Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Habib Alvin Aneldi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan praktek digital terhadap social well-being mahasiswa di Jabodetabek. Pada penelitian sebelumnya melihat kerangka dari analisis digital well-being sebagai bentuk penggunaan perangkat digital yang mempengaruhi kondisi kesejahteraan subjektif melalui konsumsi konten yang sesuai dengan algoritma mereka yang pada akhirnya berdampak kepada perilaku dalam memenuhi kebutuhan akan social well-being. Dalam memperkaya studi sebelumnya dan menyederhanakan definisi konseptual dari analisis digital well-being, peneliti berusaha untuk menjelaskan social well-being mahasiswa melalui praktek digital yang dilakukan dengan menjelaskan hubungannya terhadap dimensi integrasi, aktualisasi, penerimaan, kontribusi dan koherensi sosial. Praktek digital mampu memberikan pengaruh yang membentuk interaksi mereka dalam menjalankan fungsi di masyarakat sebagai tolak ukur dari social well-being. Sehingga semakin tinggi praktek digital yang dilakukan maka akan semakin tinggi social well-being yang dirasakan oleh mahasiswa dan sebaliknya. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner kepada 210 mahasiswa yang berdomisili di Jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa di Jabodetabek memiliki tingkat social well-being yang tinggi dan tingkat praktek digital yang tinggi. Praktek digital berupa penggunaan perangkat digital untuk kebutuhan sosialisasi dan komunikasi digital, hiburan digital dan praktek kreatif serta untuk kebutuhan manajemen diri, informasi, pendidikan dan pekerjaan terbukti berhubungan dengan tingkat social well-being mahasiswa

This study aims to analyze the relationship of digital practice to social well-being of students in Jabodetabek. In previous studies, we saw the framework of digital well-being analysis as a form of using digital devices that affect subjective well-being conditions through consumption of content that is in accordance with their algorithm, which in turn affects behavior in meeting the need for social well-being. Enriching the previous studies and simplifying the conceptual definition of digital well-being analysis, the researcher tries to explain the social well-being of students through digital practice by explaining their relationship to the dimensions of integration, actualization, acceptance, contribution and social coherence. Digital practice is able to provide an influence that shapes their interactions in carrying out functions in society as a benchmark for social well-being. So that the higher the digital practice carried out, the higher the social well-being felt by students and vice versa. This research uses a quantitative approach with data collection techniques through distributing questionnaires to 210 students who live in Jabodetabek. The results show that respondents have a high level of social well-being and a high level of digital practice. Digital practice in the form of using digital devices for digital socialization and communication, creative entertainment and practice, and informational managements is proven to be related to the level of social well-being of students."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arintowati Hartono Handojo
"ABSTRAK
Homoseksualitas yang sudah ada sejak jaman peradaban manusia dan bersifat universal, merupakan salah satu realitas sosial yang sampai saat ini masih dianggap misterius karena begitu banyak aspek-aspek di dalamnya yang belum terkuak secara tuntas. Sebagai akibatnya, realitas sosial ini mengundang minat para pakar ilmu-ilmu sosial untuk diteliti lebih lanjut secara lebih mendalam. Sebagai suatu realitas social, Homoseksualitas muncul akibat adanya interaksi terus menerus antara manusia (baik sebagai individu ataupun sebagai kelompok) dengan masyarakatnya yang diungkapkan secara sosial melalui berbagai tindakan-tindakan sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa homoseksualitas terbentuk dari pengalaman-pengalaman sosial individu, atau karena interaksinya dengan lingkungan.
Proses terbentuknya homoseksualitas sebagai suatu realitas sosial menjadi sangat menarik untuk dikaji, karena melibatkan aspek-aspek sosial yang berhubungan secara dialektis dalam interaksi sosial antara individu dengan masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Berger dan Luckman. Di satu pihak individu dengan pradisposisi pribadi yang mempengaruhi pandangan, nilai, sikap dan perilakunya terhadap homoseksualitas, sedangkan di pihak lain masyarakat sebagai produk manusia akan ?memaksa? individu tunduk pada nilai-nilai dan norma-norma bersama. Pradisposisi pribadi sendiri merupakan hasil interaksi antara unsur-unsur simbolis yakni: mind, self dan society sebagaimana yang dikemukakan oleh Mead dan Blumer dalam teori interaksionisme simboliknya. Masalah terlihat semakin kompleks sekaligus makin lebih menarik lagi, ketika Adoni dan Mane memasukkan unsur media sebagai unsur yang sangat berperan dalam proses pembentukan realitas sosial.
