Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wan, Frederick Y.M.
New York: Chapman & Hall, 1993
515.64 WAN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agusniar Dian Savitri
Abstrak :
Penelitian Variasi Fonologis Bahasa Madura di Seluruh Jawa Timur dilatarbelakangi oleh 1) variasi bahasa Madura yang cenderung terjadi pada tataran fonologis; 2) ciri fonologis bahasa Madura, seperti kontoid aspirat dan geminat; 3) sebaran geografis penutur Madura yang membentuk kantong-kantong Madura di kepulauan Sumenep dan Pulau Jawa (Jawa Timur) baik di daerah tapal kuda maupun nontapal kuda; 4) hasil penelitian bahasa Madura sebelumnya yang cenderung mengaji variasi pada tataran leksikal dan pada daerah tertentu (tidak menyeluruh daerah Madura di Jawa Timur). Berdasar pada latar belakang tersebut, permasalahan yang dikaji adalah ?variasi fonologis bahasa Madura di seluruh Jawa Timur? yang bertujuan untuk 1) menentukan status variasi bahasa Madura di seluruh Jawa Timur; 2) menemukan pola variasi fonologis bahasa Madura di seluruh Jawa Timur; 3) memaparkan distribusi variasi fonologis bahasa Madura di seluruh Jawa Timur; dan 4) memetakan variasi fonologis bahasa Madura di seluruh Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode pupuan lapangan. Titik pengamatan berjumlah 40 yang mewakili seluruh daerah homogen Madura di Jawa Timur. Informan terdiri atas penutur tua dan penutur muda (laki-laki dan perempuan), yang masing-masing berjumlah dua informan utama. Jumlah informan seluruhnya 160 informan (80 informan tua, 80 informan muda). Daftar tanyaan yang digunakan adalah daftar tanyaan Pusat Bahasa yang terdiri atas kosakata dasar dan kosakata budaya. Simpulan penelitian terdiri atas 1) status variasi bahasa Madura yang terdiri atas dialek Madura Timur, dialek Madura Barat, dialek Bawean, dialek Malang, dialek Kepulauan, dialek Patemon-Bondowoso (penutur muda saja); leksikal bahasa Madura cenderung sama (tidak bervariasi); pembeda isolek Madura daerah satu dengan daerah lainnya adalah variasi fonologisnya; kriteria penentu status isolek pada variasi fonologis yang dikemukakan Guiter tidak cocok digunakan untuk situasi kebahasaan di Indonesia sehingga perlu dimodifikasi dengan cara menaikkan persentasenya; 2) pola variasi fonologis bahasa Madura terdiri atas korespondensi dan variasi; variasi fonologis bahasa Madura cenderung bersifat sporadis 3) Distribusi variasi fonologis yang terdiri atas daerah vokoid, kontoid, silabel, dan daerah transisi tiga silabeldua silabel, daerah transisi kontoid aspiratnonaspirat dan kontoid geminatnongeminat; Bangkalan merupakan daerah pusat penyebaran (focal area) dan daerah asal (homeland) bahasa Madura di seluruh Jawa timur; arah penyebaran bahasa Madura di seluruh Jawa Timur dimulai dari Bangkalan ke Bawean, ke timur (Sampang-Pamekasan-Sumenep), dan ke Pulau Jawa. Sebaran dialek bahasa Madura tersebut sekaligus menunjukkan arah migrasi penutur bahasa Madura. 4) terdapat perubahan variasi fonologis, jumlah dialek, dan distribusinya dari penutur tua ke penutur muda. ...... The research on Phonological Variation of Madura Language in East Java was based on 1) the tendency that Madura language variation tends to happen on the phonological level; 2) the phonological characteristics of Madura Language; 3) the geographical distribution of Madura speakers that form Maduranese enclaves both in Sumenep archipelago and Java island (East Java) both in tapal kuda and non-tapal kuda; 4) the previous researches tend to study the variation on lexical level and on restricted area ( not all Maduranese area in East Java). Based on the above mentioned background, the problem discussed in this research is "phonological variation of Madura Language in East Java", which aims to 1) determine the variation status of Madura Language in East Java; 2) to find out the pattern of phonological variation of Madura Language in East Java; 3) to explain the distribution of the phonological variation of Madura Language in East Java; dan 4) to map the phonological variation of Madura Language in East Java. The method used in collecting data of this research is pupuan lapangan. There were 40 