Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Apple, Sue
Maryland: Lippincott Williams and Wilkins, 2000
617.412 APP p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizki Ravin Rizal
Abstrak :
[Praktik korupsi semakin masif terjadi yang pada akhirnya berdampak pada masyarakat. Padahal telah banyak lembaga penegak hukum yang mengkampanyekan dan memberantas korupsi, salah satunya KPK. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja yang menyebabkan turunnya kepercayaan publik atas KPK dan memberikan rekomendasi langkah strategis berdasarkan teori pengukuran kinerja, keagenan, kepercayaan publik dan new public management menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Capaian kinerja KPK secara keseluruhan sebesar 100,64%. Namun, berdasarkan analisis kualitatif, dari Sasaran Strategis (SS) yang diturunkan ke dalam beberapa Indikator Kinerja Utama (IKU), terdapat beberapa indikator yang tidak tercapai dan didominasi dari perspektif Proses Internal. Selain itu strategi yang ditetapkan oleh KPK tidak memiliki fokus yang jelas, terjadi penggemukan struktur organisasi yang pada akhirnya terlihat tumpang tindih tugas antara Dewan Pengawas dan Inspektorat, independensi KPK yang dipertanyakan, penyampaian informasi internal yang tidak sistematis, lunturnya asas keterbukaan seperti tertutupnya akses terhadap hasil kajian terkait korupsi dan peradilan etik yang dilakukan oleh Dewan Pengawas. ......Corruption practices are increasingly massive, which in turn impact the society. Even though many law enforcement agencies have campaigned for and eradicated corruption, one of them is KPK. This study aims to evaluate the performance that causes a decrease in public trust in the KPK and provide recommendations for strategic steps based on new theories of performance measurement, agency, public trust and public management using a qualitative approach with a case study strategy. The overall performance of the KPK was 100.64%. However, based on qualitative analysis of the Strategic Targets (SS), which were translated into several Key Performance Indicators (IKU), several indicators were not achieved and dominated from an Internal Process perspective. In addition, the strategy set by KPK does not have a clear objective, overstaff in organization structure which resulted in overlapped tasks between the Supervisory Board and the Inspectorate. The independency of the Corruption Eradication Commission is also questionable nowadays along with unsystematic delivery of internal information, and faded principle of transparency, such as the results of studies related to corruption and ethical justice conducted by the Supervisory Board that are closed to the public.,

Latar Belakang: Beban penyakit gagal jantung semakin meningkat dan sekitar 50% kasus adalah HFrEF. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama HFrEF. Pada kasus ini, pemulihan fungsi ventrikel kiri merupakan tujuan utama terapi karena berhubungan dengan penurunan risiko kejadian kardiovaskular.1 Populasi dengan pemulihan FEVK dikategorikan sebagai HFrecEF dimana populasi ini memiliki karakteristik yang berbeda.2 Belum terdapat suatu studi yang melihat prediktor pemulihan FEVK sesuai kriteria HFrecEF JACC pada populasi kardiomiopati iskemik setelah revaskularisasi lengkap.

Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pemulihan FEVK pasca revaskularisasi lengkap operasi bedah pintas arteri koroner pada populasi kardiomiopati iskemik.

Metode: Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian kardiomiopati iskemik yang menjalani revaskularisasi lengkap dengan BPAK selama periode Januari 2019 sampai dengan Juli 2022 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.

Hasil: Terdapat 105 subjek yang memenuhi kriteria inklusi, dengan 72 (68,5%) subjek pada kelompok nonHFrecEF dan 33 (31,5%) subjek pada kelompok HFrecEF. Pada analisis multivariat, LVESD (OR 0,87; p=0,018)) merupakan prediktor independen HFrecEF. Penggunaan RAAS Inhibitor postoperatif menurunkan risiko mortalitas dalam 1 tahun secara signifikan (HR 0,036; p=0,07). Follow up kesintasan 1 tahun menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok HFrecEF (95%) dan nonHFrecEF (96%) dengan nilai p=0,999. Terdapat perbedaan kesintasan yang signifikan antara pengguna RAAS Inhibitor dan bukan pengguna RAAS Inhibitor pada populasi penelitian (p<0,0001).

