Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Fauzi Trinanda
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari abu sekam padi (RHA) sebagai sumber silika untuk larutan aktivator geopolimer berbahan baku metakaolin. Pada penelitian ini digunakan dua jenis abu sekam padi dengan komposisi silika yang tidak jauh berbeda, tetapi memiliki sifat kristalinitas yang berbeda. Abu sekam padi dilarutkan menggunakan larutan KOH dengan konsentrasi sebesar 8 M selama 4, 8 dan 24 jam. Hasil pelarutan optimum dicapai setelah proses pelarutan selama 24 jam untuk kedua jenis abu sekam padi. Besar persen massa terlarut dari kedua jenis abu sekam padi menunjukkan hasil yang berbeda. Abu sekam padi dengan sifat yang lebih amorf memiliki kelarutan yang lebih tinggi dengan pengurangan massa sebesar 80,4 % dan penurunan kadar silika hingga 32,04 %. Larutan dengan kelarutan paling optimum kemudian digunakan sebagai aktivator geopolimer berbahan dasar metakaolin (Metastar®) dengan variasi perbandingan antara metakaolin dan larutan sebesar 60:40, 60:60 dan 40:60 dan digeopolimerisasi pada suhu 60 OC selama 24 jam. Hasil uji tekan menunjukkan kekuatan optimum didapatkan pada komposisi antara metakaolin dan larutan aktivator sebesar 40:60 dengan kekuatan rata-rata sebesar 11,38 MPa. ......This research assesses the feasibility of rice husk ash (RHA) as raw materials for the production of metakaolin-based geopolymer pastes. Two kinds of RHA were used in this research with a bit different of composition in silica, but have different cristallinity. At the beginning, the RHA samples were being dissolved into KOH with concentration of 8M for 4, 8 and 24 hours. The optimum solubility of RHA samples was reached after being dissolved in 24 hours for both RHAs. However, the dissolved mass percentage of these RHA shows different results. Amorphous RHA has higher dissolved mass of 80,4 % and reduction of silica composition up to 32.04%. Then, the solution with optimum solubility being used as activator for metakaolin-based geopolymer pastes with three variations of metakaolin to solution ratio of 60:40, 50:50 and 40:60 and being cured in 60 OC for 24 hours. The result shows optimum compressive strength was reached by metakaolin to solution ratio of 40:60 with average compressive strength of 11,38 MPa.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Aryasatiana Azzahra
Abstrak :
Geopolimer adalah bahan bangunan ramah lingkungan sebagai subtitusi semen portland. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimal dalam proses pembentukan geopolimer untuk mencapai nilai kuat tekan terbaik. Fokus penelitian ini adalah pada pengaruh suhu pelarutan aktivator, yaitu NaOH dan Na2SiO3, dengan variasi suhu pelarutan 30°C, 40°C, dan 50°C, serta penambahan semen portland sebesar 5%, 10%, dan 15% terhadap berat fly ash sebagai prekursor. Nilai kuat tekan terbaik, yaitu 20,12 MPa, dicapai pada sampel dengan suhu pelarutan aktivator alkali 40°C dan substitusi semen portland sebesar 15% terhadap fly ash. Nilai tersebut lebih tinggi daripada sampel kontrol semen portland yang memiliki kuat tekan sebesar 19,42 MPa. Sampel terbaik tersebut kemudian dikarakterisasi dengan beberapa uji, yang mengindikasikan pembentukan beberapa kristal baru seperti kuarsa, okenite, faujasite-Na, anortit, dan aluminocoquimbite yang memiliki tingkat kekerasan mineral cukup tinggi. Selain itu, terdeteksinya ikatan-ikatan seperti Si-O-Si dan Al-O-Si yang lebih kuat pada sampel dengan nilai kuat tekan tertinggi. ......Geopolymer is an environmentally friendly building material used as a substitute for Portland cement. This research aims to determine the optimal conditions in the geopolymer formation process to achieve the best compressive strength value. The focus of this research is on