Keseluruhan unsur dalam interaksi sosial yang demikian kompleks dalam mengonstruksikan realitas tersebut, telah demikian mengundang minat penulis untuk mengangkatnya sebagai permasalahan pokok dalam penelitian ini, yakni: pertama, bagaimana sebenamya proses terbentuknya realitas homoseksualitas pada kelompok ?gay? sebagai kelompok pelaku; kedua, faktor dominan apa saja yang mempengaruhi konstruksi realitas sosial homoseksualitas pada kelompok `gay' tersebut; ketiga, bagaimana peran dan apakah `kekuatan' media yang digunakan oleh kelompok `gay' dalam melakukan aktivitas komunikasi bisa mempengaruhi konstruksi realitas sosial tersebut.
Penelitian lapangan yang keseluruhannya dilaksanakan di Jakarta berhasil mengumpulkan 10 orang informan sebagai mitra peneliti dengan cara `bola salju' (snowballing). Kesepuluh mitra peneliti tersebut semuanya gay dan telah mewakili kelima kategori `gay' yang ada secara tidak proporsional dalam jumlah, yakni `gay' murni, tidak murni, transeksual, transvestit dan biseksual. Data yang dibutuhkan diperoleh melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, dengan menggunakan pedoman wawancara tidak berstruktur yang relatif hanya digunakan sebagai `treatment' untuk menggali data.
Paradigma Konstruktivisme telah ditetapkan sebagai paradigma landasan yang menurut peneliti paling tepat untuk menganalisis temuan-temuan tentang proses pembentukan realitas sosial. Sebagaimana diketahui, dasar keyakinan paradigma ini secara ontologi adalah relativisme, dimana realitas adalah sesuatu yang terdiri dari banyak bagian dan berada dalam pikiran-pikiran manusia. Relativisme adalah kunci untuk keterbukaan dan keberlangsungan konstruksi-konstruksi yang lebih canggih. Sedangkan secara epistemology, konstruktivisme mengambil sisi subyektivitas dalam arti peneliti dan yang diteliti dilebur ke dalam suatu entitas tunggal, sehingga penemuan secara keseluruhan merupakan ciptaan dari proses interaksi antara keduanya. Kemudian secara metodologi yakni heurmenetik/ dialektik, dimana konstruksi-konstruksi individual diperoleh dan disaring secara heurmenetik serta dibandingkan atau dibedakan secara dialektik, dengan tujuan untuk mengembangkan satu konstruksi dalam mana terdapat konsensus yang substansial.
Dengan menggunakan paradigma konstruktivisme sebagai paradigma landasan, maka analisis dalam disertasi ini bersifat kualitatif dan prosesual.
Unit analisanya adalah action yakni aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh para `gay', sedangkan unit pengamatannya adalah kelompok `gay' itu sendiri dengan mitra peneliti kunci yang ditetapkan dan dilihat sebagai agenagen yang signifikan. Dengan demikian unit analisis dalam penelitian ini lebih didasarkan pada tindakan-tindakan dan keterwakilan individu-individu, yang dianggap memahami permasalahan penelitian. Oleh karena itulah maka dalam penelitian dengan perspektif semacam ini, otentisitas dan refleksivitas lebih diutamakan. Temuan-temuannya merupakan refleksi yang otentik dari realitas yang dihayati oleh pelaku.
Beberapa hasil penelitian yang cukup menarik dalam disertasi ini antara lain adalah:
1. Bahwa realitas mengenai homoseksualitas di kalangan kelompok `gay' bukanlah realitas yang statis, melainkan merupakan sesuatu yang dinamis dan dialektis. Interaksi di antara mereka menghasilkan proses intersubyektivitas yang kemudian menginterpretasikan kembali realitas obyektif yang sebetulnya telah diintemalisasi pada waktu mereka masih kecil atau remaja. Awalnya homoseksualitas dipahami sebagai aib dan terlarang sebagaimana tercermin dalam nilai-nilai agama, keluarga ataupun sekolah. Namun kemudian, interaksi telah membuat realitas tersebut disesuaikan secara timbal balik di dalam mana terjadi negosiasi, kerjasama atau bahkan konflik. Melalui interaksi dengan teman-teman sesama `gay', mereka dapat melakukan eksternalisasi dengan me-reinterpretasikan sebagian realitas obyektif yang tadinya kurang menguntungkan bagi mereka.