Kesimpulan: Nilai LVESD adalah prediktor independen pemulihan FEVK. Angka kesintasan 1 tahun pada seluruh populasi cukup baik yaitu lebih dari 90%. Penggunaan  RAAS Inhibitor pada penelitian ini tidak menunjukkan dampak pemulihan FEVK, namun pengaruhnya pada kesintasan 1 tahun menekankan pentingnya pemberian terapi optimal gagal jantung pada populasi ini.

 

 


Background: It is estimated that the disease burden of heart failure has increased and about 50% of cases are HFrEF. Coronary heart disease is the main risk for heart failure. Left ventricular function recovery is the most important goals of heart failure therapy. It is associated with a reduced risk of cardiovascular events.1 These population is categorized as patients with HFrecEF where they have unique characteristics.2 There has not been a study looking at predictors of recovery of EF according to the JACC HFrecEF criteria in the ischemic cardiomyopathy population after complete revascularization. 
Objectives: To evaluate the factors that predicts the recovery of FEVK after complete revascularization by coronary artery bypass surgery in the ischemic cardiomyopathy population.
Methods: This retrospective cohort study used secondary data. Basic data was obtained through medical record and registry of ischemic cardiomyopathy patients underwent complete revascularization with CABG during the period January 2019 to July 2022 at Harapan Kita Cardiovascular Hospital.
Results: A total of 105 subjects were obtained, there were 72 (68.5%) subjects in the nonHFrecEF group and 33 (31.5%) subjects in the HFrecEF group. In multivariate analysis, LVESD (OR 0.87; p=0.018)) was an independent predictor of HFrecEF. Postoperative use of RAAS Inhibitors reduced the risk of mortality within 1 year significantly (HR 0.036; p=0.07). No significant difference in 1 year survival follow-up between the HFrecEF (95%) and non-HFrecEF (96%) groups with p = 0.999. There was a significant difference in survival between RAAS Inhibitor users and non-RAAS Inhibitor users in the entire study population (p<0.0001).
Conclusion: In ischemic cardiomyopathy patients undergoing CABG, LVESD score is an independent predictor of recovery of LVEF. The 1-year survival rate in the entire population was >90%. Although the use of RAAS inhibitors in this study did not show an impact on recovery of LVEF, its effect on 1-year survival emphasizes the importance of providing optimal therapy for heart failure in this population.
 

]
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, [2022, ]
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Soraya
Abstrak :
Latar Belakang: Beban penyakit gagal jantung semakin meningkat dan sekitar 50% kasus adalah HFrEF. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama HFrEF. Pada kasus ini, pemulihan fungsi ventrikel kiri merupakan tujuan utama terapi karena berhubungan dengan penurunan risiko kejadian kardiovaskular. 1 Populasi dengan pemulihan FEVK dikategorikan sebagai HFrecEF dimana populasi ini memiliki karakteristik yang berbeda. 2 Belum terdapat suatu studi yang melihat prediktor pemulihan FEVK sesuai kriteria HFrecEF JACC pada populasi kardiomiopati iskemik setelah revaskularisasi lengkap. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pemulihan FEVK pasca revaskularisasi lengkap operasi bedah pintas arteri koroner pada populasi kardiomiopati iskemik. Metode: Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian kardiomiopati iskemik yang menjalani revaskularisasi lengkap dengan BPAK selama periode Januari 2019 sampai dengan Juli 2022 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hasil: Terdapat 105 subjek yang memenuhi kriteria inklusi, dengan 72 (68,5%) subjek pada kelompok nonHFrecEF dan 33 (31,5%) subjek pada kelompok HFrecEF. Pada analisis multivariat, LVESD (OR 0,87; p=0,018)) merupakan prediktor independen HFrecEF. Penggunaan RAAS Inhibitor postoperatif menurunkan risiko mortalitas dalam 1 tahun secara signifikan (HR 0,036; p=0,07). Follow up kesintasan 1 tahun menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok HFrecEF (95%) dan nonHFrecEF (96%) dengan nilai p=0,999. Terdapat perbedaan kesintasan yang signifikan antara pengguna RAAS Inhibitor dan bukan pengguna RAAS Inhibitor pada populasi penelitian (p<0,0001). Kesimpulan: Nilai LVESD adalah prediktor independen pemulihan FEVK. Angka