Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Damayanti
Abstrak :
Remaja merupakan masa transisi dari dunia anak menuju dewasa. Perubahan fisik dan psikologis yang dialaminya berpotensi mendorong remaja terjerat pada perilaku berisiko tertular HIVI/AIDS. Dekade ini setengah dari orang yang hidup dengan HIV adalah orang muda. Dua perilaku yang dianggap awal dari resiko tertular HIV adalah seks pra-nikah dan penyalahgunaan narkoba, Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari model yang tepat untuk menggambarkan faktor biopsikososial yang berperan baik sebagai faktor risiko maupun protektif dalam membentuk perilaku berisiko pada remaja serta membandingkan model tersebut dalam perspektif jender. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Badan Narkotika Propinsi DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (2006) dalam upaya mencari eslimasi prevalensi perilaku penyalahgunaan narkoba dan seks pra-nikah, Penelitian potong lintang ini dilaksanakan pada 119 sekolah di lima wilayah DKI dengan melibatkan 8941 siswa. Metode yang digunakan adalah pengisian sendiri secara anonim. Estimasi prevalensi perilaku hubungan seksual pra-nikah pada remaja SLTA di DKI adalah 3.2% (Cl= 2,4%-4,2%) dimana eslimasi remaja perempuan 1,8% (Cl=0.9%-(3.7%) dan remaja lakl-laki 4,3% (Cl=3,4%-5,6%). Remaja yang pernah menyalahgunakan narkoba 7,3% (Cl= 5,4%-9,9%) dimana estimasi untuk remaja perempuan 0.8% (CI= 0.4%-1,4%) dan 13,1% (C|=10,6%-16,1 %) untuk remaja laki-Iaki. Untuk tujuan pemodalan, sampel yang digunakan hanya 5800, yaitu mereka yang mengaku mengisi secara jujur pada keliga pertanyaan validasi. Valiabel dependen adalah perilaku berisiko yaitu variabel laten dengan dua indikator (perilaku seks pra-nikah dan penyalahgunaan narkoba). Dengan menggunakan Lisrel 8.7, dianalisis hubungan variabel dependen dengan variabel biologis temperamen berisiko (novelty seeking, harm avoidance dan reward depandence), dengan variabel psikologis; pengetahuan, sikap permisif, perilaku antara (merokok dan aIkohoI), perilaku eksternalisasi, kegiatan terstruktur, determinasi diri, transendensi diri (kontrol spiritual). dengan variabal keluarga; pola asuh positif (dukungan, norma dan sanksi yang jelas), pola asuh keluarga negatif (kritik berlebih, hukuman fisik dan kekerasan seksual), sosial ekonomi keluarga, dengan variabel lingkungan; keterpajanan terhadap pornografi, lingkungan hidup yang negatif dan teman sebaya yang negatif. Confirmatory Factor Anaysis dan Cronbach?s Alpha dlgunakan untuk uji keajegan dan kesahihan dari variabel Iaten. Estimasi maximum likelihood dilakukan dalam pemodelan. Model hipotetis diuji dan terbukli lepatifit {CFl=0,89, RMSEA=0.051. SRMR=0,056). Dengan metode spill half model ini diuji ulang pada 50% sampel dan menghasilkan CFI=0,B9, RMSEA=0,049. SRMR=0,05T. Modifikasi dilakukan agar model lebih fit dan persimoni sehingga variabel kontrol spiritual, dan perilaku eksternalisasi dihilangkan dari model yang perannya sangal kecil terhadap variabel dependennya. Untuk melihat hubungan antar variabel digunakan koefisien path terstandarnisasi. Dalam pemodelan struktural terbukti bahwa faktor lingkungan yaitu teman sebaya negatif (0,158) sangat berperan unluk terbentuknya perilaku bérisiko. Faktor psikologis, dalam hal ini; pengetahuan (0.06) dan sikap permisif (0,07) tidak banyak perannya terhadap perilaku berisiko demikian pula dengan keterpajanan terhadap pornografi yang tidak mamiliki hubungan Iangsung dengan perilaku berisiko. Dengan demikan pemberian informasi dan pemberantasan pornografi saja tidak cukup efektif untuk mencegah ramaja berperilaku beresiko. Perilaku merokok dan alkohol (0,45) merupakan perilaku antara yang kuat untuk terbentuknya perilaku berisiko. Dilain pihak, faktor biologis, yaitu seorang remaja dengan temperamen (0.39) rasa ingin tahu yang tinggi, tidak pencemas dan rendah peduli terhadap lingkungan sosialnya, jika tidak mandapatkan bimbingan Iebih mudah jatuh untuk melakukan perilaku merokok dan alkohol yang akhimya dapat membawa remaja terjerumus pada perilaku berisiko. Keluarga dengan pola asuh positif (-0.58) merupakan faktor yang dapat mencegah remaja untuk berteman dengan sebaya negatif, sebaliknya keluarga negatif (151) sangat berhubungan erat dengan pemilihan teman negatif. Namun huhungan langsung antara faktor keluarga dengan perilaku berisiko tidak ditemukan. Keluarga positif juga merupakan faktor protektif bagi tarbentuknya sikap permisivitas (-0,31) namun tidak berhubungan dengan peningkatan pengetahuan remaja terhadap seks dan narkoba. Hal ini menunjukkan tidak berjalannya transfer informasi dari orang tua kepada remajanya. Secara keseluruhan dalam penelitian ini, kegiatan terstruktur tidak terbukti dapat memproteksi remaja, namun jika dipilah-pilah ternyata kegiatan olah raga baik di sekolah maupun di Iuar sekolah justru merupakan faktor resiko. Hal ini menunjukkan pentingnya pendampingan bagi remaja dalam aktivitas olah raga agar terbentuk norma yang positif. Jika dibandingkan dengan kegiatan di luar sakolah, kegiatan ekstra kurikuler di sekolah Iebih bersifat protektif. Kegiatan kesenian. dan aktiviias organisasi remaja Iainnya di luar sekolah lebih beresiko dibandingkan kegiatan di dalam sekolah. Dalam perspektif jender, pengaruh keluarga positif lebih besar perannya pada remaja perempuan dibandingkan dengan laki-Iaki. Persamaan regresi pada remaja laki-Iaki hanya dapat menjelaskan 55% dari variasi yang ada, sedangkan pada perempuan persamaan ini dapat menjelaskan 99% dan variasi yang ada. Remaja perempuan yang Iebih banyak terpapar dengan berbagai kegiatan terstruktur tampak lebih pemisif dan berpengelahuan Iebih baik dari pada yang tidak ikut. Untuk mencegah penularan HIV, intervensi pada remaja menjadi sangat panting. Pencegahan pada perilaku awal yang secara potensial akan berisiko tertular HIV harus dicegah sedini mungkin dengan disain yang komprehensif. Hasil pemodelan ini menegaskan pentingnya peran Iingkungan sosial yaitu teman