Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Septriana
Abstrak :
ABSTRAK
Pada skripsi ini membahas mengenai ketentuan waktu 5 tahun yang ditentukan di dalam pasal 457 KUHPerdata untuk menetapkan seseorang dalam keadaan tak hadir afwezigheid pada masa kemungkinan meninggal dunia, dikesampingkan oleh Pengadilan dalam sebuah Penetapan dengan tujuan dibolehkannya tindakan terhadap harta bersama oleh pasangannya si tidak hadir afwezig dikarenakan tidak dapat dilakukannya perbuatan hukum atas harta tersebut apabila tidak adanya persetujuan si tidak hadir. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder bahan pustaka yang bersifat hukum sebagai sumber datanya. Hasil penelitian ini menyarankan untuk dilakukannya penegasan melalui peraturan perundang-undangan bahwa ketentuan keadaan tak hadir afwezigheid yang berlaku adalah ketentuan yang dimuat didalam KUHPerdata.
ABSTRACT
This thesis writing about the provisions of 5 year which specifies in article 467 of Indonesian Civil Code Burgerlijk Wetboek to determine a person in the absent afwezig state at the time of the possibility of death, ruled out by the Court because a Determination for the purpose of permissible action on joint property by his her partner can rsquo t do legal act of the property without the absentee rsquo s consent. This research uses literature research method using secondary data which is legal as its data source. The results of this study suggest that an affirmation of legislation that the prevailing provisions of afwezigheid is applicable is provided in the Civil Code.
2017
S68403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Vidina Wulan Asri
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai RUPS PT Terbuka dalam hal adanya pemegang saham tidak hadir (afwezig) pada proses go private dengan melakukan analisis atas Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 263/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel. PT Terbuka harus membeli kembali sahamnya dari pemegang saham publik pada proses go private, dan jumlah pemegang sahamnya menjadi paling banyak 50 pihak. Terkait hal ini, Notaris berperan untuk membuat akta berita acara RUPS terkait go private. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini mengenai pelaksanaan RUPS dengan adanya penetapan afwezigheid atas pemegang saham yang tidak dapat ditemukan; dan peran notaris pasar modal pada penyelenggaraan RUPS tersebut. Metode penelitian tesis ini adalah doktrinal dengan menggunakan data sekunder. Tipologi penelitian tesis ini adalah problem-solving. Hasil dari penelitian ini adalah dalam proses go private PT Terbuka yang pemegang sahamnya tidak dapat ditemukan dapat mengajukan permohonan penetapan afwezigheid kepada Pengadilan Negeri dalam melaksanakan go private. Pengadilan Negeri dapat menunjuk kepada Pejabat Balai Harta Peninggalan untuk mengurus saham tersebut. Balai Harta Peninggalan kemudian dicatatkan dalam Daftar Pemegang Saham PT Terbuka melalui Biro Administrasi Efek dan Kustodian Sentral Efek Indonesia. Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris, maka Notaris berwenang untuk memberikan penyuluhan hukum kepada PT Terbuka terkait dengan penyelenggaraan RUPS setelah adanya penetapan afwezigheid, khususnya mengenai komparisi Balai Harta Peninggalan dalam RUPS tersebut. ......This thesis analyze the GMS of a Public Company in the event that there are absent shareholders (afwezig) in the go-private process by analyzing the Decision of South Jakarta District Court Number 263/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel. The Public Company shall buy back its shares from public shareholders for going private purposes, and the number of its shareholders shall not exceed 50 parties. In this regard, the Notary's role is to prepare the deed of minutes of the GMS regarding going private. The issues raised in this thesis are the implementation of the GMS related to the afwezigheid court decision; and the role of the capital market notary at the GMS. The research method of the thesis is doctrinal, using secondary data. The typology of the thesis is problem-solving. The result of this thesis is for go private pupose, a Public Company that has absent sharehoders may submit an application for the afwezigheid decision to the District Court. The District Court may appoint a Property and Heritage Agency to administer the shares as assets. Property and Heritage Agency shall be registered in the List of Shareholders through the Securities Administration Bureau and the Indonesian Central Securities Depository afterward. Referring to Article 15 paragraph (2) of the Notary Public Law, the Notary has the competence to provide legal advice to the Public Company on the GMS implementation following the afwezigheid decision, especially regarding the comparison of the Property and Heritage Agency during the GMS.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Gama Ramadhan
Abstrak :
