Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fabiola Priscilla Harlimsyah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemajuan yang dicapai oleh seorang anak penyandang autisme ringan melalui penerapan terapi sensory integration selama tiga bulan. Selain itu, penulisan tugas akhir ini juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa yang mendukung keberhasilan terapi. Penelitian ini melibatkan seorang anak penyandang autisme ringan yang diambil secara purposif dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kemajuan dalam aspek komunikasi, interaksi, dan emosi pada diri subjek setelah menerapkan terapi sensory integration secara efektif selama tiga bulan. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan sesi terapi yang cukup rutin juga keterlibatan keluarga subjek untuk melakukan berbagai aktivitas dan pendekatan yang mendukung terapi. Berbagai aktivitas yang mendukung terapi seperti hiking, berkuda, dan renang dapat memberikan input-input sensorik yang dibutuhkan subjek. Pendekatan visual support yang diterapkan terhadap subjek memudahkannya untuk berkomunikasi melalui gambar. Interaksi antara subjek dengan Ibu juga lebih berkembang dengan penerapan prinsip floor Iime, meskipun belum diterapkan secara optimal. Selain beberapa faktor yang mendukung, terdapat juga beberapa kondisi yang dapat menghambat terapi, antara lain kondisi Kendala maupun kemajuan yang dialami oleh subjek dapat dipengaruhi oleh berbagai hal yang belum banyak tergali dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penelitian serupa hendaknya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama. Dengan demikian, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari penerapan terapi sensory integration pada anak penyandang autis ringan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Savitri
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada penerapan program intervensi berbasis Developmental-Individual-Relationship (DIR) yang dikembangkan oleh Greenspan dan Wieder (1998, 2000, 2006) bagi anak penyandang autis. Aspek Developmental memfokuskan pada tahap komunikasi fungsional yang akan dikembangkan pada anak. Aspek Individual menekankan pada penerimaan keunikan anak. Aspek Relationship menitikberatkan pada fokus relasi yang interaktif antara orangtua dan anak. Dasar pemikiran menggunakan pendekatan tersebut adalah autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif sehingga anak mengalami kendala dalam aspek pemrosesan sensorik dan mengembangkan kapasitas dalam komunikasi dan menjalin relasi sosial (social engagement). Pendekatan DIR sifatnya menyeluruh yang mencakup intervensi pada aspek pemrosesan sensorik dan social engagement. Tujuan dari penelitian ini agar anak penyandang autis dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan ’shared attention’, ’engagement’, dan ’purposeful emotional interaction’ yang merupakan tahap awal dari perkembangan komunikasi fungsional. Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah seorang anak laki-laki berusia 6,5 tahun yang mengalami gangguan autis dengan derajat berat. Ia tergolong low funetioning. Penelitian berlangsung selama 3 bulan dari Akhir September - Akhir Desember 2006. Program Intervensi pertama adalah pemberian terapi sensory intégration yang diberikan oleh ahli terapi di bidangnya dari Awal Oktober hingga Minggu kedua Desember 2006 di sebuah rumah sakit ibu dan anak selama 8 sesi. Intervensi kedua adalah diet yang diawasi oleh seorang dokter ahli alergi yang banyak menangani anak berkebutuhan khusus di rumah sakit yang sama. Program diet dilakukan dari bulan Oktober Minggu ke 2 sampai pelaksanaan keseluruhan intervensi selesai. Intervensi ketiga yaitu kegiatan floortime di rumah yang dilakukan oleh peneliti selama 22 sesi yang berlangsung dari tanggal 14 Desember - 20 Desember 2006. Dari 22 sesi tersebut, ibu dari Subjek juga dilibatkan untuk bermain dengan pendekatan floortime bersama dengan subjek. Pengumpulan data dilakukan dengan merekam