Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Dwi Putera
Abstrak :
ABSTRACT
Tesis ini membahas perjuangan Organisasi Pekerja Indonesia Pusat (SOBSI) dalam menuntut Tundjangan Hari Raya (THR) sebagai upaya untuk meningkatkan standar hidup pekerja di Indonesia pada periode 1953-1961. Tesis ini adalah penulisan sejarah menggunakan metode historis melalui tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Perjuangan THR didasarkan pada upah rendah dan kenaikan harga barang-barang pokok yang menyulitkan para pekerja untuk menghadapi hari libur. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada awalnya penggunaan istilah Tundjangan Hari Raya lebih dikenal sebagai hadiah Lebaran dan bersifat sukarela. Perjuangan SOBSI menuntut THR ditandai dengan banding di Sesi Dewan Nasional SOBSI Kedua pada tahun 1953 yang menyerukan penyediaan THR untuk semua pekerja dengan gaji kotor sebulan. SOBSI juga bekerja sama dengan serikat buruh negara bagian untuk menuntut THR sebagai kewajiban pengusaha untuk menjadi peraturan hukum. Tuntutan itu akhirnya diwujudkan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 1 tahun 1961 yang menggunakan istilah Tundjangan Hari Raya dan berlaku untuk semua pekerja. Ketentuan THR menunjukkan dampak pada buruh, yaitu peningkatan pendapatan buruh di atas kebutuhan hidup yang layak. THR memberikan kedamaian bagi pekerja dalam menghadapi hari libur.
ABSTRACT
This thesis discusses the struggle of the Central Indonesian Workers' Organization (SOBSI) in demanding a holiday ban (THR) as an effort to improve the living standards of workers in Indonesia in the period 1953-1961. This thesis is writing history using historical methods through stages of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. THR's struggle is based on low wages and rising prices of basic goods which make it difficult for workers to face holidays. This research shows that at first the use of the term Tundjangan Hari Raya was better known as the Lebaran gift and was voluntary. The SOBSI struggle demanded a THR marked by an appeal at the Second SOBSI National Council Session in 1953 which called for the provision of THR for all workers with a monthly gross salary. SOBSI also works with state trade unions to demand THRs as employers' obligations to become a legal rule. The demand was finally realized through Minister of Manpower Regulation no. 1 of 1961 which uses the term Tundjangan Hari Hari and applies to all workers. THR provisions show the impact on workers, namely the increase in labor income above the needs of a decent living. THR provides peace for workers in the face of holidays.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Trinugroho Fahrudhin
Abstrak :
Pendahuluan: Total Hip Replacement (THR) merupakan prosedur pembedahan tersering pada ekstremitas bawah. Kemajuan teknik operasi dan semakin canggihnya instrumen bedah meluaskan indikasi THR primer pada pasien yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan dan memiliki angka komplikasi tinggi pasca operasi. Prosedur ini disebut THR primer sulit yang dilakukan pada kelompok pasien dengan kelainan panggul kompleks seperti defek tulang panggul, fusi panggul atau kontraktur jaringan lunak. Metode: 81 prosedur THR primer yang dikerjakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo antara Januari 2012-Juni 2017. Kelompok THR primer sulit terdiri dari 29 pasien dan 52 pasien lainnya merupakan kelompok sederhana. Parameter intraoperatif seperti jumlah perdarahan, durasi operasi, ketepatan penempatan komponen, tingkat komplikasi dan luaran fungsional pasca operasi (Harris Hip Score) pada akhir follow up dicatat dan dilakukan analisis dengan membandingkan kedua kelompok tersebut. Hasil: Kelompok sulit memiliki jumlah perdarahan (p=<0.001), durasi operasi (p=<0.001) tingkat komplikasi (p=<0.012) lebih besar dibanding kelompok sederhana. Luaran radiologis berupa ketepatan penempatan orientasi komponen pada zona aman tidak memiliki perbedaan antar kedua kelompok (p=0.333). Luaran fungsional pada follow up akhir kelompok sulit (88.67) tidak memiliki perbedaan bermakna (p=0.080) dibandingkan kelompok sederhana (91.50). Pembahasan: Prosedur THR primer sulit yang dikerjakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo walau memiliki parameter kesulitan dan tingkat komplikasi lebih besar tidak memiliki perbedaan luaran radiologis maupun fungsional dibandingkan THR primer sederhana. Perlu dilakukan identifikasi setiap prosedur THR primer apakah ada, jenis dan tingkat penyulit yang akan dihadapi saat intraoperasi untuk dilakukan perencanaan operasi yang baik sehingga didapatkan hasil luaran yang maksimal.
