Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anto Dwiastoro Slamet
"Aksi-aksi gerilya dan anti-gerilya dari dua kekuatan yang bertarung merebut dominasi tidak bisa dilepaskan dari sebuah perang revolusioner. Fenomena demikian turut mewar_nai perjalanan sejarah Perang Kemerdekaan RI (1945-1949). Aksi-aksi gerilya RI, bagaimanapun, menampilkan suatu kecenderungan unik, yakni aspek pertempuran yang merupakan sisi yang tidak terlalu menonjol ketimbang aspek psikologis yang diwujudkan sebagai sebuah senjata nasional. Perbenturan senjata-senjata psikologis antara RI dan Belanda tampaknya menjadi dampak sampingan dari kegagalan--kegagalan di bidang strategi militer dan diplomasi. Perang urat-syaraf lantas menggeser dan menempatkan dirinya sebagai medium alternatif yang membelah perbedaan-perbedaan kepentingan antara penomorsatuan diplomasi atau, sebalik_nya, mengutamakan konflik bersenjata."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Syamsudin
"ABSTRAK
Perbedaan pendapat dan prinsip dalam masalah politik dan strategi perjuangan menghadapi Belanda, telah menimbulkan krisis hubungan dikalangan pimpinan puncak RI pada masa revolusi kemerdekaan. Bahkan persoalan intern para pimpinan itu hamper menggoyahkan keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia. Data penulisannya di ambil melalui penelitian perpustakaan, dengan sumber yang berasal dari Arsip Nasional, buku-buku, surat kabar dan majalah. Hasilnya memperlihatkan bahwa pihak politisi sipil yang dipimpin sukarno-Hatta berpendapat bahwa untuk mendapatkan untuk mendapatkan dukungan internasional, maka diplomasi merupakan cara yang tepat dalam menghadapi Belanda. Sedangkan pihak militer (TNI) yang dipimpin Soedirman memilih perlawanan senjata. Perbedaan pendapat dan prinsip ini mencapai puncaknya pada saat disetujuinya persetujuan Roem-Roijen oleh Soekarno-Hatta yang statusnya pada waktu itu adalah tawanan Belanda. Akibatnya pihak militer atau TNI harus menghentikan peperangan atau melaksanakan genjatan senjata, sebagaimana yang telah disepakati dalam persetujuan Roem-Roijen. Sehingga akhirnya karena kecewa atas segala keputusan yang ditempuh, panglima besar Soedirman memilih mengundurkan diri dari ketentaraan. Namun karena keputusan sikap itu justru akan mnimbulkan perpecahan dikalangan pemimpin nasional, yang berarti akan mengancam persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia, maka Jendral Soedirman menarik kembali keputusannya.

"
1996
S12293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Pratomo
"Tesis ini membahas peranan Tentara Pelajar Kompi 2 Detasemen III Brigade 17 di Yogyakarta pada tahun 1948 - 1951. Tujuannya adalah menggambarkan suatu rekonstruksi historis tentang bagaimana dinamika pelajar pejuang atau dikenal dengan nama Tentara Pelajar pada masa revolusi Indonesia. Pokok utama pembahasan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan pembentukan, perkembangan dan pembubaran Tentara Pelajar, khususnya pasukan Kompi 2 Detasemen III Brigade 17.
Penelitian ini menunjukan bahwa gerakan revolusi tidak hanya identik dengan tokoh-tokoh pemuda yang berlatar pendidikan tinggi dan dekat dengan birokrat Republik, tetapi juga menjalar ke para pelajar SMP hingga SMA. Para pelajar SMA yang tergabung dalam Tentara Pelajar Kompi 2 Detasemen III Brigade 17 dengan berani melawan pasukan Belanda yang dikenal menggunakan persenjataan yang lebih modern. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Tentara Pelajar Kompi 2 Detasemen III Brigade 17 turut berperan penting dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda pada agresi militer Belanda kedua.

This thesis observes the role of Company 2 Detachment III of Students Army Brigade 17 in Yogyakarta during 1948-1951 period. The aim is to describe historical reconstruction of how the dynamics of Students Army during Indonesian revolution. The main point of historical reconstruction here are the formation, development and dissolution of the Students Army, especially Company 2 Detachment III of Students Army Brigade 17.
