Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martin, Stephen, 1961-
Oxford, UK: Blacwell Publisher, 2002
338.8 MAR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Vidya Hartini
"ABSTRAK
Tesis ini membahas struktur, perilaku dan kinerja dari industri susu di Indonesia, menggunakan analisis pendekatan Structure-Conduct-Performance serta menganalisis hubungannya dengan kebijakan yang terkait dengan industri susu selama tahun 1985 - 2011, maka akan terurai struktur yang terbentuk dalam industri susu merupakan faktor yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja perusahaan. Penelitian ini dibatasi hanya pada industri susu sebagai konsumen Susu Segar Dalam Negeri dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh pendekatan kualitatif.Salah satu sektor pertanian yang masih memiliki potensi besar untuk diberdayakan untuk mencapai ketahanan pangan adalah sektor peternakan susu sapi. Akan tetapi, peningkatan konsumsi susu sebesar 14,01 persen selama tahun 2002 - 2007, tidak diiringi oleh pertumbuhan produksi susu dalam negeri yang hanya sebesar 8,8 persen. Oleh sebab itu, kebutuhan susu dalam negeri terpaksa dipasok dari importasi susu. Dalam jangka waktu yang lebih panjang, kebijakan importasi ini akan meningkat setiap tahunnya karena peningkatan jumlah penduduk apabila pasokan Susu Segar Dalam Negeri tidak dapat mencukupi kebutuhan nasional. Pada tahun 1997, terdapat liberalisasi perdagangan dengan adanya penghapusan kebijakan persusuan dan penurunan bea masuk impor susu telah membuat perusahaan susu harus berhadapan dengan harga susu impor yang cenderung fluktuatif tergantung dengan supply dan demand dari dunia internasional. Hal ini mempengaruhi struktur dari industri susu ikut terpengaruh dimana struktur pasar dari industri susu menjadi oligopoli ketat. Semakin terkonsentrasinya industri susu kemudian mempengaruhi perilaku perusahaan susu dan kinerja dari industri susu.Struktur industri susu dianalisasis melalui tingkat konsentrasi pasar dengan menggunakan Market Share MS dan Concentration Ratio empat pemain terbesar CR4 . Hambatan masuk dihitung dengan menggunakan Minimum Effisiency Scale MES . Perilaku perusahaan susu dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap peternak, perusahaan susu dan koperasi. Kinerja industri diperoleh melalui angka Price Cost Margin PCM .Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur industri susu di Indonesia terkonsentrasi akibat adanya penghapusan kebijakan dari tahun 1998-2011, sehingga dapat dikatakan bahwa struktur dipengaruhi oleh kebijakan. Struktur industri susu yang terkonsentrasi mempengaruhi perilaku penetapan harga dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan susu, dimana perusahaan susu dapat menetapkan harga beli susu ditingkat peternak lebih murah daripada harga beli susu ditingkat peternak di luar negeri. Perilaku dari industri susu sendiri tidak dipengaruhi oleh kebijakan, akan tetapi dipengaruhi oleh struktur dari industri susu itu sendiri. Ketidakmampuan peternak dalam negeri memasok kebutuhan konsumsi dalam negeri menyebabkan perusahaan susu menggunakan susu impor, dimana hampir 80 susu impor menguasai bahan baku industri susu di Indonesia. Hal ini merupakan penjelasan mengapa kinerja industri susu dipengaruhi oleh harga susu impor dan bukan dikarenakan perilaku dari perusahaan susu. Sedangkan kinerja industri susu sendiri tidak dipengaruhi oleh kebijakan. Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja perusahaan cenderung tidak mendukung pendekatan Structure - Conduct - Performance tradisional yang dikembangkan oleh kaum Harvard yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara stuktur pasar dengan tingkat kinerja

ABSTRACT
This research discuss the structure, conduct and performance of dairy industry in Indonesia, using analytical Structure Conduct Performance approaches and analyze its relationship with the policy which associated with dairy industry during 1985 2011.This approach will describe how the formed structure formed in the dairy industry whether affect or affected by behaviour and performance of the dairy industry. The research focus on dairy industry as consumers of domestic fresh milk and using quantitative approach and supported by qualitative approach.One of the agricultural sector that still has a great potential to be empowered to achieve food sustainability in Indonesia is dairy cattle sector. However, milk consumption growth has been increasing 14,01 percent during 2002 2007, despite milk production growth only increasing to8,8 percent. Due to that, the need of domestic milk was forced to be provided by milk from importation. In time, the importation policy will increase milk importation rsquo s growth every year if market couldn rsquo t meet demand of the national rsquo s need of fresh milk. In 1997, there was trade liberalization which remove domestic dairy policy and decrease import duty of milk. This policy made domestic dairy price dealing with milk import