kesintasan 1 tahun pada seluruh populasi cukup baik yaitu lebih dari 90%. Penggunaan  RAAS Inhibitor pada penelitian ini tidak menunjukkan dampak pemulihan FEVK, namun pengaruhnya pada kesintasan 1 tahun menekankan pentingnya pemberian terapi optimal gagal jantung pada populasi ini. ......It is estimated that the disease burden of heart failure has increased and about 50% of cases are HFrEF. Coronary heart disease is the main risk for heart failure. Left ventricular function recovery is the most important goals of heart failure therapy. It is associated with a reduced risk of cardiovascular events. These population is categorized as patients with HFrecEF where they have unique characteristics. There has not been a study looking at predictors of recovery of EF according to the JACC HFrecEF criteria in the ischemic cardiomyopathy population after complete revascularization. Objectives: To evaluate the factors that predicts the recovery of FEVK after complete revascularization by coronary artery bypass surgery in the ischemic cardiomyopathy population. Methods: This retrospective cohort study used secondary data. Basic data was obtained through medical record and registry of ischemic cardiomyopathy patients underwent complete revascularization with CABG during the period January 2019 to July 2022 at Harapan Kita Cardiovascular Hospital. Results: A total of 105 subjects were obtained, there were 72 (68.5%) subjects in the nonHFrecEF group and 33 (31.5%) subjects in the HFrecEF group. In multivariate analysis, LVESD (OR 0.87; p=0.018)) was an independent predictor of HFrecEF. Postoperative use of RAAS Inhibitors reduced the risk of mortality within 1 year significantly (HR 0.036; p=0.07). No significant difference in 1 year survival follow-up between the HFrecEF (95%) and non-HFrecEF (96%) groups with p = 0.999. There was a significant difference in survival between RAAS Inhibitor users and non-RAAS Inhibitor users in the entire study population (p<0.0001). Conclusion: In ischemic cardiomyopathy patients undergoing CABG, LVESD score is an independent predictor of recovery of LVEF. The 1-year survival rate in the entire population was >90%. Although the use of RAAS inhibitors in this study did not show an impact on recovery of LVEF, its effect on 1-year survival emphasizes the importance of providing optimal therapy for heart failure in this population.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Effendy Thio
Abstrak :
Pendahuluan: Saat ini, pengobatan antiplatelet tunggal menggunakan aspirin atau clopidogrel direkomendasikan untuk pasien penyakit arteri perifer (PAD) pasca-revaskularisasi. Namun, penelitian terbaru menyarankan bahwa kombinasi rivaroxaban dan aspirin lebih menguntungkan. Kami melakukan tinjauan sistematis untuk menentukan efikasi dan keamanan kombinasi rivaroxaban dan aspirin dibandingkan dengan aspirin saja. Metode: Kami melakukan tinjauan sistematis berdasarkan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA). Pencarian dilakukan di Cochrane, PubMed, Scopus, EBSCOHost, dan Google Scholar menggunakan kata kunci. Kriteria inklusi dan eksklusi diterapkan. Studi yang dipilih dinilai menggunakan Cochrane risk of bias tool versi 2 untuk inklusi. Studi yang terpilih diekstraksi untuk karakteristik dan hasil. Hasil dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Kami menggunakan model efek tetap atau acak untuk menentukan rasio tergabung yang sesuai. Interval kepercayaan 95% dan nilai p kurang dari 0,05 digunakan sebagai indikator signifikansi statistik. Hasil: Dua studi terkontrol acak multicenter dimasukkan setelah pencarian dan penilaian dengan risiko bias rendah. Kedua studi menunjukkan hasil efektivitas primer yang lebih baik dalam kelompok kombinasi dan perbaikan risiko perdarahan mayor. Analisis kuantitatif menemukan tingkat komplikasi PAD yang lebih rendah (OR=0,79; 95% CI=0,66–0,95) termasuk infark miokard, stroke, kematian kardiovaskular, dan iskemia tungkai akut. Kelompok kombinasi memberikan hasil keamanan primer (OR=1,32; 95% CI=1,06–1,67) dan sekunder (OR=1,47; 95% CI=1,19–1,84) yang lebih rendah. Kesimpulan: Kombinasi rivaroxaban dan aspirin memberikan hasil klinis yang lebih baik pada pasien PAD pasca-revaskularisasi. Namun, kombinasi ini harus digunakan dengan hati-hati karena dapat meningkatkan risiko perdarahan pada populasi