Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lewi Aga Basoeki
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26275
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Arlini Hayuningtyas Soebagjo
"Selain pengaturan yang dilakukan dalam Anggaran Dasar, para pemegang saham juga dapat mengatur hak dan kewajiban mereka dalam perjanjian pemegang saham. Sebagai suatu perjanjian, maka terhadap perjanjian pemegang saham berlaku hukum perjanjian termasuk di dalamnya asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak dapat menentukan Pilihan Hukum dalam perjanjian. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan Pilihan Hukum dalam Perjanjian Pemegang Saham dengan memperbandingkan pengaturan Anggaran Dasar dalam UUPT. Penulis kemudian meneliti penerapan Pilihan Hukum dalam Perjanjian Pemegang saham dengan menganalisis tiga perjanjian pemegang saham di Indonesia.

Shareholders can govern their rights and obligations into a shareholders agreement besides the provisions in company's articles of association. The shareholders' agreement is governed by the law of contract including the freedom of contract principal. Based on freedom of contract, parties of an agreement have the right to choose the governing law of the contract. This thesis is focusing on the regulation of a choice of law in a shareholders' agreement by comparing the law regulating company's articles of association. It will then analyze the enforcement of Choice of Law in Shareholders' Agreement in Indonesia by analyzing three shareholders' agreements enforced in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S26239
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Unique Putrinda
"Para pelaku usaha semakin banyak melakukan transaksi dagang yang sifatnya lintas batas negara atau dikenal dengan perdagangan internasional. Salah satu bentuk transaksi dagang yang dilakukan pembiayaan usaha dagang yang dituangkan dalam perjanjian utang-piutang. Perbedaan yuridiksi hukum tidak membatasi dilaksanakannya suatu perjanjian, yaitu perjanjian yang dilakukan diantara diantara Badan Hukum Indonesia dan Badan Hukum Asing. Adanya perbedaan yuridiksi tersebut menimbulkan permasalahan, yaitu hukum mana yang mengatur serta forum mana yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara para pihak, dimana masing-masing negara memiliki aturan hukumnya sendiri. Hal ini juga berkaitan dengan kondisi bila salah satu pihak mengajukan upaya hukum penyelesaian sengketa melalui permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga. Permasalahan timbul karena terdapat dua kewenangan pengadilan niaga dari dua negara berbeda untuk mengadili perkara kepailitan, dimana Debitur merupakan Badan Hukum Asing yang memiliki yuridiksi hukum di luar negeri dan tidak memiliki kegiatan usaha yang dilakukan di suatu kantor pusat di Indonesia. Sementara di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak mengatur mengenai dengan jelas permasalahan kepailitan antara negara tersebut atau yang dikenal dengan kepailitan lintas batas negara. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini akan dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan asas kebebasan berkontrak para pihak dapat menentukan sendiri isi perjanjian, seperti memasukan ketentuan mengenai pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of forum). Hal ini menjadikan Pengadilan Niaga Indonesia memiliki kewenangan untuk mengadili dan memutus perkara kepailitan berdasarkan penunjukan hukum dan yuridiksi Indonesia yang dituangkan oleh para pihak di dalam klausula perjanjian.
......Business actors increasingly carry out trade transactions that are cross-border in nature or known as international trade. One form of trade transactions conducted trade business financing as outlined in the debt-receivable agreement. Differences in legal jurisdiction do not limit the implementation of an agreement, that is, an agreement between the Indonesian Legal Entities and Foreign Legal Entities. The difference in jurisdiction raises problems, namely which laws govern and which forums are authorized to resolve disputes between parties, where each country has its own legal rules. This also relates to the condition if one party submits a legal remedy for dispute resolution by requesting a bankruptcy statement at the Commercial Court. The problem arises because there are two commercial court authorities from two different countries to adjudicate bankruptcy cases, where the Debtor is a Foreign Legal Entity that has legal jurisdiction abroad and does not have business activities conducted at a head office in Indonesia. While Law No. 37/2004 does not clearly regulate bankruptcy issues between these countries or known as cross-border bankruptcy. To answer these problems, this research will be conducted using the normative juridical research method. From this study it can be concluded that based on the principle of freedom of contracting the parties can determine their own contents of the agreement, such as entering provisions regarding choice of law and choice of forum. This makes the Indonesian Commercial Court have the authority to try and decide bankruptcy cases based on the appointment of Indonesian law and jurisdiction as outlined by the parties in the agreement clause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, David Waltin
"Sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust), perjanjian trust antara badan hukum Indonesia dengan badan hukum asing kerap digugat ke peradilan Indonesia atas dasar penyelundupan hukum. Akibatnya, pilihan hukum dan pilihan forum dalam perjanjian tersebut diabaikan oleh hakim dalam peradilan Indonesia, sehingga peradilan Indonesia mengadili perkara perjanjian trust dengan mengacu pada hukum Indonesia yang pada saat itu belum mengenal lembaga hukum trust. Setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust), perjanjian trust tidak lagi dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum.