Jadi walaupun dalam proses pengonstruksiannya sama antara kelompok `gay' sebagai pelaku dengan masyarakat non `gay', yakni melalui interaksi sosial yang bersifat dialektis secara terus menerus, namun homoseksualitas telah dikonstruksikan dan dilihat secara berbeda, dalam arti apa yang dipahami sebagai homoseksualitas oleh kelompok `gay' tidak sama dengan apa yang dipahami oleh kelompok non `gay';
2. Bahwa lepas dari upaya resistensi kelompok `gay' terhadap labeling mereka sebagai menyimpang (devian), kelompok ini tetap terjebak dengan proses pendalaman diferensiasi antara `yang normal' dan `tidak normal'. Interaksi yang berlebihan di antara mereka, pandangan in dan out group yang semakin dalam, serta menguatnya identitas kelompok justru semakin mendorong kelompok `gay' menerima labeling yang diberikan oleh masyarakat di luar mereka. Dengan kata lain, eksternalisasi yang diiakukan oleh kelompok `gay' sesungguhnya memiliki pola yang sama dengan realitas obyektif yang dieksternalisasi masyarakat umum, yakni "normal' dan "tidak normal".
3. Bahwa media massa bukan faktor eksternal yang determinan dalam menentukan realitas obyektif di kelompok `gay'. Media massa cenderung menjadi bahan interpretasi atau bahkan titik tolak resistensi. Realitas media yang mereka anggap cenderung memojokkan mereka dipahami sebagai realitas yang ideologis, yang tidak melihat kelompok `gay' secara obyektif. Walaupun media massa diakui memiliki pengaruh yang besar, namun media-media tersebut dianggap tidak cukup mampu merefleksikan homoseksualitas secara utuh.
4. Bahwa kelompok `gay' cenderung memiliki kohesivitas yang tinggi, meski tidak dilandasi oleh struktur organisasi yang formal. Sekali lagi, posisi kelompok `gay' yang minor serta intensitas komunikasi interpersonal menjadi salah satu kondisi yang membangun kohesitas internal mereka.
5. Bahwa keberadaan penyakit HIV/AIDS ternyata tidak terlalu mempengaruhi persepsi mereka terhadap realitas sosial homoseksualitas. Keberadaan penyakit tersebut hanya mampu membuat kelompok `gay' lebih waspada dan lebih selektif dalam memilih pasangan, namun tidak membuat mereka berkeinginan untuk mengubah perilaku dan orientasi seksualnya.
6. Bahwa walaupun sebagai kelompok kesadaran total manusia mengenai realitas yang diperoleh indera memiliki basis yang sama, namun belum tentu ia akan memberikan tanggapan atau mempersepsikan hal yang sama pula terhadap homoseksualitas sebagai suatu realitas sosial. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok `gay' sebagai pelaku dengan kelompok non `gay' mencakup karakteristik, sikap, gaya hidup, selera dan perilaku seksualnya. Dalam proses interaksi sosial pada kelompok `gay', unsur self dalam hal ini sisi I nya terlihat paling mengemuka dibandingkan unsur `mind' dan `society';
Secara keseluruhan dari hasil studi yang oleh penulis dinilai telah cukup menjawab pertanyaan pokok penelitian, dapat dikemukakan bahwa ternyata konstruksi kelompok 'gay' sebagai pelaku, berbeda dengan konstruksi kelompok non `gay' berkenaan dengan realitas sosial homoseksualitas. Aktivitas komunikasi utamanya yang menggunakan media massa dalam interaksi mereka, ternyata tidak terlalu ikut mengembangkan perubahan cara berpikir maupun persepsi mereka terhadap homoseksualitas. Unsur kepentingan dan kedekatan mitra peneliti dengan realitas tersebut, telah membentuk hangman realitas yang berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D499
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurma Midayanti
"

Banyak literatur membuktikan bahwa interaksi sosial berpengaruh secara signifikan pada hasil individu dalam berbagai konteks. Interaksi sosial di Indonesia menunjukkan bahwa dalam lingkungan tempat tinggal, rumah tangga di Indonesia sangat saling tergantung dengan rumah tangga tetangga. Penelitian ini mencoba untuk memperbanyak analisis kesejahteraan rumah tangga sebelumnya dengan memasukkan efek interaksi sosial dalam model dan mencoba untuk menemukan bukti pengaruh interaksi sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga. Mengingat interaksi rumah tangga berhubungan dengan rumah tangga tetangganya di lingkungan tempat tinggal yang sama, penelitian ini menerapkan model linear-in-means ketika rumah rumah tangga berinteraksi dalam kelompok dengan menggunakan model spatial autoregressive moving average (SARMA) untuk memperhitungkan saling ketergantungan antar rumah tangga. Pengaruh interaksi sosial dapat diukur melalui efek endogen-mengukur bagaimana kesejahteraan rumah tangga dipengaruhi oleh kesejahteraan tetangga dan efek kontekstual-pengaruh karaktektistik eksogen tetangga terhadap kesejahteraan rumah tangga. Data set yang digunakan bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012 dan model menunjukkan bukti kuat untuk efek endogen dan kontekstual yang mengindikasikan adanya efek interaksi sosial diantara rumah tangga di lingkungan perumahan. Hasil penelitian menunjukkan peer effect lingkungan sangat positif terkait dengan kesejahteraan rumah tangga. Karakteristik tetangga juga penting. Pendidikan, pekerjaan, dan status migran rumah tangga memiliki spillover effect positif pada kesejahteraan rumah tangga. Pada sisi prespektif kebijakan, peer effect endogen yang positif dan signifikan dapat dianggap sebagai input untuk meningkatkan kebijakan pengentasan kemiskinan.    


