Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Nourman
"Sabang merupakan bagian dari Propinsi Daeralt lstimewa Aceh yang terletak dl ujung paling barat Republik IndoneSia. Kota kecil tni secara historis pernah jaya sebagai kota pelabuhan baik pada masa penjajahan maupun setelah Indonesia merdeka. Namun demikian kejayaan itu hanya bcrtahan sampai pertengahan tahun delapan pufuhan benepatan dengan dicabutnya starus Sabang sebagai pelabuhan bebas.
Sejak saat itu perekonomian Sabang turun drastis. Kota Sabang yang dulunya ramai dikunjungi orang, seketika menjadi sepi. Melihat keadaan yang demikian, Pemda Sa bang berusaha menggali potensi-potensi yang ada untuk dapat dikembangkan. Dengan berbagai pertimbangan dan beberapa keunggulan yang dimHiki maka. sektor pariwisata menjadi andalan bagi pengembangan selanjutnya.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun,
pengembangan pariwisata yang dilakukan tidak berjalan seperti yang diharapkan.
sehingga berpengaruh pada arus kedatangan wisatawan. Keadaan yang demikian tentu saja dapat menghambat pengembangan pariwisata-itu sendirL
Untuk pengembangan pariwisata lebih lanjut, Pemda Sabang seharusnya dapat memperhatikan kendala kcndala tersebut dan mengambil Iangkah antisipatif Dengan mendatangkan investor misalnya. tmtuk lebih mengoptirnalkan pernanfaatan potensi-potensi wisata yang ada sehingga dapat berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T5006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agus Susilo
Jakarta: Jangka Indonesia Press, 2009
910.09 DWI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
H. Ikhsan
"Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, angka kematian dan kesakitan karena ISPA cukup tinggi. Sementara itu penggunaan pelayanan kesehatan oleh ibu-ibu yang balitanya menderita ISPA masih sangat kurang, padahal mereka ini perlu dibawa ke pelayanan kesehatan. Di sisi lain masih banyak ibu yang balitanya menderita ISPA memberikan obat warung dan membawa ke dukun untuk menanggulangi penyakit tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi atau mempelajari tentang penggunaan pelayanan kesehatan pada ibu balita penderita ISPA. Di samping itu juga ingin diketahui hubungan pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, anjuran , biaya berobat, jarak pelayanan, sikap petugas dengan penggunaan pelayanan kesehatan.
Populasi adalah ibu balita penderita ISPA di Kotamadya Sabang, jumlah sampel adalah 210 ibu balita ISPA. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji chi square. Disain yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional dan kualitatif dengan Fokus Grup Diskusi (FGD). Untuk keperluan analisis, responden dibagi atas kelompok ibu yang menggunakan pelayanan kesehatan dan yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel babas yaitu pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, biaya berobat dan jarak pelayanan mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Sedangkan pekerjaan ibu, anjuran dan sikap petugas tidak ada hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan ini perlu dilakukan penyuluhan terhadap ibu-ibu balita dan keluarga, keterampilan kader dan dukun dalam mendeteksi dini penyakit ISPA serta pendayagunaan bidan didesa dan melengkapi mereka dengan sarana yang cukup, termasuk paket obat yang memadai. Selain itu perlu peningkatan pelaksanaan program ISPA ke masyarakat.

The Factors Are Related With The Using Of Health Service On The Children Under Five Who Suffered From Acute Respiratory Infection In The Town Of Sabang, 1999.
The mortality and morbidity rates caused by the Acute Respiratory Infection (ARI) in developing countries, including Indonesia is high enough. The children under five who suffered from ARI needed the medical treatment but their mothers seldom took them to the health service.The mothers gave them the non-prescribed medicines from the shop as well as took them to the traditional inhalers, instead of, to the diseases.
The objectives of the research are to get information on the utilization of health service by the ARI suffered children under five's mothers. In addition, the research would also like to the relation of mother's education, job, knowledge, attitude, medical cost, distance from the service location, health offices attitude to the utilization of health service. Population of the research where the mothers who had children under five with ARI in the Town of Sabang. Two hundred and ten of them became sample for the research chi square test used for the statistical analysis. The cross sectional design was used for this quantitative research as well as qualitative by using Focus Group Discussion. For the analysis purpose the respondents divided into the mothers used health service for the case and the non-used health service as the control.
The result of the research indicated that the independent variables mother's education, knowledge, attitude, medical cost and distance from the location have relation with the using of health service. While job, curative suggestion and head officer attitude haven't relation with the using of health service.