......
Prior to the enactment of the Bank Indonesia Regulation No. 14/17/PBI/2012 concerning Trust as Bank Business Activities, trust agreements between Indonesian legal entity and foreign legal entity were often considered as fraudulent creation of point of contacts and be sued to the Indonesian civil court. As a result, the choice of law and the choice of forum that had be made in the agreement was ignored by the Indonesian civil court’s judges. Therefore, the judges adjudicated the case of a trust agreement with reference to the Indonesian law which at that time has not regulated about trust. After the enactment of the Bank Indonesia Regulation No. 14/17/PBI/2012 concerning Trust as Bank Business Activities, trust agreements shall no longer be considered as fraudulent creation of point of contacts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timotius Benjamin Ebenezer
"Skripsi ini meneliti mengenai keterbatasan hukum dalam penanganan kasus PT ASABRI yang memiliki dimensi tindak pidana korupsi dan tindak pidana pasar modal. Secara khusus, skripsi ini juga meneliti terkait bagaimana instansi kejaksaan selaku penyidik dan penuntut umum dalam menindak kasus PT ASABRI diharuskan melakukan pilihan dalam melakukan penuntutan pidana terhadap kasus PT ASABRI, yaitu memilih antara mekanisme tindak pidana korupsi atau tindak pidana pasar modal. Kejaksaan dihadapkan dengan pilihan tersebut karena kasus PT ASABRI yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang begitu fantastis dilakukan dengan melakukan serangkaian perbuatan yang melibatkan adanya manipulasi harga di bursa pasar modal. Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi preskriptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah adanya bagaimana kejaksaan sebagai dominus litis menentukan penggunaan tindak pidana korupsi atau tindak pidana pasar modal dalam penindakan perkara PT ASABRI. Selain itu, permasalahan dalam skripsi ini juga bagaimana faktor-faktor hukum acara dan kompetensi dari pengadilan tindak pidana korupsi memengaruhi pengambilan keputusan oleh Kejaksaan tersebut. Penggunaan asas kemanfaatan dalam mencapai pilihan tersebut juga menjadi salah satu pembahasan dalam skripsi ini. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah pemilihan penggunaan mekanisme tindak pidana korupsi oleh kejaksaan dalam penanganan kasus PT ASABRI telah tepat dilakukan karena sesuai dengan asas kemanfaatan dan asas systematiche specialiteit dalam hukum acara.
......This thesis examines the legal limitations in the prosecution the PT ASABRI case which has both a corruption crime and a capital market crime dimension. In particular, this thesis also examines how the AGO as the investigator and public prosecutor in taking action against the PT ASABRI case is required to make choices in conducting criminal prosecution of the PT ASABRI case, namely choosing between the mechanism of corruption crimes or capital market crimes. The AGO is faced with this choice because the PT ASABRI case which caused fantastic state financial losses was carried out by committing a series of actions involving price manipulation on the capital market exchange. In conducting research, the author uses doctrinal research methods with prescriptive typology. The problem in this thesis is how the prosecutor's office as dominus litis determines the use of corruption crimes or capital market crimes in the prosecution of the PT ASABRI case. In addition, the problem in this thesis is also how the factors of procedural law and the competence of the corruption court affect the decision making by the AGO. The use of the principle of expediency in achieving this choice is also one of the discussions in this thesis. The conclusion of the problem is that the selection of the use of the corruption mechanism by the AGO in handling the PT ASABRI case is appropriate because it is in accordance with the principle of expediency and the principle of systematiche specialiteit in procedural law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Avida
"Terjadinya sengketa dalam suatu hubungan kontrak dapat menyebabkan timbulnya pembatalan kontrak. Dalam suatu kontrak dengan pilihan hukum dan pilihan forum asing, khususnya arbitrase yang kini semakin banyak terjadi, pembatalannya tidak sesederhana pembatalan kontrak biasa yang tidak memuat unsur asing. Penelitian ini akan membahas mulai dari forum yang berwenang hingga hukum yang seharusnya diberlakukan untuk pembatalan kontrak internasional. Lebih jauh, dibahas pula mengenai dampak pembatalan kontrak terhadap putusan arbitrase terkait kontrak yang telah memiliki kekuatan eksekutorial. Agar didapatkan pemahaman yang lebih baik, dalam penelitian ini akan dianalisis dua perkara beserta putusan pengadilannya.