Many empirical literatures confirm that social interactions have significant effect to individual outcomes in various contexts.  In Indonesia, social interactions in the neighborhood show that households in Indonesia are highly interdependence to neighboring households. This study attempts to enhance previous analysis of household welfare with incorporating social interactions effects in the model and attempt to find evidence of social interaction effects in household welfare. Since households interaction correlates with their neighbors at the same residential neighborhood, the study applies linear-in-means model when households interact in groups by using the spatial autoregressive moving average (SARMA) models for taking into account the interdependence among households. The social interactions effects can be measured from endogenous effect-measure how households welfare is affected by neighbors welfare and contextual effect-the influences of neighbors exogenous characteristics on household welfare. The data set from 2012 Social Economics Survey (Susenas) is used and the models show a strong evidence for both endogenous and contextual effects that indicate the presence of social interaction effects among households in residential neighborhood. The results suggest the neighborhood peer effects are strongly positively associated with household welfare. Neighbors characteristics also matter. Their education, employment and migrant status have positive spillover effects on household welfare. From a policy perspective, the positive and significant of endogenous peer effects could be considered to be an input for improving poverty alleviation policy.

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moenadi Ali
"Salah satu yang melatarbelakangi penelitian interaksi bidan di desa dengan ibu hamil dan menyusui sebagai pengguna jasa di Kecamatan Tambun Utara adalah belum adanya penelitian mengenai masalah tersebut di lokasi penelitian sebagai daerah pinggiran kota Jakarta. Secara sosiologis Kecamatan Tambun Utara sebagai daerah pinggiran kota Jakarta merupakan daerah yang sedang dalam proses urbanisasi yang bukan hanya sekedar perpindahan penduduk dari desa ke kota, tetapi merupakan proses perubahan budaya urban. Tentu saja pola interaksi mereka, terutama kalangan ibu hamil dan menyusui sangat panting untuk diketahui, sehingga biasa dijadikan masukan terutama oleh para bidan di desa.
Masalahnya, hingga saat ini wawasan bidan di desa mengenai kemasyarakatan, terutama cara membangun pola interaksi ideal dengan masyarakat pengguna jasa jarang diberikan kepada mereka. Sehingga wawasan mengenai hal tersebut bisa saja "dibangun sendiri" oleh bidan desa berdasarkan pengalaman empiris.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan memberikan gambaran mengenai pola interaksi antara bidan desa dengan ibu hamil dan menyusui di Kecamatan Tambun Utara. Dalam gambaran tersebut dapat muncul pola interaksi kooperatif atau non.-kooperatif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dalam format studi kasus. Oleh karena itu, penelitian ini tidak menggunakan uji statistik. Angket digunakan untuk memperoleh_ data yang kerimudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan kemudian dielaborasi secara kualitatif. Sedangkan daftar pertanyaan disusun untuk dijadikan pedoman wawancara dalam rangka memperoleh data-data kualitatif, yang dipadukan dengan data-data yang diperoleh dari angket.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: pertama, interaksi bidan di desa dengan ibu hamil dan menyusui termasuk ke dalam bentuk interaksi yang bersifat kerjasama, bukan persaingan, ataupun pertentangan. Oleh karena itu, kualitas kesehatan masyarakat Kecamatan Tambun Utara meningkat. Kedua; interaksi bidan di desa pada umumnya berlangsung atas inisiatif bidan di desa sendiri yang menyadari bahwa tugas mereka perlu dukungan dari masyarakat.