points of observation which represented all of homogenous Maduranese in East Java. Informants consisted of old speakers and young speakers (male and female). There were 160 informants (80 old informants, 80 young informants). The list of questions used in this research was from Language Center which consisted of basic vocabulary and cultural vocabulary. The conclusion of the research were as follows 1) the status of Madura Language variation which consisted of Madura timur dialect, Madura barat dialect, Bawean dialect, Malang dialect, Kepulauan dialect, Patemon-Bondowoso dialect (young informants only); the lexical of Madura Language tends to be similar (non-variation); the Madura isolect distinctive feature of one area to another is its phonological variation; the isolect determinated criteria on phonological variation proposed by Guiter was not suitable for Indonesian language situation so that modification is highly required by increasing the percentage; 2) the pattern of phonological variation of Madura Language which consisted of correspondency and variation; the phonological variation of Madura Language in East Java happens sporadically; 3) the distribution of phonological variation which consisted of vocoid area, contoid area, syllable area, transition area [u], transition area [a], transition area three-syllabletwo-syllable, transition area between aspirated and non aspirated contoid and between geminat and non geminat contoid; Bangkalan is both the center and of distribution (focal area) and the homeland of Madura Language in East Java; the direction of Madura Language distribution in East Java was initiated from Bangkalan to Bawean, heading east (Sampang-Pamekasan-Sumenep), and to Java island. The distribution of Madura Language has also shown the migration of Madura Language speakers. 4) there is a change in phonological variation and distribution from old speakers to young speakers.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2119
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriatnoko
Abstrak :
Basa Cerbon menjadi menarik untuk diteliti berlandaskan fakta kehadirannya sejak abad ke-14 di lingkungan Bahasa Sunda. Kondisi ini memunculkan permasalahan penelitian dialektologi untuk menelisik distribusi variasi bahasa dan penetapan status. Penelitian ini menggunakan ancangan kualitatif dan kuantitatif. Satuan unit penelitian adalah desa. Titik Pengamatan ditetapkan 55 desa dengan teknik sampling pemercontoh bertujuan (purposive sample) atau disebut criterion-based selection. Informan diperlakukan sebagai sumber data. Data bahasa dijaring dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar tanyaan, dikumpulkan dari 55 TP dengan menggunakan metode pupuan lapangan dengan teknik bersemuka dan perekaman, dianalisis dengan menggunakan metode berkas watas kata dan penghitungan jarak kosakata menggunakan metode dialektometri melalui teknik segitiga antardesa dan Polygones de Thiessen. Hasil analisis data disajikan secara deskriptif. Temuan-temuan hasil penelitian adalah sebagai berikut: dari jumlah 558 peta, ditemukan 209 peta variasi leksikal dan 349 peta variasi fonologis. Ditemukan pula 3 kelompok penutur Basa Cerbon, yaitu kelompok penutur Basa cerbon yang mengucapkan fonem vokal terbuka /a/ sebagai [a], yang mengucapkan fonem vokal terbuka /a/ sebagai [ɔ], yang mengucapkan fonem vokal terbuka /a/ sebagai [a], [ɔ]. Ditemukan kosakata khas dan hibrida dalam Basa Cerbon. Hasil analisis data menemukan distribusi kosakata serapan dari Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, dan Bahasa Indonesia dari jangkauan satu TP ke jangkauan 54 TP. Hasil penghitungan dialektometri berkesimpulan Basa Cerbon belum dapat disebut sebagai sebuah "bahasa tersendiri" karena capaian variasi leksikal menurut kriteria Guiter (1973) adalah "Beda Wicara", variasi fonologis dalam kriteria "Beda Dialek". Walaupun sebagai bagian dari Bahasa Jawa, Basa Cerbon memiliki frekwensi penggunaan kata gramatikal yang tinggi, sehingga Basa Cerbon tidak mudah dipahami oleh penutur jati Bahasa Jawa dari daerah lain, maka dalam hal ini kata gramatikal dapat menjadi penanda jatidiri penuturnya di Cirebon.
