Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edward Kurniawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22623
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
IM Oka Mahendra NR
Abstrak :
Seiring dengan pertumbuhan perekonomian nasional dewasa ini juga turut menyebabkan peningkatan hubungan dalam berbagai interaksi dibidang ekonomi dan sosial yang pada akhirnya menimbulkan kebutuhan akan sebuah alat bukti yang memiliki daya pembuktian sempurna agar dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sebagai upaya untuk mempertahankan haknya dari gangguan dan ancaman pihak lain. Untuk dapat menjadi alat bukti yang sempurna akta yang dibuat oleh notaris harus memenuhi syarat-syarat formil disamping syarat materiil yang merupakan syarat kumulatif. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktriner. Sedangkan pendekatan penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan. Sifat dari penelitian ini adalah eksplanatoris yaitu merupakan suatu penelitian yang bersifat menerangkan dan bertujuan untuk mencari hubungan-hubungan yang ada antara berbagai variabel yang diteliti atau menguji ada tidaknya hubungan tersebut. Sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat Undang-undang memberikan hak kepada penghadap yang menderita kerugian akibat aktanya dibatalkan pengadilan atau hilang otentisitasnya karena kelalaian notaris untuk mendapatkan ganti kerugian dari notaris tersebut. Dengan tidak mengurangi pelaksanaan sanksi lain menurut peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap kewajiban jabatan yang dilakukan oleh notaris, dapat dikenakan sanksi dari yang teringan berupa teguran sampai pada pemberhentian secara tidak hormat. Kelalaian notaris juga dapat dituntut mengenai perbuatan melawan hukum karena tidak dilakukannya kewajiban hukum yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang. Notaris diharapkan memiliki moral dan integritas yang baik dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan pekerjaannya sesuai amanah agar dapat tetap menjaga dan menjunjung tinggi kehormatan profesinya dimata masyarakat, jangan sampai kesalahan yang dilakukan notaris menjadi contoh yang tidak baik dan dapat menyesatkan masyarakat umum.
Along with national economy growth today, had also following with improvement of the relationship in so many interaction in the field of economics and social that is in the end will be generates a requirement about an equipment of evidence that`s having absolute and binding verification strength that`s could be given certainty about rule of law to public as effort to maintain and affirms about the rights from trouble and another party threat. To be able to become perfect evidence, a notary deed must fulfill its formil conditions beside materiil condition which is cumulative condition. The method of research being used is normatif law research method or research of legal doctrine. Meanwhile approaching of this research is a bibliography research. And the character of this research is explanatory that`s mean to give an explained and aim to look for the relationships between various variables that are accurate or examine it. To give a protection to public, constitution has given rights to people that has suffering a loss as result of his notary deed is canceled by a justice or loses its authentic because of notary negligence to get compensatory damages from notary. Without disregards an execution of the other sanction, according to the law and regulation. Collision to obligation of duty doing by notary could be given a sanction from the slight sanction until the expulsion disrespectfully. Negligence doing by notary also can be sued about tort because he doesn't doing his obligation of law burdened to him by a law. A Notary is expected to have good morale and integrity to do and running his duty according to the trust so that he can take care of and respects honors of his profession in public opinion, it supposed not to become bad precedence to public about mistaken doing by notary and notary faulty can mislead public.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37009
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sussy Kusumawardhani
Abstrak :
Video rekaman merupakan salah satu bukti elektronik atau bukti digital yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi. Sayangnya, pengaturan mengenai data elektronik sebagai alat bukti sejauh ini hanya dinyatakan dengan tegas dalam beberapa undang-undang tindak pidana khusus seperti tindak pidana pencucian uang, korupsi, dan terorisme. KUHAP sebagai sumber pengaturan hukum acara pidana umum tidak mengenal bukti digital sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Hal ini menyebabkan sulitnya menjerat pelaku yang menggunakan teknologi dalam melakukan tindak pidana. Contoh dari tindak pidana kesusilaan yang beberapa waktu lalu marak dibicarakan dan hingga kini masih dalam tahap penyidikan adalah rekaman video asusila antar Yahya Zaini dan Maria Eva, yang direkam sendiri oleh Maria Eva dengan menggunakan ponselnya. Hingga saat ini penyidikan masih dilakukan, karena Jaksa Penuntut Umum menganggap kasus ini belum mempunyai bukti yang cukup untuk diajukan ke persidangan. Barang bukti berupa data elektronik harus didampingi dengan alat bukti lain untuk dapat dikategorikan sebagai alat bukti petunjuk demi mendapat keyakinan hakim.