price, which give fluctuation depend on supply and demand from international side. It affects structure of domestic dairy industry to become tight oligopoly. This concentration of dairy industry resulting dairies behaviour and its preformance.The market structure analyzed through Market Share MS and ConcentrationRatio CR of big four companies. Entry barriers is calculated using Minimum Effisiency Scale MES . While the dairies behaviour in pricing and buying from farmers researched by indepth interview of farmers, dairies and cooperatives. Performance of dairy are acquired through Price Cost Margin PCM .The research concludes that the structure of the dairy industry in Indonesia is concentrated, due to the elimination of the policy during 1998 2011. It concludes that the dairy industry rsquo s structure is affected by the policy. The concentrated structure of the dairy industry is influenced by pricing and distribution behavior that set up by the dairies. The company can set the purchasing price of fresh milk from domestic farmer level less is than the purchase price of fresh milk from farmers in the overseas level. The behavior of the dairy industry itself is not affected by the policy, but influenced by the structure of the dairy industry. Farmers in the country are unable to supply domestic consumption led to dairies using imported milk. Which statically almost 80 of milk imported raw materials dominate the dairy industry in Indonesia. This explanation describe how the dairy industry 39 s performance is influenced by the price of imported milk and not due to the behavior of dairies, while the performance of the dairy industry itself is not affected by the policy. The relationship between structure, conduct and performance of dairy industry is not supporting the Structure Conduct Performance approach which developed by the Harvard, who found positive relationship between the structure of the market with the level of performance"
2015
T47060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Wahyu Prasetyo
"Dalam rangka pengendalian konsumsi rokok melalui pajak, Indonesia telah menerapkan semua sistem cukai yang berlaku di dunia saat ini, yaitu advalorem, campuran, dan spesifik. Ketiga sistem cukai tersebut memiliki insentif tersendiri bagi produsen untuk memaksimalkan profitnya, salah satunya melalui strategi harga yaitu tax shifting. Melalui studi ini, kami ingin melihat apakah ada perbedaan tax shifting antar sistem cukai yang pernah berlaku di Indonesia dan manakah yang memiliki dampak paling besar terhadap harga. Dengan menggunakan data panel yang mencakup semua informasi yang melekat pada merk rokok yang pernah dan sedang beredar dan terdaftar di Indonesia, kami menemukan bahwa hampir tidak ada perbedaan besaran tax shifting pada tiap sistem cukai yang berlaku di Indonesia. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh struktur cukai yang cukup rumit sehingga banyak celah untuk melakukan tax avoidance. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi undershifting pada ketiga sistem cukai yang pernah dan sedang berlaku dengan tingkat yang terbesar secara berurutan adalah spesifik, campuran, dan advalorem.

In order to control tobacco consumption through taxes, Indonesia has been implemented all of the excise system that applied in the world today. Started with ad valorem, mixed, and then specific multi tiers which occur in past 9 years. Each excise system has its own incentive for producers to maximize their profit. One of its incentive is pricing strategy or so called tax shifting. Through this study, we would like to see if there are any tax shifting difference between excise taxes that ever been applied in Indonesia and which system has the greatest impact on prices. Using panel data that covers all information attached to existing and registered cigarette brands in Indonesia, we found that there is almost no difference in the amount of tax shifting on each excise system that Indonesia ever implemented. We also found that the structure of excise system contributes to the small amount of tax shifted to consumer price because complicated structure relates to loopholes and avoidance. The result of our research shows that there is under shifting in all three excise systems that ever implemented and the greater degree of shifting are specific, mixed, and ad valorem respectively."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khomsun Arifin,
"Efektivitas kebijakan pajak dalam pengendalian konsumsi rokok sangat
bergantung pada pengaruh pajak terhadap harga akhir konsumen. Hal ini sangat
ditentukan oleh sejauh mana produsen membebankan kenaikan pajak kepada konsumen
yang tercermin dalam beban pajak (porsi pajak terhadap HJE). Dalam mekanisme pasar,
harga akhir yang harus dibayar konsumen (HTP) tidak selalu sama dengan rekomendasi
(HJE) dimana selisih harga tersebut merupakan bentuk strategi yang dilakukan oleh
industri rokok dalam rangka meraup pangsa pasar dan memaksimalkan keuntungan.