sebaya negatif dan perilaku merokok serta alkohol sabagai Iintasan Iangsung menuju perilaku berisiko. Faktor keluarga secara tidak Iangsung besar perannya untuk mencegah remaja bergaul dengan teman negatif, sedangkan faktor temperamen berperan dalam terbentuknya perilaku merokok dan alkohol. Komponen psikologis seperti pengetahuan dan sikap permisif tidak banyak peranannya, bahkan kontrol spintual yang dihipotesakan dapat mencegah perilaku berisiko tidak berhasil dibuktikan. Simpulan penelitian ini adalah bahwa pengaruh sistim sosial sangat dominan dalam membentuk parilaku berisiko pada remaja. Temuan ini sejalan dengan teori psikologi perkembangan remaja yang menyatakan bahwa dalam proses pendewasaan, pengaruh keluarga telah bergeser menjadi teman sebaya. Hal ini dibuktikan dengan besarnya pengaruh Iangsung dan teman sebaya negatif terhadap perilaku berisiko, sedangkan pengaruh keluarga bardampak tidak langsung. Namun demikian keluarga menjadi dasar yang kuat bagi remaja dalam pemilihan teman sebayanya. Faktor psikologis tidak besar perannya terhadap perilaku berisiko. namun faktor psikologis sangat dipengaruhi faklor keluarga. Di lain pihak faktor biologis dalam hal ini berperan dalam terbentuknya perilaku adiksi. Secara jangka panjang, disarankan agar Usaha Kesehatan Sekolah bagi remaja dikembangkan. keterampilan guru Bimbingan dan Konseling ditingkatkan serta kebijakan pemerintah dalam hal melindungi remaja lerhadap serangan industri rokok harus digalakan, terutama dikaitkan dengan sponsor pada kegiatan olah raga dan musik. Mencegah perilaku berisiko harus dimulai dari pencegahan agar remaja tidak merokok dan minum alkohol. Dalam jangka pendek disarankan untuk menggunakan forum peduli remaja yang ada sebagai forum koordinasi antar instansi perintah dan LSM, sehingga intervensi bukan hanya melalui pemberian informasi kesehatan yang bersifat insidental namun juga ketrampilan asertif yang dilakukan secara berkesinambungan dengan pendekatan teman sebaya atau Iewat kegiatan ekstrakulikuler. Intervensi keluarga lewat ceramah dan pelatihan komunikasi dengan remaja, baik melalui sekolah maupun di Iuar sekolah juga disarankan. ......Adolescence is a transition periode from childhood to adulthood. Physical and psychological changes faced by the adolescent can potentially lead them to the risky behavior in HIV transmission. In this decade half of the people living with HlV are the youth. Two types of behavior that can initiate to HIV transmission are premarital sex and drug user. The aim of the study is to find the perfect model in explaining the risk and protective factors ofthe risk behavior and compare it using gender perspective. This study is 8 collaborative effort between DKI Jakarta Provincial Narcotic Board and Center for Health Research University of Indonesia in finding the prevalence estimate of drug users and premarital sex among the adolescent. This cross Sectional study was conducted in 119 schools in live municipalities in DKI with 8941 students. Anonimous self administered is the method used to collect the data. Prevalence estimate of adolescence premarital sex in DKI are 3.2% (Cf= 2.4%-4.2%}. whereas 1.8% (Cl=0.9%-3.7%) for girts and 4.3% (Cf=3.4%-5.6%) for boys. Prevalence of drugs user are 7.3% (Cl= 5.4%-9.9%). whereas 0.8% (CI= 0.4%-1.4%) for girls and 13.1% (C|=10.6%-16.1%) for boys. For the risky behavior model. only 5800 sampled subjects that passed three validation questions were used. The dependence variabel of this study is the risky behavior as latent variable with two indicators (premarital sex and drug user). Using Lisrel 8.7. the data were analized with biological variable such as risky temperament (novelty seeking, harm avoidence dan reward dependence). with psychological variables: knowledge. promiscuous attitude, intermediate behavior (smoking and drinking alcohol). externalization behavior. structural activity. self determination. self transedence (spiritual control). with family variablest family positiveness (support. norms and sanction). family risk (over critic. corporal punishement and sexual abused). socio-economic status of the family. with social environmental variables: pomographic exposure, negative neighbourhood, and negative peer. Conlirrnatory Factor Analysis and Cronbach's Alpha were used to test the reliability and construct validity of the latent variables. Estimation of the maximum likelihood was used in this modelling. The hypothetical model was tested and the model was fit (CFl=0,89. RMSEA=0.051. SRMR=0.056). With the split hair' method or 50% of the sample. the model was examined resulting the model was still fit (CFl=0.89. RlvlSEA=0.049, SRMR=0.057). To produce parsimonious model, spiritual control and externalization behavior were deleted since both had weak relationships with dependent variable. To find the relationships between variables. standardized path coofficient was used. This structural model proved that the environmental factor such as negative peer (0.38) has a strong role to the risky behavior. Psychological factors such as knowledge (0.06) and promiscuous altitude (0.07) have small relationships to the risky behavior. as well as the pornographic exposure. lt means that dissemination of information and eradiction of pomographic material are not effective enough to prevent the adolescent from the risky behavior. Smoking and drinking (0.45) are proven as the stepping stone for the risky behavior. In addition. biological factor such adolescents temperament (0.39) with high novelty seeking. low hann avoidance and low reward dependence. has strong relationship with smoking and drinking behavior. Therefore it is important to emphazise smoking and drinking prevention. Family with positive child rearing (-0.58) can prevent the adolescent from the negative peer and can also prevent them from smoking and drinking. On the otherside. family with negative child rearing (1.1) has strong relationship with the negative peer. However. direct relation