Basa Cerbon becomes interesting to be researched as the fact of its existence since 14 century in Bahasa Sunda environment. The condition brings up the problem in dialectology to research the distribution of language variations and the status of it. The research uses qualitative and quantitative approach. Desa is treated as research unit. 55 desa are treated as the sample by using criterion-based selection or purposive sample technique. Informans are treated as sources of data. Data are collected by using questionnaire which contains list of questions in it, obtained through participative observation method, face-to face conversation and recording techniques. Data are analysed by isogloss and dialectometry methods, using triangular interregional and polygones de Thiessen techniques. The result of analysis is presented descriptively. The findings of the research are as follows: From 558 maps, it is discovered 209 maps of lexical variation and 349 maps of phonological variation. It is found 3 groups of Basa Cerbon speakers, that is the group who pronounces the open vocal phoneme /a/ as [a], who pronounces the open vocal phoneme /a/ as [ɔ], who pronounce the open vocal phoneme /a/ as [a], [ɔ]. It is found special vocabularies and hybrid in Basa Cerbon, the distribution of vocabulary absorption of the language of Javanesse, Sundanesse and Indonesia from the range of one to fifty four points of observation. From the dialectometry counting it can be concluded that Basa Cerbon has not been able to state as "separate language" because the achieving of lexical variaton?according to Guiter (1973)?is "speech different", the achieving of phonological variation is "dialect different". Although Basa Cerbon is the part of Javanesse language, it has high frequency in using gramatical vocabulary, so it causes to be uneasy to understand by the javanesse speakers from other areas, so in this case, Basa Cerbon gramatical vocabulary can be the indication of its speakers identity in Cirebon.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2045
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiah
Abstrak :
ABSTRAK
Titanium Dioksida sebagai semikonduktor fotokatalisis telah banyak diaplikasikan untuk keperluan pemurnian air dan udara. Pada rangkaian sistem TiO2 untuk keperluan fotokatalisis, dapat digunakan TiO2 yang diimmobilisasikan dalam bentuk lapisan tipis dengan proses sol-gel. Jenis kristal yang paling aktif untuk keperluan fotokatalisis untuk degradasi polutan adalah anatase. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengoptimalkan proses fotokatalisis tersebut antara lain upaya untuk memperbesar persentase anatase dan memperbaiki karakteristik lapisan tipisnya. Pada penelitian mi, divariasikan jenis pelarut alkohol, lama kalsinasi dan pengulangan kalsinasi.Variasi pelarut alkohol yang digunakan yaitu metanol, etanol dan isopropanol. Persentase anatase pada Ti0 2 yang dihasilkan dari ketiga larutan berbeda, yang terbesar Ti0 2 dari larutan dengan pelarut metanol. Dari foto SEM terlihat bahwa proses sol-gel pada larutan dengan pelarut etanol menghasilkan proses gelasi sedangkan yang berpelarut isopropanol menghasilkan proses presipitasi. Luas permukaan lapisan yang paling besar adalah yang berasal dan larutan dengan pelarut isopropanol. Vaniasi lama kalsinasi yaitu 30 menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit, 2,5 jam, 5 jam, 7,5 jam dan 10 jam. Dari difraktogram sinar-X tenlihat bahwa semakin lama kalsinasi yang diberikan, jumlah anatase semakin sedikit. Percohaan ketiga adalah mengulangi kalsinasi setelah T10 2 terbentuk. Kalsinasi dilakukan dua kali masing-masing selama 45 menit. Persentase anatase pada kristal T102 jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang sekali kalsinasi selama 45 menit.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Alika
Abstrak :
Pada tahun 1980, penduduk etnis Jawa melakukan transmigrasi di Kecamatan SiakKecil, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Adanya transmigrasi ini menimbulkankontak bahasa antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Peningkatan mutusarana dan prasarana dapat menambah peluang terjadinya kontak bahasa antara sukuMelayu dan Jawa. Kontak bahasa yang terjadi pada dua etnis menimbulkan variasibahasa di Kecamatan Siak Kecil. Berdasarkan situasi tersebut, tulisan inimemaparkan variasi bahasa antardesa di Kecamatan Siak Kecil dengan menggunakanmetode dialektologi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode kuantitatifdalam penelitian ini menggunakan penghitungan dialektometri. Sementara itu,metode kualitatif digunakan untuk memaparkan situasi kebahasaan yang terdapat diSiak Kecil. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan penggunaan bahasa Jawa danMelayu di Kecamatan Siak Kecil berdasarkan kosakata dasar Swadesh dan sistemkekerabatan. Hasil penelitian menujukkan kontak bahasa yang terjadi di Siak Kecilmemengaruhi kosakata yang digunakan oleh penuturnya. Pemakaian bahasa Jawamenunjukkan adanya peminjaman bahasa dengan kosakata bahasa Melayu. Peminjaman bahasa juga terjadi pada penutur bahasa Melayu yang tinggal di daerahdominan bahasa Jawa. Sementara itu, penutur di daerah ibukota menggunakan bahasaIndonesia dalam tuturan sehari-hari.