Kami ingin melihat bagaimana korelasi beban pajak terhadap strategi harga industri rokok
serta bagaimana korelasi implementasi kebijakan minimum price terhadap strategi harga
tersebut. Dengan menggunakan data panel yang bersumber dari survei harga transaksi
pasar DJBC periode 2015-2019 yang meliputi 199 merek rokok di 25 wilayah provinsi,
kami menemukan bahwa pada semua jenis rokok dan golongan pabrik, kenaikan beban
pajak berkorelasi positif terhadap selisih HTP dan HJE. Rokok SKT mempunyai korelasi
paling besar terhadap selisih harga sedangkan rokok SPM mempunyai korelasi paling
kecil. Semakin kecil golongan pabrik, kenaikan beban pajak mempunyai korelasi yang
semakin besar terhadap selisih harga. Besarnya korelasi beban pajak pada rokok yang
mempunyai harga batas atas lebih rendah dibanding besarnya korelasi pada rokok yang
tidak mempunyai batas harga atas. Selanjutnya kebijakan minimum price (HTP 85%)
yang diimplementasikan mulai tahun 2018 secara rata-rata diindikasikan mampu
menaikkan harga rokok dibanding periode sebelumnya.
......The effectiveness of tax policies in controlling cigarette consumption depends
very much on the effect of taxes on the final consumer price. This is largely determined
by the extent to which producers impose tax increases on consumers, which is reflected
in the tax burden (the tax portion of HJE). In the market mechanism, the final price to be
paid by consumers (HTP) is not always the same as the recommendation (HJE) where the
price difference is a form of strategy carried out by the cigarette industry in order to gain
market share and maximize profits. We want to see how the tax burden correlates with
the cigarette industry price strategy and how the minimum price policy implementation
correlates with this pricing strategy. Using panel data sourced from the DJBC market
transaction price survey for the 2015-2019 period covering 199 cigarette brands in 25
provinces, we find that across all types of cigarettes and factory classes, the increase in
tax burden is positively correlated with the difference between HTP and HJE. SKT
cigarettes have the greatest correlation with price differences while SPM cigarettes have
the smallest correlation. The smaller the factory class, the increase in tax burden has a
greater correlation with the price difference. The magnitude of the correlation of the tax
burden on cigarettes which has a lower upper limit price is compared to the magnitude of
the correlation between cigarettes which has no upper limit price. Furthermore, the
minimum price policy (HTP 85%) which was implemented starting in 2018 on average
is indicated to be able to increase cigarette prices compared to the previous period"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saban Nur Akbar
"Skripsi ini membahas mengenai dugaan praktik anti persaingan perdagangan gula di Indonesia baik dalam perdagagan gula kristal rafinasi maupun gula kristal putih, dugaan adanya praktik anti persaingan ditenggarai dengan selalu tidak simetrisnya neraca gula di Indonesia, disertai harga gula di Indonesia yang cenderung tidak pernah turun. Struktur pasar gula di Indonesia yang cenderung oligopolis dan dikuasainya stok gula oleh di Indonesia diduga memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha untuk menciptakan kolusi yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Pokok permasalahan utama dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah terdapat dugaan praktik anti persaingan yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan apakah kebijakan perdagangan gula di Indonesia telah sesuai dengan Hukum Persaingan Usaha. Penulisan skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa terdapat dugaan praktik anti persaingan berupa kartel yang melanggar Pasal 11 dan oligopoli yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, dan Kebijakan perdagangan gula di Indonesia belum efektif dan dapat memberikan kesempatan untuk menimbulkan persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku usaha.
......This thesis analysis the alleged of anti-competition practices in sugar (white sugar plantation and refined sugar) trading in Indonesia. These allegations arose after not always asymmetrical balance of sugar in Indonesia and price of sugar is most expensive. The structure of the sugar market in Indonesia which tends to oligopoly and overpowered by the sugar stocks in Indonesia allegedly provides the opportunity for businesses to create collusion resulting unfair competition. The issues of this thesis is to discuss whether there is allegation of unfair competition practices as regulated in law number 5 year 1999 and whether sugar trade policy in Indonesia were in accordance with competition law. this thesis is the juridical-normative research using primary and secondary data. The results of this thesis shows that there is competition in the form of an alleged practice of anti-competitive cartels in violation of article 11 and oligopoly that is set out in article 4 of law number 5 year 1999, and sugar trade policy in Indonesia have not been effective and can provide an opportunity to inflict unhealthy business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Ratnasari H.