......
A dispute in a contractual relationship can lead to a nullification of the contract.  In a contract with a choice of law and a choice of foreign forum, especially arbitration which occurs more often these days, the nullification is not as simple as the nullification of an ordinary contract which does not contain foreign elements.  This research will discuss starting from jurisdiction to governing law for the nullification of international contracts. Furthermore, it will also discuss the impact of the nullification of the contract on the arbitration award related to a contract that has an executorial power.  In order to get a better understanding, this research will analyse two cases related to the topic and its court decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeline Yasmien Ahzab
"E-commerce membuka kemungkinan dilakukannya transaksi lintas negara di mana salah satu pihaknya ialah konsumen. Transaksi demikian lazimnya dilakukan menggunakan kontrak konsumen daring. Isu hukum perdata internasional muncul apabila terjadi kontrak konsumen antara pelaku usaha dan konsumen yang yang tunduk pada jurisdiksi berbeda, dan apabila terdapat pilihan hukum asing dalam kontrak terkait. Prinsip hukum perdata internasional mengakui lembaga pilihan hukum, yakni hukum yang dipilih oleh para pihak. Namun berkaitan dengan kontrak konsumen, ketidakseimbangan posisi tawar para pihak dapat dengan mudah memberikan hasil yang tidak adil dan merampas hak-hak konsumen. Untuk mengetahui apakah pilihan hukum dalam kontrak konsumen daring dapat diakui menurut hukum Indonesia atau tidak, maka penerapan teori pilihan hukum perlu
dikaji dalam kontrak konsumen. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Perdagangan beserta peraturan turunannya memuat beberapa kaidah hukum perdata internasional, termasuk mengenai pembatasan pilihan hukum asing.
E-commerce brought the possibility of cross-border transaction in which one of the parties is a consumer. Such transactions are normally conducted through an online consumer contract. Private international law issue arises when a consumer contract is conducted between consumer and business who are subject to different jurisdictions, and if the relevant contract involves a foreign choice of law. The principle of private international law recognizes the choice of law, which is the law
chosen by the parties. But in regards of consumer contracts, there is an issue of imbalance in the bargaining position of the parties, in which can easily produce unfair results and deprive consumers of their rights. To find out whether choice of law in online consumer contracts can be recognized according to Indonesian law or not, the application of choice of law principles in consumer contracts needs to be examined. The Electronic Information and Transaction Law (UU ITE), the Trade Law (UU Perdagangan), and their derivative regulations contain several principles of private international law, including restrictions on foreign law choices."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flaviana Meydi Herditha
"Unilateral Arbitration Clause atau Klausul Arbitrase Unilateral (KAU) memposisikan satu pihak untuk mendapatkan hak yang lebih baik untuk mengakses penyelesaian sengketa, termasuk arbitrase. Sedangkan pihak lainnya direstriksi kepada pilihan tertentu saja. Karakteristik yang mengedepankan kesepihakan ini seringkali menuai isu, baik mengenai kebasahannya atau juga penerapannya yang melanggar kaidah super memaksa atau ketertiban umum. Demi mengetahui bagaimana peradilan menyikapi permasalahan ini, maka perlu diteliti dari putusan-putusan pengadilan yang telah menimbang terkait KAU. Putusan-putusan yang dipilih adalah dalam perkara Uber v. Heller di Kanada, lalu perkara RTK v. Sony Ericsson di Russia serta perkara Wilson Taylor Asia Pacific Pte Ltd v. Dyna-Jet Pte Ltd di Singapura. Pada kesimpulannya terdapat perbedaan dari setiap pertimbangan hakim mengenai ketidakseimbangan dalam klausul ini. Tinjauan dari hukum perdata internasional pun diperlukan sebagaimana dalam KAU kerap mengandung unsur asing. Ditambah juga salah satu lembaga tertua dari hukum perdata internasional, yaitu ketertiban umum, yang memiliki peran besar dalam menimbang mengenai KAU.
