Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rochmad Adi Baskoro
"Adverse childhood experiences (ACE) yang terjadi pada mahasiswa di Indonesia menunjukkan prevalensi yang tinggi. ACE pada mahasiswa mempengaruhi kondisi kesehatan psikososial mereka. Penelitian ini memiliki tujuan ini untuk mengetahui bagaimana gambaran ACE dan strategi koping pada mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitaif yang dilakukan dengan analisis deskriptif dengan total responden 121 mahasiswa yang terdiri dari 49 laki-laki dan 72 perempuan dari rentang usia 19-22 tahun. Temuan data penelitian didapatkan bahwa mayoritas mahasiswa Universitas Indonesia mengalami ACE yaitu 116 (95,9%) mahasiswa memiliki pengalaman ACE; 5 (4,1%) mahasiswa tidak memiliki pengalaman ACE; 87 (71,9%) mahasiswa mengembangkan problem-focused coping; 29 (24%) mahasiswa mengembangkan emotion-focused coping; 5 (4,1%) mahasiswa mengembangkan avoidant coping). Maka dari itu perlu adanya perhatian khusus terhadap kondisi ini pada mahasiswa Universitas Indonesia untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif terhdap kesehatan psikososial mahasiswa.

Adverse childhood experiences (ACE) that occur in university students in Indonesia show a high prevalence. ACE in college students affects their psychosocial health conditions. This study has this goal to find out how the description of ACE and coping strategies in University of Indonesia students. This research is a quantitative research conducted using descriptive analysis with a total of 121 student respondents consisting of 49 males and 72 females from the age range of 19-22 years. The findings of the research data found that the majority of students at the University of Indonesia experienced ACE, namely 116 (95.9%) students had experience of ACE; 5 (4.1%) students had no ACE experience; 87 (71.9%) students developed problem-focused coping; 29 (24%) students develop emotion-focused coping; 5 (4.1%) students develop avoidant coping). Therefore, it is necessary to pay special attention to this condition in University of Indonesia students to anticipate negative impacts on students' psychosocial health."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Pebruarini
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan kecenderungan malingering pada partisipan yang merupakan warga binaan di lembaga pemasyarakatan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat kecenderungan untuk melakukan malingering pada korban yang pernah mengalami kekerasan seksual di masa kecil, karena adanya keuntungan eksternal yang diharapkan. Malingering kerap kali muncul pada warga binaan. Warga binaan juga ditemukan seringkali mengalami pengalaman buruk masa kecil. Partisipan berjumlah 86 warga binaan yang diminta untuk mengisi kuesioner Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) milik WHO (2011) dan Structured Inventory of Malingered Symptomatology (SIMS) milik Smith dan Burger (1997), yang kemudian diolah dengan mengunakan Pearson Correlations. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman buruk masa kecil dan kecenderungan malingering pada warga binaan dewasa di Lembaga Pemasyarakan Salemba, Cipinang, dan Cibinong.

ABSTRACT
This study is conducted to determine the relationship between adverse childhood experiences and the tendency of malingering among prisoner participants. Previous research found that victims who have experienced childhood sexual abuse have a tendency for malingering, because of the external incentive expected. Malingering often arise on inmates. Inmates also found that often got adverse childhood experiences. 86 inmates were asked to fill Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) made by WHO (2011) and Structured Inventory of Malingered Symptomatology (SIMS) made by Smith and Burger (1997). The data were then processed by using Pearson Correlations. The results of the find that there is a significant relationship between adverse childhood experiences and the tendency of malingering among adult inmates at the Lembaga Pemasyarakan Salemba, Cipinang, and Cibinong."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicky Adam Haykhal
"Penelitian ini meneliti hubungan antara adverse childhood experiences (ACE) dan perilaku promosi kesehatan pada mahasiswa Jabodetabek di masa pandemi Covid-19. Perilaku promosi kesehatan adalah berbagai tindakan yang secara sadar dilakukan individu untuk meningkatkan kondisi fisik dan mental serta terhindar dari penyakit. Perilaku ini terdiri dari 6 dimensi yaitu aktivitas fisik, nutrisi, tanggung jawab kesehatan, hubungan interpersonal, manajemen stres, dan pertumbuhan spiritual. Adverse childhood experiences (ACE) adalah pengalaman tidak menguntungkan di bawah usia 18 tahun yang berpotensi traumatis. ACE terdiri dari 3 tipe, yaitu kekerasan, pengabaian, dan tantangan rumah tangga. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Perilaku promosi kesehatan dan ACE mahasiswa Jabodetabek (N = 170) diukur menggunakan Health Promoting Lifestyle Profile-II (HPLP-II) dan ACE-Questionnaire (ACE-Q). Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara total keseluruhan skor perilaku promosi kesehatan dan ACE (r (170) = -,055, > 0,05, two tails). Lebih lanjut, terdapat hubungan negatif yang signifikan pada dua dimensi perilaku promosi kesehatan yaitu hubungan interpersonal (r (170) = -0,181, p < 0,05, two tails) dan pertumbuhan spiritual (r(170) = -0,167, p < 0,05, two tails) dengan tipe ACE pengabaian.