"Konsumsi kedelai di Indonesia saat ini mencapai 2-2,2 juta ton per tahun dimana pemenuhan kebutuhan akan kedelai tersebut dilakukan dengan mengimpor kedelai dari Amerika Serikat sebesar 1,4 juta ton sedangkan sisanya dipenuhi dengan produksi kedelai domestik. Ketergantungan ini mulai berdampak ketika pasokan kedelai impor terutama dari Amerika Serikat berkurang. Dampak ketergantungan kedelai impor mulai dirasakan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 2007 setelah merosotnya kedelai impor dari Amerika Serikat yang mengakibatkan sepanjang tahun 2007 harga kedelai telah naik lebih dari 100%. Hal ini diperkeruh dengan adanya dugaan praktek kartel yang dilakukan oleh importir kedelai di Indonesia. Masalah yang timbul adalah bagaimana struktur pasar kedelai impor di Indonesia dan apakah ada praktek anti persaingan usaha pada impor kedelai saat ini. Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan penelitian yang sifatnya yuridis normatif. Setelah dilakukan penelitian, ternyata struktur pasar kedelai impor Indonesia adalah oligopoli dimana dalam satu pasar hanya terdapat 4 (empat) importir yang menguasai pasar sebesar lebih dari 92%. Keempat importir tersebut adalah PT Gerbang Cahaya Utama, PT Cargill Indonesia, PT Teluk Intan, dan PT Alam Agri Perkasa. Pengusaan pasar sebesar lebih dari 92% oleh keempat importir tersebut tidak melanggar ketentuan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 karena pengusaan pasar sebesar lebih dari 92% tersebut tidak menimbulkan anti persaingan usaha.

Consumption of soybean in Indonesia today reaching 2-2,2 million tons per year which will meet the needs of soybean was conducted by importing soybeans from the United States by 1.4 million tons while the rest are filled with domestic soybean production. This dependence began affecting the supply of soybeans imported from the United States primarily reduced. Dependence on imported soybean impact began to be felt by people in Indonesia since 2007 after declining soybean imports from the United States during 2007 resulted in soybean prices have climbed more than 100%. This diperkeruh with the alleged cartel practices conducted by the importer of soybean in Indonesia. The problem that arises is how the structure of imported soybean markets in Indonesia and if there is anti-competitive business practices on soybean imports at this time. The issue is answered by research normative juridical nature. Having done the research, found the structure of Indonesia's import of soybean market is an oligopoly in a market where there are only 4 (four) importers who dominate the market for more than 92%. Fourth importers are PT Gate Light Utama, PT Cargill Indonesia, PT Teluk Intan, and PT Perkasa Alam Agri. Pengusaan market for more than 92% by the fourth importer does not violate the provisions of Article 4 paragraph 2 of Law No. 5 of 1999 due to market pengusaan for more than 92% will not cause anti-competition business."
2008
S25059
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
D.N. Filia Dewi Arga
"Industri Televisi Berlangganan belum lama berkembang di Indonesia. Namun hadirnya lima provider dalam pasar nasional Indonesia saat ini dengan strateginya masing-masing membuat persaingan perebutan pelanggan menjadi panas. Strategi paling umum yang diterapkan oleh perusahaan televisi berlangganan adalah bundling, yaitu kombinasi lebih dari satu barang yang digabungkan ke dalam satu penawaran dengan harga yang lebih rendah dibandingkan harga individualnya. Dalam industri televisi berlangganan ada tiga jenis bundling yang biasa dilakukan, yaitu channel bundling ? menggabungkan beberapa channel ke dalam satu paket; package bundling?menawarkan paket tambahan yang dapat diambil dengan syarat mengambil paket utama sebelumnya; serta product bundling ?menawarkan produk lain seperti koneksi internet ke dalam penawaran produk televisi berlangganan. Ketiga jenis bundling tersebut merupakan aplikasi dari persaingan harga yang diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan di dalam pasar oligopoli industri televisi berlangganan di Indonesia demi merebut pangsa pasar terbesar. Lalu, bagaimana profitabilitas dari penerapan strategi bundling pada industri televisi berlangganan di Indonesia? Serta bagaimana dampak dari strategi tersebut pada welfare masyakarat? Dua pertanyaan inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.