between family and risky behavior is not found. Family positiveness is also a protective factor for the promiscuous attitude (-0.31). but has no relationship with the knowledge improvement about sex and narcotics. it was shown that transfer of knowledge from parents to adolescent is not working. In general, the structural activities were not proven as a protective factor to the adolescents risky behavior, but in separated analysis, it shows that sport in shoot or out of shool is a risk activity. lt means that guidance to build positive norms is important in adolescent sports club. lvloreover, extracurricular activities are more protective than activities outside school. Art and musical activities, as well as the other adolescent organizations outside school are more risky compared to the school activities. In gender perspective, the role of family positiveness is stronger for girls compared to boys. It was revealed that R2 (99%) in regression equation in girls can explain majority of the variance variation, while in boys it was only 55%. Female adolescents that have more structural activities are more permissive and have slightly higher knowledge compared to female adolescents with less activities. To prevent the spread of HIV, intervention for the adolescent is important. Early intervention to prevent the potential behavior that can be a risk for HIV transmission must be designed comprehensively. This model emphasize the important role of social environment such as negative peer, smoking and drinking as the direct variable for the risk behavior. Family factor has indirect effect to prevent the adolescent from negative peers. Psychological components such as knowledge and attitude have little effect on the risky behavior. Biological factors such as temperament with high novelty seeking, low hami avoidance and low reward dependence must be considered as a risk factor for smoking and drinking. The conclusion of the study is that the social system is very dominant in creating the adolescent risk behavior. The result of this study supports the psychological development theory that in the adolescence process of maturity, the role of family has been shifted to their peers. This was proven by the magnitude of the direct effect of the negative peers for the risky behavior, and the role of family has only indirect effect. Nevertheless, the family is the foundation for the adolescents in choosing their peers. The role of psychological factors for risk behavior is weak, and again, the family has str'ong influence to the development of psychological factors. On the otherhand, biological factors such as temperament has a strong relationship with the addiction behavior. It is suggested to have a long term plan in expanding the School Health Effort for adolescents, improving the skills of the school counselors and having a strong policy to protect the adolescents from tobacco industries sponsorship in sport and musical activities. In a short term plan, a coordination forum between govemment and NGOs should be improved in order to expand incidental health infomiation to more sustain intervention, such as using peer group educator and extracuriculer activities. Family intervension using seminars and communication training are also suggested.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
D652
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivi Maharani Amri
Abstrak :
Prevalensi kejadian HIV pada kelompok lelaki seks lelaki LSL secara global termasuk di Indonesia terjadi peningkatan. Faktor yang menyebabkan kenaikan prevalensi HIV pada LSL antara lain adalah perilaku seks berisiko yang dilakukan. Namun di sisi lain juga terdapat beberapa perilaku pencegahan yang juga telah dilakukan oleh LSL tersebut maupun oleh petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan HIV. Skripsi ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara perilaku berisiko dan perilaku pencegahan HIV/AIDS dengan status HIV pada lelaki seks lelaki LSL di 6 kota di Indonesia tahun 2015. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang Cross Sectional dari data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP tahun 2015 pada kelompok LSL di 6 kota di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat untuk melihat distribusi serta analisis bivariat menggunakan uji Chi Square untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel independen meliputi perilaku berisiko usia seks pertama, jenis pasangan seks pertama, jenis dan status pasangan seks, usia seks komersial pertama, durasi seks komersial, serta mobilisasi hubungan seks dan perilaku pencegahan konsistensi penggunaan kondom, kehadiran program intervensi HIV, penerimaan kondom gratis, serta keikutsertaan tes HIV. Sedangkan variabel dependen adalah status HIV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi LSL yang memiliki status HIV positif sebesar 34,7. LSL dengan status HIV positif yang melakukan perilaku berisiko HIV tertinggi pada LSL dengan usia seks pertama lebih atau sama dengan 20 tahun, jenis pasangan seks pertama laki-laki, jenis dan status pasangan seks adalah pasangan seks tetap laki-laki, usia seks komersial pertama lebih atau sama dengan 20 tahun, durasi seks komersial lebih dari 2 tahun, serta pernah melakukan mobilisasi hubungan seks. Sedangkan yang melakukan perilaku pencegahan HIV tertinggi pada LSL yang konsisten menggunakan kondom, hadir dalam program intervensi HIV, pernah menerima kondom gratis, serta pernah mengikuti tes HIV. Perilaku berisiko yang berhubungan dengan status HIV pada LSL adalah jenis pasangan seks pertama PR= 1,23; 95 CI 1,02 ndash; 1,47, jenis dan status pasangan seks PR= 1,42; 95 CI 1,12-2,49 dan PR= 1,35; 95 CI 1,01-1,07, usia seks komersial pertama PR= 0,69; 95 CI 0,51-0,96, serta durasi seks komersial PR= 1,49; 95 CI 1,11-2,03. Sedangkan perilaku pencegahan yaitu penerimaan kondom gratis PR= 0,84; 95 CI 0,71-0,99 dan keikutsertaan tes HIV PR= 0,69; 95 CI 0,57-0,86. ......The prevalence of HIV