The activities such as training, education for the mothers and families with children under five should be conducted as well as skill training for health cadres and traditional birth attendance in early detection of ARI. In addition the village midwives must be equipped with adequate facilities including medical packet to gear up their activities in the village and improve the implementation of Alta program in the community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efrizon Marzuki
"KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) adalah suatu bentuk pusat pertumbuhan yang merupakan salah satu strategi dalam kebijakan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pendekatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ini mengasumsikan bahwa kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai melalui peningkatan ekonomi makro yang selanjutnya akan membawa perbaikan ekonomi di tingkat mikro, serta kemajuan pada bidang-bidang lain, melalui efek `menetes ke bawah' (trickle down effect).
Namun kenyataan menunjukkan bahwa selama ini, khususnya di Indonesia, teori trickle down effect tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kemacetan mekanisme trickel down effect memunculkan kondisi dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh pembangunan sosial yang setaraf, kondisi ini disebut distorsi pembangunan. Pembangunan terdistorsi (distorted development) tidak hanya berwujud dalam bentuk kemiskinan, kemerosotan, status kesehatan rendah, dan perumahan yang tidak memenuhi syarat, melainkan juga dalam bentuk; ketidaksetaraan lapisan-lapisan masyarakat dalam pembangunan, penindasan terhadap wanita, eksploitasi tenaga kerja anak, kerusakan lingkungan, dan juga penggunaan kekerasan (militerisme) dalam mengatasi berbagai persoalan.
Atas dasar kenyataan tersebut, sudah selayaknya kebijakan pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memperhatikan pemerataan harus ditinjau kembali. Pertumbuhan ekonomi memang penting bagi kesejahteraan rakyat tetapi bukan yang utama.
Perhatian pada peningkatan kapasitas individu dan institusi masyarakat lebih penting dilakukan agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat disebar-merata dan ikut dinikmati oleh masyarakat, untuk selanjutnya dapat meningkatkan kemajuan pada bidang-bidang lainnya.
KAPET Sabang, yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 171 tahun 1998, memang direncanakan sebagai pemicu dan pemacu bagi pertumbuhan ekonomi agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di Kota Sabang dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh khususnya, serta Indonesia pada umumnya. Adalah hal yang sangat ironis dan tidak dikehendaki jika pada akhirnya kebijakan tersebut akan memunculkan distorsi pembangunan di kawasan tersebut.
Untuk itu, perlu dipertanyakan apakah kebijakan KAPET Sabang telah memungkinkan untuk terjadinya pemerataan. Selanjutnya, kebijakan antisipatif apa yang harus dilakukan, khususnya oleh Pemerintah Kota Sabang dan Badan Pengelola KAPET Sabang, untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan. Oleh karena, pemerataan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, ia memerlukan kondisi kondusif yang mendukung.
Penelitian ini setidaknya berusaha mengungkapkan dan menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode penelitian sintesis terfokus. Metode ini mensintesakan antara telaahan pustaka, pengalaman penelitian dan diskusi dengan subyek yang berkompeten (stake holder, study user, advisor, dan tenaga ahli). Berdasarkan sintesa ketiga komponen tersebut permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas akan dibahas dan dianalisa sehingga dapat diambil kesimpulan dan saran bagi pelaksanaan kebijakan tersebut di masa yang akan datang.
Dari data dan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa kebijakan yang akan dikembangkan dalam KAPET Sabang untuk mencapai pemerataan adalah pohon industri dan pola kemitraan. Para advisor dan tenaga ahli menanggapi bahwa kedua kebijakan tersebut mungkin saja diterapkan untuk menciptakan pemerataan. Namun kebijakan itu harus berlangsung dalam suasana persuasif, dalam arti tidak dipaksakan agar tidak terjadi inefisiensi. Suasana demikian diharapkan akan terjadi baik melalui tindakan langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung; tidak hanya berupa ketentuan-ketentuan, tetapi juga mekanisme dan insentif serta pemberdayaan masyarakat (pengusaha kecil/menengah). Sedangkan tindakan tidak langsung dilakukan melalui himbauan serta pemberian kesempatan dan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berkembang. Sementara itu penciptaaan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan, diupayakan antara lain melalui; kebijakan di bidang kependudukan, sosial, ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia, serta kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswandi
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan program PEL melalui pengadaan alat tangkap dalam upaya pemberdayaan masyarakat nelayan di Kelurahan Balohan Kecamatan Sukajaya Kota Sabang Daerah Istimewa Aceh. Perhatian kepada kelompok masyarakat nelayan di wilayah ini penting dilakukan karena di samping memiliki potensi perikanan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, juga masih terdapat masyarakat nelayan yang relatif masih miskin.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat di daerah yang berpotensi dengan cara meningkatkan nilai tambah produksinya melalui pembentukan dan pendayagunaan kelembagaan, mobilisasi sumber daya, serta jaringan kemitraan pengembangan usaha kecil sesuai kompetensi ekonomi lokal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan dalam pelaksanaan program PEL melalui pengadaan alat tangkap di lapangan, hambatan-hambatan, dan alternatif pemecahannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, wawancara mendalam (indept interview) dan observasi langsung dimana peneliti langsung berada di lapangan. Informan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling selanjutnya informan lain ditelusuri dengan mengikuti prinsip teknik snow ball.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan Program PEL melalui pengadaan alat tangkap meliputi beberapa tahap, yaitu tahap sosialisasi program, tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap pelestarian kegiatan. Sosialisasi program terdiri dari kegiatan penyebaran informasi dan pelatihan. Penyebaran informasi melalui mimbar ceramah di meunasah (surau) lebih efektif dari pada papan informasi dan brosur-brosur, hal ini disebabkan masyarakat setempat sangat patuh terhadap agama dan aturan adat. Papan informasi dan brosur-brosur ternyata kurang menarik minat kelompok sasaran, karena masih kurangnya kemampuan dan minat baca dari masyarakat, sehingga informasi tentang program hanya beredar dan dipahami oleh kalangan terbatas. Pertemuan diskusi kelompok sasaran melalui lembaga yang telah tumbuh dalam masyarakat menjadi sarana dalam penyampaian informasi. Dalam sosialisasi program juga dilaksanakan pelatihan manajemen keuangan dan industri bagi masyarakat pemanfaat serta sifat dari program tersebut.