Five players in the national Pay-TV Industry are tightening the competition with the execution of their own marketing strategies. The most common strategy to win the subscribers-snatch-away competition is the bundling strategy ?offering one deal for two or more products. Pay-TV Industry in Indonesia implements this strategy in three ways: Channel Bundling ?offering channels not individually but together in a package; Package Bundling ? offering an extended package which require the basic package to be bought formerly; and Product Bundling ?combining another product outside the Pay-TV product, such as an internet connection, together with the Pay-TV product. Each of them has their own profitability and of course an impact towards social welfare. How profitable are those bundling strategy implementation in the Indonesian Pay-TV Industry? And what are the impacts towards social welfare? These two questions are what the writer is going to answer in this paper."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
"Perkembangan industri mobil di Indonesia tak dapat dipisahkan dengan disain industrialisasi substitusi impor yang telah dicanangkan sejak tahun 1950-an. Begitu pentingnya industri ini maka berbagai kebijakan diterapkan kepadanya dengan maksud untuk melindunginya. Akan tetapi nuansa kebijakan yang diberlakukan tampaknya amat berlebihan sehingga industri ini tumbuh dalam bentuk struktur yang terfragmentasi sehingga hanya sedikit perusahaan saja yang bisa berproduksi mendekati skala efisiensi minimum.
Dengan bertolak dari hipotesis bahwa struktur pasar industri mobil di Indonesia selama lima tahun terakhir (1997-2001) dikuasai oleh beberapa perusahaan saja yang menjadi pemain utama dalam pasar tersebut; persaingan dalam pasar mobil Indonesia semakin tidak kompetitif; terdapat sejumlah hambatan yang ketat dalam pasar industri mobil Indonesia sehingga menghalangi para pendatang baru untuk memasuki pasar tersebut. Oleh karenanya studi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi yang terjadi, mengidentifikasi jumlah pemain utama dalam industri mobil di Indonesia, dan mendeteksi sejumlah hambatan yang menghalangi pendatang baru untuk masuk sebagai pemain utama tersebut.
Alat analisis yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah formula untuk menghitung tingkat konsentrasi yakni Concentration Ratio 4 (CR4) perusahaan mobil dengan pangsa pasar terbesar dan Indeks Linda. Formula pertama untuk mengetahui perkembangan tingkat konsentrasi sedangkan Indeks Linda untuk menentukan jumlah perusahaan dalam jajaran pemain utama dalam pasar.
Studi ini menemukan bahwa struktur pasar industri otomotif di Indonesia bercorak oligopoli. Hal ini ditunjukkan oleh adanya sedikit pelaku utama (7-11 merek) yang bermain dalam pasar ini baik pada kategori mobil niaga maupun sedan. Corak ini semakin diperkuat oleh adanya temuan bahwa tingkat konsentrasi 4 perusahaan dengan pangsa pasar terbesar (CR4) sangat tinggi yakni berkisar antara 80-84 persen untuk kategori mobil niaga dan 50-80 persen untuk mobil sedan. Dengan begitu dapat dikatakan pula bahwa struktur pasar industri mobil niaga lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan mobil sedan.
Mencermati perkembangan (perubahan) tingkat konsentrasi tersebut dan jumlah pelaku utama yang bermain dalam pasar mobil kedua kategori tersebut antara tahun 1997-2001 dapat disimpulkan bahwa struktur pasar industri mobil niaga memberikan prasyarat bagi tingkat persaingan yang cenderung semakin kompetitif. Hal ini ditunjukkan adanya kecenderungan semakin menurunnya angka CR4 dan meningkatnya jumlah pelaku utama yang bermain di pasar ini. Sebaliknya jika dicermati hal yang sama pada kasus pasar industri mobil sedan tampak bahwa kecenderungannya semakin tidak kompetitif. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan angka CR4 dan menurunnya jumlah pelaku utama yang bermain di pasar ini selama kurun waktu 1997-2001.
Mencermati perkembangan jumlah pelaku utama yang bermain dalam pasar industri otomotif baik niaga maupun sedan tampak bahwa dalam kurun waktu pengamatan pelaku utama industri ini didominasi oleh merek-merek mobil buatan Jepang seperti Toyota, Mitsubishi, Suzuki, Daihatsu, Isuzu dan Honda. Kuatnya posisi merek-merek tersebut pada jajaran pelaku utama menyebabkan terjadinya hambatan (barrier to entry) bagi perusahaanperusahaan lainnya untuk masuk dalam jajaran tersebut.
