dapat digunakan untuk dekontaminan pada kultur TB dengan harga yang lebih murah, terutama pada sampel BTA 2 keatas serta terkontaminasi berat. ...... Indonesia remains one of 22 high burden countries with highly tuberculosis TB incidence according to WHO. There are a lot of numbers of TB HIV and TB ndash MDR in Indonesia. As most processed clinical specimen for TB culture, sputum is contaminated by normal flora from oropharyngeal tract. The best method to establish appropriate culture from sputum is establishing a safe solution for the laboratory worker without kills numerous TB bacilli, preferred economic and easy prepared solution. Bleach is well known as cheap and good disinfectant that could use as an alternative. The research was aimed to compare the capability as bleach as decontaminat solution to other solution. The study was conducted at TB laboratory of FMUI, by using 35 samples sputum with positive AFS, 3 5 ml. Each sample was divided into 4 groups which was decontaminated by different methods. The methods are 4 NaOH, 2 NALC NaOH, 5 oxalic acid and 1 bleach. 1 Bleach was prepared from commercially bleach. Each group was assessed for contamination and culture positive rate. The positive culture was validated using MPT 64. The number of positive AFS were 1 46, 2 37 and 3 17. Bleach had the best contamination rate which was 2.8 compared to 4 NaOH 5.7, and significant difference among 4 groups p 0.000. There was also significant difference among 4 groups in positive culture proportion p 0.006, but there wasn rsquo t signficant different between 1 bleach, 4 NaOH and 2 NALC NaOH. Conclusion of this study is, 1 bleach can be used as an alternative solution for decontamination of TB culture from highly contaminated sputum with AFB higher than 2.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Air sungai cikaniki adalah anak sungai dari sungai Cisadane,di wilayah jawa barat,yang sebagian ruasnya mengalir melalui daerah aktivitas penambangan emas di pongkor,Bogor. Logam berat terutama merkuri (Hg)sebagai bahan kimia untuk memisahkan bijih emas diduga mencemari perairan ruas sungai cikini. Tingkat pencemaran logam berta yang terjadi dalam suatu perairan dapat diketahui dengan melihat indeks kontaminasi logam beratnya yaitu dengan membandingkan konsentrasi logam berat daerah situs uji (test site) dengan konsentrasi logam berat daerah acuan (reference site). Hasil rata-rata perhitungan indeks kontaminasi logam berat Hg di air menunjukkan kondisi tercemar sedang dan cenderung tercemar berat. Nilai indeks kontaminasi berdasarkan data tahun 2006 antara 1,19 - 1,61; data tahun 2007 antara 1,04 - 1,29, sedangkan tahun 2008 indeks kontaminasinya 1,82 - 2,04. Hasil perhitungan indeks kontaminasi logam pada sedimen memiliki pola hampir sama dengan yang perairan akan tetapi lebih tinggi dengan nilai indeks kontaminasi rata-rata sebesar 1,33 - 1,58 (2007) dan 1,47-1,71 (2008)
2010
551 LIMNO 17:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Susiani
Abstrak :
Kasus sengketa lingkungan hidup pada umumnya diselesaikan melalui pengadilan, baik secara perdata, maupun secara pidana yang diatur diadalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 Undang-undang Nomor : 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH). Namun jarang sekali kasus sengketa lingkungan hidup yang menang di pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui Pengadilan memerlukan waktu yang tidak sedikit, sementara itu pencemaran terus berlangsung. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar proses sidang pengadilan relatif lebih menguntungkan, karena waktu yang diperlukan lebih singkat, para pihak dapat bermusyawarah dan bermufakat sehingga dapat menghasilkan keputusan yang bersifat win-win dalam arti tidak ada pihak yang menang ataupun yang kalah. UULH tidak mengatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Namun di dalam Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup (RUULH) yang akan datang diatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Bahkan RUULH secara tegas membuka peluang bagi tumbuh dan berkembangnya mediator swasta disamping mediator yang berasal dari aparat pemerintah. Hal itu tercermin dalam Pasal 28 RUULH. Sebagai alternatif penyelesaian sengketa lingkungan, arbitrase banyak mempunyai kelebihan yaitu, cepat, murah dan efektif. Pada umumnya arbitrase dipakai dalam penyelesaian sengketa komersial (perdagangan) baik dalam negeri maupun luar negeri. Arbitrase karena sifatnya yang menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dapat mengarah kepada situasi win-win dan bukan win-lose. Meskipun lebih menguntungkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase masih kalah populer dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui mediasi. Hal ini terbukti belum satu pun sengketa lingkungan hidup yang diselesaikan melalui Arbitrase. Kurang populernya penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase, karena kurang dikenalnya lembaga tersebut di dalam negeri sendiri.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>