the influence of the dissolution temperature of activators, namely NaOH and Na2SiO3, with dissolution temperature variations of 30°C, 40°C, and 50°C, as well as the addition of Portland cement by 5%, 10%, and 15% by weight of fly ash as a precursor. The best compressive strength value, which is 20.12 MPa, was achieved in samples with an alkali activator dissolution temperature of 40°C and a substitution of 15% Portland cement for fly ash. This value is higher than the control sample of Portland cement, which has a compressive strength of 19.42 MPa. The best samples were then characterized with several tests, indicating the formation of several new crystals such as quartz, okenite, faujasiteNa, anorthite, and aluminocoquimbite, which have a relatively high mineral hardness level. In addition, the presence of stronger bonds such as Si-O-Si and AlO-Si was detected in samples with the highest compressive strength value.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chang-Hwei, Chen
Abstrak :
The book discusses subjects associated with foreign compound metabolizing enzymes with emphasis on biochemical aspects, including lipophilic foreign compounds, catalytic properties, reactive intermediates, biomedical and biochemical effects, genetic polymorphisms, enzyme inducibility, enzyme modulation for health benefits, dietary related enzyme modulators, and structural characteristics of enzyme inducers.
New York: Springer, 2012
e20401382
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Surjawan
Abstrak :
Stroke iskemik merupakan suatu disfungsi jaringan otak yang disebabkan oieh penurunan aliran darah ke otak. Penyebab tersering penurunan aliran darah ke otak adalah aterotrombosis dan emboli serebral. Untuk mencegah stroke diperlukan pengenalan dan pengendalian terhabap faktor risiko stroke. Seat ini peningkatan kadar plasminogen activator inhibitor-I (PAI-I) telah dinyatakan sebagai faktor risiko penyakit jantung iskemik. Peningkatan kadar, PAI-1 telah dihubungkan dengan penurunan aktivitas sistem fibinolisis. Mengenai hubungan antara kadar PAI-1 dengan stroke iskemik masih belum jelas. Pada penelitian ini ingin diketahui hubungan antara kadar PAI-1 dengan stroke iskemik. Selain itu, pada penelitian ini juga ingin diketahui hubungan antara kadar PAI-1 dengan faktor risiko stroke iskemik Iainnya seperti usia, jenis kelamin, status metabolik glukosa terganggu, hipertrigliseridemia, obesitas dan hipertensi. Oleh karena keterbatasan jumlah subjek penelitian, maka kami mengawalinya dengan suatu penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan rancangan kasus kontrol, melibatkan 38 subjek penderita stroke iskemik dan 38 subjek kontrol yang telah memerwhi kriteria penelitian. Kadar PAI-1 diperiksa dengan metode ELISA menggunakan reagen Asserachrom PAI-1 dari Stago. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara kadar PAI-1 dengan stroke iskemik mempunyai nilai rasio odds sebesar 3.1, tetapi secara statistik hubungan ini tidak bermakna karena nilai 95 % interval kepercayaan adalah 0.757 - 12.790 (p = 0.103). Hasil analisis multivariat dengan regresi multipel menunjukkan adanya hubungan yang Iemah namun bermakna antara kadar PAI-i dengan usia (r = -0.2; p = 0.020), hipertensi (r = -0.2; p = 0.042) dan hipertrigliseridemia (r = 0.3; p = 0.004), tetapi tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar PM-1 dengan jenis kelamin (p = 0.616), status metabolik glukosa terganggu (p = 0.653) dan obesitas (p = 0.328). Hubungan antara kadar PAI-1 dan faktor risiko stroke Iainnya dapat digambarkan melalui persamaan berikut yaitu kadar PAI-1 = 55.4 - 0.5 x (usia) - 5.3 x (hipertensi) + 11.1 x (hipertrigliseridemia). Untuk mendapatkan kesimpulan, penelitian pendahuluan ini sebaiknya dilanjutkan dengan jumlah sampel yang cukup.