Introduction: Total hip replacement (THR) is the most common surgery in lower extremities. Improvement in surgical technique and advancement of surgical instrumentation extended the indications for primary THR in previously impossible to treat. This procedure is known as primary difficult THR which performed in patients with complex hip disorders including hip bone defect, hip fusion, or soft tissue contracture. Methods: 81 primary THR procedures were performed in Cipto Mangunkusumo National Hospital from January 2012 until June 2017. Primary difficult THR group consisted of 29 patients and 52 patients in simple group. Intraoperative parameters including bleeding volume, operation time, complication rate, radiological outcome and functional outcome (Harris Hip Score) were recorded at the end of follow up and analyzed. Result: Difficult group had bleeding volume (p=<0.001), operation time (p=<0.001), complication rate (p=<0.012), higher than simple group. Radiological outcome is measured by accuracy of component orientation placement in the safe zone resulted no significant difference between two groups (p=0,333). Functional outcome at the end of follow up in difficult group (88.67) did not have significant difference (p=0.080) with simple group (91.50). Discussion: Primary difficult THR procedure performed in Cipto Mangunkusumo National Hospital although have higher difficulty parameters and complication rates, didn't have significant difference in radiologic and functional outcome compared to simple group. It was necessary to identify each primary THR procedures whether there were any, types and levels of difficulties that would be faced intraoperatively in order to improve preoperative planning so the outcome would be optimal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Ardian Noor
Abstrak :
Pendahuluan: Rekonstruksi anatomi dan biomekanik panggul yang akurat sangat penting untuk mendapatkan luaran klinis yang optimal pasca THR. Kesejajaran stem femur yang sesuai berperan dalam mendapatkan luaran yang diharapkan, terutama mencegah terjadinya impingement dan loosening. Meski demikian, tilting stem femur pada bidang sagital belum banyak diteliti dan pengaruhnya pada luaran klinis dan radiologis masih belum jelas. Pada studiini, peneliti ingin mengevaluasi posisi stem femur pada bidang sagital pasca THR cementless dan menganalisis hubungannya dengan luaran klinis dan parameter radiologis pascaoperasi. Metode: Studi analitik observasional dengan desain potong lintang dilakukan pada total 71 panggul (67 pasien, usia 18-85 tahun) yang telah dilakukan prosedur THR cementless di dua pusat orthopedi di Jakarta, Indonesia. Semua panggul dioperasi dengan teknik anterolateral atau posterior dan menggunakan implan dengan desain extended/full- coating wedge tapered stem (Corail, Depuy) atau proximal-coated wedge tapered stem (EcoFit, Implantcast; M/L Taper, Zimmer). Evaluasi dilakukan pada satu waktu dengan median 1,1 tahun (13,7 bulan). Luaran klinis dievaluasi menggunakan penilaian dengan kusioner mHHS, nilai VAS pada nyeripaha depan, dan penilaian derajat lingkup gerak sendi panggul. Kesejajaran sagital stem femurdan variabel radiologis lainnya diukur dari foto polos pelvis dan femur. Subjek dibagi ke dalam3 grup (anterior tilt, netral, dan posterior tilt) dan dilakukan analisis luaran pada ketiga grup tersebut. Pada studi ini, peneliti juga melakukan studi bivariat antara kesejajaran sagital stem femur dengan morfologi femur, approach, dan desain implan untuk melihat efeknya terhadapposisi stem. Hasil: Nilai median kesejajaran sagital stem adalah 2o (-4,3o – 7.2o) dengan posisi stem netralditemukan lebih banyak dibandingkan stem yang mengalami tilting (54,9% vs. 45,1%). Tidakditemukan perbedaan bermakna antara skor mHHS, nilai VAS nyeri paha, dan derajat ROM diantara ketiga grup stem alignment. Nilai anteversi dan offset implan pasca prosedur juga tidakdipengaruhi oleh posisi stem femur. Studi ini menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kesejajaran sagital stem yang bermakna secara statistik. Uji regresi linier pada morfologi femurmendapatkan bahwa setiap penambahan sudut kelengkungan anterior femur (femoral tilt) 1o berpotensi meningkatkan tilting stem femur sebesar 0,69o ke posterior (Coeff. = 0,502). Posisistem netral lebih banyak ditemukan pada approach anterolateral dibandingkan posterior(56,9% berbanding 50%; p=0,000). Anterior tilt ditemukan hanya pada approach posterior dansebaliknya posterior tilt ditemukan lebih banyak pada approach anterolateral approach (43,1%berbanding 20%). Deviasi stem juga ditemukan lebih besar secara proporsi pada proximal- coated stem dibandingkan dengan fully-coated stem (66,6% berbanding 37,7%; p=0,000). Kesimpulan: Perbedaan kesejajaran stem femur di bidang sagital tidak mempengaruhi luaran klinis maupun radiologis pasien pasca operasi. Meskipun demikian, dalam memposisikan stem, approach ̧anterolateral merupakan teknik terbaik untuk mendapatkan posisi stem netral. Sebaliknya, deviasi stem banyak ditemukan pada approach posterior maupun tipe implant proximal-coated. Terkait morfologi femur, setiap penambahan 1o anterior bowing, posterior tilting dapat bertambah 0,69o. Temuan ini akan sangat berguna bagi klinisi dalam melakukan perencanaan preoperasi THR cementless untuk medapatkan posisi stem femur yang ideal. ......Introduction: Optimal stem alignment is essential after THR. However, stem sagittal tilting has not been sufficiently investigated and outcome is still unclear. We aimed to evaluate sagittal stem position following cementless THR and its relationship with functional and radiological outcomes. Method: Seventy-one hips underwent primary cementless THR. Median follow up