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nimas Dian Utami
Abstrak :
Seorang saksi, keterangannya untuk dapat dinilai dan dipertimbangan oleh hakim, harus memenuhi syarat materil dan syarat formil. Salah satu syarat formil seorang saksi adalah sebelum memberikan keterangannya harus disumpah terlebih dahulu yang mana dilakukan menurut aturan agama saksi masing-masing. Namun agama di Indonesia telah dibatasi hanya menjadi Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khong Cu (Confusius). Sehingga dalam beberapa peraturan yang ada dan dalam praktek di persidangan, tata cara penyumpahan yang diakomodir hanya terhadap agama-agama tersebut. Sedangkan bagi saksi yang menganut agama / kepercayaan selain keenam agama tersebut dan bagi saksi yang tidak menganut agama / kepercayaan apapun, belum diakomodir cara bersumpahnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana alat bukti saksi yang menganut agama / kepercayaan di luar dari keenam agama tersebut dapat memperoleh kekuatan sebagai alat bukti yang sah. Metode penelitian yang digunakan oleh Penulis adalah yuridis normatif. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa keterangan saksi yang diberikan oleh saksi yang menganut agama / kepercayaan diluar dari enam yang telah diakui di Indonesia tetap dapat memiliki kekuatan pembuktian dengan cara bersumpah menurut aturan agamanya / aliran kepercayaannya sedangkan bagi saksi yang tidak menganut agama/kepercayaan dengan cara berjanji.
Testimony of a witness can be assessed and considered by the judge, if they have fulfilled the material and formal requirements as a witness. One of the formal requirements as a witness is to be sworn before giving their testimony pursuant to their religious beliefs. But in Indonesia, religion has been limited to Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, and Khong Cu (Confusius). Thus in trial and some regulations, the procedure to swear an oath are accommodated only for the recognized religions. Whereas for witnesses who do not adhere to religions recognized in Indonesia or any religion at all, they haven?t had their oath accommodated yet. Based on this background, the authors conducted a study that aims to determine how the evidence of witnesses who practice no religion recognized as legitimate evidence by the State of Indonesia. The research method used by the author is a juridical-normative method. From research conducted, Testimonies given by witnesses who do not adhere to any of the religions that have been recognized in Indonesia can still have probative value pursuant to their religious beliefs and for witnesses who do not adhere to any religion can pledge that they will speak the truth.
2015
S59014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Insan Akbar P.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22633
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Glenn Ludwig
Abstrak :
Perkembangan teknologi Artificial Intelligence Deepfake, menimbulkan ancaman terhadap sistem peradilan pidana, khususnya dalam pembuktian. Kemampuan Deepfake memanipulasi gambar atau video dapat mengelabui kemampuan manusia untuk mengenali bentuk yang asli ataupun yang telah dimanipulasi. Meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengalami perubahan kedua pada tahun 2024, regulasi ini belum secara spesifik mengatur tentang Deepfake. Di lain sisi European Union telah membentuk regulasi terkait Artificial Intelligence dan pencegahan penyalahgunaan Deepfake dalam Artificial Intelligence Act. Penelitian ini menganalisis (1) perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan Deepfake di Indonesia menurut UU ITE, dan (2) ancaman penyalahgunaan Deepfake dalam proses pembuktian di sistem peradilan pidana Indonesia. Penelitian ini membandingkan UU ITE dan AIA untuk menemukan bentuk perlindungan yang efektif terhadap ancaman tersebut. Melalui penelitian doktrinal dan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa: Pertama, UU ITE memberikan perlindungan hukum secara represif terhadap penyalahgunaan Deepfake. Kedua, diperlukan perlindungan hukum preventif seperti yang diatur dalam AIA. Ketiga, ketidakjelasan definisi Deepfake menyebabkan ketidakpastian hukum sehingga manipulasi Deepfake masih dapat dianggap sebagai alat bukti elektronik yang sah menurut UU ITE. Keempat, ancaman penyalahgunaan Deepfake dalam pembuktian mencakup perlunya validasi otentisitas bukti digital dan penanganan tuduhan bukti palsu di pengadilan. ......The development of Artificial Intelligence Deepfake technology poses a threat to the criminal justice