Ischemic stroke is a cerebral dysfunction caused by decreased cerebral blood flow. The main causes of decreased cerebral blood flow are atherothrombosis and cerebral emboli. In attempt on stroke prevention, risk factors of stroke should be recognized and controlled_ Recently increased plasminogen activator inhibitor--1 (PAI-1) has been established as a risk factor for ischemic heart disease. Increased PAI-1 level is associated with decreased fibrinolytic activity. The association of increased PAI-1 level with ischemic stroke remains unclear. The aim of this study was to analyze the relationship between PAI-1 level and ischemic stroke_ In addition, the relationship between PAI-1 level and other risk factors of ischemic stroke such as age, gender, uncontrolled blood glucose, hypertriglyceridemia, obesity and hypertension, would also be analyzed. Due to the limitation of sample size, we begin with a preliminary study. This preliminary study was a case control design, involved 38 patients of ischemic stroke and 38 control subjects who fulfilled the criteria. The level of PAI-1 was determined by ELISA method using Asserachrom PAI-1 from Stago. The results indicated that the odds ratio of the relationship between PAI-1 level and ischemic stroke was 3.1, but this relationship was not statistically significant since the 95 % confidence interval was 0.757 - 12.790 (p = 0.103). The result of multivariate analysis with multiple regression showed that there were significant weak correlation between PAM level with age (r = -0.2; p = 0.020), hypertension (r = -0.2; p = 0.042), and hypertriglyceridemia (r = 0.3; p = 0.004) but there were no correlation between PAI-1 level with gender (p = 0.616), uncontrolled blood glucose (p = 0.653), and obesity (p = 0.328). The relationship of PAI-1 level and other risk factors could be described by this formula, PAI-1 level = 55.4 - 0.5 x (age) - 5.3 x (hypertension) + 11.1 x (hypertrygliceridemia). To obtain a conclusion, this preliminary study should be continued with adequate sample size.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T55745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pratiwi
Abstrak :
Kanker merupakan suatu penyakit yang dapat terjadi karena adanya kegagalan apoptosis. Kegagalan apoptosis ini disebabkan karena MDM2 menghambat aktivitas dari p53 sehingga procaspase-3 tidak teraktivasi menjadi caspase-3. Saat ini, pengobatan kanker telah banyak diterapkan. Namun pengobatan yang lebih efektif selalu dibutuhkan karena penyakit kanker terus bermutasi. Pencarian pun dilakukan dari sumber-sumber alam termasuk yang berasal dari laut. Pencarian senyawa bioaktif dari organisme laut ini tidaklah mudah sebab membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak murah. Oleh karena itu, digunakan pengujian secara in silico. Pada penelitian ini dilakukan penambatan senyawa bioaktif yang berasal dari saponin dan 2,5-piperazindion terhadap inhibitor MDM2 dan aktivator procaspase-3 dengan menggunakan parameter AutoDock dan Vina. Dari hasil penambatan, senyawa bioaktif terbaik yang direkomendasikan ialah yang memiliki energi bebas ikatan rendah yaitu 18-Oxotryprostatin A dan Intercedenside A sebagai Inhibitor MDM2 serta 6-Methoxyspirotryprostatin B dan Frondoside A sebagai aktivator procaspase-3. ...... Cancer is a disease that can occur because of apoptosis failure. The cause of apoptosis failure is MDM2, which can inhibit the activity of p53 so procaspase 3 can rsquo t be activated to caspase 3. Currently, the treatment of cancer has been applied widely. But the effective treatment always needed because cancer has been mutated. One of the treatments is the search of natural resources that comes from the sea. The search for bioactive compound from marine organisms is not easy because it takes a long time and the cost is not cheap. Therefore, in silico method is used. In this research, we employed docking of bioactive compounds from saponin and 2,5 piperazinedione towards MDM2 inhibitor and procaspase 3 activator will be performed by using AutoDock and Vina. Based on the docking results, best recommended bioactive compounds are those who have low binding energy, they are 18 Oxotryprostatin A and Intercedenside A as MDM2 Inhibitor and 6 Methoxyspirotryprostatin B and Frondoside A as procaspase 3 activator.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Fahira Jatiputro