This study examines the relationship between adverse childhood experiences (ACE) and health promoting behavior in Jabodetabek university students during the Covid-19 pandemic. Health promoting behavior is various actions that are consciously taken by individuals to improve physical and mental conditions and avoid disease. This behavior consists of 6 dimensions, namely physical activity, nutrition, health responsibilities, interpersonal relationships, stress management, and spiritual growth. Adverse childhood experiences (ACE) is a potentially traumatic childhood experiences under the age of 18. ACE consists of 3 types, namely abuse, neglect, and household challenges. This research is a quantitative research with correlational method. Health promoting behavior and ACE in Jabodetabek students (N = 170) were measured using the Health Promoting Lifestyle Profile-II (HPLP-II) and ACE-Questionnaire (ACE-Q). The results of the study generally stated that there was no relationship between the total overall health promoting behavior score and ACE (r (170) = -0.055, > 0.05, two tails). Furthermore, there is a significant negative relationship on two dimensions of health promoting behavior, namely interpersonal relationships (r (170) = -0.181, p < 0.05, two tails) and spiritual growth (r(170) = -0.167, p < 0 .05, two tails) with type ACE neglect."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Wulansih Andhadhari
"Kualitas hidup merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan seseorang. Adverse childhood experiences yang dialami individu selama masa perkembangan dapat mengganggu tingkat kualitas hidup. Peneliti mendapatkan 181 partisipan berusia 18-25 tahun yang berasal dari 30 provinsi di Indonesia. Psychological flexibility diukur dengan Comp-ACT (Comprehensive Assessment of Acceptance and Commitment Treatment Processes), kualitas hidup diukur dengan WHOQOL-BREF (World Health Organization Quality of Life - Brief Version), dan adverse childhood experiences diukur menggunakan WHO ACE-IQ (World Health Organization Adverse Childhood Experiences International Questionnaire). Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa psychological flexibility berperan signifikan terhadap kualitas hidup individu dewasa muda yang mengalami adverse childhood experiences. Dalam penelitian ini, psychological flexibility, beserta dimensi-dimensinya, mampu memprediksi kualitas hidup individu dewasa muda yang mengalami adverse childhood experiences. Psychological flexibility secara signifikan berhubungan positif dengan kualitas hidup individu dewasa muda yang mengalami adverse childhood experiences.

Quality of life is one of the important aspects of an individual's life. Adverse childhood experiences encountered during developmental stages can disrupt the level of quality of life. Researchers obtained 181 participants aged 18-25 years from 30 provinces in Indonesia. Psychological flexibility was measured using the Comp-ACT (Comprehensive Assessment of Acceptance and Commitment Treatment Processes), quality of life was measured using the WHOQOL-BREF (World Health Organization Quality of Life - Brief Version), and adverse childhood experiences were measured using the WHO ACE-IQ (World Health Organization Adverse Childhood Experiences International Questionnaire). The results of a simple linear regression analysis showed that psychological flexibility plays a significant role in the quality of life of young adults who have experienced adverse childhood experiences. In this study, psychological flexibility and its dimensions were proven to predict the quality of life of young adults who have experienced adverse childhood experiences. Psychological flexibility is significantly positively related to the quality of life of young adults who have experienced adverse childhood experiences."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Martha Triwanty N
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah pertumbuhan pasca-trauma (Post-Traumatic Growth/PTG) memediasi hubungan antara pengalaman masa kecil yang menyakitkan (Adverse Childhood Experiences/ACE) dan kemampuan coping bersama pasangan (Common Dyadic Coping/CDC) pada individu yang telah menikah. ACE diukur menggunakan Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF), PTG menggunakan Post-Traumatic Growth Inventory (PTGI), dan CDC menggunakan Dyadic Coping Inventory (DCI). Penelitian ini melibatkan 506 individu menikah dengan durasi pernikahan minimal satu tahun. Rentang usia partisipan antara 20 hingga 53 tahun (rata-rata usia = 30,95; SD = 6,067) dan 74,9% partisipan mengalami ACE dalam bentuk kekerasan emosional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ACE berdampak negatif pada CDC baik secara langsung maupun tidak langsung melalui PTG. Walaupun PTG secara signifikan memediasi hubungan ini, pengaruhnya tergolong kecil, sehingga hubungan langsung antara ACE dan CDC tetap dominan. Penemuan ini menekankan pentingnya mendukung individu dengan riwayat ACE dalam mengembangkan PTG sebagai langkah awal untuk meningkatkan kemampuan coping bersama. Implikasi praktis meliputi pengembangan intervensi yang berfokus pada penguatan emosional, pemaknaan pengalaman traumatis, dan pelatihan strategi coping pasangan.