among population of Men Who Have Sex with Man MSM has increased globally including in Indonesia. Factor leading to an increase in HIV prevalence among MSM is, among other things, risky sex behaviors. In addition, there are also some preventive behaviors that have been done by the MSM group and the health workforce to prevent HIV transmission. This study aims to determine the Association between Risk Behavior and Preventive Behaviors of HIV AIDS and the Status of HIV among Men Who Have Sex with Man MSM in Six Cities of Indonesia in 2015. This study used cross sectional design from Integrated Biological and Behavioural Surveillance IBBS 2015 on MSM groups in 6 cities in Indonesia. Data analysis were done by univariate analysis to see the distribution and bivariate analysis using Chi Square test to see the significance of the relationship between independent and dependent variables. Independent variables includes risk behaviors age of first sexual intercourse, gender of first sexual partner, gender and status of sexual partner, age of first commercial sex, commercial sex duration mobilization of sexual activity and preventive behaviors consistency of condom use, participation in HIV intervention program, received a free condom, participation in HIV testing. While the dependent variable is the HIV status. The result of this study showed that 34.7 of MSM have a positive HIV status. MSM with HIV positive status who perform the highest HIV risky behaviors are the MSM group with the age of first sexual intercourse are more than or equal to 20 years, the gender of first sexual partner is men, status of the sex partners are male fixed sex partners, first commercial sex age are more than or equal to 20 years, commercial sex duration are more than 2 years, and have ever conducted in sexual mobilization. While those who did the highest HIV preventive behavior in MSM are the ones who consistently used condoms, participated in HIV intervention program, had received free condoms, and had done HIV test. In conclusion, significance risk behaviors associated with HIV status in MSM are the gender of first sexual partner PR 1,23 95 CI 1,02-1,47 , gender and status of sexual partner PR 1,42 95 CI 1,12-2,49 dan PR 1,35 95 CI 1,01-1,07, age of first commercial sex PR 0,69 95 CI 0,51-0,96, and commercial sex duration PR 1,49 95 CI 1,11-2,03. While the preventive behaviors that are statistically significant is free condom acceptance PR 0,84 95 CI 0,71-0,99 and HIV test participation PR 0,69 95 CI 0,57-0,86.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Syarif
Abstrak :
Kota Tangerang adalah salah satu daerab yang berbatasan langsung dengan Jakarta dengan laju pertumbuban penduduk yang cukup tingg; mempunyai potensi kerentanan terhadap transmisi penyakit HIV / AIDS, mengingat potensi dan daya tarik Kota Tangerang sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara RJ dan sebagai; daerah Industri. Kasus peredaran dan pemakaian narkotika di wilayah Tangerang meningkat tajam, rata~rata meningkat hampir 100 persen per tahun. Penelitian ini melihat faktor yang berhubungan dengan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS pada remaja peduli HlV/AIDS di Kecamatan Ciledug Kota Tangerang yang sebagian anggotanya adalah pengguna/mantan pengguna narkoba dan terdapat juga penderita HIVIAIDS positif yang tergabung di bawah pembinaan Yayasan Pelita Ilmu bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Perilaku konsumsi narkoba berisiko adalah remaja yang mengkonsurnsi narkoba dengan menggunakan jarum suntik (injecting drug user) secara berganti pakai. Disain penetitian cross sectional pada 206 responden remaja berusia 15-24 tahun yang berperilaku menggunakan narkoba suntik melalui wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner, Karakterisitk remaja yang dimaksud adalah meliputi karakteristik pribadi (pengetahuan tentang HIV/AIDS,jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status ekonomi~ posisi urutan dalam keluarga, status orang tua, dengan siapa tinggal), lingkungan sosial (keterpaparan pargaulan dengan pengguna narkoba, pola asuh orang tua, lingkungan tempat tinggal) dan karakteristik budaya. (masyarakat fanatisme .gama, daerah pendatang/campur, kegiatan di luar rumah). Hasil analisis bivanat dengan chi square menunjukkan ada 8 (delapan) vanabel yang berhubungan erat (p < O.05) dengan perilaku pengguna narkoba berisiko yaitu tingkat pengetahuan, umur~ tingkat pendidikan, status ekonomi, status orang tua, pola asub orang tua, lingkungan tempat tinggal dan kegiatan di luar rumah. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa model terbentuk oleh variabel tingkat pengetahan, sosial ekonomi dan pola asuh. Hasil penelitian menunjukkan 55.3 %berisiko tertular H1VlAIDS. Remaja pengguna narkoba suntik yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang, mempunyal risiko 6,9 kali dibandingkan yang mempunyai tingkat pengetahuan baik, Remaja pengguna narkoba suntik yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi (SMU) rnempunyai risiko 5 kali dibandingkan yang mempunyal tingkat pendidikan rnenengah (5 SMU). Remaja pengguna narkoba suntik yang mendapalkan pola asuh damokrasi mempunyai risiko 5,3 kali dibandingkan mendapatkan pola asuh otoriter. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku pengguna narkoba suntik berisiko adalah tingkat pengetahuan. Dari hasil penelitian ini perlu ditingkatkan program surveilans perilaku kesehatan atau Risk Behavioral Surveillance Survey (BSS) pada remaja pengguna narkoba suntik yang komunitasnya udah jelas, misalnya di Iingkungan Lembaga Permasyarakatan (LP) Pemuda dan komunltas remaj. penYalahguna narkoba yang bergabung dalam Yayasan Pedull AIDS. Bagi Pemerintah Daerah Kota Tangerang berkoordinasi dengan KPAD (Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) membuat regulasi kewajiban bagi seko1ah-sekolah tingkat meneogah (SLTP ke alas) untuk melakukan tes bebas narkoba secara periodik, misalnya setiap 6 (enam) bulan. Sedangkan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selaln melakukan penyuluhan Secara periodik tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. ......Tangerang city is one of area bordered with Jakarta. With a high rapid growth of citizen, Tangerang is potential place as epidemic transmission of HIV/AlDS. It is because Tangerang has a potential and function as a support city of Jakarta and as industrial area. The drug dealer and drug user cases in Tangerang is sharply increasing, on average a hundred percent a year. This research is conducted to view the: connecting factor with risky behavior infected AIDS among young people who concerns with AIDS at Ciledug Tangerang. Those members are not only users and ex user but also an HIV positive. They are under Yayasan Pelita llmu which cooperated with health department. The risky drug user behavior is the Injected Drug User (IOU) young people who use drugs in turns. The cross sectional research design with 206 young people respondents on age range 15~24 years old with behavior IDU is conducted by the writer. The writer uses direct interview with the respondent along with questioner. The risky drug user behaviour infected by AIDS meant covers: personal characteristic (their knowledge about HlV/AlDS, gender, age, educational level, economic status, position in family, parents status, whom he or she lived with), social environment (friendship with drug users, parenting models, neighborhood) and cultural characteristic (religious fanatism society, creole area, outdoor activity). The result of bivariat analysis with chi-square shows there are eight close connected variables (p < 0.05) with the risky drug user behavior those are level of knowledge. age, educational level, economic status, parenting status, parenting model, social environment and outdoor activity. Multivariate test result shows that the models are formed by knowledge level. economic social. and parenting model. It shows that 55,3 percent are risked infected by HIV/AIDS The young people by Injected drugs users with low knowledge of HlV/AIDS have risk 6,9 times than young people who have better knowledge. The young people by Injected drugs users with high education level (high school) have five time risk than they who have lower education (:5 high school). The young people injected drugs users with democratic parenting model have risk 5,3 times than with otoriter parenting model the most dominant variable of injected drugs users behavior with risk is knowledge level. This research result with the surveillance health behavior program or risk behavior surveillance survei (BSS) among injected young people which a1ready known community is needed to be increased, the 'example among young people prisoner. young people drugs users community that united in AlDS care foundation. For Tangerang city government need to coordinate the local comission of AIDS tackling to make strick regulation for junior and high sehool to hold free drugs: test periodically~ for example every six months. While for institution of independence society (LSM) always do health promotion about the dangerous of drugs users periodically.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Utomo Putro
Abstrak :
Angka kematian akibat lift di dunia pada 1999-2009 sebesar 263 orang yang disebabkan 57% terjatuh, 18% terjepit, 17% tertimpa benda, dan 9% penyebab lainnya. Salah satu upaya pencegahan kecelakaan dengan menganalisis faktor psikososial yang mengakibatkan stres kerja dan perilaku berisiko yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor psikososial terhadap stres kerja dan perilaku berisiko karyawan di PT. X. Metode penelitian yaitu deskriptif kuantitatif, desain studi cross-sectional, dengan sampel 200 orang. Faktor psikososial yang berhubungan yaitu beban kerja dan kecepatan kerja, pengendalian, fungsi organisasi, hubungan interpersonal, peran organisasi, pengembangan karir, hubungan antara pekerjaan dan rumah, tuntutan psikologis, partisipasi atau pengawasan, perundungan dan kekerasan. Terdapat hubungan antara stres kerja dan perilaku berisiko. Perilaku yang sering muncul ketika karyawan mengalami stres kerja yaitu terburu-buru saat bekerja. Keluhan stres kerja paling tinggi terkait keluhan fisiologis yaitu konsumsi obat penghilang sakit kepala; keluhan perilaku yaitu menyela dan memotong kalimat orang lain; keluhan emosional yaitu enggan pergi kerja. PT X sebaiknya melakukan risk assesment lebih komprehensif, memperjelas pengembangan karir, dan perhitungan ulang terkait beban kerja, efektifitas dan efisiensi agar tidak berdampak buruk terhadap work-life balance karyawan. ......The death rate due to elevators in the world at 1999-2009 was 263 people, caused by 57% falling, 18% being pinched, 17% falling by objects, and 9% other causes. One of the efforts to prevent accidents was to analyze psychosocial factors that caused work stress and at-risk behavior that can lead to work accidents. The purpose of this study was to determine the relationship of psychosocial factors to work stress and at-risk behavior of employees at PT. X which is engaged in the elevator and escalator sector. This research method was descriptive quantitative, cross-sectional study, with a sample of 200 people. Psychosocial factors related to workload and work speed, job control, organizational function, interpersonal relationships, organizational roles, career development, home-work interface, psychological demands, participation or supervision, bullying and violence. There is a relationship between work stress and at-risk behavior. Behaviors that often arise when employees experience work stress are rushing at work decisions. The highest work stress complaints were related to physiological complaints, namely the consumption of headache relievers; behavioral complaints, namely interrupting and cutting other people's sentences; emotional complaints, namely refusal to go to work; Cognitive complaints are difficulty thinking clearly and concentrating. PT X should conduct a more comprehensive risk assessment, clarify career development, and recalculate the workload, effectiveness and efficiency to prevent negative impact on employees' work-life balance.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosephine Dwi Martina Widowati