Abstrak :
Pada penelitian ini, pembentukan geopolimer divariasikan rasio arang tempurung kelapa terhadap abu terbang sebagai sumber aluminasilikat sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15%.  Sumber aluminasilikat yang divariasikan kemudian dicampur dengan larutan alkali aktivator yang berupa NaOH dan water glass dengan berbagai suhu yaitu, 30oC (suhu ruang), 40oC, dan 50oC. Karakterisasi yang akan diujikan berupa analisis kuat tekan, analisis komposisi XRF, analisis kristalinitas XRD, dan analisis gugus fungsi FTIR. Kuat tekan terbaik yang dihasilkan bernilai 21,34 MPa dengan rasio bahan baku 85% abu terbang dan 15% arang tempurung kelapa, yang melalui proses pencampuran alkali aktivator pada suhu 40oC. Nilai tersebut lebih tinggi dari sampel semen Portland sebagai sampel kontrolnya yang bernilai 19,42 MPa. Dalam variasi rasio arang tempurung kelapanya, nilai kuat tekan tersebut naik 48% dibanding variasi tanpa arang tempurung kelapa. Sementara dalam variasi suhu pelarutan alkalinya, nilai kuat tekan naik 62% dari pelarutan pada suhu ruang. Hasil analisis XRF menunjukan adanya peningkatan kadar Si dan Al pada sampel geopolimer dibanding bahan bakunya. Hail analisis XRD menunjukan adanya mineral pargasite, kuarsa, girolit, dan biotit pada geopolimer. Sementara hasil analisis FTIR menunjukkan adanya ikatan Si-O/Al-O pada bilangan gelombang 1399,69 dan ikatan Si-O-Si pada bilangan gelombang 1078,67 ......In this study, the ratio of coconut shell ash to fly ash as a source of aluminasilicate was varied by 0%, 5%, 10%, and 15%. The various aluminasilicate sources were then mixed with an alkaline activator solution in the form of NaOH and water glass at various temperatures, such as 30oC (room temperature), 40oC and 50oC. The characterization that will be tested is in the form of compressive strength analysis, composition analysis of XRF, crystallinity analysis of XRD, and functional groups analysis of FTIR. The best compressive strength is 21.34 MPa with a ratio of 85% fly ash and 15% coconut shell ash, which is mixed with an alkaline activator at 40oC. This value is higher than the Portland cement sample as the control sample which is 19.42 MPa. In the variation of the coconut shell ash ratio, the compressive strength value increased by 48% compared to the variation without coconut shell ash. Meanwhile, with variations in the temperature of the alkaline dissolving, the compressive strength increased by 62% from dissolution at room temperature. The results of the XRF analysis showed an increase in Si and Al levels in the geopolymer samples compared to the raw materials. The results of the XRD analysis showed the presence of pargasite, quartz, gyrolite and biotite minerals in the geopolymer. While the results of FTIR analysis showed the presence of Si-O/Al-O bonds at wave number 1399.69 and Si-O-Si bonds at wave number 1078.67.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Nurul Iman
Abstrak :