Tahap persiapan pelaksanaan program meliputi pemilihan desa partisipasi, pembentukan kelompok, dan perumusan rencana kegiatan. Pemilihan desa partisipasi PEL dilaksanakan berdasarkan musyawarah, namun dalam hal ini terlihat adanya intervensi dimana forum musyawarah tersebut terlalu diarahkan oleh dikoordinator TPPK. Pembentukan, kelompok KMP masih dirasakan belum tepat sasaran yang mana keputusan lebih didominasi oleh pihak petugas dan begitu pula dengan perumusan rencana kerja masih terlihat kebutuhan yang diberikan belum mewakili dari kelompok masyarakat pemanfaat. Oleh karena itu persiapan pelaksanaan diharapkan dapat menjadi proses belajar bagi masyarakat, sehingga rencana program yang dibuat sesuai dengan kebutuhannya.
Pelaksanaan kegiatan meliputi tahap pengajuan dan pencairan dana, kegiatan kelompok sasaran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. kegiatan pengajuan dan pencairan dana dilakukan berdasarkan rencana kegiatan (RK) yang telah dimusyawarahkan ditujukan kepada pimpinan proyek agar dana dicairkan ke rekening TPPK yang ada di bank lokal (BM), selanjutnya diajukan ke KPKN dengan dilengkapi tanda tangan ketua TPPK dan FK. Dalam pelaksanaan kegiatan PEL, keterlibatan kelompok sasaran belum memberikan masukan-masukan yang bersifat pemikiran, hal ini terlihat dari peralatan yang di berikan belum sesuai dengan kebutuhan KMP. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan hasil dilaksanakan oleh tim pelaksana dengan melibatkan warga masyarakat sehingga terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan pengawasan secara internal, tetapi sayangnya kegiatan tersebut hanya dilakukan pada awal-awal program saja. Peningkatan pendapatan tidak disebabkan oleh kerjasama kelompok, akan tetapi penggunaan alat tangkap yang efektif.
Kemudian tahap pelestarian, dalam pelestarian program terlihat masih kurang berjalan karena tingkat kesadaran dari petugas masih kurang dalam mengarahkan dan memantau sistem perguliran dana, demikian juga dalam pemasaran, peran jaringan kemitraan dengan pihak swasta belum terlihat. Menurut pengamatan di lapangan terlihat bahwa terminasi yang dilakukan bukanlah karena masyarakat pemanfaat yang mandiri atau berhasil, melainkan karena habisnya waktu yang telah ditetapkan dalam proyek telah berakhir.
Beberapa kendala dalam pelaksanaan program antara lain: kurangnya peran tim pelaksana (fasilitator) dalam pelaksanaan program, sosialisasi program kurang berhasil, kurangnya motivasi dan partisipasi masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas masyarakat, minimnya tanggungjawab serta sikap malas (budaya malas) yang dimiliki oleh anggota kelompok sasaran, dengan demikian tingkat keberhasilan program rendah atau tidak mencapai tujuan.
Perbaikan yang perlu dilakukan agar pelaksanaan program PEL melalui pengadaan alat tangkap berjalan dengan efektif maka perlu meningkatkan peran serta tim pendamping (fasilitator) sehingga kehadirannya dapat menjadi motivator, perlu dilakukan penataan ulang perencanaan agar tercipta keserasian antara tujuan dengan kebutuhan kelompok sasaran dalam pelaksanaan program, Pemerintah secara konsisten mendorong masyarakat untuk menuntut ilmu, disamping itu juga perlu dilakukan persiapan sosial dengan mengedepankan metode participatory rural appraisal (PRA), dan mengadakan pendekatan non-direktif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman
"Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia saat ini, perlu adanya pemanfaatan terhadap potensi-potensi di daerah. Sebagai daerah yang mempunyai potensi wisata, Kota Sabang berupaya untuk mengadakan pengembangan di bidang pariwisata. Keunggulan pariwisata tersebut sebagian besar berada di Kelurahan Iboih dengan tiga kawasan wisata dari empat kawasan yang ada di Kota Sabang.