Akan tetapi, masuknya mobil-mobil buatan Korea yang menawarkan harga yang bersaing dengan model yang inovatif tampak menjadi substitusi yang hampir sempurna bagi mobil-mobil Jepang. Fenomena ini amat menarik untuk dicermati karena serta merta telah terbukti merebut hati konsumen mobil Indonesia yang secara psikologis mendambakan harga mobil yang relatif murah.
Terdapat beberapa hambatan yang ditemukan dalam studi ini yang menyebabkan hal tersebut di atas yaitu skala ekonomi yang besar, diferensiasi produk yang tinggi dan kebutuhan investasi yang besar. Berbagai hambatan tersebut ditunjukkan dengan adanya kapasitas produksi yang besar, jumlah model dan varian yang banyak dan investasi yang besar pada perusahaan-perusahaan dominan tersebut.
Terdapat tiga hal yang memberikan kontribusi pada tingginya harga mobil di Indonesia, yakni inefisiensi industri, struktur pasar, dan pajak serta tarif yang tinggi. Masalah tersebut tidak mudah diatasi mengingat selama ini kebijakan pemerintah tidak efektif dalam pencapaian tujuannya. Beberapa hal yang menyebabkannya adalah konsistensi kebijakan itu sendiri yang kurang dan respon para produsen otomotif yang kurang baik. Dalam hal ini para produsen cenderung untuk mempertahankan kedudukannya di pasar untuk memperoleh margin keuntungan yang tinggi. Oleh karena itu pertentangan antara pemerintah dan pihak produsen sering terjadi dalam setiap kebijakan yang dihasilkan.
Mengingat bahwa struktur pasar yang oligopolis merupakan akibat dari kebijakan pemerintah untuk memiliki mobil nasional, pengenaan tarif yang tinggi dan hak perakitan yang hanya diberikan kepada agen tunggal tertentu yang disukai pemerintah sehingga menyebabkan tingkat efisiensi produksi yang rendah dan harga jual yang sangat mahal, maka perlu dilakukan reorientasi kebijakan pemerintah untuk memecah struktur oligopolis tersebut dengan kebijakan yang tak lagi berorientasi pada pemilikan mobil nasional, penurunan tarif secara bertahap dan mendorong tumbuh berkembangnya industri komponen.
Mengingat bahwa terdapat kecenderungan bagi mobil kelompok sedan semakin tidak kompetitif maka kebijakan persaingan perlu diterapkan untuk jenis mobil ini terutama meningkatkan persaingan dengan produk impor. Sementara kecenderungan pasar industri mobil niaga yang sudah bergerak ke arah yang kompetitif perlu terus didorong agar tercipta efisiensi pada produksinya.
Perlu diterapkan kemudahan investasi baru untuk mobil-mobil non Jepang sehingga tidak tercipta hambatan non-tarif seperti skala ekonomi dan diferensiasi produk oleh produkproduk tersebut yang nota bene sudah mapan di pasar mobil Indonesia. Kebijakan pembukaan kran impor mobil perlu diperluas agar persaingan pada pasar industri ini semakin kompetitif.
Setiap kebijakan pemerintah yang dihasilkan untuk meregulasi industri otomotif harus dilakukan secara konsisten antara instrumen dan tujuan yang ingin dicapai. Ketegasan pemerintah dan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sangat penting bagi keberhasilan kebijakan di bidang ini. Terutama untuk menghadapi tekanan dari pihak produsen yang ingin selalu diuntungkan dalam setiap kebijakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T10776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Herta Sumarto
"Makalah ini menganalisis persaingan antara bank kecil dan bank besar dalam menentukan net interest margin (NIM) di pasar oligopoli. Penelitian ini menerapkan kerangka Game Theory yaitu Dynamic Games of Incomplete Information untuk mengembangkan model Ho dan Saunders. Kami menggunakan data dari industri perbankan Indonesia selama sepuluh tahun yang diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok sampel; semua bank, bank kompetitif, dan bank spesifik, dan kemudian kami menghitung NIM optimalnya. NIM bank kecil yang optimal untuk masing-masing kelompok adalah masing-masing 7,32 persen, 8,73 persen, dan 9,16 persen; semua angka ini lebih tinggi dari NIM yang aktualnya. Untuk kelompok semua bank, NIM optimal bank besar lebih tinggi dari NIM aktualnya, sedangkan untuk kelompok bank yang kompetitif, NIM optimal bank besar selalu lebih rendah dari NIM aktualnya. Yang terakhir ini juga berlaku untuk bank-bank besar yang tidak kompetitif. NIM bank besar yang optimal pada ketiga kelompok tersebut masing-masing sebesar 6,78 persen, 4,21 persen, dan 2,75 persen; yang lebih rendah dari bank-bank kecil. Temuan ini membawa kita untuk menyimpulkan bahwa bank kecil memiliki peluang untuk meningkatkan NIM mereka ke tingkat yang optimal.