Beton merupakan material bangunan yang sering digunakan dan salah satu bahan bakunya adalah semen. Namun produksi semen memberi dampak tidak baik berupa emisi (CO2) yang mana setiap ton mengeluarkan hingga 622 kg CO2. Untuk mengatasi permasalah tersebut, material geopolimer dikembangkan. Pada penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi dan rasio massa aktivator alkali dengan abu sekam padi terhadap produk geopolimer dan karakteristiknya. Jenis aktivator alkali yang digunakan yaitu NaOH/Na2SiO3 dan NaOH/NaHCO3 dengan rasio massa yang digunakan adalah 0,20, 0,25, dan 0,3 serta konsentrasi larutan 8, 10, dan 12M. Hasil yang didapatkan yaitu berdasarkan pengujian XRF, komposisi yang dominan pada abu sekam padi berupa SiO2 sebesar 97,61% dan kuat tekan terbaik yang didapatkan sebesar 1,61 MPa menggunakan aktivator alkali NaOH/Na2SiO3 dengan rasio massa 0,3 dan konsentrasi 12M. Setelah proses reaksi geopolimerisasi, terdeteksi kristal-kristal yang baru yang terbentuk seperti zeolite (Na2Al2Si2O8. xH2O), anorthite (Ca(Al2Si2O8)), albite high (Na(AlSi3O8)), felspar (KAlSi3O8 – NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8), coesite (SiO2), dan diiron(III) tri(sulfate(IV)). Serta reaksi geopolimerisasi yang terjadi juga ditunjukkan dengan adanya ikatan geopolimer yang terbentuk pada fingerprint region seperti Si-O/Al-O dan Si-O-Si. ......Concrete is a building material that is often used and one of the raw materials is cement. However, cement production has an unfavorable impact in the form of emissions (CO2) which each ton emits up to 622 kg of CO2. To overcome these problems, geopolymer materials were developed. This study aims to determine the effect of concentration and mass ratio of alkaline activator with rice husk ash on geopolymer products and their characteristics. The type of alkaline activator used is NaOH/Na2SiO3 and NaOH/NaHCO3 with the mass ratios used are 0.20, 0.25, and 0.3 and the solution concentrations are 8, 10, and 12M. The results obtained are based on XRF testing, the dominant composition of rice husk ash in the form of SiO2 is 97.61% and the best compressive strength obtained is 1.61 MPa using alkaline activator NaOH/Na2SiO3 with a mass ratio of 0.3 and a concentration of 12M. After the geopolymerization reaction, new crystals were detected such as zeolite (Na2Al2Si2O8. xH2O), anorthite (Ca(Al2Si2O8)), high albite (Na(AlSi3O8)), feldspar (KAlSi3O8 – NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8), coesite (SiO2), and diiron(III) tri(sulfate(IV)). And the geopolymerization reaction that occurs is also indicated by the presence of geopolymer bonds formed in the fingerprint region such as Si-O/Al-O and Si-O-Si.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astika Kurniawati
Abstrak :
Paint, salah satu jenis organic coating, merupakan zat yang dapat digunakan untuk melindungi baja dari lingkungannya sehingga dapat mencegah proses korosi. Perkembangan teknologi membuat paint dapat diaplikasikan di lingkungan air laut, seperti glass flake epoxy coating yang mengandung pigmen micro glass flake. Namun keberhasilan proteksi dari paint sangat ditentukan oleh preparasi permukaan yang baik. Sehingga diperlukan sistem pelapisan dan preparasi permukaan yang baik.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui ketahanan korosi, kekuatan adesi, dan ketahanan termal dari glass flake epoxy coating pada substrat baja karbon. Preparasi permukaan dilakukan dengan pengamplasan dengan variasi grit amplas 100, 150, dan 180. Rasio pencampuran volum antara base dan activator yang digunakan ialah sebesar 2,5:1, 3,5:1, dan 4,5:1.

Ketahanan korosi dari lapisan diketahui melalui pengujian sembur garam selama 96 jam. Sedangkan kekuatan adesi lapisan dengan substrat diketahui melalui pulloff adhesion test (dengan kekuatan tarik maksimal alat sebesar 3,5 N/mm²). Untuk mengetahui ketahanan termal lapisan dilakukan pemanasan pada temperatur 150°C selama 15 menit. Pengamatan metalografi juga dilakukan untuk mengetahui struktur dari lapisan film dan juga lapisan interface antara lapisan film dan substrat baja.

Dari pengujian sembur garam didapat nilai peringkat lebar goresan pada semua sampel uji menurun dari 10 menjadi 9 dengan meningkatnya waktu pemaparan. Sedangkan dari pengujian adesi didapat hasil bahwa kekuatan adesi dari lapisan ialah lebih besar dari 3,5 N/mm² karena tidak ada lapisan film yang terangkat dari substrat baja hingga kekuatan tarik maksimal 3,5 N/mm². Secara visual, lapisan film tidak mengalami kerusakan setelah proses pemanasan.