In 1980, some Javanese migrated to Siak Kecil Subdistrict, Bengkalis Regency, Riau Province. Therefore, transmigration affected language contact between local people and migrants. In addition, improvement on infrastructures and facilities quality may increase the chances of language contact between Malay and Javanese people. Language contact that occurs between two ethnics may cause language varieties inSiak Kecil. Based on these issues, this thesis elaborates language varieties among villages in Siak Kecil Subdistrict using dialectology method, in both quantitative and qualitative analysis. The quantitative method using dialectometric calculation. Meanwhile, the qualitative method is used to describe language situation in Siak Kecil. This research aims to map the use of Javanese and Malay language in Siak Kecil Subdistrict based on Swadesh and kinship system list. The result shows language contact in Siak Kecil affects vocabulary which used by the speakers. The usage of the Javanese vocabulary shows language borrowing with Malay vocabulary. Language borrowing also occurs in Malay speakers who live in Javanese language dominant area. Meanwhile, speakers who live in capital city use Indonesian language in everyday speech.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komzsik, Louis
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2009
620.001 5 KOM a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Merryna Nurhaga
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8200
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadlia Fardhana
Abstrak :
Clinical pathway merupakan sebuah alat untuk menjaga kualitas pelayanan dan efisiensi biaya dengan cara menstandarkan pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari implementasi clinical pathway terhadap peningkatan kualitas pelayanan dan pengeluaran biaya yang lebih efisien. Analisis dampak dari implementasi clinical pathway dilakukan dengan cara membandingkan lama hari rawat, pelayanan, dan tagihan antara kelompok sebelum dan setelah implementasi clinical pathway dengan standar pelayanan. Tidak ada perbedaan rata-rata yang signifikan antara sebelum dan setelah clinical pathway pada lama hari rawat yaitu sebesar 5,9 hari, namun pada setelah clinical pathway terjadi penurunan variasi dan lebih mengikuti standar dalam clinical pathway. Variasi laboratorium dan radiologi mengalami penurunan pada kelompok setelah clinical pathway namun pada obat terjadi peningkatan jumlah variasi. Tagihan pasien mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 19,66%. Peningkatan tagihan disebabkan oleh lama hari rawat yang cenderung lebih panjang pada kelompok setelah clinical pathway sehingga meningkatkan biaya akomodasi dan tindakan. Rumah sakit perlu melibatkan seluruh tenaga kesehatan terkait mulai dari proses pembuatan clinical pathway hingga implementasinya agar proses implementasi menjadi lebih maksimal. Selain itu, diperlukan peninjauan dan sosialisasi perihal peraturan terkait Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan, Panduan Praktik Klinis, dan clinical pathway oleh Kementerian Kesehatan, serta diperlukan kerja sama antara rumah sakit, Kementerian Kesehatan, dan BPJS dalam penyusunan hospital base rate untuk perbaikan tarif INACBG.