proses intervensi secara audiovisual dan wawancara dengan ibu. Analisis data secara kualitatif merujuk pada perilaku yang menggambarkan masing-masing aspek dari komunikasi fungsional berdasarkan panduan Greenspan dan Wieder. Dari analisis film dan wawancara dapat disimpulkan bahwa: 1) terapi sensory intégration membantu S dalam melakukan shared attention atau pengembangan kapasitas komunikasi fungsional tahap pertama. Terapi sensory intégration memperbaiki fungsi pemrosesan informasi sensorik S sehingga S mulai dapat menerima ragam sensasi dan mulai menyimak lingkungan; 2) Intervensi dengan diet memperbaiki fungsi pencernaan sehingga S mulai memiliki regulasi dalam hal tidur. Diet juga membantu mengelola kebiasaan makan S menjadi teratur; 3) Terapi Jloortime mempermudah S mengembangkan kapasitas komunikasi fimgsionalnya baik dari shared attention, engagement, dan purposeful emotional interaction. Dengan catatan: selama Jloortime peneliti juga memperhatikan profil sensorik S sehingga terapis dapat mengatasi masalah perilaku yang terjadi dalam proses terapi; 4) Terapi Sensory Integration saja tidak cukup kuat untuk membantu S mengembangkan kapasitas komunikasi fungsionalnya. Terapi sensory integration fokus pada kemampuan S menerima dan memproses berbagai sensasi sehingga S dapat menyelesaikan tantangan selama terapi; 5) Terapi Fioortime tanpa diawali dengan perbaikan integrasi sensorik dan fungsi pencernaan juga sulit dilakukan karena perilaku S masih sulit diarahkan.
2007
T37866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Raditha
Abstrak :
Latar belakang: : Gangguan spektrum autisme (GSA) adalah gangguan neurodevelopmental yang menyebabkan gangguan komunikasi sosial, interaksi serta perilaku restriktif dan repetitif yang meliputi gangguan sensori. Gangguan pemrosesan sensorik menimbulkan kesulitan dalam meregulasi respons terhadap sensasi dan stimulus spesifik sehingga membatasi kemampuan berpartisipasi dalam rutinitas harian normal. Terapi okupasi sensori integrasi (TO-SI) digunakan untuk meningkatkan kemampuan untuk memproses dan mengintegrasi informasi sensorik. Penelitian menunjukkan bukti ilmiah rendah hingga sedang pada anak usia lebih besar. Berdasarkan pengalaman klinis Pusponegoro, TO-SI dapat meningkatkan perilaku positif anak GSA terutama pada usia di bawah 5 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh TO-SI dalam meningkatkan perilaku positif anak usia 2 sampai 5 tahun dengan GSA. Metode: Penelitian pra-eksperimen di klinik Check My Child (CMC) dan Klinik Anakku Kelapa Gading pada bulan Maret-Oktober 2019. Populasi penelitian adalah anak baru dengan GSA usia 2-5 tahun berdasarkan DSM-5. Subyek dikumpulkan secara konsekutif sampling. Pelaksanan TO-SI yaitu dua kali seminggu selama 12 minggu (24 kali), 60 menit untuk setiap sesi. Profil perilaku dinilai berdasarkan Vineland Adaptive Behavior- II sebelum dan sesudah TO-SI. Hasil: Penelitian dilakukan pada 36 subjek, 38,9% berusia 3 tahun diikuti usia 2 tahun (33,3%), rasio lelaki dibandingkan perempuan 3 : 1. Sebelum TO-SI, perilaku positif berada pada kategori rendah. Setelah TO-SI, terdapat peningkatan bermakna domain komunikasi, subdomain ekspresif, reseptif dan tertulis (p<0,001; p<0,001; p<0,001; p 0,035) terutama pada kelompok usia 2-4 tahun. Domain sosialisasi, subdomain hubungan interpersonal serta subdomain waktu luang dan bermain juga meningkat bermakna (p 0.001; p<0.001; p,0.001) terutama pada kelompok usia 2 tahun. Tidak terdapat peningkatan bermakna pada subdomain kemampuan coping, serta domain dan subdomain keterampilan aktivitas harian. Kesimpulan: Kami menemukan bahwa TO-SI dengan kepatuhan teori Ayres yang baik dalam 60 menit, dua kali seminggu selama 12 minggu dapat meningkatkan perilaku positif anak GSA usia dini terutama usia 2 hingga 5 tahun
