Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Wahyuni
"Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Osteopenia atau berkurangnya densitas (kepadatan) tulang merupakan prediktor awal akan terjadinya osteoporosis (keropos tulang) di waktu yang akan datang. Penyebab osteopenia salah satunya adalah karena kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan. Kebiasaan makan pada diet vegetarian (tidak mengkonsumsi daging hewani) berbeda dengan kebiasaan makan masyarakat pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran osteopenia dan faktor? faktor yang berhubungan dengan osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Faktor?faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah osteopenia (variabel dependen), umur, jenis kelamin, IMT (Indeks Massa Tubuh), pengetahuan tentang osteoporosis, jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, konsumsi sayuran dan buah-buahan konsumsi kafein, konsumsi alcohol dan konsumsi suplemen.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, FFQ, pengukuran tinggi badan dan berat badan serta pemeriksaan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira Jakarta Barat sebesar 34,5 %. Faktor-faktor yang berhubungan dengan osteopenia adalah jenis kelamin dan pengetahuan. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan adalah umur, IMT (Indeks Massa Tubuh), jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, kebiasaan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, konsumsi kafein, konsumsi alkohol dan konsumsi suplemen. Namun pada penelitian ini, terdapat kecendrungan proporsi osteopenia lebih besar pada IMT < 18 kg/m2, lama vegetarian > 5 tahun, pernah merokok, tidak olah raga, konsumsi sumber kalsium/hari ≤ median (≤ 4,47), tidak mengkonsumsi susu, konsumsi kafein/hari > median (> 0,34), konsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi suplemen.
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan seperti peningkatan pengetahuan secara optimal bagi kelompok vegetarian laki-laki dan perempuan dalam mencegah terjadinya osteopenia dan osteoporosis dikemudian hari, dengan mengkonsumsi makanan sumber kalsium seperti susu dan hasil olahannya, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti susu kedele, sayuran dan buah-buahan. Olah raga yang dianjurkan untuk pencegahan osteopenia dan osteoporosis adalah olah raga dengan pembebanan (weight-bearing exercises) 3-5 kali seminggu selama 30-45 menit, dilakukan pagi hari di luar ruangan (outdoor) yang cukup Vitamin D dari sinar matahari serta batasi konsumsi makanan atau minuman penghambat penyerapan kalsium seperti kafein (teh, kopi, soda), alkohol dan kebiasaan merokok."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalia Ningrum
"ABSTRAK
Latar Belakang. Kemajuan dalam penanganan bayi prematur menyebabkan
angka kesintasan meningkat. Akibatnya, angka kesakitan bayi prematur juga
meningkat, salah satunya adalah osteopenia of prematurity (OOP). Pemeriksaan
kadar kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali serum saat usia kronologis 4 minggu
digunakan sebagai indikator awal sebelum osteopenia tampak secara klinis.
Diagnosis sedini mungkin dan pengendalian faktor risiko perlu dilakukan
sehingga komplikasi dapat dicegah.
Tujuan. Mengetahui prevalens dan faktor risiko terjadinya OOP.
Desain Penelitian. Penelitian dengan desain potong lintang ini dilaksanakan
pada bayi prematur dengan usia gestasi ≤32 minggu di Divisi Perinatalogi RS Dr.
Cipto Mangunkusumo. Subyek diperiksa kadar kalsium serum, fosfat inorganik
serum, dan fosfatase alkali serum. Pada subyek dilakukan pencatatan faktor risiko
OOP untuk menilai hubungan antar variabel dan dilakukan analisis bivariat
dengan uji chi square.
Hasil Penelitian. Terdapat 80 subyek yang memenuhi kriteria penelitian.
Delapan dari 80 subyek (10%) ditemukan menderita OOP. Faktor risiko yang
dianalisis dalam penelitian ini ditemukan tidak memiliki hubungan bermakna
dengan kejadian OOP, yakni lama penggunaan nutrisi parenteral total (p=0,457),
lama penggunaan metilsantin (p=1,000), berat lahir (p=0,459), preeklampsia
berat pada ibu (p=0,344), korioamnionitis pada ibu (p=0,261), dan pemberian
nutrisi enteral (p=0,797).