Abstrak :
Pemerintah Indonesia menetapkan target untuk menciptakan keamanan pangan dan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2015. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung tercapainya target tersebut. Studi kasus dilakukan di SMP Negeri YY dan SMA Negeri XX di Cibinong tahun 2012. SMP Negeri YY telah memiliki Kantin namun belum menerapkan sistem keamanan pangan. SMA Negeri XX belum mempunyai Kantin. Zat berbahaya yang diteliti adalah formalin, borak, rhodamin B, dan sakarin. Penelitian ini menggunakan teori perilaku kesehatan dari L. Green yang mencakup faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Penelitian ini menggunakan metoda survey dengan desain analitis dan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner angket, wawancara, pengamatan lapangan dan pengambilan sampel jajanan. Data yang terkumpul dilakukan analisa secara kuantitatif menggunakan program SPSS, matrik kualitatif, dan uji laboratorium. Hasil penelitian menemukan bahwa formalin, borak, dan rhodamin B tidak terdeteksi hingga pada limit of detection (LOD) peralatan HPLC dan Spektrofotometer. Sakarin dalam es teh yang dibeli dari Kantin SMP Negeri YY terukur 85.32 ppm. Potensi jajanan berbahaya masih ada karena terdapat pedagang yang tidak mengetahui zat berbahaya. Perilaku berisiko siswa SMP Negeri YY (53.2%) lebih besar daripada perilaku berisiko siswa SMA Negeri XX (36.6%). Pengetahuan tidak memiliki hubungan signifikan dengan perilaku pada siswa SMP Negeri YY namun bermakna signifikan dan berhubungan erat dengan perilaku pada siswa SMA Negeri XX. Sikap mempunyai hubungan signifikan pada siswa kedua sekolah tersebut. Lebih dari 60% siswa SMP Negeri YY dan 37% siswa SMA Negeri XX mengkonsumsi jajanan karena rasanya enak. Lebih dari 70% siswa kedua sekolah tersebut mengetahui tentang jajanan berbahaya dari TV. Siswa, orang tua, dan guru perlu meningkatkan pengetahuan dan perilaku tentang konsumsi jajanan berbahaya. Kantin dan UKS perlu ditingkatkan. Sekolah dan Puskesmas terkait perlu meningkatkan kerjasama. Sistem Manajemen K3 dan Keamanan Pangan perlu diterapkan agar terdapat peningkatan yang tersistem dan berkelanjutan. ......Indonesian Government had been established target to create food safety and health behavior by 2015. This research was to support that government target. Case study was conducted at SMP Negeri YY and SMA Negeri XX at Cibinong year 2012. SMP Negeri YY already had Canteen but it had not yet implemented food safety system. SMA Negeri XX had not yet had Canteen. This research took hazardous substances about formaldehyde, borates, rhodamin B, and saccharine. This research used health behavior theory from L. Green that consist of predisposition factor, enabling factor, and reinforcing factor to form health behavior. This research used survey method with analytical design and cross sectional approach. Data collection was made by using questionnaire, interview, observation, street food sample taken and laboratory tests. Collected data were used in quantitative analysis with SPSS program and in qualitative analysis by using matrix. Research results showed that formaldehyde, borates, and rhodamin B were not detected until the limit of detection (LOD) of HPLC and Spectrophotometer. The potential of street food contain hazardous substances was still exist due to street food seller knowledge. Saccharine of ice tea from SMP Negeri YY Canteen was measured as much as 85.32 ppm. Behavior risk of SMP Negeri YY student (53.2%) was higher than risk behavior of SMA Negeri XX student (36.6%). Knowlegde had no significant relation with behavior for SMP Negeri YY student but it had significant relation and dominant role SMA Negeri XX student behavior. Attitude had significant relation for both school students. More than 60% SMP Negeri YY student and as much as 37% SMA Negeri XX students consumed street food because of its nice taste. More than 70% of both school students had information about hazardous substances in street food from TV. School student, parent, and teachers need to improve knowledge and behavior. Canteen and School Clinic need to be improved. School and related Public Health Center (Puskesmas) should improve the coordination. Occupational Health and Safety and Safety Food Management System should be implemented to have systematic and continuous improvement
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31913
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Rahmawati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran keluhan sesuai Infeksi Menular Seksual (IMS), gambaran perilaku berisiko waria dalam penularan IMS dan hubungan antara keduanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain studi potonglintang. Partisipan penelitian sebanyak 48 waria binaan Puskesmas Kedung Badak Kota Bogor. Sebagian besar waria berada pada usia lebih dari 29 tahun, pendidikan terakhirnya SMA, belum menikah, dan homoseksual. Sebanyak 14,6% waria mengalami keluhan sesuai IMS. Berdasarkan hubungan keduanya, diketahui bahwa status pernikahan dan pemakaian NAPZA suntik memiliki hubungan yang signifikan dengan timbulnya keluhan sesuai IMS. ...... The purpose of this research is to overview symptoms in sexually transmitted infestions (STIs), risk behaviours in STI among Kedung Badak Health Cares patronage transvestities, and indicate the correlation between risk behaviour and the symptoms. This research uses quantitative method with crossectional design. The participants of this research consist of 48 Kedung Badak Health Cares patronage transvertism. The majority of transgender is more than 29 years old, the last education is SHS, unmarried, and homosexual. This research indicate that 14,6% transgender show the symptoms of STIs. The correlation has significant in marriage status and drug injections use.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selita Restuningtyas
