Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farman, John V.
London : The english language book society and the English Universities Press, 1973
617.96 FAR a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dobson, Michael B. author
Geneva: World Health Organization, 1988
617.96 DOB a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meechan, John G.
London: Quintessence, 2010
617.967 6 MEE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Nugroho
"Latar belakang : Pemasangan sungkup laring tanpa menggunakan obat pelumpuh otot membutuhkan tingkat kedalaman anestesia yang cukup untuk mendepresi refleks jalan napas sehingga menghindari tersedak, batuk dan laryngospasm. Tes klinis yang mudah, akurat dan aplikatif diperlukan untuk menghindari terjadinya komplikasi seperti di atas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektivan trapezius squeezing test sebagai indikator kedalaman anestesia saat pemasangan sungkup laring dihubungkan dengan Bispectral Index.
Metode : Setelah lolos kaji etik dan mendapatkan persetujuan klinik, 105 pasien ASA 1-2 dilakukan pemasangan sungkup laring dengan trapezius squeezing test sebagai prediktor kedalaman anestesia. Semua pasien mendapatkan premedikasi midazolam 0,05mg/kgBB dan fentanyl 1 mcg/kgBB. Induksi dilakukan dengan propofol titrasi, dengan kedalaman anestesia diukur dengan trapezius squeezing test. Pemasangan sungkup laring dilakukan bila trapezius squeezing test negatif. Dicatat keberhasilan pemasangan sungkup laring. Tekanan darah, laju nadi dan nilai Bispectral Index juga didokumentasikan.
Hasil : Sungkup laring berhasil dipasang pada 88 pasien sedangkan 14 pasien gagal dilakukan pemasangan sungkup laring walaupun trapezius squeezing test negatif. Nilai median Bispectral Index saat trapezius squeezing test negatif adalah 35.
Kesimpulan : Trapezius squeezing test merupakan indikator klinis yang dapat diandalkan untuk menilai kedalaman anestesia saat pemasangan sungkup laring.

Background : Laryngeal mask insertion without using muscle relaxant requires a level of depth of anesthesia sufficient to depress airway reflexes to avoid choking, coughing and laryngospasm. Easy, accurate and applicable clinical tests are required to avoid complications as above. The purpose of this study was to determine the effectiveness of the trapezius squeezing test as an indicator of the depth of anesthesia when inserting laryngeal mask airway associated with Bispectral Index.
Methods : After ethical clearance and receive informed consent, 105 ASA 1-2 patients were done laryngeal mask insertion with trapezius squeezing test as a predictor of anesthesia depth. All the patient were receive premedication midazolam 0,05 mg/kg and fentanyl 1 mcg/kg. Induction were done by propofol titration with anesthesia depth is measured by trapezius squeezing test. Laryngeal mask were inserted when trapezius squeezing test negative. The successful of laryngeal mask insertion was recorded. Blood pressure, pulse rate and Bispectral Index score were also documented.
Result :Larygeal mask successfully inserted in 88 patients while 14 patients failed despite the negative results of trapezius squeezing test. The median score of Bispectral Index when trapezius squeezing test negatif was 35.
Conclusion : Trapezius squeezing test is a reliable clinical indicator to assess the depth of anesthesia during laryngeal mask insertion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Permatasari
"Menggigil pasca anesthesia merupakan komplikasi yang potensial bagi pasien pasca bedah yang dapat mengakibatkan Iiipoksemia karena peningkatan konsumsi oksigen jaringan dan peningkatan kadar C02 dalam darah. Hal ini berbahaya tenriama bagi pasien dengan riwayat penyakit jantung iskemi atau pasien-pasien dengan fungsi cadangan ventilasi yang terbatas. Teiah banyak upaya pencegahan maupun penanggulangan dilakukan untuk mengatasi menggigil pasca anestesia, obat yang lazim digunakan adalah petidin. Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa ketamin juga efektif untuk mencegah menggigil pasca anestesia.