Simpulan. Prevalens OOP di RS Dr. Cipto Mangunkusumo adalah 10%. Faktor
lama penggunaan nutrisi parenteral total, penggunaan metilsantin, berat lahir,
preeklampsia berat pada ibu, korioamnionitis, dan pemberian nutrisi enteral tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian OOP.
ABSTRACT
Background. Advances in management of premature infants had increased the
survival rate of these infants. However there is also increase of morbidity such as
osteopenia of prematurity (OOP). Laboratory examination of serum calcium,
phosphate, and alkaline phosphatase at the chronological age of 4 weeks is used
as early indicator before osteopenia become clinically appearant. Early diagnosis
and risk control are needed to prevent complication.
Objective. To evaluate the prevalence and risk factors of OOP.
Methods. A cross sectional study was done in premature infants <32 weeks of
gestational age in Perinatalogy Division of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Laboratory examination of serum calcium, phosphate, and alkaline
phosphatasewere conducted toward these subjects. Risk factors of OOP were also
evaluated. Bivariat analysis was analysed by chi square test.
Results. There are 80 subjects who meet the study criteria. Eight of 80 subjects
(10%) was diagnosed as OOP. No risk factors have significant relationship with
OOP incidence, which include duration of total parenteral nutrition (p=0,457),
duration of methylxanthine usage (p=1,000), birth weight (p=0,459), severe
preecalampsia in the mother (p=0,344), chorioamnionitis in the mother
(p=0,261), and enteral nutrition (p=0,797).
Conclusion. Prevalence of OOP in Cipto Mangunkusumo Hospital is 10%. There
are no significant relationship between OOP incidence and duration of total
parenteral nutrition, methylxanthine usage, birth weight, severe preeclampsia in the mother, chorioamnionitis, and enteral nutrition.
;Background. Advances in management of premature infants had increased the
survival rate of these infants. However there is also increase of morbidity such as
osteopenia of prematurity (OOP). Laboratory examination of serum calcium,
phosphate, and alkaline phosphatase at the chronological age of 4 weeks is used
as early indicator before osteopenia become clinically appearant. Early diagnosis
and risk control are needed to prevent complication.
Objective. To evaluate the prevalence and risk factors of OOP.
Methods. A cross sectional study was done in premature infants <32 weeks of
gestational age in Perinatalogy Division of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Laboratory examination of serum calcium, phosphate, and alkaline
phosphatasewere conducted toward these subjects. Risk factors of OOP were also
evaluated. Bivariat analysis was analysed by chi square test.
Results. There are 80 subjects who meet the study criteria. Eight of 80 subjects
(10%) was diagnosed as OOP. No risk factors have significant relationship with
OOP incidence, which include duration of total parenteral nutrition (p=0,457),
duration of methylxanthine usage (p=1,000), birth weight (p=0,459), severe
preecalampsia in the mother (p=0,344), chorioamnionitis in the mother
(p=0,261), and enteral nutrition (p=0,797).
Conclusion. Prevalence of OOP in Cipto Mangunkusumo Hospital is 10%. There
are no significant relationship between OOP incidence and duration of total
parenteral nutrition, methylxanthine usage, birth weight, severe preeclampsia in the mother, chorioamnionitis, and enteral nutrition.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dedy Maizal
"Penyakit kusta disebut juga lepra adaiah penyakit infeksi kronik yang bersifat progresif lambat disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae). Kuman ini pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat mengenai kulit dan mukosa serta organ lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta menyebabkan deformitas dan kelainan yang menetap serta meninggalkan stigma bagi penyandangnya karena penyakit ini sering identik dengan kecacatan.
