Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prasetiyawan
Abstrak :
Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan  di Cina ditemukan 69,89%  pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi  tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala  psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan  antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya. ......Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019.  The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine  (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects’ characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides  no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetiyawan
Abstrak :
Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan di Cina ditemukan 69,89% pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya. ......Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019. The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Aldila Pratama
Abstrak :
Latar belakang: Kehamilan remaja merupakan suatu masalah kesehatan dan sosial. Beberapa penelitian telah mempelajari psikopatologi pada kehamilan remaja khususnya depresi, psikotik, bipolar, gangguan cemas dan gangguan nafsu makan. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menelaah hubungan psikopatologi pada kehamilan remaja dengan luaran persalinan. Tujuan: Mengetahui hubungan psikopatologi pada kehamilan remaja dengan luaran persalinan. Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSCM dan RSUT pada bulan Mei 2017-Januari 2018. Pengambilan subjek dilakukan secara berurutan (consecutive) yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak termasuk dalam kriteria penolakan sampai dengan target subjek terpenuhi. Subjek akan diminta untuk mengisi kuesioner SCL-90. Setelah mengisi kuesioner, subjek terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dengan gejala psikopatologi dan kelompok tanpa gejala psikopatologi, dimana masing-masing kelompok akan dilihat luaran persalinannya. Hasil: Didapatkan hubungan yang bermakna antara kelompok dengan gejala psikopatologi dengan luaran persalinan; usia gestasi (p < 0,001), skor Apgar (p < 0,001) dan berat lahir bayi (p < 0,001). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara luaran persalinan dengan kehamilan remaja disertai gejala psikopatologi dibandingkan tanpa gejala psikopatologi.
Background: Teenange pregnancy is a health and social problems. Several studies have studied psychopathology in teenage pregnancy especially depression, pcychotic, bipolar, anxiety disorder and appetite disoreder. Until now there has been no research that examines the correlation of psychopathology in teenage pregnancy with delivery outcomes. Aim: To determine the correlation of psychopathology in teenage pregnancy with delivery outcomes. Methods: This cross sectional study was conducted at RSCM and RSUT in May 2017-January 2018. Subjects ware taken consecutively that met the inclusion criterias and were not included in the exclusion criterias until the subject target was met. Subjects will be required to complete the SCL-90 questionnaire. After filling out the questionnaires, the subjects were divided into two groups, group with psychopathological symptoms and without psychopathological symptoms, in which each group would be seen the delivery outcomes. Results: There was a significant correlation between group with psychopathological symptoms with delivery outcome; time of delivery (p < 0,001), Apgar score (p < 0,001) and birth weight (p < 0,001). Conclusion: There was a significant correlation between delivery outcomes and teenage pregnancy with psychopathological symptoms compared with no psychopathological symptoms.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Tirka Nandaka
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan mengetahui secara deskriptif prevalensi psikopatologi dan secara khusus mengetahui prevalensi psikopatologi terhadap anggota prajurit marinir TNI-AL saat menjelang purna tugas. Penelitian ini merupakan studi cross sectional terhadap 96 sampel anggota marinir TNI-AL saat menjelang purna tugas di wilayah DKI Jakarta periode Agustus 2003 sampai Oktober 2003, dengan menggunakan instrumen SCL-90. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi psikopatologi anggota marinir TNI-AL menjelang pensiun 1 - 3 tahun ke depan sebesar 42.7%. Proporsi kejadian psikopatologi saat 1 tahun menjelang pensiun sebesar 91,3%, 2 tahun menjelang pensiun sebesar 61,3% dan 3 tahun menjelang pensiun sebesar 2,4%. Secara umum dimensi psikopatologi yang timbul pada penelitian ini adalah somatisasi 51,0%, psikotikisme 38,%, fobia 38,5%, ide paranoid 37,5%, ansietas 37,5%, depresi 33,3%, item tambahan 33,3%, obsesi kompulsif 32,3%, hostile 27,1% dan sensitivitas interpersonal 25,0%. Analisis statistik dengan uji Chi square antara lama masa (1 tahun, 2 tahun, 3 tahun) menjelang puma tugas dengan kejadian psikopatologi menunjukkan hasil yang bermakna dengan p = 0,00000. Begitu pula terdapat hubungan yang bermakna antara lama masa (1 tahun, 2 tahun, 3 tahun) menjelang puma tugas dengan kejadian tiap-tiap skala psikopatologi di mana seiuruh skala menunjukkan p <0,05. Lebih dari 60% anggota marinir TNI-AL terdapat psikopatologi secara bermakna yang telah timbui mulai 2 tahun menjelang pensiun.