system, particularly in the area of evidence. Deepfake's ability to manipulate images or videos can deceive humans into believing altered content is genuine. Although the Electronic Information and Transactions Law (UU ITE) was amended for the second time in 2024, it does not specifically address Deepfake technology. In contrast, the European Union has established regulations on Artificial Intelligence and the prevention of Deepfake misuse in the Artificial Intelligence Act (AIA). This study analyzes (1) the legal protection against Deepfake misuse in Indonesia according to UU ITE, and (2) the threat of Deepfake misuse in the evidence process within the Indonesian criminal justice system. This study compares UU ITE and AIA to identify effective protective measures against these threats. Through doctrinal research and a qualitative approach, the findings are as follows: First, UU ITE provides repressive legal protection against Deepfake misuse. Second, preventive legal protection, as outlined in the AIA, is necessary. Third, the lack of a clear definition of Deepfake results in legal uncertainty, allowing Deepfake manipulations to be considered valid electronic evidence under UU ITE. Fourth, the threat of Deepfake misuse in evidence includes the need for authenticity validation of digital evidence and handling allegations of falsified digital evidence in court.
Depok: 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dezita Taniar
Abstrak :
Masyarakat Indonesia pada umumnya memahami pelekatan meterai pada dokumen adalah sebagai salah satu syarat terbentuknya suatu dokumen yang autentik. Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, meterai tidak pernah disebutkan sebagai salah satu syarat untuk suatu dokumen daoat dikatakan autentik. Dan juga dengan banyaknya gugatan di pengadilan yang diakibatkan terjadinya degradasi terhadap suatu akta notaris, menjadi permasalahan yang cukup merugikan para pihak sehingga harus dicari bagaimana solusi agar hal tersebut tidak terjadi. Berdasarkan hal tersebut muncul permasalahan seperti keterkaitan antara pelekatan meterai dengan keautentikan akta notaris, dan juga meterai yang dapat menjadi pendukung keautentikan akta notaris baik dalam bentuk tempel maupun elektronik. Untuk menjawab hal tersebut, pada penelitian ini memakai metode penelitian yuridis-normatif dan bersumber pada data sekunder yang berupa peraturan bahan hukum, literatur kepustakaan, dan wawancara terhadap informan. Berdasarkan hasil penelitan dengan menggunakan bentuk penelitian berupa tipologi evaluatif, keterkaitan meterai dengan akta notaris hanya berfungsi sebagai pajak, bukan sebagai syarat dari autentiknya suatu akta. Tetapi meterai berbentuk tempel maupun elektronik ini juga dapat menjadi pilihan bagi notaris Indonesia untuk menjadi pendukung keautentikan dari akta-akta yang mereka buat, sehingga kasus seperti gugatan di pengadilan yang dikarenakan terdegradasinya suatu akta notaris yang diakibatkan oleh pemalsuan/penggandaan dapat dihindari. ......In general, Indonesian people understand that the attachment of a seal to a document is one of the conditions for the formation of an authentic document. Meanwhile, according to the Civil Code, the seal is never mentioned as one of the requirements for a document to be said to be authentic. And also with the many lawsuits in court caused by the degradation of a notary deed, it becomes a problem that is quite detrimental to the parties so that a solution must be found so that this does not happen. Based on this, problems arise such as the relationship between the attachment of the seal and the authenticity of the notary deed, and also the seal that can support the authenticity of the notary deed both in sticky and electronic form. To answer this, this research uses a juridical-normative research method and is sourced from secondary data in the form of regulations on legal materials, literature, and interviews with informants. Based on the results of research using a form of research in the form of an evaluative typology, the connection between the seal and the notary deed only functions as a tax, not as a condition for the authenticity of a deed. However, this sticky or electronic seal can also be an option for Indonesian notaries to support the authenticity of the deeds they make, so that cases such as lawsuits in court due to the degradation of a notary deed caused by forgery/copying can be avoided.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Agung Widhya Sastra
Abstrak :