This study aims to examine whether Post-Traumatic Growth (PTG) mediates the relationship between Adverse Childhood Experiences (ACE) and Common Dyadic Coping (CDC) in married individuals. ACE was measured using the Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF), PTG using the Post-Traumatic Growth Inventory (PTGI), and CDC using the Dyadic Coping Inventory (DCI). The study involved 506 married individuals with a minimum marriage duration of one year. The participants' ages ranged from 20 to 53 years (mean age = 30.95; SD = 6.067), and 74.9% of the participants experienced ACE in the form of emotional abuse. The findings indicate that ACE negatively impacts CDC both directly and indirectly through PTG. Although PTG significantly mediates this relationship, its effect is relatively small, leaving the direct relationship between ACE and CDC predominant. These results highlight the importance of supporting individuals with ACE backgrounds to foster PTG as an initial step toward enhancing dyadic coping abilities. Practical implications include interventions focusing on emotional reinforcement, finding meaning in traumatic experiences, and training collaborative coping strategies."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Pertama Neeskens
"

Pasangan yang telah menikah di Indonesia diketahui memiliki indeks kebahagiaan yang tinggi. Namun, pasangan yang menikah nyatanya juga menunjukkan angka perceraian dan KDRT yang cukup tinggi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan adverse childhood experiences dan relationship satisfaction dengan dimensi adult attachment sebagai moderator pada pasangan dewasa muda yang sudah menikah di Jabodetabek (N=258). Pada penelitian ini, ACE diukur menggunakan ACE-Q, relationship satisfaction diukur menggunakan Relationship Assessment Scale (RAS), dan adult attachment diukur menggunakan ECR-RS. Setelah penelitian dilakukan, diketahui bahwa anxiety memperkuat dampak negatif ACE dan relationship satisfaction (b=0.26, t=2.24, p<.05). Sedangkan, avoidance diketahui tidak berperan dalam hubungan ACE dan RS (b=-0.15, t=-1.08, p=.27).


Married couples in Indonesia have a high happiness index of all marital status. But married couples also shows high divorce and domestic violence rates in Indonesia. This research was conducted to examine the relationship between adverse childhood experiences and relationship satisfaction with adult attachment dimensions as moderators in married young adult couples in Jabodetabek (N=258). ACE was measured using the ACE-Q, relationship satisfaction was measured using the Relationship Assessment Scale (RAS), and adult attachment was measured using the ECR-RS. It was discovered that anxiety strengthened the negative impact of ACEs and relationship satisfaction (b=0.26, t=2.24, p<.05). Meanwhile, avoidance was found not to play a role in the relationship between ACE and RS (b=-0.15, t=-1.08, p=.27)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Angela Chantika Putri
"Adverse Childhood Experiences (ACE) atau pengalaman masa kecil yang menyakitkan berhubungan dengan masalah kesehatan di masa dewasa. Salah satu dampak ACE adalah individu mungkin mengalami kesulitan dalam menjalani kedekatan dengan orang lain. Studi ini merupakan studi kualitatif yang ditujukan untuk menelusuri bagaimana individu memaknai ACE serta bagaimana implikasinya pada perilaku kelekatan individu di masa dewasa, terutama dalam konteks hubungan Friends With Benefits (FWB) – yakni hubungan yang menyatukan aspek pertemanan dan intimasi secara fisik, tanpa melibatkan komitmen romantis. Studi ini mencakup enam informan (empat informan yang sedang menjalani hubungan FWB dan dua informan yang pernah menjalani hubungan FWB, namun saat ini sedang menjalani hubungan pacaran) berusia antara 19-25 tahun. Informan yang dilibatkan merupakan individu-individu dengan skor Childhood Trauma Questionnaire – Short Form (CTQ-SF) (Bernstein dkk., 2003) yang tergolong parah. Proses wawancara dilakukan secara daring dan direkam. Hasil rekaman diubah menjadi data transkrip, kemudian dianalisis secara tematis. Hasil studi ini menunjukkan bahwa ACE dapat mengganggu kelekatan antara anak dan figur pengasuhnya. Hal itu yang kemudian memicu kecenderungan individu untuk mengembangkan ekspektasi yang negatif tentang diri sendiri atau orang lain. Dalam studi ini, lima informan pernah menjadi korban perselingkuhan dalam hubungan romantis. Ekspektasi negatif akibat ACE dan pengalaman dikhianati oleh pasangan romantis semakin mengganggu rasa aman pada individu, sehingga memicu keterlibatan dalam hubungan FWB. Hubungan FWB memungkinkan individu untuk merasa dekat dengan orang lain, meskipun hal tersebut mungkin bersifat sementara dan tidak membantu individu menemukan kelekatan yang aman. Studi ini dapat menjadi psikoedukasi mengenai pengalaman traumatis dan pola relasi berisiko.