Background: Autism spectrum disorder (ASD) is a complex neurodevelopmental disorder in social communication, interaction, and restrictive, repetitive pattern of behavior (including sensory disorder). Sensory processing disorder yields difficulty in regulating responses to sensation and spesific stimuli which limits the ability to participate in normal life routines. Sensory integration occupational therapy (SI-OT) is a method to increase ability to process and integrate sensory information. Most studies showed that SI-OT has low to moderate evidence in older children. Based on clinical experience of Pusponegoro, SI-OT might be useful for ASD treatment for children under 5 years old. We conducted a study to evaluate the effect of SI-OT in improving positive behavior of children aged 2 to 5 years old with ASD. Methods: A pre-post one group pre-experimental study conducted in Check My Child clinic (CMC) and Klinik Anakku Kelapa Gading on March-October 2019. Study population were recently diagnosed ASD children aged 2 to 5 years old. Subjects were collected with consecutive sampling. The SI-OT were applied twice a week for 12 weeks (24 times), 60 minutes for each session. Pre and post SI-OT evaluation of positive behavior profiles were assessed with Vineland Adaptive Behavior Scale-II tool. Results: A total of 36 ASD subjects aged 2 to 5 years old were studied. Most subjects were 3 years old followed by 2 years old (38.9%; 33.3%), boys to girl ratio were 3 to 1. The characateristics of positive bahaviors were all in low category before SI-OT. After SI-OT, communication domain and subdomains (expressive, receptive, written subdomain) were improved significantly (p<0.001; p<0.001; p<0.001; p 0.035). These improvement were available in age group of 2,3, and 4 years old. Significant improvements were also achieved in socialization domain (p 0.001) including interpersonal relationship subdomain (p<0.001), play and leisure time sudomain (p<0.001), especially in age group of 2 years old. In contrary, subdomain coping skill, daily living skills domain and subdomains were not improving significantly. Conclusions: Good fidelity of Ayres theory SI-OT in 60 minutes, twice a week for 12 weeks could improve positive behavior, in communication domain (expressive, receptive, written subdomain) aged 2-4 years old, and socialization domain (interpersonal relationship, play and leisure time) aged 2 years old.
2020: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Junita Elvira Pandji Surya
Abstrak :
Latar belakang: Autisme adalah salah satu gangguan nerodevelopmental yang muncul pada abad ke-20. Berbagai studi epidemiologi menunjukkan peningkatan tajam prevalensi gangguan spektrum autisme (GSA). Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual 5 gangguan sensorik merupakan salah satu kriteria utama GSA. Sampai saat ini belum ada pedoman tatalaksana nonmedikamentosa GSA. Sebagian besar penelitian menekankan bahwa terapi perilaku adalah terapi terbaik untuk GSA sedangkan terapi okupasi sensorik integrasi (TO-SI) hanya memiliki bukti rendah hingga sedang. Pusponegoro dan beberapa ahli saraf anak di Indonesia berdasarkan pengalaman klinis mengamati bahwa TO-SI dapat mengurangi perilaku negatif anak GSA terutama pada usia di bawah 5 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh TO-SI dalam mengurangi perilaku negatif anak usia 2 sampai 5 tahun dengan GSA. Metode: Sebuah penelitian pra-eksperimen pertama dilakukan di klinik Check My Child (CMC) dan Klinik Anakku Kelapa Gading pada bulan Desember 2017 hingga April 2018. Populasi penelitian adalah anak baru dengan GSA usia 2 hingga 5 tahun. Subyek dikumpulkan secara konsekutif sampling. Profil perilaku dinilai berdasarkan Aberrant Behavior Checklist (ABC)-2 sebelum dan sesudah TO-SI dua kali seminggu selama 12 minggu (24 kali), 50 menit untuk setiap sesi. Analisis nilai normal dengan uji t dan uji Wilcoxon untuk nilai terdistribusi tidak merata. Hasil: Penelitian dilakukan pada 42 subjek usia 2 hingga 5 tahun dengan GSA, 50% usia 3 tahun, rasio anak lelaki dibandingkan perempuan 5 banding 1. Rerata profil perilaku negatif tertinggi adalah hiperaktifitas 23,61 (SD 8,91), diikuti oleh