tersebut. ......Introduction: Currently, single antiplatelet treatments using aspirin or clopidogrel were recommended for post-revascularization peripheral artery disease (PAD) patients. However, recent study suggested that combination of rivaroxaban and aspirin was more favorable. We conducted a systematic review to determine efficacy and safety of rivaroxaban and aspirin combination compared to aspirin alone. Method: We conducted a systematic review based on the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA) statement. Searching was conducted on Cochrane, PubMed, Scopus, EBSCOHost, and Google Scholar using keywords. Inclusion and exclusion criteria were applied. Selected studies were appraised using Cochrane risk of bias tool v.2 for inclusion. Included studies were extracted for characteristics and outcomes. Outcomes were analyzed qualitatively and quantitatively. We used fixed- or random-effect model to determine pooled ratio per appropriate. A 95% confidence interval and p-value of 0.05 and below were used as indicators of statistical significance. Results: Two multicentered, randomized controlled studies were included after searching and appraisal with low risk of bias. Both studies showed greater primary effectivity outcome in combination group and improvements of major bleeding risk. Quantitative analysis found lower PAD complications rate (OR=0.79; 95% CI=0.66–0.95) which including myocardial infarct, stroke, cardiovascular death, and acute limb ischemia. Combination group provided lesser primary (OR=1.32; 95% CI=1.06–1.67) and secondary (OR=1.47; 95% CI=1.19–1.84) safety outcome. Conclusion: Combination of rivaroxaban and aspirin provided better clinical outcome in postrevascularization PAD patients. However, this combination should be used carefully as this yield larger risk of bleeding in the population.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tuburlensi laju jantung heart rate tuberlence {HRT} baru-baru ini dianggap sebagai prediktor terbaru paling kuat untuk terjadinya kematian mendadak (sadden cardiac death (SCD) melebihi prediktor lain yang telah ada sebelumnya.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri
Abstrak :
Latar Belakang: Tindakan revaskularisasi menjadi hal yang penting dalam penyembuhan ulkus kaki diabetikum dengan penyakit arteri perifer, karena berperan dalam merestorasi fungsi perfusi jaringan tungkai. Selain itu, beberapa studi juga melaporkan bahwa tindakan ini juga dapat mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular. Namun, belum ada penelitian di Indonesia yang secara ekslusif membahas efektivitas revaskularisasi pada pasien ulkus kaki diabetik dengan penyakit arteri perifer. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan tingkat kesembuhan ulkus kaki diabetik dengan penyakit arteri perifer terhadap pasien yang dilakukan revaskularisasi maupun yang tidak dilakukan revaskularisasi. Metode: Penelitian ini berlangsung dari Januari hingga Mei 2023, di RSUPN Cipto Mangunkusumo, dengan desain kohort retrospektif. Hasil: Jumlah sampel pada masing-masing tindakan adalah 23 pasien. Tingkat kesembuhan pasien ulkus kaki diabetik dengan penyakit arteri perifer yang mendapatkan tindakan revaskularisasi adalah 78,3% (18 pasien), sementara yang tidak mendapatkan tindakan revaskularisasi 26,1% (6 pasien). Pasien yang menjalani tindakan revaskularisasi memiliki peluang 14,944 (1,102–202,692) kali lebih tinggi untuk mengalami kesembuhan luka dibandingkan pasien ulkus kaki diabetik dengan penyakit arteri perifer yang tidak mendapatkan tindakan revaskularisasi (p < 0,01). Setelah mengontrol faktor perancu, tindakan revaskularisasi tetap ditemukan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien dengan WIfI stadium 2-3 memiliki peluang 11,926 (1,438–98,883) untuk mengalami penyembuhan luka dibandingkan pasien dengan WIfI stadium 4. Kesimpulan: Tingkat kesembuhan pasien revaskularisasi lebih tinggi dibandingkan non-revaskularisasi. Selain itu, keparahan luka berdasarkan WIfI juga berpengaruh pada kesembuhan luka pasien. ......Background: Revascularization is important in the healing of diabetic foot ulcers with peripheral arterial disease, because it plays a role in restoring the perfusion function of the leg tissues. In addition, several studies also report that this action can also reduce the risk of cardiovascular