Penyakit kusta tersebar di lebih dari 50 negara di dunia. Kira-kira 83% kasus terdapat di enam negara yaitu Nepal, Madagaskar, Myanmar, India, Brazil, dan Indonesia. Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak penyandang kusta setelah India & Brazil. Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat meskipun World Health Organization (WHO) telah mencanangkan Eliminasi kusta Tahun 2000 (EKT 2000), yaitu prevalensi kusta kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia telah mencapai target tersebut meskipun belum merata, masih ada 12 provinsi dan 155 kabupaten yang belum mencapai eliminasi pada tahun 2005.
Angka prevalensi yang dilaporkan Subdirektorat Kusta dan Frambusia-Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen PP dan PL Depkes RI) untuk tahun 2005 adalah 0,98. Untuk tingkat dunia program tersebut belum tercapai sehingga WHO dan negara-negara endemik kusta membentuk Global Alliance for the Elimination of Leprosy (GAEL), yang menargetkan eliminasi kusta di seluruh negara pada akhir tahun 2005.
Hingga saat penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan yang mengenai jutaan orang di seluruh dunia. Kondisi ini tentu saja membebani masyarakat dan negara penyandang kusta serta berakibat tingginya anggaran kesehatan guna pemberantasan penyakit tersebut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Agustin P.
"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik individu (jenis kelamin dan umur), status gizi, gaya hidup (aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi kafein dan kebiasaan merokok), dan kebiasaan konsumsi kalsium dan vitamin D dengan kejadian osteoporosis dan osteopenia pada warga usia ≥ 45 tahun di Taman Wisma Asri Bekasi Utara tahun 2009. Penelitian dilakukan pada warga usia ≥ 45 tahun (minimal 45 tahun dan maksimal 80 tahun) tinggal di Taman Wisma Asri Bekasi Utara. Rancangan penelitian ini menggunakan crosssectional dan bersifat deskriptif analitik. Sampel yang diambil yaitu dengan teknik total populasi dengan jumlah sampel sebanyak 115 orang. Dan dilakukan uji chisquare untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen. Hasil dari penelitian ini menunjukan hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian osteoporosis dan osteopenia (P-value = 0,011). Osteoporosis dan osteopenia (P-value = 0,011).

The purpose of this study to find relationship between individual characteristic (sex and age) nutrition status, life style (physical activity, consumption habits of caffeine and smoking habits), and consumption habits of calcium and vitamin D with the occurance of osteoporosis and osteopenia among people who are more than 45 years old at Taman Wisma Asri of North Bekasi in 2009. This study conducted to people who are more than 45 years old and living at Taman Wisma Asri of North Bekasi. This study used a cross sectional design and analytical descriptive method. Samples were taken by the techniques of population totally and it was conducted to 115 samples. It had been done chi-square test to find the relationship between independent and dependent variables. Results of this study indicated meaningful relationships between age and the occurance of osteoporosis and osteopenia (P-value = 0,011)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purnama Rezeki
"Bone density disorder (osteoporosis and osteopenia) is a major public health problem caused by multifactor. The purpose of this study was to find out factors related to adult bone density disorder in the selected urban and rural area, West Java Province, 2012. It used cross-sectional method and the samples were 142 respondents. The data was taken from 2012 May to June in Pesona Khayangan, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok as the urban area and Desa Pabuaran, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor as the rural area. Prevalence of bone density disorder in this study was 31.7% (4.2% osteoporosis and 27.5% osteopenia). Multivariate analysis verified that respondent with body mass index (BMI) < 23.49 kg/m2 will 5.5 times higher to have bone density disorder than respondent with BMI > 27.36 kg/m2. Respondent with BMI 23.49 - 27.36 kg/m2 will 2.2 times higher to have bone density disorder than respondent with BMI > 27.36 kg/m2 after controlled by age, vitamin D and protein intake variable. In this study, BMI is the most related factor of bone density disorder after controlled by age, vitamin D and protein intake variable. The lower BMI, the higher risk of bone density disorder.