Objective: In general this study is to know the description of psychopathology and particularly to know the prevalence of psychopathology of TNI-AL marine's corps before entering the retirement. Method: This is a cross sectional study using 96 samples which taken from DKI Jakarta area in the period August 2003 - October 2003. This study uses SCL-90, for establishing the psychopathology. Results: The results of this study show that the psychopathology prevalence in TN!-AL marine's corps I - 3 years before entering the retirement is 42.7%. Even the proportion of psychopathology 1 year before the retirement is 91.3%. Psychopathology dimension in general are somatisation 51.0%, psychotism 38.5%, phobia 38.5%, paranoid idea 37.5%, anxiety 37.5%, depression 33.3%, additional item 33.3%, obsessive compulsive 32.3%, hostile 27.1% and interpersonal sensitivity 25.0%. There is a significant relationship in Chi square between 1 year, 2 years and 3 years with the frequency of psychopathology (p = 0.00000). There is a significant relationship in Chi square too between 7 year, 2 years and 3 years with the frequency of each psychopathology dimension (p <0.05 for each dimension). Remarks: More than 60% TN/ AL marine's corps has the significant psychopathology which develops within two years before entering the retirement. Therefore it is important to anticipate with the concrete steps before entering the retirement to prevent the psychopathology become worse.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Yunita
Abstrak :
Latar Belakang. Perempuan dengan HIV/AIDS memiliki risiko mengalami psikopatologi yang lebih tinggi dibanding laki-laki, meskipun data pendukung mengenai hal ini sangat minim. Untuk mengatasi stresor yang dialami, penderita HIV/AIDS membangun berbagai bentuk mekanisme koping, dan seringkali menggunakan mekanisme koping yang maladaptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara psikopatologi dengan mekanisme koping pada perempuan dengan HIV/AIDS. Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan menilai psikopatologi kuesioner SCL-90 , dan mekanisme koping kuesioner Brief COPE pada perempuan dengan HIV/AIDS di Pokdisus RS Cipto Mangunkusumo. Hasil. Responden berjumlah 116 orang dengan 37,1 di antaranya memiliki psikopatologi dengan depresi sebagai psikopatologi terbanyak 44,2 . Mekanisme koping yang tersering digunakan oleh seluruh responden adalah religion 46,6 . Korelasi psikopatologi dengan mekanisme koping adalah r= 0,292 dan p=0,001. Kesimpulan. Didapatkan hubungan bermakna dengan korelasi positif dan kekuatan lemah antara psikopatologi dan mekanisme koping. Mekanisme koping religion lebih banyak digunakan oleh responden tanpa psikopatologi. Responden dengan psikopatologi yang menggunakan koping religion sering disertai dengan penggunaan koping self blame. Manajemen tatalaksana perempuan dengan HIV/AIDS yang komprehensif dapat dilakukan dengan deteksi dini psikopatologi dan mekanisme koping. ......Background. Women with HIV AIDS have greater risk than men in having psychopathology while the data was not very considerable. To resolve stress, patients with HIV AIDS build lots of coping mechanism, and often the maladaptive ones. This study aims to assess the relationship between psychopathology and coping mechanism in women with HIV AIDS. Method. A cross sectional study was conducted to determine the psychopathology using SCL 90 questionnaire, and coping mechanism using Brief COPE questionnaire in women with HIV AIDS at Pokdisus of Cipto Mangunkusumo Hospital. Result. Among 116 subjects, 37,1 had no psychopathology with depression was the most common psychopatology 44.2. The most used mechanism of coping was religion 46,6. The coefficient correlation between psychopathology and mechanism of coping was r 0,292 and p 0,001. Conclusion. There was significant differences with positive and correlation between psychopathology and mechanism of coping. Religion coping more used by respondent with no psychopathology. Respondent with psychopathology often use religion and self blame coping. A comprehensive management in female with HIV AIDS can be done by early detection of their psychopathology and coping mechanism.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Kristiane
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Efavirenz adalah salah satu obat antiretroviral lini pertama dalam tatalaksana infeksi HIV. Namun, penelitian dari beberapa negara menunjukkan sekitar 50% pengguna efavirenz mengalami efek samping psikiatrik, seperti gangguan tidur, mimpi buruk, insomnia, cemas, depresi sampai gangguan kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi psikopatologi pada ODHA yang mendapatkan terapi efavirenz, serta faktor yang berhubungan, seperti faktor demografik, mekanisme koping, dan stigma.