complications. However, there is no study in Indonesia that exclusively discusses the effectiveness of revascularization in diabetic foot ulcer patients with peripheral arterial disease. This study aims to compare the healing rates of diabetic foot ulcers with peripheral arterial disease in patients who underwent revascularization and those who did not undergo revascularization. Methods: This study was conducted from January to May 2023, at Cipto Mangunkusumo General Hospital, with a retrospective cohort design. Results: The number of samples in each group was 23 patients. The healing rate for diabetic foot ulcer patients with peripheral arterial disease who received revascularization was 78.3% (18 patients), while those who did not receive revascularization was 26.1% (6 patients). Patients who underwent revascularization had a 14.944 (1.102–202.692) times higher chance of getting their wound healed than patients with diabetic foot ulcers with peripheral arterial disease who did not receive revascularization (p <0.01). After controlling for confounding factors, revascularization was still found to have an effect on healing. Patients with WIfI stage 2-3 had a 11,926 (1,438–98,883) chance of experiencing wound healing compared to patients with stage 4 WIfI. Conclusion: The wound healing rate for revascularized patients is higher than non-revascularized patients. In addition, the severity of the wound based on WIfI score also affects the patient's wound healing.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budhi Arifin Noor
Abstrak :
Latar belakang: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) merupakan bentuk terparah peripheral arterial disease. Pasien kaki diabetik dengan CLTI memiliki risiko amputasi mayor dan mortalitas paska revaskularisasi dan dipengaruhi beberapa faktor seperti usia lanjut, gagal ginjal kronik, komorbid penyakit jantung dan hipertensi. Indonesia belum memiliki data amputasi mayor dan mortalitas kaki diabetik dengan CLTI setelah revaskularisasi dan faktor-faktor yang berpengaruh. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka amputasi mayor dan mortalitas satu tahun pasca revaskularisasi beserta faktor-faktor yang memengaruhi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Kohort retrospektif pasien kaki diabetik dengan CLTI setelah revaskularisasi di RSCM Januari 2010 – Desember 2020. Pengambilan data rekam medis. Luaran utama amputasi mayor dan mortalitas satu tahun setelah revaskularisasi. Dilakukan analisis bivariat dengan uji Kai Kuadrat, jika persyaratan tidak terpenuhi maka menggunakan Fischer-exact, variabel bermakna diuji lebih lanjut dengan regresi logistik. Hasil: Penelitian melibatkan 150 subjek. Amputasi mayor dan mortalitas satu tahun setelah revaskularisasi sebesar 27,3% dan 24,7%. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang diteliti dengan amputasi mayor dan mortalitas satu tahun. Kesimpulan: Didapatkan angka amputasi mayor dan mortalitas 1 tahun pasca revaskularisasi. Usia lanjut, gagal ginjal kronik, komorbid penyakit jantung dan hipertensi bukan merupakan faktor yang memengaruhi angka amputasi dan mortalitas satu tahun. ......Background: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease. Diabetic foot patients with CLTI have major amputation and mortality risk after revascularization and affected by factors such as elderly, chronic kidney disease (CKD), cardiac morbidity and hypertension. In Indonesia there are no data regarding diabetic foot major amputation and mortality with CLTI after revacularization and influencing factors. Study aims to determine one year major amputation and mortality and factors that can affect diabetic foot pastients with CLTI after revascularization. Methods: Retrospective cohort study on diabetic foot patients with CLTI undergoing revascularization at Cipto Mangunkusumo National Hospital from January 2010 to December 2020. The primary outcome was one-year major amputation and mortality after revascularization. Factors included were age, CKD, cardiac comorbidity and hypertension. We conducted bivariate analysis using Chi Square or Fisher-exact test. Variables were further tested using multivariate test. Result: 150 subjects were enrolled. One-year major amputation and mortality was 27.3% and 24.7%. There are not significant correlations between factors with major amputation and mortality. Conclusion: Major amputation and mortality rate one year after revascularization at RSCM are gained. Elderly, CKD, cardiac comorbidity and hypertension are not factors affecting one-year major amputation and mortality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pardamean, David Tua