Abstrak :
Pengetahuan tentang HIV / AIDS perlu diberikan kepada remaja untuk mengurangi terjadinya perilaku berisiko oleh remaja. Penelitian deskriptif analitik korelatif ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan HIV / AIDS dan perilaku berisiko dengan pendekatan cross-sectional yang melibatkan 418 siswa dari 10 SMA Negeri di Kota Bogor dengan menggunakan teknik proporsional stratified random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner IAQ-E (International AIDS Questionnaire English Version) untuk mengukur tingkat pengetahuan dan kuesioner YRBS (Youth Risk Behavior Survey) tentang perilaku berisiko pada remaja. Hasil analisis bivariat dengan uji Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan HIV / AIDS berhubungan bermakna dengan perilaku berisiko (p = 0,009 α = 0,05; r = 0,128). Pendidikan kesehatan perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pengetahuan remaja tentang informasi kesehatan khususnya HIV / AIDS sehingga dapat mengurangi perilaku berisiko HIV / AIDS sejak usia dini. ...... Knowledge about HIV / AIDS needs to be given to adolescents to reduce the occurrence of risky behavior by adolescents. This descriptive correlative analytic study aims to determine the relationship between HIV / AIDS knowledge and risky behavior using a cross-sectional approach involving 418 students from 10 public high schools in Bogor City using proportional stratified random sampling technique. The research instrument used the IAQ-E (International AIDS Questionnaire English Version) questionnaire to measure the level of knowledge and the YRBS (Youth Risk Behavior Survey) questionnaire about risk behavior in adolescents. The results of the bivariate analysis using the Spearman test showed that knowledge of HIV / AIDS was significantly associated with risky behavior (p = 0.009 α = 0.05; r = 0.128). Health education needs to be included in the education curriculum in schools to develop youth knowledge about health information, especially HIV / AIDS so that it can reduce HIV / AIDS risk behavior from an early age.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Maulidina Karima Haris
Abstrak :
Faktor risiko penularan HIV/AIDS tertinggi menurut Laporan Kementerian Kesehatan (2020) adalah heteroseksual, homoseksual dan penggunaan jarum suntik bergantian. Remaja khususnya pria merupakan salah satu kelompok rentan untuk melakukan seks bebas dan penyalahgunaan narkoba yang merupakan perilaku berisiko HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku berisiko HIV/AIDS pada remaja pria berusia 15-24 tahun di Indonesia. Penelitian bersifat kuantitatif menggunakan data sekunder yaitu SDKI tahun 2012 dan 2017 dengan desain studi cross sectional. Hasil uji regresi logistic didapati bahwa usia, sikap terhadap seks pranikah dan pengaruh teman sebaya berhubungan dengan perilaku berisiko HIV/AIDS di tahun 2012, kemudian pada tahun 2017 usia, sikap terhadap seks pranikah, pengaruh teman sebaya dan pendidikan berhubungan dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada remaja pria. Faktor yang paling berhubungan adalah sikap terhadap seks pranikah dengan nilai AOR 6,65 di tahun 2012 dan 9,13 di tahun 2017. ......The highest risk factors for HIV/AIDS transmission according to the Ministry of Health Report (2020) are heterosexual, homosexual and sharing needles. Adolescents, especially men, are one of the vulnerable groups to have free sex and drug abuse, which are risk behaviors for HIV/AIDS. This study aims to determine the risk behavior factors for HIV/AIDS in male adolescents aged 15-24 years in Indonesia. The research is quantitative using secondary data from the 2012 and 2017 IDHS with a cross sectional study design. The results of the logistic regression test found that age, attitudes towards premarital sex and peer influence were related to HIV/AIDS risk behavior in 2012, then in 2017 age, attitudes towards premarital sex, peer influence and education were associated with HIV/AIDS risk behavior in teenage boys. The most related factor was attitudes towards premarital sex with AOR values of 6.65 in 2012 and 9.13 in 2017.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisma Ningsih
Abstrak :
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku berisiko tertular HIV pada pria potensial risti di Indonesia Tahun 2011. Metode: Desain penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) di Indonesia Tahun 2011. Sampel penelitian adalah pria potensial risti yang terpilih menjadi sampel penelitian STBP, dengan kriteria responden seseorang yang secara biologis laki-laki berumur ≥15 tahun. Besar sampel 4.895 responden. Analisis multivariat dilakukan untuk menguji model yang paling sesuai yang menggambarkan perilaku berisiko tertular HIV pada pria potensial risti dengan menggunakan aplikasi structural equation modeling. Hasil: Penelitian ini menunjukkan masih tingginya perilaku berisiko tertular HIV seperti hubungan seks dengan WPS (43%) dan wanita lain selain istri/pasangan tetap atau WPS (13%). Faktor yang berhubungan bermakna dengan perilaku berisiko tertular HIV adalah persepsi risiko tertular HIV (koeff path=0,30), demografi (koeff path=0,62), pengetahuan (koeff path=-0,20), ketersediaan sumber/fasilitas kesehatan (koeff path=0,74) dan dukungan sosial (koeff path=-0,25). Kesimpulan: Perilaku berisiko dapat diturunkan jika pengetahuannya baik, mendapat dukungan sosial yang memadai, persepsi yang salah tentang risiko tertular HIV dikurangi, dan ketersediaan sumber/fasilitas kesehatan dipenuhi. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota diharapkan bekerjasama dengan LSM dalam kegiatan penjangkauan dengan cara mendampingi, berdiskusi tentang cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS dan mendorong untuk berperilaku aman.