Potensi alam yang telah ada merupakan faktor pendukung utama dalam pengembangan pariwisata di Kota Sabang umumnya dan di Kelurahan Iboih khususnya. Daya tarik utama dari potensi alam tersebut yaitu taman laut dengan keanekaragaman terumbu karang dan biota laut lainnya. Namun untuk kelestarian keragaman flora dan fauna tersebut masih diperlukan penanganan khusus terutama sumber daya manusia yang mampu menangani masalah tersebut.
Selain itu terdapat faktor lain seperti pemberlakuan Kota Sabang sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan babas. Kebijakan ini banyak mendukung terutama dalam hal peningkatan prasarana dan sarana dalam pengembangan pariwisata itu sendiri. Kenyataan selama ini memperlihatkan bahwa sektor pariwisata mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kota Sabang. Hal ini juga ikut menjadi pertimbangan sebagai dukungan untuk perkembangan pariwisata. Dampak perekenomian yang dirasakan itu berupa terbukanya lapangan kerja baru serta adanya penambahan penghasilan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan Iboih terutama bagi mereka yang ikut terlibat dalam sektor pariwisata itu sendiri.
Dalam pengembangan pariwisata tersebut terdapat kendala-kendala terutama dengan masih kurang kondusifnya situasi keamanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada umumnya meskipun situasi keamanan di Kota Sabang khususnya cukup kondusif. Kurangnya kejelasan tentang situasi yang sebenamya menimbulkan opini bahwa kondisi di Kota Sabang sama serperti daerah Iainnya di Aceh. Masih kurangnya promosi pariwisata yang dilakukan turut menghambat pengembangan pariwisata di Kota Sabang baik dalam memperkenalkan potensi pariwisata atau pun dalam upaya untuk menjelaskan situasi keamanan yang sebenamya sehingga wisatawan tetap berminat bahkan lebih antusias untuk mengunjungi Kota Sabang.
Dalam rangka pengembangan pariwisata tersebut pemerintah telah melakukan langkah-langkah seperti pemindahan pemukiman penduduk di Kelurahan lboih untuk penataan dan keindahan kawasan wisata, pembangunan fisik serta mengadakan pelatihan perhotelan, restoran dan biro pcrjalanan untuk pengembangan sumber daya manusia pada sektor pariwisata. Pelatihan tersebut juga dalam rangka untuk memberikan pelayanan yang lebih baik serta menambah daya tarik wista di Kota Sabang. Di lain pihak pemerintah masih perlu untuk meningkatkan upaya-upaya dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengembangan pariwisata dengan melibatkan masyarakat dan pihak swasta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurullita
"Resistensi malaria di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam cukup tinggi, yaitu sebesar 25%. Sedangkan Annual Malaria Incidence tertinggi berada di Kota Sabang, sebesar 146,48 %o. Menurut Kamal Saiful, 2001 bahwa proporsi penderita malaria klinis yang mencari obat malaria di warung sebesar 56,4%. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa 2 dari 5 warung di Kota Sabang menjual obat malaria dan obat malaria yang tersedia di warung adalah Chloroquine diphosphate and Sulfadoxin pyrimetamine dengan harga jual per tablet Rp. 500,-. Sehubungan dengan hal tersehut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktek Penjaja Warung dalam Pengobatan Malaria di Kota Sabang Tahun 2003.
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu Bulan Juni Tahun 2003 diseluruh warung yang menjual obat malaria di Kota Sabang. Sedangkan dalam pengumpulan data, peneliti dibantu oleh 2 orang staf, masing-masing 1 orang dari Dinas Kesehatan Kota Sabang dan 1 orang staf Puskesmas Sukajaya yang telah dilatih terlebih dahulu. Data primer berupa hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan kepada para penjaja warung.