Adverse Childhood Experiences (ACEs) are related to health problems in adulthood. One of the impacts of ACE is the difficulty in maintaining closeness with others. This qualitative study explores how individuals interpret ACEs and their implications on attachment behavior in adulthood, particularly in Friends With Benefits (FWB) relationships – a relationship that combines aspects of friendship and sexuality without romantic commitment. This study included six informants (four informants in FWB relationships and two informants who have had FWB relationships but are now in romantic relationships) aged 19-25 years. The informants had a Childhood Trauma Questionnaire – Short Form (CTQ-SF) score (Bernstein et al., 2003), classified as severe. The interview process was conducted online and recorded. The results were converted into transcript data and thematically analyzed. The results of this study indicate that ACEs can interfere with the attachment between children and their caregivers. It triggers the individual's tendency to develop negative expectations about oneself or others. In this study, five informants had been victims of infidelity in romantic relationships. Negative expectations due to ACEs and the experience of being betrayed by a romantic partner further interfere with the individual's sense of security, thus triggering involvement in the FWB relationships. FWB relationships allow individuals to feel close to others, even though this relationship may be temporary, and does not help individuals to be securely attached. This research can be used for psychoeducation about traumatic experiences and risky sexual behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syandra Divia Estheresia
"Penelitian kuantitatif ini ditujukan untuk melihat hubungan trait kepribadian dengan gejala depresi pada individu yang mengalami adverse childhood experience dan berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dan berusia 18-29 tahun. Pengukuran terhadap trait kepribadian menggunakan instrumen Mini-IPIP, sedangkan ACEs diukur dengan ACE-Q, dan gejala depresi diukur dengan BDI-II. Penelitian melibatkan 250 partisipan dengan rata-rata skor ACEs 2, rata-rata gejala depresi minimal, dan kecenderungan memiliki trait kepribadian yang sedang. Hasil analisis regresi menunjukkan trait extraversion (b = -0.14, p < 0.05) dan trait conscientiousness (b = -0.25, p < 0.05) memiliki pengaruh signifikan dengan arah negatif
dalam hubungan ACEs dan gejala depresi. Sedangkan trait neuroticism berpengaruh signifikan secara positif (b = 0.49, p < 0.01).

This quantitative research is aimed to look at the relationship between personality traits
and symptom of depression in individuals who experienced adverse childhood
experiences and live in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi (Jabodetabek) and
aged 18-29 years. The personality traits was measured using the Mini-IPIP as the instrument, while ACEs was measured by ACE-Q, and depression tendency was
measured by BDI-II. The research involved 250 participants with an average ACEs score of two, an average of minimal symptom of depression, and a tendency to have moderate personality traits. The regression analysis showed that extraversion (b = -0.14, p <0.05) and conscientiousness (b = -0.25, p <0.05) had a significant effect in a negative direction on the relationship between ACEs and depression tendency. Meanwhile, neuroticism had
a significant positive effect on the relationship (b = 0.49, p < 0.01).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadilah
"
Isu kesehatan jiwa dan mental terus menunjukkan prevalensi yang signifikan dalam masyarakat saat ini. Hal ini dapat disebabkan salah-satunya dari kurangnya kemampuan individu dalam regulasi emosi. Emosi merupakan aspek psikologis yang perannya sangat penting dalam menentukan kualitas perilaku manusia. Kemampuan regulasi emosi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu masa kecil kurang menyenangkan atau Adverse Childhood Experiences. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara Adverse Childhood Experiences dengan regulasi emosi pada individu dewasa muda. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan instrumen penelitian Adverse Childhood Experiences 10 Questionnaire dan Emotion Regulation Questionnaire yang diberikan kepada responden sebanyak 100 orang dewasa muda yang berdomisili di kecamatan Kiaracondong, kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Adverse Childhood Experiences dengan regulasi emosi pada responden (p=0.503>0,05). Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang variabel lain seperti tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, dan dukungan sosial yang dapat mempengaruhi regulasi emosi.