......This paper analyzes the competition between small and large banks in determining the net interest margin (NIM) in the oligopoly market. This study applies the game theory dynamic games of an incomplete information framework for the Ho and Saunders model. We use data from the Indonesian banking industry for ten years, classified into three sample groups; all banks, competitive banks, and specific banks, and then we calculate the optimal NIM. The optimal NIM of small banks for each group was 7.32 percent, 8.73 percent, and 9.16 percent, respectively; all these figures are higher than the actual NIM. For all large banks, the optimal NIM is higher than the actual NIM, whereas, for the group of competitive large banks, the optimal NIM of large banks is always lower than the actual NIM. The latter also applies for the uncompetitive large banks. The optimal NIM of large banks in the three groups were 6.78 percent, 4.21 percent, and 2.75 percent, respectively; which are lower than the small banks. This finding leads us to conclude that small banks have the opportunity to increase their NIM to the optimal level."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Iswahyudi
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta keadaan sektor ketenagalistrikan di Indonesia (berdasarkan UU No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan), dimana perencanaan ketenagalistrikan yang sentralistik, bentuk struktur industri monopoli negara yang terintegrasi secara vertikaI telah menghasilkan sektor ketenagalistrikan yang kurang efisien dan kurang transparan. Adapun harapan yang diinginkan adalah adanya restrukturisasi, sehingga sektor ketenagalistrikan di Indonesia menjadi kompetitif dengan adanya kompetisi di sisi pembangkitan dan penjualan sehingga efisiensi, transparansi, harga listrik yang wajar dan peningkatan pelayanan pelanggan dapat terwujud sebagaimana amanat UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan.
Tujuan penelitian ini adalah ekspektasi kinerja usaha penyediaan tenaga listrik setelah diundangkannya UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan; antisipasi yang diperlukan terhadap dampak diundangkannya UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan sehingga kompetisi antar pemain di sisi pembangkitan dan penjualan tenaga listrik seperti yang diharapkan UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dapat memenuhi tujuan efisiensi, transparansi, harga listrik yang wajar dan pelayanan yang semakin baik serta ekspektasi terhadap pemenuhan fungsi dan implementasi Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik menurut UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Antisipasi dampak implementasi UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan lebih difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan regulasi bisnis tenaga listrik, yaitu desain dan aturan-aturan pasar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik. Desain dan aturan pasar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik harus disesuaikan dengan sifat/karakteristik dasar listrik, antara lain imbalances, congestion management, ancillary services, scheduling and dispatch.
Metode pendekatan Structure-Conduct-Performance diterapkan untuk melihat ekspektasi kinerja industri pembangkitan tenaga listrik antara lain:
1. Efisiensi, merupakan efisiensi operasional (static efficiency) yang bersifat short run diperoleh dari dispatch yang dilakukan oleh pengelola sistem tenaga listrik yang menghasilkan optimal mix dengan biaya pembangkitan termurah (least cost) dari berbagai jenis pembangkit dengan masing-masing kapasitasnya untuk memenuhi demand beban,
2. Profitability, di bawah kondisi kompetisi, investasi yang dilakukan oleh perusahaan usaha penyediaan tenaga listrik akan menghasilkan normal rate of return, mengingat harga penyediaan tenaga listrik sama dengan harga marginal cost nya.
3. Progressiveness, atau disebut juga dynamic efficiency yang bersifat long run dicapai melalui mekanisme bidding pada kondisi real time (spot market). Pada kondisi ini, real-time price signal merupakan insentif bagi pembangkit untuk bebas masuk dan keluar (free entry free exit). Jenis pembangkit yang menggunakan teknologi yang lebih efisien tentunya akan dapat leluasa masuk (free entry) menggantikan jenis-jenis pembangkit yang keluar (exit) karena teknologinya relatif lama dengan efisiensi yang rendah.