Di dalam menjalankan hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha terkadang muncul persoalan kompleks yang perlu mendapatkan penyelesaian secara hukum, salah satunya yaitu mengenai terjadinya peristiwa dimana pekerja dikategorikan sebagai orang hilang. Peristiwa tersebut dapat terjadi baik pada saat pekerja tersebut sedang melakukan pekerjaan atau terjadi pada saat pekerja tidak melakukan pekerjaan (diluar watu kerja). Bahwa pengusaha maupun keluarga pekerja membutuhkan kepastian mengenai status hubungan kerja dari Pekerja yang dikategorikan sebagai orang hilang, namun disisi lain ketentuan ketenagakerjaan yang ada (kaedah heteronom) tidak mengatur mengenai status hubungan kerja terhadap Pekerja yang dikategorikan sebagai orang hilang. Oleh karena itu, guna mencegah munculnya perselisihan, Pengusaha dan Pekerja perlu mengatur mengenai Pemutusan Hubungan Kerja karena pekerja dikategorikan sebagai orang hilang di dalam kaedah otonom yaitu Perjanjan Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Bahwa tujuan utama dari penulisan ini adalah memberikan usulan solusi terhadap salah satu permasalahan dalam praktek hubungan industrial yaitu tentang status hukum dari pekerja yang dikategorikan sebagai orang hilang. Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode doktrinal/yuridis normatif. Bahwa di dalam konteks pekerja hilang, dibutuhkan kepastian hukum mengenai berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja, jenis pemutusan hubungan kerja, serta besaran kompensasi pemutusan hubungan kerja yang akan diberikan pengusaha kepada pekerja atau keluarganya. Ketiga hal tersebut dapat diatur di dalam  Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. ......In carrying out the working relationship between workers and employers sometimes complex problems arise that need to be resolved legally, one of which is regarding the occurrence of events where workers are categorized as missing persons. These events can occur either when the worker is doing work or when the worker is not doing work (outside of working hours). Whereas employers and workers' families need certainty regarding the employment relationship status of Workers who are categorized as missing persons, but on the other hand the existing employment provisions (heteronomous method) do not regulate the employment relationship status of Workers who are categorized as missing persons. Therefore, in order to prevent the emergence of disputes, Employers and Workers need to regulate Termination of Employment because workers are categorized as missing persons in an autonomous method, namely Employment Agreements, Company Regulations, or Collective Labor Agreements. That the main purpose of this paper is to provide a proposed solution to one of the problems in the practice of industrial relations, namely the legal status of workers who are categorized as missing persons. The writing method used is a normative doctrinal/juridical method. Whereas in the context of missing workers, legal certainty is needed regarding the termination of the employment relationship between the company and the worker, the type of termination of employment, as well as the amount of compensation for termination of employment that will be given by the employer to the worker or his family. These three things can be regulated in the Employment Agreement, Company Regulations or Collective Labor Agreement.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiara Syifa Dhiya Putri Purnomo
Abstrak :
Putusnya perkawinan menimbulkan berbagai akibat hukum. Hak asuh anak adalah salah satu permasalahan yang muncul akibat putusnya perkawinan, terutama dengan perceraian. Kekuasaan orang tua terhadap anaknya berjalan terus, sekalipin perkawinan telah putus karena perceraian, namun dalam hal orang tua telah berpisah, perlu ditentukan kepada siapa kuasa atas anak diberikan. Di Indonesia, mengenai hak asuh anak hanya dapat ditemukan pengaturannya dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun pengaturan ini tidak secara rinci menjelaskan mengenai ketentuan pemberian hak asuh anak pasca perceraian, secara garis besar hanya berisi hak dan kewajiban orang tua untuk tetap memelihara anak bahkan setelah perkawinan putus. Sehingga tidak dapat ditemukan peraturan yang mengatur secara jelas dan rinci mengenai penetapan hak asuh atas anak pasca perceraian. Hak asuh anak dapat dicabut dan dialihkan, mengenai hal ini terdapat alasan-alasan yang harus dipenuhi, diantaranya apabila pemegang hak asuh melalaikan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pasal 49 Undang-Undang Perkawinan. Hak asuh anak juga harus diselesaikan dalam hal salah satu pihak dalam perkawinan pergi dan tidak diketahui lagi keberadaannya atau biasa disebut keadaan tidak hadir (Afwezigheid). Apabila keadaan tidak hadir terjadi pada saat perkawinan masih berlangsung, maka segala harta serta hak dan kewajiban pengasuhan atas anak secara otomatis beralih ke orang tua lain yang hidup terlama. Tetapi dalam hal pemegang hak asuh yang telah diputus setelah perceraian tidak hadir, maka peralihan hak asuh harus dilakukan demi terpenuhinya hak-hak anak juga guna terdapat wali atau wakil dalam hal anak dibawah umur melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. ......The dissolution of a marriage has various legal consequences. Child custody is one of the problems that arise as a result of the dissolution of a marriage, especially with divorce. The power of parents over their children continues, even if the marriage has been broken up due to divorce, but in the event that the parents have separated, it is necessary to determine to whom the power over the children is given. In Indonesia, child custody can only be found in the provisions of Law no. 1 of 1974 