Mental health issues continue to show significant prevalence in today's society. This can be caused by a lack of individual ability in emotional regulation. Emotion is a psychological aspect that plays a very important role in determining the quality of human behavior. A person's ability to regulate emotions is influenced by several factors, one of which is an unpleasant childhood or Adverse Childhood Experiences. The purpose of this study was to determine the relationship between Adverse Childhood Experiences and emotional regulation in young adults. The research design used was cross-sectional with the research instruments Adverse Childhood Experiences 10 Questionnaire and Emotion Regulation Questionnaire given to 100 young adults domiciled in Kiaracondong District, Bandung City. The results showed that there was no significant relationship between Adverse Childhood Experiences and emotional regulation in respondents (p = 0.503> 0.05). Further research is needed on other variables such as level of knowledge, level of education, and social support that may influence emotion regulation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indry Nalal Iza
"Salah satu jenis kekerasan dengan kasus yang meningkat setiap tahunnya adalah kekerasan dalam berpacaran. Pengalaman buruk masa kecil diketahui menjadi salah satu faktor risiko dari kekerasan dalam berpacaran. Namun, terdapat faktor lain yang diduga dapat memoderasi hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan kekerasan dalam berpacaran, yaitu self-compassion. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran self-compassion sebagai moderator antara pengalaman buruk masa kecil dan kekerasan dalam berpacaran dari sudut pandang korban. Partisipan berjumlah 102 dewasa awal (77.5% perempuan, M usia = 21.9, SD = 2.012) yang sedang berada dalam hubungan berpacaran selama minimal satu tahun. Pengalaman buruk masa kecil diukur menggunakan Childhood Trauma Questionnaire Short Form (CTQ-SF), kekerasan dalam berpacaran diukur menggunakan The Revised Conflict Tactics Scale Short Form (CTS2-SF), dan self-compassion diukur menggunakan Self-Compassion Scale (SCS). Berdasarkan analisis moderasi menggunakan PROCESS Macro, ditemukan bahwa pengalaman buruk masa kecil memprediksi kekerasan dalam berpacaran secara signifikan (b = -0.303, t(97) = -2.563, p < 0.05) dan self-compassion memoderasi hubungan keduanya secara signifikan (b = 0.091, t(97) = 2.728,p < 0.05). Selain itu ditemukan pula bahwa self-compassion secara mandiri memprediksi kekerasan dalam berpacaran secara signifikan (b = -1.577, t (97) = -2.201, p < 0.05). Demikian, penelitian ini menunjukkan pentingnya peran self-compassion sebagai faktor protektif dari kekerasan dalam berpacaran.

Dating violence cases increase every year. Adverse childhood experiences is known to be one factor that causes dating violence. However, there is another factor that might moderate the correlation between adverse childhood experiences and dating violence: self-compassion. This study aims to determine the role of self-compassion as a moderator between adverse childhood experiences and dating violence from the victim's perspective. There were 102 emerging adults (77.5% female, M age = 21.9, SD = 2.012) in a dating relationship for at least one year as participants. Adverse childhood experiences was measured using the Childhood Trauma Questionnaire Short Form (CTQ-SF), dating violence was measured using The Revised Conflict Tactics Scale Short Form (CTS2-SF), and self-compassion was measured using the Self-Compassion Scale (SCS). Based on moderation analysis using PROCESS Macro, the result shows that adverse childhood experiences significantly predicted dating violence (b = -0.303, t(97) = -2.563, p < 0.05) and self-compassion significantly moderated the correlation between the two (b = 0.091, t(97) = 2.728, p < 0.05). Furthermore, self-compassion significantly predicted dating violence (b = -1.577, t(97) = -2.201, p < 0.05). Thus, this study shows the importance of self-compassion as a protective factor from dating violence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>