Ekspektasi terhadap pemenuhan fungsi dan implementasi Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik sebagaimana amanat UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan adalah :
1. Mampu melaksanakan pengaturan dan pengawasan yang ketat sehingga dapat mempertahankan efisiensi koordinasi dan menghilangkan potensi adanya duplikasi fungsi antara pengelola pasar dan pengelola sistem tenaga listrik;
2. Mampu menyusun desain dan aturan-aturan pasar yang menjadikan pengelolaan pasar yang kompetitif dapat berjalan dengan baik (workable competition);
3. Mampu untuk menjamin menumbuhkan mekanisme pasar yang betul-betul menciptakan market clearing yang tidak terdistorsi oleh kebijakan pemerintah;
4. Mampu menyeimbangkan antara fungsinya dalam hal pengawasan dan fungsinya sebagai advokasi persaingan;
5. Mampu bersikap netral;
6. Memiliki pengetahuan yang cukup tentang doktrin-doktrin persaingan;
Berkaitan dengan hasil penelitian, disampaikan beberapa saran yaitu :
1. Persaingan usaha penyediaan tenaga Iistrik seharusnya dilakukan atas dasar kemauan pasar, bukan dari pemerintah akibat paksaan dari lembaga internasional,
2. Wilayah kompetisi yang layak direkomendasikan adalah merupakan wilayah industri dan/atau konumen besar yang memerlukan produk listrik tegangan tinggi,
3. Potensi terjadinya struktur pasar oligopoli pada industri pembangkitan tenaga listrik harus diimbangi dengan aturan pasar yang secara riiI dapat mewujudkan persaingan berjalan efektif,
4. Oleh karena itu, dalam menyusun desain dan aturan-aturan pasar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik maupun dalam penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan di tingkat operasional/implementasi UU No.20/2002 tentang Ketenagalistrikan disarankan untuk mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Transaksi listrik meliputi tiga pasar antara lain energy market (pasar energi) yaitu kWh (kilo Watt jam) listrik yang dibangkitkan, pasar ancillary service (untuk menjaga kualitas tegangan dan frekuensi listrik serta mengantisipasi cadangan pasokan/back-up) serta pasar kapasitas (capacity market) yaitu kapasitas yang dibangkitkan dalam Mega Watt.
b. Penanganan transaksi listrik diberlakukan melalui dua sistem penyelesian (two settlement-scheduling system), yaitu day a head schedule (pelaksanaan lelang atau bidding yang dilakukan selang satu hari sebelum kondisi riil) dan real time dispatch (dispatch yang dilaksanakan oleh pengelola sistem tenaga listrik pada kondisi riil).
c. Pelaksanaan lelang (bidding) pada day a head schedule meliputi penawaran dari perusahaan pembangkitan (meliputi harga dan kapasitas) dan permintaan dari distribusi/konsumen besar (meliputi demand dan price cap). Agar sisi demand (permintaan) dapat responsive terdapat harga maka selayaknya pencatat meter (kWh meter) merupakan pencatat meter pemakaian kWh listrik fungsi harga pasar dalam kondisi real time.
d. Dispatch yang dilakukan oleh pengelola sistem tenaga listrik berdasarkan Locational Based Marginal Pricing (harga marginal berdasarkan lokasi) sehingga penentuan harga listrik di tingkat wholesale akan berbeda di tiap-tiap titik transmisi atau wilayah (non-uniform turn.
e. Penentuan harga berdasarkan kontrak jangka panjang harus berdasarkan transmission congestion contracts (kontrak kemacetan, untuk melindungi atau hedge terjadinya fluktuasi harga diantara beberapa lokasi dalam suatu jaringan transmisi) dan contracts for dfferences (kontrak perbedaan antar harga LBMP dan harga kontrak pada titik pengiriman).
f. Peran Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik dalam mewujudkan efisiensi koordinasi dan menghilangkan duplikasi fungsi antara pengelola pasar dan pengelola sistem tenaga listrik sehingga transaction cost dapat diminimalisasi,
g. Penetapan benchmark biaya marginal produksi oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik dalam mengantisipasi adanya kolusi antar pemain di pembangkitan tenaga listrik untuk menaikkan harga yang terjadi pada struktur pasar oligopoli."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>