penarikan sosial 16,81 (SD 8,16), dan iritabilitas 11,43 (SD 6,99). Median perilaku stereotipik adalah 5,25 dan bicara tidak tepat 2,00. Setelah TO-SI, semua perilaku negatif menurun secara signifikan p <0,001. Perilaku hiperaktifitas menurun menjadi 12,71 (SD 8,36) sekitar 53,8%, penarikan sosial menjadi 7,94 (SD 6,18) 47,2%, iritabilitas hingga 6,62 (SD 4,99) 57,9 %, dan median stereotipik 19,0% dan bicara tidak tepat 50%. Kami mendapatkan spektrum profil perilaku anak dengan GSA yang cukup luas. Kesimpulan: Kami menemukan bahwa TO-SI dua kali seminggu selama 12 minggu dapat menurunkan perilaku negatif anak GSA usia dini terutama usia 2 hingga 5 tahun. ......Background: Autism is one of emerging neurodevelopmental disorder on 20th century. Studies showed a remarkable increasing prevalence of autism spectrum disorder (ASD). Since 2013, Diagnostic and Statistical Manual 5 included sensory disorder as one of main criteria of ASD. Treatment guideline remain unclear. Most studies stressed that behavior therapy was the best treatment for ASD and sensory integration occupational therapy (SI-OT) only has low to moderate evidence. Pusponegoro and pediatric neurologists in Indonesia based on their clinical experience observed that SI-OT might be useful as ASD treatment for young children especially under 5 years old. Based on that situation, the objective of this study was to evaluate the influence of SI-OT in decreasing negative behavior of children ages 2 to 5 years with ASD. Methods: A first pre-post one group pre-experimental study conducted in Check My Child clinic (CMC) and Klinik Anakku Kelapa Gading on December 2017 to April 2018. The study population were new ASD children ages 2 to 5 years. Subject were collected with consecutive sampling. Behavior profile were assessed with Aberrant Behavior Checklist (ABC)-2 before and after SI-OT twice a week for 12 weeks (24 times), 50 minutes for each session. Analysis of normal value with t test and Wilcoxon test for unequally distributed value. Results: A total of 42 ASD subject ages within 2 to 5 years old were studied, 50% were 3 years, and boys to girl ratio were 5 to 1. The highest mean negative behavior profile was hyperactivity 23,61 (SD 8,91) followed by social withdrawal 16,81 (SD 8,16), and irritability 11,43 (SD 6,99). Stereotypic median was 5,25 and inappropriate speech 2,00. After SI-OT, all negative behavior decreased significantly p<0.001. Hyperactivity behavior decreased to 12,71 (SD 8,36) about 53,8%, social withdrawal to 7,94 (SD 6,18) 47,2%, irritability to 6,62 (SD 4,99) 57,9%, and median of stereotypic 19,0% and inappropriate speech 50%. We found a broad-spectrum behavior profile of ASD children. Conclusions: We found that SI-OT twice a week for 12 weeks could decrease negative behavior of young ASD children especially ages 2 to 5 years.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vonny Susanty
Abstrak :
Teori Sensory Integration (SI) secara garis besar menjelaskan cara otak menerima dan memproses stimulus sensorik dari Iingkungan dan dari dalam tubuh (Trott, Laurel dan Windeck, 1993). Apabila seseorang dapat memproses input sensorik dengan baik, maka ia akan berperilaku secara adaptif. Sedangkan gangguan SI disebabkan karena individu kesulitan dalam menerima dan memproses input sensorik, sehingga perilaku yang muncul menjadi tidak adaptif. Hal ini terjadi pada anak ASO (Autism Spectrum Disorder) dan anak dengan gangguan perkembangan lain. Pemahaman mengenai gambaran sensorik sangat diperlukan untuk menentukan langkah-langkah intervensi, namun belum tersedia alat ukur yang terstandar, yang dapat memberikan gambaran sensorik anak. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, penulis melakukan adaptasi terhadap alat ukut The Infant/Toddler Sensory Profile, yang dikembangkan oleh Dunn (2002) dan dianggap reliabel dan valid untuk mengukur gambaran sensoris anak usia 7 - 36 bulan yang telah mampu menerima dan mcngolah infonmsi melalui seluruh sistem sensorik. Penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif terhadap 103 subyak yang dipilih menggunuakan teknik incidental sampling. Subyek adalah caregiver (orang tua, kerabat dan pengasuh) yang mempunyai dan atau mengasuh anak usia 7 sampai dengan 36 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat ukur ini cukup konsisten dalam mengukur gambaran sensorik anak usia 7 - 36 bulan. Analisa item dilakukan secara kualitatif dan dilakukan sejak awal penyusunan alat ukur ini. Alat ini juga valid, mengukur dimensi yang hendak diukur, melalui 6 faktor, yaitu sensation seeking, low threshold (context), low threshold (self), oral processing, low registration dan sensory avoiding. Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah memperbaiki penyusunan item berdasarkan membuat definisi operasional yang lebih konkrit. Selain itu, penambahan jumlah item pada beberapa dimensi serta penambahan jumlah sampel, terutama pada sampeI dari populasi anak-anak yang memiliki gangguan perkembangan, juga disarankan. Menambah metode penelitian dalam melakukan uji reliabilitas dan validitas sangat diperlukan untuk menyempurnakan alat ukur yang disusun.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Hanifah
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas elemen sentuh ruang terapi Sensori Integrasi sebagai bagian dari lingkungan terapi anak yang berperan dalam beberapa aspek untuk mendukung penyembuhan anak. Pengalaman sentuh sebagai bagian dari proses penyembuhan anak GPPH dialami melalui terapi Sensori Integrasi SI yang berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan anak dan respons terhadap sensasi dari lingkungan. Anak GPPH mengalami ruang SI dengan bergerak dan berinteraksi dengan elemen sentuh yang bervariasi melalui aktivitas bermain. Tulisan ini mencoba mengkaji karakteristik elemen sentuh yang berperan dalam penyembuhan anak GPPH, bagaimana anak mengalami ruang dengan menyentuh dan bergerak untuk kebutuhan terapi, serta aspek lingkungan terapi yang mendukung. Studi kasus di YPAC menganalisis elemen sentuh yang tersedia dan hubungannya terhadap pengalaman sentuh anak GPPH berbagai tipe. Melalui penulisan skripsi ini, didapat bahwa elemen sentuh di ruang terapi Sensori Integrasi memiliki karakteristik yang bervariasi, sehingga membentuk lingkungan yang kaya sensori dengan permukaan yang dijadikan media untuk melatih keseimbangan-koordinasi, tenang, dan fokus. Permukaan dengan tekstur yang menantang pada ruang terapi SI terbatasi dalam segi luasan kontak dengan tubuh maupun melalui elemen yang dapat dipindah dengan mengalihkan ke sensasi tekanan sehingga peletakan elemen pada ruang terapi SI menunjang anak GPPH yang sensitif terhadap sentuhan.
ABSTRACT
This thesis discuss about tactile element as a part of children therapeutic environment that has several role to support healing process. Tactile experience as part of therapeutic process of ADHD children through Sensory Integration SI therapy contributing in children rsquo s ability enhancement and response to environment. ADHD children experience the space by moving and making contact with tactile element through play as therapy strategy. This writing reviews the characteristic of tactile elements that have roles to heal ADHD children, how children experience the space for therapeutic purpose, and the therapeutic setting aspects. The analysis of case studies in YPAC Jakarta was conducted to capture existing tactile element with tactile experience of ADHD children in variety types. Finding show that tactile element in SI therapeutic space has variety of characteristics that create sensory rich environment with its surface as medium to train balance coordination, calm, and focus. The challenging texture is limited in body contact area also through loose element by replacement to pressure sensation so that element arrangement in SI therapeutic space support ADHD children that have tactile defensiveness.
2017
S67297
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library