Clinical pathway is a tool to maintain service quality and cost efficiency by standardizing services. This study aims to determine the variations of medical services and costs by comparing before and after clinical pathway implementation. Medical services that were compared with service standard were length of stay and medical services including laboratory, radiology, and drugs. In this study, costs were the calculation of patients bills. There was no significant difference between the average length of stay before and after the clinical pathway, which was 5.9 days, but after clinical pathway group followed standard more precise with a decrease in variation. Laboratory and radiological variations decreased in the group after clinical pathway but for the drugs, there was an increase in the number of variations. Patient bills experienced a significant increase of 19.66%. The increase of patient bills was caused by length of stay which tend to be longer in groups after clinical pathway, thereby increasing accommodation and medical service costs. Hospitals need to involve all related medical practitioner starting from clinical pathway planning process to the implementation, so then the implementation become better. In addition, it is necessary to review and socialize regulation regarding National Health Service Guidelines, Clinical Practice Guidelines, and clinical pathway by the Ministry of Health, and cooperation between hospitals, Ministry of Health, and Social Insurance Administration Organization is required in preparation of base rate hospitals to improve INA-CBG tariffs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian isolasi dan seleksi bakteri termofilik penghasil xilanase dari sumber air panas di desa Batukuya, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri (LTB), BPP Teknologi, Serpong. Penelitian bertujuan memperoleh isolat bakteri termofilik yang manghasilkan xilanase termostabil dan mengetahui konsentrasi substrat dan pH optimum produksi xilanase dari isolat bakteri tersebut. Isolasi diawali dengan regenerasi sampel yang telah disimpan selama 18 bulan pada suhu -85° C menggunakan medium cair LB+xilosa. Isolasi, purifikasi dan penghitungan indeks aktivitas xilanase dilakukan pada medium padat LB+xilan (oat spelt). Isolat yang diperoleh dihitung indeks aktivitas xilanolitiknya (IAX) dengan cara mengukur diameter koloni dan diameter zona bening. Produksi xilanase dilakukan selama 24 jam; suhu 55° C; 150 rpm menggunakan medium cair LB + xilan dengan variasi konsentrasi substrat 0,2%; 0,35%; 0,5%; 0,65% dan 0,8% (g/ml) dan variasi pH 5, 6, 7, 8 dan 9. Enzim kasar yang diperoleh dihitung aktivitas, kadar protein dan aktivitas spesifiknya. Hasil yang diperoleh hanya satu isolat, yaitu isolat Bky/9/4a yang memiliki rerata IAX sebesar 3,09. Isolat Bky/9/4a mencapai aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik optimum pada masa inkubasi 16 jam, sedangkan kadar protein relatif tetap selama masa inkubasi. Produksi xilanase dengan variasi konsentrasi substrat mencapai aktivitas optimum pada konsentrasi 0,5% (8,85 U/ml), sedangkan produksi xilanase dengan variasi pH mencapai aktivitas tertinggi pada pH 6 (16,64 U/ml). Hasil analisis statistik ANOVA pada α=0,05 menunjukkan bahwa variasi konsentrasi substrat dan pH yang diuji tidak berpengaruh terhadap aktivitas xilanase dan kadar protein.
Universitas Indonesia, 2007
S31435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Rahayu
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas variasi dan persebaran bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen. Bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen menarik untuk diteliti karena dipengaruhi oleh dua dialek, yaitu dialek Yogyakarta dan dialek Banyumasan. Pengambilan data dilakukan di 26 kecamatan di Kebumen dengan menggunakan metode pupuan lapangan. Sementara itu, daftar tanyaan yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh dan kosakata budaya dasar bidang kata tugas. Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk peta bahasa lambang. Pengolahan selanjutnya dilakukan dengan membuat berkas isoglos dan penghitungan dialektometri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Kebumen tidak ada perbedaan dialek atau perbedaan bahasa. Bahasa Jawa yang digunakan di Kebumen adalah bahasa Jawa dialek Banyumasan atau dialek Ngapak. Hal tersebut sesuai dengan pengakuan masyarakat penutur bahwa mereka menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan. Selain itu, ditemukan variasi fonologis dan variasi leksikal. Variasi fonologis dipengaruhi oleh dialek Banyumasan dan dialek Yogyakarta, begitu juga dengan variasi leksikal. Ditemukan pula kosakata khas yang bekembang dalam bahasa Jawa di Kebumen.
ABSTRACT
This paper discusses Javanesse language variation and distribution in Kebumen District. Javanesse Language in Kebumen District becomes interesting to be researched because influenced by two dialects, containing Yogyakarta dialect and Banyumasan dialect. Data is collected at 26 districts in Kebumen using questionnaire. Meanwhile, the list of questions used are Swadesh basic vocabulary and basic vocabulary of the function word. The result of this study is shown in map form language of symbols. The further data processing is done by creating isoglos and counting of dialectometri. The result of this study indicates that in Kebumen there is no dialect or language difference. The Javanesse language used in Kebumen is Banyumasan dialect or Ngapak dialect. This is in accordance with the recognition of the speakers community that they use the Banyumasan or Ngapak dialect. In addition, there are phonological variations and lexical variations. Phonological variations and lexical variations are influenced by Banyumasan dialect and Yogyakarta dialect. It is found special vocabularies in Javanesse language in Kebumen.
2017
S69676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>