Desain penelitian non eksperimental dengan menggunakan studi cross sectional, dan seluruh populasi penjaja waning yang menjual obat malaria dijadikan sebagai responden. Pengolahan data dengan menggunakan Program Epi Info.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 75% waning di Kota Sabang menjual obat malaria; 60,3% penjaja warung adalah laki-laki;sebesar 50,8% berumur lebih atau sama dengan 39 tahun; 55,6% pendidikan terakhir tamat SMU ke atas; 52,4% statusnya sebagai kepala rumah tangga: motivasi menjual obat 92,1% berasal dari permintaan masyarakat, bahan utama warung 68,2% non rokok, sumber perolehan obat dari toko lain/depot sebesar 96,8%.Penjualan obat per minggu 65,1% minimal 4 tablet; per bulan 50,8% minimal 15 tablet; omset per minggu 60,3% minimal Rp. 2.000,-: per bulan 50,8% minimal Rp. 7.200,-; permintaan per minggu 74,6% lebih atau sama dengan 2 kunjungan; permintaan per bulan 50,8% minimal 6 kunjungan.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara permintaan obat per minggu dengan praktek penjaja warung dalam pengobatan malaria dan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan praktek penjaja warung dalam pengobatan malaria di Kota Sabang Tabun 2003.
Dapat disimpulkan bahwa; peran warung cukup tinggi dalam menjual obat malaria; diperlukan suatu intervensi dari Dinas Kesehatan untuk memberikan penjelasan perihal malaria, obat-obat malaria, dosis serta cara pemakaiannya; penjaja warung mempunyai potensi untuk dibina lebih lanjut.
Dinas Kesehatan diharapkan dapat membina para penjaja warung tentang penyakit malaria, jenis-jenis obat malaria beserta dosis dan cara pemakainnya serta kalimat-kalimat yang harus disampaikan kepada pembeli obat malaria. Kemudian warung juga dapat difungsikan sebagai Pos Obat Desa dan distribusi obat yang semula berasal dari toko lain atau depot, dapat diambil alih oleh Dinas Kesehatan, jika sudah berbentuk Pos Obat Desa.

The resistance of malaria in Nanggroe Aceh Darussalam Province is fairly high, namely 25%; while the highest Annual Malaria Incidence occurred in Sabang in 2001, namely 146,48 %o. According to Kamal Saiful, 2001; that the proportion of clinical malaria patients that seek malaria medication in the booth is 56,4%, Preliminary survey results indicate that in Sahang City, 2 of 5 of the booth sell malaria medicine and the malaria medicine available in the booth is Chloroquine diphosphate and Sulfadoxin pyrimetamine with the selling price Rp. 500,- per tablet. In relation to the above matters, a research regarding the factors related to the Peddler Booth practice in treatment of malaria in Sabang City in the year 2003 is needed.
This research is done for one month, namely in June 2003 in all booths that sell malaria medicine in Sabang City. While in the data collection, I was assisted by 2 staff, 1 staff from the Health Office of Sabang City and 1 staff from the Community Health Center of Sukajaya, which was trained previously. The primary data in the form of interview by using questions which was asked to the booth peddlers.
The non-experimental research design is cross sectional study and the whole of booth peddlers that sell the malaria medicine were used as respondents, namely 63 respondents. The data processing was done, by using Epi Info Program.
The univariate analysis results indicate that: 75% booths in Sabang City sell malaria medicine; 60,3% the booth peddlers are men; 50,8% the respondents have the age of 39 years or more; 55,6% of their latest education level is graduated from high school or more; 52,4% of their status is as head of household; their motivation of selling the medicine is 92,1% due to demand from the people; the main items sold by the booth is 68,2% is non-tobacco, the source of the medicine from other stores/depots is 96,8%. The weekly medicine sales is 65,1''A minimum 4 tablets; 50,8% per month minimum 15 tablets; the weekly sales is 60,3% minimum is Rp. 2.000,-; monthly sales 50,8% minimum is Rp. 7.200,-; the weekly demand for 74,6% or more is equal with the 2 visits; the monthly demand 50,8% is minimum 6 visits.
The bivariate analysis results indicate that there is significant relationship between the weekly demands for the medicine with the booth peddlers in the malaria treatment and there is a significant relationship between the attitude with the practice of the booth peddler practice in treatment of the malaria in Sabang City in the year 2003.
It can be concluded that the role of booth is quite important in selling the malaria medicine; and intervention from the Health Office to give explanation regarding the malaria disease, malaria medicines. dosage and its usage; the booth peddlers have the potential to developed further.
It is expected that the Health Office can alert the booth peddlers regarding the malaria disease, types of malaria medicines and dosage and method of usage and the sentences that must be said to the buyer of the malaria medicine. Then, the booth can also used as the Village Medicine Post and medicine distribution which previously resulted from other stores or depot. which can be taken over of the Health Office, if it has become a Village Medicine Post.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febra Pathurrachman
"Letak kawasan Sabang yang unik, dan kedudukannya yang tepat pada jalur kapal laut internasional, menyebabkan Kawasan Sabang dan gugusan pulau-pulau disekitarnya dapat menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional, serta dapat dijadikan sebagai pintu gerbang bagi arus masuk investasi, barang dan jasa dari Iuar negeri.