Penelitian ini bertujuan membuktikan apakah ketamin lebih efektif dibandingkan petidin untuk mencegah menggigil pasca anestesia inhalasi N20/02/isofluran, Penelitian ini bersifat uji klinis tersamar ganda yang membandingkan keefektifan ketamin intravena 0,5 mg/kb BB dengan petidin 0.35 mg/kg BB. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM dengan jumlah sampel 40, laki-laki dan perempuan, usia 16-65 tahun, status fisik ASA I-II. Kriteria penolakan adalah mempunyai riwayat alergi terhadap petidin dan ketamin, memiliki riwayat kejang, hipertensi dan penyakit jantung koroner, jika suhu tubuh sebelum induksi >38 °C atau <36°C dan bila pasien mengkonsumsi obat inhibitor monoamine oksidase. Kriteria pengeluaran jika operasi berlangsung >180 menit atau kurang dari 30 menit, mendapatkan darah atau komponen darah, memerlukan perawatan di ruang rawat intesif pasca pembedahan., mengalami komplikasi selamaanestesia seperti syok atau henti jantung dan bila intra operatif pasien mendapatkan obat klonidin, prostigmin, petidin dan ondansetron."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Adnyana
"Latar belakang. Nyeri tenggorok paseaoperasi merupakan komplikasi yang umum terjadi setelah anestesia umum dengan intubasi endotrakeal. 8erbagai macam usaha pencegahan telah dilakukan baik nonfarmakologis maupun farmakologis dengan keuntungan dan kerugian masing-masing. Pemberian ketamin seeara perifer memiliki efek analgetik dan antiinflamasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek pemberian obat kumur ketamin untuk mengurangi nyeri tenggorok pascaoperasi setelah intubasi endotrakeal. Metode. Penelitian ini mengikutkan 146 pasien yang menjalani anestesia umum dengan intubasi endotrakeal. Pasien dikelompokkan secara aeak untuk menerima ketamin kumur 40 mg dalam NaCI 0,9% sebanyak 30 mL atau larutan NaCI 0,9% sebanyak 30 mL sebelum induksi anestesia. Premedikasi menggunakan midazolam 0,05 mglkg88 dan petidin 1 mglkgBB. Induksi anestesia dengan propofol 1 % 2 mg/kg8B. Intubasi difasilitasi dengan atrakurium 0,5 mg/kg8B. Pemeliharaan anestesia menggunakan N20:02=2:1 dan isofluran 1-2 vol%. Penilaian nyeri tenggorok dilakukan tiga kali pada jam ke 0, 2 dan 24 setelah operasi. Derajat nyeri tenggorok dinilai dengan menggunakan Visual Analogue Score 0JAS). HasH. Pada akhir penelitian 4 orang pasien dikeluarkan dari penelitian. Pada kelompok ketamin insiden nyeri tenggorok 31 ,9% dan pada kelompok kontrol sebesar 78,6% dengan Number Needed to Treat sebesar 2. Berdasarkan uji statistik didapatkan perbedaan berrnakna antara kedua kelompok (P

Background. Postoperative sore throat ( POST) is a common complication general anaesthesia with endo.tracheal intubation. Various non-pharmacological and pharmacological methods have been used to prevent this complication, but some have it own advantages and disadvantages. Peripherally administration of ketamine has analgetic and anti-inflammatory effects. We compared the effectiveness of ketamine gargle with placebo for prevention of POST after oral endotracheal intubation. Methods. We studied 146 ASA I or 1/ adult patients who received general anaesthesia with endotracheal intubation. Patients randomly allocated to recieve either 40mg ketamine gargles in nomal saline 30 mL or normal saline 30 mL before induction of anaesthesia. Premedication using midazolam 0,05mg/kgBB and pethidine 1 mglkgBB. Induction of anaesthesia using propofol2mglkgBB. Tracheal intubation was facilitated by atracurium 0,5mglkgBB. Anaesthesia was maintained with N20 : 02 = 2 : 1 and isoflurane 1-2 %. Evaluation of POST was done three times at 0,2 and 24 hours postoperative with visual analogue score (VAS). Results. At the end of study there were four patients excluded from the study. 142 patients completed the study. The insidence of POST in ketamine group was 31,9% and in placebo group was 78,6% with number needed to treat was 2. There was significant difference (P<0,05) between groups in POST. Conclusions. Administered ketamine gargle before insertion of endotracheal tube reduced incidence and severity of POST.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59054
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jauda Hanoon
"Latar Belakang Operasi sesar meningkat di Indonesia dan dikaitkan dengan nyeri sedang-berat, sehingga memerlukan manajemen nyeri yang efektif untuk mencegah dampak negatif. Mengidentifikasi regimen analgesik, durasi operasi, dan anestesi yang optimal dapat meningkatkan hasil, tetapi studi tentang nyeri pascaoperasi akut dan faktor terkait di Indonesia masih terbatas. Metode Desain kohort observasional retrospektif digunakan, dengan sampel pasien yang menjalani operasi sesar di RSCM pada tahun 2021. Data mengenai kejadian nyeri akut sedang-berat (VAS ≥ 4), regimen analgesik, anestesi, dan durasi operasi diolah dari rekam medis dan kemudian dianalisis. Hasil 55 pasien diikutsertakan dalam analisis. 5 (9%) mengalami nyeri pascaoperasi akut sedang-berat. Analisis uji Fisher terhadap hubungan antara skor VAS ≥ 4 dengan regimen analgesik (p=0,053), anestesi (p=1,000), dan durasi operasi (p=1,000) tidak ditemukan signifikan. Kesimpulan Penelitian prospektif lebih lanjut dengan ukuran sampel yang besar diperlukan untuk memberikan kesimpulan mengenai pengaruh regimen analgesik, anestesi, dan durasi operasi terhadap nyeri pascaoperasi akut pada pasien operasi caesar.