concerning Marriage and Law no. 23 of 2002 concerning Child Protection. However, this regulation does not explain in detail the provisions regarding the provision of post-divorce child custody, in the outline, it only contains the rights and obligations of parents to continue to care for children even after the marriage has broken up. So that no regulations can be found that regulate clearly and in detail regarding the determination of custody of children after divorce. Child custody can be revoked and transferred, regarding this, some reasons must be met, including if the custody rights holder neglects his obligations as stipulated in Article 30 of the Child Protection Act and Article 49 of the Marriage Law. Child custody must also be resolved if one of the parties to the marriage leaves and his whereabouts are no longer known or commonly known as absence (Afwezigheid). If the absence occurs while the marriage is still in progress, then all assets and rights, and obligations to care for the child will automatically be transferred to the other parent who has lived the longest. But if the holder of custody who has been terminated after the divorce is absent, then the transfer of custody must be carried out to fulfill the children's rights as well as to have a guardian or representative if a minor commits an act that gives rise to legal consequences.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia Nesvita
Abstrak :
Penulisan skripsi ini membahas mengenai ketentuan terkait kewenangan Balai Harta Peninggalan dalam melakukan pengurusan terhadap kepentingan dan harta kekayaan milik orang yang dinyatakan tidak hadir (afwezig) melalui penetapan pengadilan, sebagaimana hal tersebut diatur ketentuannya dalam Pasal 463 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia beserta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif, sehingga Penulis menggunakan data primer dan data sekunder yang bersifat hukum sebagai sumber data penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperlukannya untuk segera melakukan pembaharuan terhadap pengaturan terkait keadaan tidak hadir (afwezigheid) serta kewenangan Balai Harta Peninggalan dalam melakukan pengurusan terhadap kepentingan dan harta kekayaan milik orang yang dinyatakan tidak hadir sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, dan dibutuhkan pula kecermatan serta ketelitian pengadilan dalam menetapkan ketidakhadiran seseorang.
This thesis examines the provisions related to the authority of the Inherited Property Board in conducting the management of the interests and assets of absentee (afwezig) based on the court decision, as it is regulated in Article 463 of Indonesian Civil Code and other related regulations. This research uses normative juridical methods descriptively by a qualitative analysis approach, so that the Author uses both primary and secondary data which are legal as its data source. The results of this research indicate that it is necessary to immediately have a renewal of the regulations related to the state of absence (afwezigheid) and the authority of the Inherited Property Board in managing the interests and assets of absentee as it is regulated in Indonesian Civil Code, and also requires punctilio and thoroughness of the court in determining someones absence.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma’wa Naomi Alatas
Abstrak :
Keadaan tidak hadir merupakan keadaan seseorang yang sudah tidak diketahui lagi keberadaannya dan tidak memberikan kuasa atau menunjuk orang lain untuk mewakilinya. Atas keadaan yang demikian maka terjadi ketidakpastian hukum bagi dirinya sendiri dan pihak yang berkepentingan, karena keadaan tersebut tidak menghilangkan kedudukannya sebagai subjek hukum. Untuk itu, di dalam KUHPerdata terdapat ketentuan tentang penetapan seseorang dalam keadaan tidak hadir guna menunjuk wakilnya dalam mengurus segala urusannya termasuk juga harta benda orang tersebut, tepatnya dalam Buku Kesatu BAB XVIII tentang Keadaan Tak Hadir. Penulisan skripsi ini akan membahas tentang penerapan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam KUHPerdata untuk menentukan seseorang dalam keadaan tidak hadir pada suatu penetapan pengadilan dan akibatnya terhadap hak pengurusan harta bersama. Penulis menganalisis tiga penetapan yang menggunakan dasar hukum Pasal 467-470 KUHPerdata sebagai landasan untuk menentukan seseorang dalam keadaan tidak hadir atau mungkin telah meninggal dunia. Walaupun merujuk pada ketentuan yang sama, dalam praktiknya masing-masing Hakim memberikan pertimbangan hukum yang berbeda tentang jangka waktu dan panggilan umum yang merupakan syarat penetapan seseorang mungkin dalam keadaan telah meninggal dunia dalam Pasal 467-470 KUHPerdata. Untuk tiap-tiap penetapan, terdapat akibat yang berbeda dalam hal pengurusan harta bersama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan jenis data berupa data sekunder yang didukung dengan data primer dengan metode pengumpulan melalui studi dokumen dan analisis data dengan metode kualitatif. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa diperlukannya pengaturan lebih lanjut berkaitan dengan syarat-syarat untuk menetapkan seseorang dalam keadaan tidak hadir serta diperlukannya kecermatan serta ketelitian pengadilan untuk mengeluarkan penetapan keadaan tidak hadir seseorang. ......Non-appearance is a condition where a person’s existence is no longer known and this person did not authorize or choose another person to represent them.This condition gives legal uncertainty for him/herself and a third party, because the non-appearance condition does not eliminate his/her position as a legal subject. For that reason in KUHPerdata, there are provisions regarding the determination of someone’s absence and choosing another person to present his/her and also managing all his/her affairs including that person's property, to be precise in Book 1 of CHAPTER XVIII concerning Absence. This thesis will discuss the application of the non-appearance regulation in KUHPerdata and the legal consequences for the right to matrimonial assets. The author analyzes three determinations that use the legal basis of Article 467-470 KUHPerdata. Although referring to the same provisions, in practice each judge gives different legal considerations regarding the time period and the general summons, which are conditions for determining that someone may have died in Article 467-470 KUHPerdata.That determination also has different consequences in terms of managing matrimonial assets. This thesis uses the juridical-normative research methodology; the kind of data used is secondary data that is supported by primary data; the method of data collecting is document analysis; and the method of data analysis is qualitative. The results of this thesis indicate that further arrangements are needed relating to the conditions for determining someone’s absence and the need for accuracy and thoroughness for the court to issue the determination for someone’s absence.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrianus
Abstrak :
Keberadaan Lembaga Ketidakhadiran afwezigheid berdasarkan Pasal 463 KUHPerdata dan Penetapan Pengadilan secara formal hanya ditujukan bagi subjek hukum manusia. Perkembangan dalam masyarakat memperlihatkan kecenderungan bahwa subjek ketidakhadiran itu diperluas berlakunya sehingga meliputi juga ketidakhadiran subjek hukum badan hukum. Penelitian ini menguraikan dasar dan penyebab dari perluasan pemberlakuan afwezigheid tersebut, pelaksanaan dalam pengelolaan terhadap harta kekayaan afwezigheid dan kendala-kendala serta upaya yang dilakukan Balai Harta Peninggalan dalam pengurusan dan pengelolaan boedel afwezigheid tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data primer dan data sekunder bahan hukum yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara dan studi kepustakaan. Meskipun kekosongan hukum telah terisi dengan penemuan hukum, akan tetapi tetap saja terdapat hambatan-hambatan, baik yang bersifat internal maupun eksternal bagi BHP dalam melaksanakan pengurusan dan pengelolaan terhadap harta kekayaan yang dinyatakan afwezigheid. Hambatan internal berasal dari BHP itu sendiri, berupa sumber daya manusia, dn kurangnya sosialisasi BHP terhadap masyarakat sejak Dahulu. Sedangkan kendala eksternal antara lain kurangnya pengertian dan pemahaman dari instansi terkait dengan tugas pengurusan boedel afwezigheid, munculnya orang atau pihak lain yang mengaku sebagai pemilik, ahliwaris atau kuasanya yang dapat menimbulkan terjadinya proses gugatan pembatalan terhadap penetapan ketidakhadiran serta pihak yang berkepentingan kadang kala tidak sanggup membayar harga barang-barang atau harta kekayaan afwezigheid tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada pembuat Undang-undang agar melembagakan pengaturan tentang afwezigheid kedalam peraturan perundang-undangan nasional yang lebih tinggi Undang-undang. ...... The existence of absentia institution afwezigheid based on the Article 463 of Personal Code and Judicial Verdict formally is only referred to legal subject of human beings. The progress in society presents a tend that the subject of absentia is extended of the application to also include the absentia of corporate. The present study described the principles and cause of the extended application of afwezigheid, incuding implementation of property management of afwezigheid and the challenges, and the efforts of BHP in arrangement and management of boedel afwezigheid. The study used a normative method descriptively by a qualitative analysis. The qualitative analysis was applied for the primary and secondary data corporate collected by using both interview and library study. Although the legal vacancy has been filled by the legal discovery, however, there were also challenges either internally or externally for BHP to implement the arrangement and management of property stated under afwezigheid. The internal challenges resulted from the BHP itself such as human resources, lack of sosialitation from BHP. Whereas the external challenges included the lack of understanding and comprehension of the relevant institutions related to the arrangement of boedel afwezigheid, the emergence of those or other parties who recognized as the owner, heirs or the authorized power of attorney that can result in the sue of cancellation of any decision of absentia and the interest parties sometimes could not pay the prices of goods and property of the afwezigheid. Based on the result of the study, it is suggested to the legislative to institutionalize the arrangement of afwezigheid into the higher national Statutory Rules Laws.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library