Gangguan kepadatan tulang atau osteoporosis dan osteopenia merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang disebabkan oleh banyak faktor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui berbagai faktor yang berhubungan dengan gangguan kepadatan tulang pada kelompok usia dewasa di daerah urban dan rural terpilih di Provinsi Jawa Barat tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan sampel 142 responden. Penelitian dilakukan pada bulan Mei Juni 2012 di Pesona Khayangan, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, sebagai daerah urban dan Desa Pabuaran, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor sebagai daerah rural. Prevalensi gangguan kepadatan tulang dalam penelitian ini adalah sekitar 31,7% (4,2% osteoporosis dan 27,5% osteopenia). Analisis multivariat menemukan responden yang mempunyai indeks massa tubuh (IMT) < 23,49 kg/m2 berisiko mengalami gangguan kepadatan tulang 5,5 kali lebih tinggi daripada responden dengan IMT > 27,36 kg/m2. Responden yang mempunyai IMT 23,49 - 27,36 kg/m2 berisiko mengalami gangguan kepadatan tulang 2,2 kali lebih tinggi daripada responden yang mempunyai IMT > 27,36 kg/m2 setelah dikontrol variabel usia, asupan vitamin D, dan asupan protein. Pada penelitian ini, IMT merupakan faktor yang paling berhubungan dengan gangguan kepadatan tulang setelah dikontrol variabel usia, asupan vitamin D, dan asupan protein. Semakin rendah IMT,maka semakin tinggi risiko gangguan kepadatan tulang."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Mardiyah
"Gangguan kepadatan tulang atau osteoporosis dan osteopenia merupakan
masalah kesehatan masyarakat utama yang disebabkan oleh banyak
faktor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui berbagai faktor yang
berhubungan dengan gangguan kepadatan tulang pada kelompok usia de-
wasa di daerah urban dan rural terpilih di Provinsi Jawa Barat tahun 2012.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan sampel
142 responden. Penelitian dilakukan pada bulan Mei _ Juni 2012 di Pesona
Khayangan, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, sebagai daerah urban
dan Desa Pabuaran, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor seba-
gai daerah rural. Prevalensi gangguan kepadatan tulang dalam penelitian
ini adalah sekitar 31,7% (4,2% osteoporosis dan 27,5% osteopenia).
Analisis multivariat menemukan responden yang mempunyai indeks mas-
sa tubuh (IMT) < 23,49 kg/m2 berisiko mengalami gangguan kepadatan tu-
lang 5,5 kali lebih tinggi daripada responden dengan IMT > 27,36 kg/m2.
Responden yang mempunyai IMT 23,49 _ 27,36 kg/m2 berisiko mengalami
gangguan kepadatan tulang 2,2 kali lebih tinggi daripada responden yang
mempunyai IMT > 27,36 kg/m2 setelah dikontrol variabel usia, asupan vita-
min D, dan asupan protein. Pada penelitian ini, IMT merupakan faktor yang
paling berhubungan dengan gangguan kepadatan tulang setelah dikontrol
variabel usia, asupan vitamin D, dan asupan protein. Semakin rendah
IMT,maka semakin tinggi risiko gangguan kepadatan tulang.
Bone density disorder (osteoporosis and osteopenia) is a major public
health problem caused by multifactor. The purpose of this study was to find
out factors related to adult bone density disorder in the selected urban and
rural area, West Java Province, 2012. It used cross-sectional method and
the samples were 142 respondents. The data was taken from 2012 May to
June in Pesona Khayangan, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok as the ur-
ban area and Desa Pabuaran, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten
Bogor as the rural area. Prevalence of bone density disorder in this study
was 31.7% (4.2% osteoporosis and 27.5% osteopenia). Multivariate analy-
sis verified that respondent with body mass index (BMI) < 23.49 kg/m2 will
5.5 times higher to have bone density disorder than respondent with BMI >
27.36 kg/m2. Respondent with BMI 23.49 _ 27.36 kg/m2 will 2.2 times high-
er to have bone density disorder than respondent with BMI > 27.36 kg/m2
after controlled by age, vitamin D and protein intake variable. In this study,
BMI is the most related factor of bone density disorder after controlled by
age, vitamin D and protein intake variable. The lower BMI, the higher risk of
bone density disorder."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library