Objective: to determine the determinants of HIV risk behaviors among potential high risk men in Indonesia in 2011. Methods: cross sectional study using secondary data Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS) in Indonesia in 2011. The sample was a man who elected as a potential high risk IBBS study sample, with a criterion is a person who is biologically male aged ≥ 15 years. The sample size was 4,895. Multivariate analyzes were performed to examine the most appropriate model that describes HIV risk behaviors among potential high risk men using structural equation modeling applications. Results: This study shows the high HIV risk behaviors such as sex with female sex workers (43%) and nonregular partner (13%). Factors significantly associated with HIV risk behavior is the perception of risk of HIV (koeff path = 0.30), demographics (koeff path = 0.62), knowledge (koeff path = -0.20), the availability of source / health facilities (koeff path = 0.74) and social support (koeff path = -0.25). Conclusion: Risk behavior can be reduced if knowledge is good, adequate social support, a false perception the risk of HIV is reduced, and the availability of resources / health facilities. Cooperation with NGOs in outreach activities by assisting, discuss ways of transmission and prevention of HIV / AIDS and encouraged to behave safely.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamto
Abstrak :
Tesis ini membahas aspek psikososial yang berpengaruh terhadap perilaku berisiko pekerja offshore PT ABC di Kalimantan Timur pada tahun 2021. Responden terdiri atas 141 orang pekerja dari populasi sekitar 200 orang pekerja yang sedang onduty. Responden terdiri atas semua entitas dan jabatan, baik pekerja tetap maupun kontraktor. Pengambilan data menggunakan kuesioner berbasis COPSOQ III dengan jenis perilaku berisiko diambil dari panduan investigasi kecelakaan yang telah ada pada PT ABC. Reliabilitas kuesioner psikososial Cronbach’s alpha 0,6-09, gangguan kesehatan 0,6-0,8, dan perilaku berisiko 0,8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko psikososial (mean=1.81, SD=0,27), gangguan kesehatan (mean=1,21, SD=0,31), perilaku berisiko (mean=1,08, SD=0,16) adalah rendah. Aspek psikososial dengan gangguan kesehatan berkorelasi signifikan, serta gangguan kesehatan dan perilaku berisiko juga berkorelasi signifikan. Dari analisis korelasi aspek psikososial dan perilaku berisiko menunjukkan hubungan signifikan yang dimediasi gangguan kesehatan sebagai bentuk reaksi stress. Analisis regresi menunjukkan bahwa ada empat domain aspek psikososial yang berkontribusi terhadap variasi perilaku berisiko yakni tuntutan pekerjaan, organisasi & konten kerja, interaksi individu-pekerjaan, dan konflik & perilaku ofensif dengan R2=0,124, p=0,00. Aspek psikososial yang paling dominan berkontribusi adalah interaksi individu-pekerjaan dengan koefisien B=0,262 ......This thesis discusses psychosocial aspects which contribute to at-risk behavior of PT ABC offshore workers in East Kalimantan in 2021. Respondents consisted of 141 workers from a population of about 200 workers who were onduty. Respondents consist of all entities and positions, both permanent workers and contractors. Data collection using COPSOQ III-based questionnaires, with types of at-risk behavior is taken from the accident investigation guidelines that have been in place of PT ABC. Reliability of Cronbach's alpha psychosocial questionnaire was 0.6-09, psychosocial questionnaire Cronbach's alpha was 0.6-09, health disorders was 0.6-0.8, and at-risk behaviors was 0.8. The results showed risk level of psychosocial (mean=1.81, SD=0.27), health disorders (mean=1.21, SD=0.31), and at-risk behavior (mean=1.08, SD=0.16) are low. Psychosocial aspects and health symptom disorders are significantly correlated, as well as health symptom disorders and at-risk behaviors are also significantly correlated. Result of correlation analysis of psychosocial aspects and at-risk behaviors showed a significant relationship that mediated by health symptom disorders as a form of stress reaction. Regression analysis shows that there are four domains of psychosocial aspects that contribute to variations at-risk behavior: job demands, organization & job content, individual-work interaction, and conflict & offensive behavior with R square 0.124, p<0.05. The most dominant psychosocial aspect contributing is the individual-work interaction with a coefficient of B=0.262.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>