Metode. Studi potong lintang ini menggunakan kuesioner yang diberikan pada pasien HIV di UPT HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo yang menggunakan efavirenz. Psikopatologi diukur menggunakan SCL-90, mekanisme koping dengan Brief COPE, dan stigma dengan Berger HIV Stigma Scale. Selain itu, faktor demografik seperti usia, jenis kelamin, riwayat gangguan jiwa, riwayat penggunaan narkotika, dan stadium HIV.

Hasil. Prevalensi psikopatologi pada pasien HIV yang diterapi dengan EFV sebesar 50 dari 112 subjek penelitian (44,6 %). Gejala psikopatologi terbanyak yang didapatkan adalah depresi 25.0% diikuti oleh gejala obsesif kompulsif 17.9%. Faktor yang menunjukkan hubungan signifikan dengan adanya psikopatologi adalah usia (p=0,01), stigma (p=0,01), dan riwayat penggunaan alkohol/zat psikoaktif lainnya (p=0,02).

Kesimpulan. Depresi merupakan psikopatologi yang paling banyak didapatkan pada penelitian ini. Faktor usia, stigma, dan riwayat penggunaan alkohol/zat psikoaktif lainnya mempunyai hubungan yang bermakna terhadap munculnya gejala psikopatologi pada pasien yang mendapatkan terapi EFV.
ABSTRACT
Background. Efavirenz is one of the first-line antiretroviral drugs in the management of HIV infection. However, research from several countries shows that about 50% of efavirenz users experience psychiatric side effects, such as sleep disorders, nightmares, insomnia, anxiety, depression to cognitive disorders. This study aims to determine the prevalence of psychopathology in HIV patients who received efavirenz therapy, as well as related factors, such as demographic factors, coping mechanisms, and stigma.

Method. This cross-sectional design used a questionnaire given to HIV patients at UPT HIV Cipto Mangunkusumo General Hospital who used efavirenz. Psychopathology was measured using SCL-90, coping mechanism with COPE Brief, and stigma with Berger HIV Stigma Scale. In addition, demographic factors such as age, sex, history of mental disorders, history of drug use, and stage of HIV.

Results. The prevalence of psychopathology in HIV patients treated with EFV was 50 out of 112 study subjects (44.6%). The most common psychopathological symptom was depression 25.0% followed by obsessive compulsive symptoms 17.9%. Factors that showed a significant correlation with the prevalence of psychopathology were age (p = 0.01), stigma (p = 0.01), and history of alcohol / other psychoactive substance use (p = 0.02).

Conclusion. Depression is the most commonly obtained psychopathology in this study. Age, stigma, and history of using alcohol / other psychoactive substance use have a significant significant correlation with the prevalence of psychopathological symptoms in patients receiving EFV therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library