Paint, one type of organic coatings, is a substance can be used to protect steel from its environment so that corrosion can be prevented. Technology development makes paint can be used in marine environment, like glass flake epoxy coating containing micro glass flake pigment. However, good surface preparation has strong effect in producing successful paint protection. So, there must be a good painting system and a good surface preparation to create a good protection.

This research was conducted to evaluate corrosion resistance, adhesion strength, and thermal resistance of glass flake epoxy coating in steel substrate. Surface preparation was performed by grinding using grinding grit of 100, 150, and 180. Mix ratios of volume between base and activator used were 2,5:1, 3,5:1, and 4,5:1.

The corrosion resistance was known by salt spray test with 96 hours of exposure. The adhesion strength was acquired from pull-off adhesion test (with 3,5 N/mm² maximum tensile strength). The coating was heated in 150°C temperature for 15 minutes to get thermal resistance value of the coating. Metallographic examination was also performed to observe the structure of the coating film and interface layer between the coating film and the substrate.

From the salt spray test, the value of rating number decreased from 10 to 9 with increasing exposure time. The adhesion strength of the coatings was higher than 3,5 N/mm², because there were no failure of all film until 3,5 N/mm² maximal tensile load were applied to the coating. From visual examination, there were no film degradation after heating.
2008
S41721
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Eka Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Pemeriksaan thyroid-stimulating hormon TSH) merupakan salah satu pemeriksaan utama dalam mendiagnosis kelainan pada kelenjar tiroid. World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemeriksaan kadar TSH menggunakan bahan serum. Penggunaan plasma dapat membantu pencapaian turn around time (TAT) laboratorium namun perbedaan hasil pengukuran antara serum dan plasma belum diketahui. Pada penelitian dibandingkan hasil pengukuran kadar TSH menggunakan tabung penampung serum dengan clot activator tanpa gel pemisah (Tabung I), tabung penampung plasma dengan antikoagulan heparin tanpa gel pemisah (Tabung II), dan tabung penampung plasma dengan antikoagulan heparin dan gel pemisah (Tabung III). Selain itu juga dilihat gambaran kadar TSH berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kadar glukosa darah sewaktu. Desain penelitian adalah potong lintang dengan menggunakan 89 subjek penelitian yang dipilih secara censecutive sampling. Didapatkan median kadar TSH pada tabung I, II, dan III secara berturut-turut sebesar 1,380 (0,032-7,420) µIU/mL, 1,380 (0,030-7,480) µIU/mL, dan 1,360 (0,030-7,460) µIU/mL. Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar TSH ketiga tabung secara statistik. Median selisih kadar TSH antara tabung II dan III dengan tabung I secara proporsional didapatkan sebesar -0,9% (-7,2 - 2,2)% dan -1,7% (-8,0 - 1,6)%. Penyimpangan kadar TSH tabung II dan III yang didapatkan telah sesuai dengan nilai ketidaktepatan yang dapat diterima menurut Ricos. Didapatkan gambaran median kadar TSH pada kelompok laki-laki dan perempuan secara berturut-turut sebesar 1,500 (0,032-4,250) µIU/mL dan 1,345 (0,058-7,420) µIU/mL. Median kadar TSH pada kelompok usia 31-40 tahun dan >61 tahun secara berturut-turut sebesar 1,190 (0,609-3,240) µIU/mL dan 1,730 (0,088-5,760) µIU/mL. Pada kelompok glukosa darah sewaktu <200 mg/dL didapatkan nilai median glukosa darah sewaktu pada kelompok kadar TSH di atas nilai rujukan, dalam rentang nilai rujukan dan dibawah nilai rujukan secara berturut-turut sebesar 175 (151-199) mg/dL, 89 (60-190) mg/dL, dan 107 (73-117) mg/dL. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa spesimen dari ketiga tabung penampung dapat digunakan untuk pemeriksaan kadar TSH tanpa memberikan perbedaan hasil yang bermakna baik secara statistik maupun secara klinis. Gambaran kadar TSH yang didapatkan menunjukkan nilai median kadar TSH lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, terdapat pola peningkatan kadar TSH pada kelompok usia yang lebih tua, dan nilai median glukosa lebih tinggi pada kelompok kadar TSH di atas rentang nilai rujukan.