Protokol notaris wajib disimpan oleh notaris dan berfungsi sebagai alat bukti tulisan. Notaris wajib untuk menyimpan protokol notarisnya sendiri atau menyimpan protokol notaris dari notaris yang telah berakhir masa jabatannya (werda notaris). Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pengaturan hak dan kewajiban Notaris dan Werda Notaris terhadap protokol notaris sebagai dokumen Negara dan bagaimana kedudukan protokol notaris untuk kepentingan pembuktian terhadap werda notaris dalam sengketa hukum berkaitan dengan akta-akta yang dibuatnya. Penelitian dilakukan menggunakan hukum normatif, bersifat desktriptif, berbentuk preskriptif, menggunakan sumber data berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, pengumpulan data secara studi kepustakaan serta menggunakan logika deduktif. Hak dan kewajiban Notaris dan Werda Notaris terhadap protokol notaris diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Werda Notaris dapat dianggap sebagai pihak yang berkepentingan sehingga berhak untuk menggunakan protokol notarisnya dengan sebagai alat bukti dalam perkaraperkara terkait dengan menghadirkan notaris pemegang protokol notaris dari Werda Notaris tersebut. Secara normatif belum diatur mengenai penggunaan protokol notaris dari Werda Notaris sebagai alat bukti sehingga perlu ditambahkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Majelis Pengawas Notaris tidak dapat menjatuhkan sanksi kepada Werda Notaris jika ada laporan dugaan pelanggaran undang-undang jabatan notaris yang dilakukan Werda Notaris harus ditolak. ......Notary protocol must be kept by the notary and serves as written evidence. Notary is obliged to keep his own notary protocol or keep notary protocol of the notary who has ended his term (retired notary). The problems discussed is how the arrangement of rights and duties of Notary and Retired Notary to notary protocol as state documents and how the position of notary protocols for the sake of proving to the retired notary in a legal dispute relating to the deeds made. The study was conducted using normative law, descriptive explanation, prescriptive form, use data sources in the form of primary legal materials, secondary and tertiary, literature study data collection and use deductive logic. The rights and obligations of the Notary and Retired Notary to notary protocol are stipulated in Law Notary. Retired Notary can be considered as interested parties that are entitled to use the notary protocol as evidence in cases related to the notary present holder of a notary protocol of the Retired Notary. Normatively has not been set on the use of Retired Notary?s notary protocol as evidence so it needs to be added in the Law Notary. Notary Supervisory Council can?t impose sanctions on Retired Notary if there are reports of alleged violations of the Notary law by Retired Notary must be rejected.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handarbeni Sayekti
Abstrak :
Tesis ini membahas pemeriksaan perkara sidang pengadilan dimana pembuktian merupakan hal yang utama. Hakim harus cermat dan hati-hati dalam menilai alat bukti yang diajukan dalam persidangan, sadar dalam menilai kekuatan alat bukti tersebut, jika hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam keputusan yang dijatuhkan. Kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti. Tentang alat bukti ini, disebutkan dalam pasal 184(1) KUHAP: Alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan Terdakwa. Diantara ke lima alat bukti ini alat bukti petunjuk bersifat tidak langsung sehingga dalam pelaksanaannya sering menimbulkan kesulitan, alat bukti petunjuk ini sebenarya adalah merupakan konstruksi perbuatan, kejadian, atau keadaan yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang bersesuaian sehingga memberikan gambaran mengenai terjadinya tindak pidana dan siapa pelakunya. Namun sampai saat ini penggunaan alat bukti petunjuk dalam membuktikan kesalahan terdakwa mash menimbulkan perdebatan dan perbedaan pendapat dikalangan akademisi maupun aparat penegak hukum. Namun ironisnya ditengah kontroversi tersebut, alat bukti petunjuk mempuyai peranan yang cukup penting dalam hal membuktikan tindak pidana fertentu, bahkan ada keenderungan dimana dalam praktek peradilan pidana alat bukti ini digunakan untuk mengakomodir kekurangan alat bukti yang sah, dan sebagai alat bukti apabila alat bukti yang sah yang diperoleh sangat minim. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyarankan agar hal ini mendapatkan perhatian, dengan memberikan format yang jelas dalam membentuk alat bukti petunjuk sehingga alat bukti ini menjadi obyektif atau dengan menambahkan alat bukti yang sah yang bisa dipergunakan dalam pembuktian perkara pidana (pelaksanaan revisi KUHAP) sehingga diharapkan bisa meminimalkan kontroversi tentang alat bukti ini.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25679