Melihat posisinya yang strategis itu, Pemerintah Indonesia melihat bahwa Kawasan Sabang dapat difungsikan sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari/dan ke seluruh wilayah Indonesia serta negara-negara lain; untuk pengembangan industri sarat teknologi yang dapat memberikan manfaat di masa depan, yang selanjutnya akan mendorong dan meningkatkan daya tarik serta memberikan kepastian hukum bagi penanam modal asing dan dalam negeri.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia teiah mengeluarkan Undang¬undang No. 36 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi undang-undang jo. Undang-undang No. 37 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-undang.
Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa Kawasan Sabang merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan tapi dalam prakteknya masih belum dikembangkan secara optimal dimana fasilitas-fasilitas yang diberikan sebenarnya banyak menguntungkan perusahaan, antara lain fasilitas pembebasan bea masuk, pajak dalam rangka impor.
Masalah pokok yang dibahas pada tesis ini adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan belum berkembang kawasan Sabang dan bagaimana implementasi kawasan Sabang terhadap perkembangan investasi, impor dan ekspor di Sabang. Sasaran yang diukur adalah pelaksanaan penetapan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas pada tahun 1970 - 1985 dan tahun 2000-sekarang, kinerja badan pengusahaan kawasan Sabang, Investasi, Infrastruktur, penyelesaian barang impor dan ekspor di kawasan Sabang.
Berdasarkan analisis kondisi kawasan Sabang pada tahun 1970 -1985 dan tahun 2000 - sekarang terdapat beberapa faktor kegiatan investasi, impor dan ekspor belum berkembang yaitu barang yang didatangkan sebagian besar adalah barang konsumsi, sedangkan barang modal dan bahan baku untuk produksi sangat sedikit, selanjutnya fungsi kawasan Sabang belum sepenuhnya dijalankan terutama fungsi untuk pengolahan, pengepakan, penyortiran barang di Kawasan Sabang dan infrastruktur yang ada belum optimal ditingkatkan.
Berdasarkan basil kuesioner yang dibagikan kepada para pengusaha di Kawasan Sabang diketahui 54% responden menyatakan realitas Penetapan Sabang sebagai Kawasan perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Sabang) belum secara optimal menunjukkan adanya kemajuan pembangunan dan perekonomian Kota Sabang, 56 % responden menyatakan Organisasi BPKS sudah berjalan dengan baik, 56% responden menyatakan perusahaan sudah mendapatkan suasana yang nyaman, dan mengingat peraturan pelaksana Undang-undang No. 37 tahun 2000 belum ada, maka 77% responden mengharapkan BPKS diberikan kewenangan yang jelas dengan diterbitkan Peraturan Pelaksana Undang-undang tersebut serta 67 % responden mengharapkan adanya peningkatan (perombakan) dalam organisasi BPKS supaya dapat berjalan dengan lebih baik lagi, 100 % responden mengharapkan diadakan pelayanan satu atap (one roof service).
Responden juga memberikan persepsi mendukung yaitu 69 % sudah mendapatkan kemudahan dalam berinvestasi di Kawasan Sabang dan 75 % sudah mendapatkan jaminan keamanan dalam berinvestasi.
Selain itu, 60% responden mengharapkan adanya perbaikan infrastruktur penunjang investasi di Kawasan Sabang dan 63 % responden mengharapkan hambatan dalam penyelesaian barang impor dapat diselesaikan, sedangkan sebanyak 71 % responden menyatakan tidak terdapat kendala terhadap penyelesaian barang ekspor.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Penulis merekomendasikan agar kebijakan penerapan kawasan Sabang dapat terns dilanjutkan dengan fungsi kawasan Sabang sebagai tempat pengolahan, pengepakan dan penyortiran dapat direalisasikan, melakukan berbagai perbaikan Infrastruktur penunjang investasi, perbaikan peiayanan birokrasi, peningkatan sarana interaksi usaha. Penulis juga merekomendasikan agar BPKS dan Pemerintah Kota serta instansi terkait lainnya perlu menetapkan pelayanan satu atap (one roof service) sehingga semakin mempermudah dalam melakukan usaha investasi di dalam Kawasan Sabang. Dan tidak kalah pentingnya adalah peraturan pelaksana UU No. 37 tahun 2000 perlu segera diterbitkan, serta dilakukan revitalisasi (perombakan) dengan menambah personit yang profesional di luar pegawai negeri sipil yang mempunyai visi dan misi enterpreneur."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Imran
"Di negara berkembang termasuk Indonesia penyakit malaria ini merupakan masalah kesehatan masyarakat, telah menimbulkan banyak korban, biaya perawatan medis, dan kehilangan kerja. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bahwa jumlah penderita penyakit malaria diketahui bahwa Annual Malaria Incidence (AMI) untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebesar 2,43 per seribu penduduk. Dari data tersebut proporsi terbesar terjadi di Kota Sabang dengan jumlah 32,2 per seribu penduduk. Dengan tingginya kasus malaria di Kota Sabang dan belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria di Kota Sabang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), maka perlu dilakukannya suatu studi yang dapat memberikan gambaran terhadap perilaku masyarakat Kota Sabang terhadap pemberantasan penyakit malaria dan faktor-faktor yang mempenggaruhinya.