This study shows that the revolution is not only related with youth leaders who have high education and have close relationship to the bureaucrats of the Republic of Indonesia, but also spread to the Junior High School students to Senior High School students. The members of Company 2 Detachment III of Students Army Brigade 17 bravely countered the Dutch soldiers who were known to use more modern weaponry. Thus, it can be concluded that Detachment III of Students Army Brigade 17 Company 2 played an important role in the counter attack against Dutch soldiers during the second Dutch military aggression."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kurniati
"Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, begitu banyak masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan, diantaranya masalah diplomasi modern yang sama sekali baru bagi bangsa Indonesia. Meskipun menurut ukuran kondisi dan situasi waktu itu masalah mempertahankan kelangsungan hidup negara lebih banyak menyangkut bidang kesiap-siagaan fisik, namun unsur diplomasi sebagai salah Satu alat untuk mempertahankan negara menduduki tempat yang juga sangat menentukan. Oleh karena itu, tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melihat sejauh mana keberhasilan perjuangan diplomasi Indonesia di forum PBB. terutama setelah agresi militer II Belanda hingga pengakuan kedaulatan. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan, berupa buku-buku, dokumen, artikel majalah, Surat kabar, hasil-hasil sidang PBB, Serta wawancara. Masalah pertikaian Indonesia dengan Belanda telah masuk agenda PBB sejak: bulan Juli 1947 hingga bulan Desember 1949. Pengajuan masalah ini ke forum EBB, karena Pemerintah Indonesia beranggapan, bahwa masalah pertikaiannya dengan Belanda tenting siapa yang berdaulatan terhadap wilayah Indonesia, tidak dapat lagi diselesaikan melaui perundingan bilateral dengan Pemerintah Belanda. Dari hasil panelitian penulis, penulis melihat bahwa ada dua tahap perjuangan diplomasi Indonesia di PBB. Tahap pertama dari bulan Juli 1947 hingga Juli 1948, yang ternyata tidak berhasii. Ketidakberhasilan tersebut disebabkan adanya Perang Dingan antara Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya yang beraliran demokrasi berhadapan dengan Uni Soviet dan kelompoknya, yang berpahamkan komunis, yang melanda juga situasi persidangan di PBB. Akibatnya, usaha Indonesia untuk menggunakan PBB sebagai media panyelesaian pertikaiannya dengan Belanda dalam prakteknya selaluterbentur oleh kepentingan nasiona1 dari kedua negara adikuasa, tersebut, dan pada akhirnya juga mempengaruhi sikap yang harus diambil negara-negara anggota PBB 1ainnya. Dalam perkembangan kemudian, terutama setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua dan kemampuan Indonesia menumpas pemberontakan komunis di Madiun, Indonesia baru dapat menggunakan forum PBB secara efektif. Keberhasilan tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan delegasi Indonesia di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat (PBB) membentuk suatu pendapat masyarakat dunia yang mendukung perjuanggan Indonesia melawan Belanda. Serangan Umum 1 Maret 1949 yang mengejutkan dunia internasional. Dan tak kalah pentingnya adalah kemampuan Indonesia memanfaatkan situasi Penang Dingin yang mengakibatkan perubahan sikap Amerika Serikat dari pasif' menjadi lebih aktif mendukung Indonesia dan mendesak Belanda agar mau berunding kembali kesemua faktor di atas akhirnya memudahkan Indonesia menggunakan PBB sebagai media diplomasina, guna menyelesaik.an pertikaiannya dengan Belanda rea1isasinya adalah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada bulan Desember 1949 melalui konperensi Meja Bundar yang diadakan di negeri Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari
"Tindakan militer yang dilakukan oleh sesuatu negara terhadap satu daerah tertentu seringkali dilakukan dalam rangka usaha mereka melemahkan kekuatan dari negara yang menjadi musuhnya. Dalam hal itu, penyerbuan Belanda atas kota Mojokerto tanggal 17 Maret 1947, merupakan suatu tindakan Belanda dalam rangka memperlemah kekuatan dari negara Republik Indonesia. Daerah Delta Brantas yang meliputi Kabupaten Sido_arjo dan sebagian Kabupaten Mojokerto, merupakan suatu wilayah yang terkenal akan kesuburan tanahnya, khusus_nya tanaman padi dan labu. Disamping itu, dam Lengkong dan Mlirip yang berada dekat kota Mojokerto memiliki fungsi yang sangat panting dalam mengatur pembagian air di daerah Surabaya serta Delta Brantas. Sehingga dengan berhasil dikuasainya daerah Mojokerto oleh Belanda, maka berarti Belanda telah memperoleh pancangan kaki dalam rangka usaha mereka menekan pihak Republik Indonesia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library