was 1,1 years. Postoperative clinical and radiological outcomes were evaluated. Subjects divided based on tilting degree and outcomes were compared between groups. Bivariate analysis was performed between sagittal alignment and several influencing factors for stem position. Results: Median sagittal alignment was 2º (-4,3º – 7.2º) with neutral stem more frequent. There were no significant differences on clinical or radiological outcomes. Test result showed 0,69º increase of posterior tilt for every 1º anterior bowing. Anterior tilting found only in posterior approach. Conversely, more posterior tilting after anterolateral approach. Larger stem deviation were found on proximal-coated stem. Conclusion: Stem tilting in sagittal plane did not affect patient’s functional or radiological outcome postoperatively. Although, in term of stem positioning, anterolateral is the best approach to obtain neutral stem. In addition, for every degree of increased anterior femoral bowing, 0,69º increase in posterior stem tilting can be expected.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Sufida
Abstrak :
Upaya kelembagaan hubungan industrial Kota Depok untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis pada masa pandemi COVID-19 merupakan langkah yang dilakukan oleh aktor-aktor hubungan industrial di Kota Depok untuk menangani permasalahan hubungan industrial. Terdapat 3 permasalahan hubungan industrial yang sering terjadi di tengah pandemi COVID-19. Permasalahan yang menjadi fokus kelembagaan hubungan industrial yaitu, pembayaran THR (Tunjangan Hari Raya), upah minimum, dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Proses menangani 3 permasalahan hubungan industrial dengan melakukan dialog kepada seluruh anggota untuk membuat rekomendasi yang tepat untuk diteruskan kepada Walikota dan menjadi acuan bagi seluruh pekerja dan pengusaha di Kota Depok. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis upaya kelembagaan hubungan industrial Kota Depok dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis pada masa pandemi COVID-19. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam sebagai data primer dan studi pustaka sebagai sekunder, serta teknik analisis data kualitatif induktif. Hasil penelitian ini yaitu upaya kelembagaan hubungan industrial Kota Depok secara umum sudah dapat dilaksanakan dengan baik. Upaya dalam menangani kendala pembayaran THR yaitu melakukan pengawasan pada perusahaan yang bermasalah membayar THR, dan membuka posko pengaduan THR. Upaya dalam pemberian upah minum yaitu, memberikan kepastian hukum kepada perusahaan, memberikan apresiasi berupa relaksasi cost pembayaran pajak air tanah, dan memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU). Selain itu, upaya dalam menangani PHK dengan memberikan pelatihan dan uji kompetensi kepada pekerja. Namun upaya yang dilaksanakan perlu dioptimalkan oleh kelembagaan hubungan industrial di Kota Depok yaitu belum mengaplikasikan bidang teknologi untuk menyelesaikan permasalahan hubungan industrial di tengah pandemi COVID-19. Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu membuat website pengaduan THR secara online, memberikan pelatihan pada bidang teknologi, memberikan sanksi pidana dan denda membayar sejumlah uang bagi perushaan yang tidak taat aturan pemerintah, dan mengadakan rapat lebih intens untuk membahas permasalahan hubungan industrial. ......The industrial relations institutional efforts of Depok City to create harmonious industrial relations during the COVID-19 pandemic are steps taken by industrial relations actors in Depok City to deal with industrial relations problems. There are 3 industrial relations problems that often occur in the midst of the COVID-19 pandemic. The problems that become the focus of industrial relations institutions are the payment of THR (Tunjangan Hari Raya), minimum wages, and layoffs (Termination of Employment). The process of dealing with 3 industrial relations issues by holding a dialogue with all members to make appropriate recommendations which will be forwarded to the Mayor and become a reference for all workers and employers in Depok City. The purpose of this study is to analyze the efforts of Depok City's industrial relations institutions in creating harmonious industrial relations during the COVID-19 pandemic. This research approach is qualitative with in-depth interview data collection techniques as primary data and literature study as secondary, as well as inductive qualitative data analysis techniques. The result of this research is that the industrial relations institutional efforts of Depok City in general have been able to be implemented well. Efforts to deal with THR payment constraints are to supervise companies that have problems paying THR, and open a THR complaint post. Efforts in providing drinking wages include providing legal certainty to companies, giving appreciation in the form of relaxing the cost of paying groundwater taxes, and providing Wage Subsidy Assistance (BSU). In addition, efforts to deal with layoffs are carried out by providing training and competency tests to workers. However, the efforts carried out need to be optimized by the industrial relations institution in Depok City, which has not yet applied the technology field to solve industrial relations problems in the midst of the COVID-19 pandemic. Recommendations that can be given are making an online THR complaint website, providing training in the field of technology, providing criminal sanctions and fines paying a sum of money for companies that do not comply with government regulations, and holding more intense meetings to discuss industrial relations issues.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library