ABSTRACT
Thyroid-stimulating hormone (TSH) is one of the important laboratory parameters in diagnosing the thyroid gland abnormalities. The World Health Organization (WHO) recommends using serum samples to measure TSH levels. The use of plasma samples can help to improve laboratory turn around time (TAT) but the difference of measurements results between serum and plasma samples is unknown. The aims of this atudy were to compare TSH levels using serum tubes with clot activator (Tube I), plasma tubes with heparin anticoagulants (Tube II), and plasma tubes with heparin anticoagulant and gel separator (Tube III), and to show an overview of TSH levels according to gender, age, and random blood glucose levels. A cross sectional study was conducted using 89 blood samples from subjects that were selected by consecutive sampling. The median TSH levels in tubes I, II, and III were 1.380 (0.032-7.420) µIU/mL, 1.380 (0.030-7.480) µIU/mL, and 1.360 (0.030-7.460) µIU/mL respectively. There were no statistically significant differences in TSH levels of the three tubes. The median TSH levels differences of tubes II and III compared to tube I were -0.9% (-7.2 - 2.2) and -1.7% (-8.0 - 1.6) respectively. Biases of the measurement results obtained were in accordance with the spesicified desirable bias according to Ricos. The median TSH levels of the male and female groups was 1.500 (0.032-4.250) µIU/mL and 1.345 (0.058-7.420) µIU/mL respectively. Median TSH levels of 31-40 years old age group and >61 years old age group were 1.190 (0.609-3.240) µIU/mL and 1.730 (0.088-5.760) µIU/mL respectively. In the group of blood glucose level <200 mg/dL, the median of blood glucose level according to above, within, and below reference range of TSH were 175 (151-199) mg/dL, 89 (60-190) mg/dL, and 107 (73-117) mg/dL. In conclusion, specimens from the three tubes could be used to examine TSH levels without giving neither statistically nor clinically significant difference. The measurement of TSH levels obtained in the study showed a higher median TSH levelin the male group compared to the female group, higher TSH levels in the older age group, and a higher median glucose level in the TSH group above the reference range of TSH.

2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Nuriswarawati
Abstrak :
PT Kawasan industri Jababeka merupakan suatu perusahaan swasta yang bergerak di bidang pengembangan kawasan industri di daerah Cikarang, kabupaten daerah tingkat II Jawa Barat. Pada kawasan ini terdapat 1008 buah industri yang bergerak di berbagai bidang. Limbah cair yang dihasilkan bermacam-macam. Pengolahan Limbah cair ini dilakukan secara terpadu dengan menggunakan proses Lumpur aktif dengan menggunakan oxidation ditch. Efluen Iimbah cair ini harus memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999. Efluen ini dibuang ke saluran Cikarang Bekasi Laut. Menurut data analisis Laboratorium Jababeka, nilai COD masih di atas baku mutu sehingga perlu penanganan lebih lanjut. Selain itu limbah Lumpur aktif (waste activated sludge) yang dihasilkan cukup banyak sehingga menjadi beban ekonomi bagi pengelola karena biaya pembuangannya cukup mahal. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh Jababeka dalam hal limbah cair industri di Jababeka. 2. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah cair industri di VVWTP Jababeka. 3. Untuk mengetahui kemampuan aktivator biologis untuk mereduksi TS, TVS, TSS dan COD dalam Oxidation flitch dalam rangka upaya minimasi limbah cair industri di Jababeka. Penelitian ini bersifat deskriptif dan eksperimental dengan membuat pilot oxidation ditch yang merupakan scale down oxidation ditch VVWTP Jababeka. Eksperimen dilakukan dengan ulangan sebanyak empat kali dalam berbagai variasi dosis (0,5 ml, 2,5 mf, 5 ml) dengan waktu detensi 24 jam. Kemudian eksperimen dilakukan dengan variasi waktu detensi (24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam) untuk dosis aktivator biologis 0,5 ml dan 5 ml. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan penurunan parameter dengan variasi dosis. Kesimpulan dari penelitian ini: 1. Pengelolaan Iimbah cair di Kawasan Industri Jababeka sudah mengikuti arahan yang terdapat dalam Amdal Kawasan namun hasilnya tidak efektif terutama dalam hal pemantauan limbah cair industri. 2. Proses pengolahan limbah cair Kawasan industri Jababeka yang menggunakan metode lumpur aktif dengan oxidation ditch plant menghasilkan efluen yang sudah memenuhi baku mutu SK Gubernur Jawa Barat kecuali nilai COD yang masih di atas baku mutu. Selain itu, Oksigenasi oxidation ditch kurang, tidak adanya emergency plant menyebabkan rotor oxidation ditch tripped. Nilai MISS lumpur aktif pun cukup tinggi. 3. Kemampuan aktivator biologis dalam berbagai dosis untuk mereduksi TS, TVS, TSS dan COD dalam oxidation ditch dalam rangka upaya minimasi limbah cair industri menghasilkan kesimpulan bahwa dosis tidak berpengaruh pada kenaikan TVS dan penurunan TSS namun dosis berpengaruh pada kenaikan TS dan penurunan COD. Namun, perlu ada yang perlu digarisbawahi, dalam percobaan ini, masih dalam skala laboratorium sehingga untuk bisa dioperasionalkan harus di scale up dengan menggunakan pickle number. Penelitian ini menghasilkan saran: 1. Beban pemantauan lingkungan yang selama ini ditanggung PT Kawasan Industri Jababeka hendaknya dipindahkan ke masing-masing industri dengan mengirimkan efluen limbahnya ke laboratorium yang ditunjuk dan memberikan laporan langsung kepada Jababeka 2. Perlu ada perbaikan dari sistem oxidation ditch seperti penambahan tangki ekualisasi untuk menghindari shock loading, perbaikan oksigenasi pada oxidation ditch dengan menambah jumlah rotor. 3. Dalam pengelolaan limbah dapat ditambah aktivator biologis 0,5 mill agar dapat menurunkan COD sampai dengan di bawah baku mutu lingkungan.
Jababeka Industrial Estate is private company which develops industrial area in Cikarang, Bekasi, West Java. There are 1008 industries operate in Jababeka that produce wastewater everyday. The wastewater treatment of these industries is integrated in one plant using activated sludge process. According to the laboratory annual report, COD of supernatant is over the standard of Governor Decree of West Java No. 6 Year 1999. The activated sludge process also produces wasted sludge that cost a lot of money because the disposal is expensive. The aims of this research are: 1. To know environmental management in wastewater industry that implemented in Jababeka. 2. To know wastewater treatment process in Jababeka. 3. To know the removal of TS, TVS, TSS and COD by addition of Bio-Activator. This research used descriptive and experiment method by using two oxidation ditch pilot which a scale down of Jababeka oxidation ditch. This experiment is repeated four times with various dosage of Bio-Activator (0,5 m11L, 2,5 mi1L and 5 ml1L). The results are: 1. Jababeka has implemented environmental management in wastewater industry that stipulated in the environmental impact assessment of Jababeka but environmental control isn't goad enough, 2. Lack of oxygenation in oxidation ditch, sometimes oxidation ditch is tripped because there is no equalization tank, MLSS of sludge is very thick, because the activated sludge process is not in optimum condition. 3. There is no significant removal differences in various dosage except COD but can be used to reduce COD.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>