Abstrak :
Latar Belakang: Chronic Limb Threatening Ischemia (CLTI) adalah bentuk terberat dari penyakit arteri perifer kronis . Sekitar 25% dari pasien dengan CLTI akan berisiko mengalami amputasi tungkai mayor dalam 1 tahun. Sistem skoring Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI) dipakai untuk memprediksi angka amputasi selama 1 tahun. Tindakan revaskularisasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk pemulihan perfusi pada bagian tubuh atau organ yang mengalami iskemia baik dengan cara bedah terbuka atau secara endovaskular Tujuan: Untuk mengetahui korelasi antara tindakan revaskularisasi dengan perubahan amputation rate pada pasien CLTI dengan skor WIfI Metode: Desain yang digunakan adalah desain kohort retrospektif. Penelitian ini dilakukan di Divisi Bedah Vaskuler dan Endovaskuler Departemen Medik Ilmu Bedah dan Unit Rekam Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Oktober hingga Desember 2020 dengan mengumpulkan data seluruh pasien CLTI yang menjalani perawatan dan tata laksana selama tahun 2009-2019. Hasil: Total sampel 312, sampel terbanyak berjenis kelamin pria 182 (58,3%) sedangkan wanita sebanyak 130 (41,7%) dengan rerata usia 58 tahun. Komorbid yang tersering adalah diabetes (82,1%). Sebaran skor WIfI derajat sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi secara berurutan adalah 20 (6,4%), 30 (9,6%), 112 (35,9%), 150 (48,1%). Sebaran tatalaksana adalah amputasi mayor 147 (47,1%), revaskularisasi 80 (25,6%), amputasi minor 42 (13,5%), debridement 28 (9%) dan perawatan luka 15 (5%). Terdapat korelasi bermakna (p<0,001; RR 0.029 (0.004-0.207)) antara tindakan revaskularisasi terhadap perubahan amputation rate selama 1 tahun pada pasien CLTI. Terdapat korelasi yang bermakna (p=0,001; RR 0.061 (0.008-0.44)) antara tindakan revaskularisasi dengan penurunan amputation rate pada pasien CLTI dengan skor WIfI derajat sedang. Simpulan: Tindakan revaskularisasi menurunkan amputation rate pada pasien CLTI dengan skor WIfI derajat sedang. ......Background: Chronic Limb Threatening Ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease. Approximately 25% of patients with CLTI will be at risk of having a major limb amputation within 1 year. The Wound, Ischemia, and Foot Infection (WIfI) scoring system was used to predict the amputation rate for 1 year. Revascularization is an action performed to restore perfusion to parts of the body or organs that experience ischemia either by open surgery or endovascular. Objective: To determine the correlation between revascularization measures and changes in amputation rate in CLTI patients with WIfI score. Method: The design used was a retrospective cohort design. This research was conducted in the Vascular and Endovascular Surgery Division of the Department of Medical Surgery and the Medical Records Unit of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital during the period from October to December 2020 by collecting data on all CLTI patients who underwent treatment and management during 2009-2019. Results: Total sample was 312, most samples were male 182 (58.3%), while female as much as 130 (41.7%) with an average age of 58 years. The most common comorbid was diabetes (82.1%). The distribution of the WIfI score of very low, low, medium and high degrees was 20 (6.4%), 30 (9.6%), 112 (35.9%), 150 (48.1%), respectively. The treatment distribution was major amputation 147 (47.1%), revascularization 80 (25.6%), minor amputation 42 (13.5%), debridement 28 (9%) and wound care 15 (5%). There was a significant correlation (p <0.001; RR 0.029 (0.004-0.207)) between revascularization measures and changes in amputation rate for 1 year in CLTI patients. There was a significant correlation (p = 0.001; RR 0.061 (0.008-0.44)) between revascularization measures and a decrease in amputation rate in CLTI patients with moderate WIfI scores. Conclusion: Revascularization reduces the amputation rate in CLTI patients with moderate WIfI score.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library