......Unilateral Arbitration Clause (UAC) positions one party to obtain better dispute resolution rights, including arbitration. Meanwhile, the other party is restricted to only a particular choice(s) of a forum. The characteristic of a one-sided clause opens up a legal discussion on many court’s jurisdictions. Be it questioning the validity of the clause or worrying that the application of such a clause violates a nation’s mandatory rules or public policy. To see how the judiciary is addressing this issue, it is necessary to examine the court decision that has considered UAC. The decisions on Uber v. Heller in Canada, RTK v. Sony Ericsson in Russia, and Wilson Taylor Asia Pacific Pte Ltd v. Dyna-Jet Pte Ltd in Singapore may best represent this review. In conclusion, there are differences in each judge’s consideration regarding the imbalance in such a clause. A review of private international law is also necessary as UAC often contains foreign elements. Moreover, one of the oldest institutions under private international law-public policy-played a significant role in weighing the existence of UAC."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andara Annisa
"Penelitian bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis sebuah perjanjian dengan menguraikan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, apakah perjanjian ini merupakan sebuah perjanjian lisensi atau perjanjian waralaba menurut ketentuan perundang-undangan Indonesia. Di samping itu, penulis juga berusaha membuktikan adanya suatu penyelundupan hukum di dalam perjanjian ini. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian waralaba yang dibungkus dengan judul perjanjian lisensi eksklusif. Peraturan perundangundangan di Indonesia menyatakan bahwa segala kegiatan waralaba yang berlangsung di Indonesia, harus tunduk pada hukum Indonesia. Dengan pilihan hukum yang disepakati, maka perjanjian ini menjadi salah satu contoh penyelundupan hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Indonesia.
......This research aims to describe and analyze an agreement by deriving the elements contained in it, whether this agreement constitutes as a license agreement or a franchise agreement. In addition, author also attempted to prove that there exists an evasion of law in this agreement. Author use juridical-normative research method with literature studies.
The research shows that the agreement is actually a franchise agreement that is wrapped in an "exclusive license agreement" title. Laws and regulations in Indonesia stated that all activities of the franchise which takes place in Indonesia, should be subject to the laws of Indonesia. With a choice of law agreed, then this Agreement shall be one example of an evasion of law and contrary to the statutory regulation of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43147
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Artha Debora
"Pandemi Covid-19 telah memaksa pemerintah untuk bersikap dan merespon dengan keputusan yang cepat dan tepat. Keputusan Presiden untuk menerbitkan Perppu untuk penanganan pandemi Covid-19 menuai kontroversi berkaitan dengan materi muatan dan prosedural penerbitan Perppu. Penelitian ini bertujuan meninjau pilihan hukum kedaruratan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 dan implikasi pilihan hukum kedaruratan terhadap pembentukan produk hukum Perppu dengan menggunakan metode yuridis-normatif. Penelitian menemukan bahwa pilihan hukum kedaruratan campuran sebagai pilihan hukum pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 yang menggabungkan pilihan berdasarkan undang-undang yang telah ada dan yang baru dibentuk serta menekankan pentingnya kontrol parlemen terhadap potensi praktik kesewenang-wenangan Presiden. Karena itu diperlukan respon dan sikap DPR RI secara objektif dalam melegitimasi tindakan Presiden yang secara subjektif ditetapkan melalui penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Prosedur pengawasan DPR RI dalam mengesahkan Perppu menjadi undang-undang harus mengedepankan permusyawaratan proporsional berdasarkan hukum tidak hanya mengandalkan kepentingan politik semata. Sebaliknya Presiden perlu mempertimbangkan setiap pilihan kebijakan selama menangani pandemi Covid-19 dan menerima evaluasi serta kritik agar senantiasa berjalan berdasarkan atas hukum yang berlaku tanpa mengesampingkan hak dan kepentingan rakyat. Melalui penelitian ini diharapkan setiap elemen pemerintahan maupun rakyat dapat bahu-membahu dan memberikan sinyal kekompakan dalam mencari jalan keluar bersama untuk menyelamatkan negeri dari pandemi yang masih tak kunjung menepi.
......The Covid-19 pandemic has forced the government to act and respond quickly with appropriate decision. The President's decision to issue a lieu of law for handling the Covid-19 pandemic has sparked controversy regarding the substantive and procedural lieu of law issuance. This research intends to observe the government's emergency law option in dealing with the Covid-19 pandemic and the implications of emergency law options on the formation of the lieu of law using the juridical-normative method. This research found that the mixture of mixed emergency option combines options based on existing laws and newly formed and emphasizes the importance of parliamentary control over the President arbitrary power potential. Therefore, it requires an objective response and attitude from the House of Representatives is needed to legitimate the President's actions subjectively determined through the issuance Lieu of Law Number 1 of 2020 and Lieu of Law Number 2 of 2020. The House of Representatives oversight procedure in ratifying lieu of law must prioritize proportional deliberation based on the law not rely solely on political interests. On the other hand, the President needs to consider his decision consequences and accept evaluations and criticisms that always walk according by law without compromising the rights and interests of the people. Through this research, it is hoped that every element of the government and the people can work together and give a signal of solidarity in finding a way out together to save the country from the pandemic that is still not over."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>