Ketiga, berbagai perlengkapan pendukung kegiatan bidan di desa, seperti Polindes, bidan kit (seperangkat slat bidan untuk menolong persalinan), sangat kurang padahal hal itu dapat membantu bidan meningkatkan kinerja di mana kinerja bidan yang baik akan menyebabkan kepercayaan masyarakat semakin meningkat, dengan demikian reward akan diperoleh baik oleh bidan di desa maupun masyarakat itu sendiri. Keempat, berbagai konflik yang terjadi di masyarakat dapat menyebabkan bidan di desa tidak mampu mengoptimalkan Polindes yang ada, kondisi itu tentu saja membuat keberhasilan program kesehatan masyarakat agak terhambat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermayulis
"ABSTRAK
Penelitian ini mencoba melihat dampak pembangunan terhadap kehidupan masyarakat, terutama dalam sistem kekerabatan pada masyarakat Sumatra Barat, khususnya Kotamadya Padang, sehubungan dengan terjadinya perubahan (pergeseran) pola penguasaan dan pola penggunaan tanah. Penyelenggaraan pembangunan nasional bukan hanya merigakibatkan peningkatan kebutuhan akan lahan untuk mendirikan bangunan, melainkan juga menimbulkan kebutuhan akan aturan yang menertibkan penguasaan tanah.
Telah diketahui bahwa nilai-nilai yang menjadi rujukan dalam manusia mengembangkan interaksi dengan 1ingkungannya tidak statis dan teknologi serta perubahan lingkungan yang terjadi. Dengan demikian ada hubungan timbal balik antara sistem nilai dengan lingkungan. Karena itu kalau lingkungan permukiman berubah karena bencana alam atau karena perubahan manusia, pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem nilai masyarakat yang bersangkutan. Sebaliknya dapat menyebabkan terjadinya perubahan terhadap lingkungan, khususnya lingkungan hidup sosial yang terlihat dari timbulnya perubahan hubungan social.
Pengertian perubahan hubungan sosial dalan kajian ini adalah suatu proses pergeseran berupa pengurangan, atau penambahan unsur-unsur sistem nilai baru dalam struktur hubungan kekerabatan. Perubahan hubungan sosial ini dapat terjadi karena adanya dinamika dalam masyarakat dan adanya adaptasi, penerimaan dan inovasi nilai-nilai baru sebagai akibat adanya interaksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Kenyataan tersebut terlihat dalam masyarakat Kotamadya Padang, yang banyak dipengaruhi oleh timbulnya nilai baru tentang pemilikan dan pentingnya pemilikan tanah secara pribadi. Hal ini di samping disebabkan oleh diberlakukan dan diterapkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, juga disebabkan oleh dilaksanakan pembangunan fisik tanah. Perubahan pengggunaan tanah dengan dilaksanakan pembangunan, secara langsung atau tidak akan manyebabkan terjadinya perubahan dalam penguasaan tanah telah mengalami perubahan, seperti halnya dalam struktur masyarakat. Namun ada yang beranggapan bahwa perubahan yang mendasar belum terjadi karena adanya hubungan dengan masyarakat lain yang mempnnyai latar belakang budaya yang berbeda. Sehingga mereka berusaha untuk mempertahankan identitas sistem budayanya, sebagaimana yang dikenal?.

ABSTRACT
This research tried to study the impact of development towards community life, particularly in the kinship systems of West Sumatra Community, specifically and utilization pattern of land_ The implementation of national development have not only resulted in the increasing need of land for building constructions but it has also caused the need for regulations dictating land tenure.
It is known that man's values of reference in developing interactions with the environment is not static but keep on growing in accordance with the growth of the community, technological advancement and environmental transformations that occurred. Thus, there is an interrelationship between the value system and the environment. Therefore, should the residential environment change due to natural disaster or man-made, then, eventually, it can influence the value system of the community concerned. Conversely, especially, it can cause changes towards the environment, especially the social living environment, manifested in the occurrence of changes in social relationship.
The meaning of social relationship change in this study is the shifting process in the form of reduction or increase in the element of the new value system in the structure of kinship relationship. This social relationship changes can occur because of the presence and innovations of new values as a result of interactions with the community and the surrounding environment.
Those facts can be seen in the community of Padang Municipality, which is greatly influenced by the presence of new values on ownership and its importance individually. This has occurred, besides the enactment and implementation of Act number 5 year 1960 and Government Regulations number 10 year 1961, due to the implementation of physical development of land as well. The changes in land utilization anda the implementation of development, directly or indirectly, will cause in land tenure.
Several researchers are of the opinion that the Minangkabau Culture has experienced changes like it it the case in the structure of the community. However, there are others who are of the opinion that basic changes has not yet occurred, because of the presence of relationship with other communities that have different cultural backgrounds. Thus, they tried to defend the identity of its cultural system, as is recognized in ?.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library