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 201 rumah tangga di 4 kelurahan yang masuk dalam kategori High Prevalence Area (PR > 3 ) dalam Kota Sabang. Variabel yang diteliti adalah faktor predisposisi yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap. Faktor yang kedua adalah faktor pemungkin yang mencakup sarana dan keramahan tenaga kesehatan dan faktor penguat yang dilihat dari sikap tokoh masyarakat. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan yang sesuai (uji t untuk variabel dengan 2 kategorik, uji anova untuk variabel independen yang mempunyai lebih dan 2 kategori dan uji korelasi regresi untuk variabel independennya numerik) pada derajat kepercayaan 95 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku masyarakat Kota Sabang terhadap pemberantasan penyakit malaria yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 45,8 % dan kategori baik 54,2 %. Berdasarkan analisis bivariat dengan untuk variabel jenis kelamin tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin lakilaki dengan jenis kelamin perempuan terhadap perilaku pemberantasan penyakit malaria. Untuk variabel tingkat pendidikan menunjukan adanya perbedaan rata-rata yang bermakna antara tingkat pendididikan dengan perilaku pemberantasan penyakit malaria. Sedangkan untuk variabel umur, pengetahuan, sikap responden dan sikap tokoh masyarakat menunjukkan adanya hubungan antara variabel tersebut dengan perilaku, sarana dan sikap petugas kesehatan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna setelah diuji dengan mengunakan uji korelasi regresi. Hubungan umur dengan perilaku menunjukkan hubungan yang lemah, hubungan pengetahuan dan sikap serta sikap tokoh masyarakat dengan perilaku menunjukkan hubungan yang sedang. Kemudian hubungan sarana dan keramahan tenaga kesehatan dengan perilaku tidak adanya hubungan.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam perlu memberikan dukungan perhatian terhadap upaya pemberantasan penyakit malaria di Kota Sabang. Bagi Dinas Kesehatan Kota Sabang agar menjadikan program pemberantasan penyakit sebagai program utama. Bagi Puskesmas perlu ditingkatkan penyuluhan dan penyebaran informasi kepada masyarakat terutama cara pemberantasan penyakit malaria dengan mengunakan bahasa lokal agar mudah dipahami dengan melibatkan tokoh masyarakat.
Bagi Pemerintah Daerah Kota Sabang perlu mengadakan program khusus karena prevalensi penyakit malaria masih tinggi. Bagi Masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan dan pendidikan. Untuk peneliti diharapkan melakukan penelitian dengan rancangan yang berbeda yang meliputi keseluruhan variabel.

Factors Which Are Related to the People Behavior in an Effort to Eradicate the Malaria Disease in Sabang City of Nanggroe Aceh Darussalam, Year 2003In the developing country including Indonesia, the malaria disease is a health problem of the people, that have taken many victims, medical expenses, and loss of employment. Based on the data from the Health Office of Nanggroe Aceh Darussalam Province that the number of malaria patients or the Annual Malaria Incidence (AMI) for Nanggroe Aceh Darussalam Province is 2.43 percent per one thousand people. With the high incidence of malaria in Sabang City and the unidentified factors related to the people behavior in eradicating the malaria disease in Sabang city of Nanggroe Aceh Darussalam (NAB), a study needs to be done which can give a description towards the behavior of the people of Sabang city towards the eradication of malaria disease and factors which affect it.
The research design used is cross sectional with the number of sample 201 of households in 4 sub-district which is included as High Prevalence Area (PR>3) in Sabang City. The Variable surveyed was the predisposition factor which includes sex, age, education level, knowledge and attitude. The second factor is the enabling factor which includes facilities and attitude of the health personnel and the encouraging factor which can be seen from the attitude of the public figure. The data analysis is done with univariate and bivariate method by using suitable one (t test for variable with 2 categories, anova test for independent variable that has more than 2 categories and regression correlation test for numeric independent variable) at the confidence level 95%.
The results of the survey indicate that the behavior of Sabang City people towards the malaria eradication which is included in the less sufficient category is 45.8% and good category is 54.2%. Based on the bivariate analysis with the sex variable does no indicate a significant difference between the man and the woman sex towards the malaria disease eradication. For the education level variable there is average significant difference with the malaria disease eradication. While for age variable, the knowledge, respondent attitude and the public figure attitude, it indicates a relationship between that variable and the attitude, facilities and the attitude of the health personnel does not indicate a significant relationship after it was tested by using regression correlation.