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Naibaho, Tumpal
Abstrak :
Akta otentik sebagai suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Umum (Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah) atas dasar keinginan atau kehendak para pihak, hendaknya menjadi akta yang betul-betul bisa menjadi alat bukti yang kuat, baik secara formal yaitu adanya kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta dalam akta betul-betul dilakukan oleh Pejabat Umum atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap maupun secara materil yaitu kepastian bahwa apa yang disebut dalam akta tersebut merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak dari padanya dan berlaku untuk umum. Agar suatu akta otentik memenuhi syarat otensitas, maka akta tersebut harus dibuat menurut bentuk dan tata cara serta syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang. Komparisi merupakan salah satu bagian terpenting dalam pembuatan akta otentik, yang memuat informasi mengenai identitas, kecakapan dan kewenangan bertindak dari para pihak, dapat mempengaruhi otensitas suatu akta otentik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu yang didasarkan data sekunder berupa studi dokumen dari perpustakaan juga dengan penafsiran, kontruksi serta wawancara, sehingga dapat diperoleh gambaran yang komprehensif dari permasalahan yaitu sampai sejauh mana komparisi dapat mempengaruhi kekuatan akta otentik dan apa akibatnya apabila terjadi kesalahan dalam komparisi.Kesalahan komparisi dalam suatu akta otentik dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya ketentuan dan syarat dalam pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan pasal 41 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), maka akta otentik tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ia di tandatangani oleh para pihak. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan (pihak yang dirugikan), dengan terdegradasinya nilai pembuktian akta otentik menjadi nilai pembuktian akta dibawah tangan, dapat menjadi alasan untuk melakukan pembatalan akta tersebut karena tidak terpenuhinya syarat subjektif suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, dan selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 84 UUJN, dapat melakukan penuntutan penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris.
Authentic deed as a deed that made by authorized official based on the parties will, shall become deed that really can be the evidence force, either through formal which there is certainty of occurence and fact in a deed really conducted by authorized official or explained by the parties or in materiil there is certainty of what called in authentic deed as authentication that validity to parties that apply to public. In order a authentic deed is comply with the otensitas requirements, then a authentic deed must be given in form (content) and procedures and under the terms that prescribed by law. Comparitie that includes identity, competence, and capacity to act of the parties is one of the primary part in making a authentic deed, which could influence the otensitas of a authentic deed. This research uses judicial normative method which based of the secondary data such document research from library and also with interpretation, construction and interview, so it?s can be obtained comprehensive overview that from issues that to what extent the comparitie could affect the force of a authentic deed and what the consequences of the injury/mistake/ entrenchment in comparitie. The injury/mistake/ entrenchment of comparition in a authentic deed could make a authentic deed only have strength as a private deed and couldn?t be applied as the authentic deed because is not comply the terms and conditions of articles 1869 Indonesian Civil Code and articles 41 Regulation of the Duty of Notary. The degradation of authentication value from authentic deed become private deed could be the reason for the interested parties or the injured party to conduct nullification, because the subjective requirement in an agreement doesn?t complied are reffered to articles 1320 Indonesian Civil Code and to article 84 Regulation of the Duty of Notary, that bring a prosecution for reimburse, indemnification, and interest to a Notary.
2009
T26140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>