Based on the results of research it is suggested that the Office of Health of Nanggroe Aceh Darussalam needs to give attention towards the efforts to eradicate the malaria disease in Sabang City. It is suggested for the Health Office of Sabang City to make the disease eradication as its major program. It is suggested for the Community Health Centers that they must increase the counseling and dissemination of the information to the people especially the method of malaria disease eradication by using the local language in order to be understood easily by involving the public figures.
For the Government of Sabang City it is suggested that it needs to make a special program because the malaria diseases prevalence is still high. The people need to increase their knowledge and education. For the researchers, it is expected that different design of the research which include the whole variables.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ferdian
"Pelaksanaan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi pada kemandirian Pemerintah Daerah untuk bisa mengupayakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mampu mengajak masyarakat lokal menggali dan mengembangkan potensi ekonomi yang mandiri, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya Pengembangan potensi ekonomi masyarakat lokal yang mandiri, tidak terlepas dari kondisi perkembangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat lokal, yang mana kegiatan usaha kecil dan menengah mendominasi hampir di seluruh daerah di Indonesia.
Tesis ini meneliti tentang suatu dimensi yang lebih khusus mengenai pengembangan usaha kecil di daerah melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), dengan memberikan kredit lunak kepada kegiatan usaha milik masyarakat yang dikategorikan pada usaha masyarakat menengah ke bawah. Implementasi program tersebut memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif sebagai perwujudan proses pemberdayaan masyarakat (Community Empowernment).
Penelitian ini dilakukan di Kota Sabang, mengingat sebagian besar masyarakat Kota Sabang bermata pencaharian sebagai pedagang dan pengusaha indistri rumah tangga.Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) ini diharapkan dapat mengembangkan ekonomi masyarakat di Kota Sabang yang berpotensi dengan cara meningkatkan nilai tambah produksi melalui pembentukan dan pendayagunaan kelembagaan, mobilisasi sumber daya, serta jaringan kerja pengembangan usaha menengah ke bawah sesuai kompetensi ekonomi lokal. Dengan adanya program ini pendapatan dan volume produksi usaha kecil akan meningkat dan pada akhirnya akan mampu menciptakan lapangan kerja produktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggambarkan proses pemberian kredit lunak dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat sebagai upaya peningkatan usaha kecil masyarakat di Kota Sabang dan sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut. Dalam penelitian ini, penulis memilih informan dengan menggunakan teknik Snowball Sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam {in-depth interview) secara semi struktur dan pengamatan langsung terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian kredit lunak melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER).
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) tersebut, Pemerintah Kota Sabang membentuk panitia pelaksana. Dengan adanya tanggung jawab yang telah dipercayakan kepada panitia, panitia merumuskan enam tahapan yang akan dijalankan untuk mendapatkan kredit lunak dari pemerintah. Tahapan tersebut yaitu: tahap pertama meliputi kegiatan pengajuan dan pengagendaan proposal serta penyeleksian tahap awal; tahap kedua meliputi kegiatan pengajuan proposal kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai Dinas teknis, studi kelayakan jenis usaha, survey lapangan, dan merekomendasikan kembali ke panitia; tahap ketiga yaitu survey lapangan yang dilakukan oleh tim teknis dan tim gabungan; tahap keempat yaitu pengumumam penerima dana bantuan; tahap kelima yaitu pengambilan rekomendasi oleh penerima bantuan; dan tahap terakhir yaitu pencairan dana yang dilakukan di PT. Bank BPD Kota Sabang. Tahapan tersebut dirumuskan guna tertib administrasi serta mengantisipasi timbulnya kecurangan dari berbagai pihak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program PER melalui pemberian kredit lunak kepada masyarakat Kota Sabang telah berjalan seperti yang diharapkan pemerintah setempat. Namun program itu masih terkesan hanya proyek pemberian kredit dana dengan bunga ringan karena sangat sedikit dari proses itu yang menggunakan konsep pemberdayaan. Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan usaha kecil masyarakat ditekankan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri (self-reliant communities). Konsep pemberdayaan hanya tercermin pada pembelajaran bagi masyarakat tentang cara membuat proposal permohonan bantuan dana. Pemberdayaan masyarakat belum menyentuh keseluruhan aspek dalam tahapan pemberian kredit lunak kepada pengusaha kecil. Padahal suatu program yang mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan. Pertama, agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, Kedua, sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat melalui pengalaman dengan merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Program ini adalah program pemberdayaan ekonomi masyarakat bukan proyek pemberian dana kredit dengan bunga ringan.
Perlu adanya kerjasama yang lebih intensif antara aparat pemerintah Kota Sabang dengan masyarakatnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Sehingga terjalin suatu komunikasi aktif stakeholders dengan pemerintah menuju pengembangan masyarakat madani. Masyarakat yang berkembang akan membentuk suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library