Introduction Cesarean deliveries are rising in Indonesia and are associated with moderate-severe pain, requiring effective pain management to prevent negative impacts. Identifying optimal analgesic and anaesthesia regimens, and surgery duration could improve outcomes, but studies on acute postoperative pain and related factors in Indonesia remain limited. Method A retrospective observational cohort design was utilised, with a sample of patients who underwent caesarean sections in RSCM in the year 2021. Data regarding the incidence of moderate-severe acute pain (VAS ≥ 4), analgesic regimen, anaesthesia, and surgery duration was extracted from medical records and subsequently analysed. Results 55 patients were included in the analysis. 5 (9%) experienced moderate-severe acute postoperative pain. Fisher test analysis of the association between VAS ≥ 4 score and analgesic regimen (p=0.053), anaesthesia (p=1.000), and surgery duration (p=1.000) was not found to be statistically significant. Conclusion Further prospective studies with large sample sizes are needed to provide conclusions regarding the effect of analgesic regimen, anaesthesia, and surgery duration on acute postoperative pain in caesarean section patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Yasir
"Latar belakang : Telah dilakukan penelitian untuk waktu optimal pemberian fentanil 2 .tg/kg BB dengan tujuan menekan respon kardiovaskuler akibat laringoskopi dan intubasi dengan membandingkan waktu pemberian fentanil 5 dan 7 menit sebelum dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi.
Metode:Tiga puluh enam pasien ASA 1 dan ASA 2 dibagi dalam dua kelompok secara acak masing-masing tediri dari delapan belas pasien. Kelompok pertama diberikan fentanil dosis 2 µglkg BB waktu 5 menit sebelum laringoskopi dan intubasi, sedangkan kelompok kedua diberikan dosis yang sama dengan waktu 7 menit sebelum laringoskopi dan intubasi , data tekanan darah sistolik , diastolik, tekanan arteri rata-rata dan laju jantung dari kedua kelompok dibandingkan sampai 5 menit setelah intubasi.
Hasil : Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok yang dibandingkan (p>0.05) dalam hal tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rata-rata dan laju jantung akibat laringoskopi dan intubasi.
Kesimpulan : Waktu optimal untuk injeksi fentanil 21tg kg BB-' untuk dapat menekan respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi adalah 5 dan 7 menit sebelum tindakan tersebut dilakukan.

Background :This study was designed to examine the optimal time of injection of 2 gg/kg fentanyl to Attenuate circulatory responses due to laringoscopy and tracheal intubation that compared between 5 minute and 7 minute before laringoscopy and tacheal intubation.
Method : Thirty six patients ASA 1 and ASA 2 were randomly in two groups which each group eighteen patients. The patients in group 1 received fentanyl 2 pg/kg 5 minute and group 2 received the same dose 7 minute before laringoscopy and tracheal intubation.
Result : The result of this study were no statistical significant values both of groups in systolic, diastolic, mean arterial pressure and heart rate due to laringoscopy and intubation
Conclusion : The effective time to administer fentanyl 2pg kg _I to protect circulatory response to laringoscopy and tracheal intubation are 5 minute and 7 minute before intubation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Yulianti
"Kecemasan pre operasi merupakan salah satu masalah yang paling umum terjadi pada pasien
rencana operasi tumor otak. Tidak mengendalikan masalah ini dapat berdampak negatif pada
hasil pasca operasi. Salah satu intervensi nonfarmakologis saat ini untuk mengurangi
kecemasan pre-operasi adalah edukasi pasien. Salah satu media edukasi yang telah
dikembangkan dan digunakan sebagai pendekatan alternatif yang semakin populer untuk
mengelola kecemasan pre operasi yaitu melalui teknologi virtual reality (VR). Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi berbasis VR terhadap
kecemasan pre operasi tumor otak primer. Penelitian quasi-eksperimental melibatkan 54
pasien yang dibagi menjadi masing-masing 27 responden kelompok intervensi dan kontrol.
Kecemasan pre-operasi diukur menggunakan The Amsterdam Preoperative Anxiety and
Information scale (APAIS) sebelum dan setelah intervensi dilakukan. Hasil skor kecemasan
rata-rata sebelum intervensi adalah 20,96 dan 19,15 sedangkan skor kecemasan rata-rata
setelah intervensi adalah 14 dan 19 pada kelompok intervensi dan kontrol. Terdapat
hubungan yang bermakna antara skor kecemasan rata-rata setelah intervensi pada kelompok
intervensi dan kontrol (p 0,000). Edukasi berbasis virtual reality terbukti efektif menurunkan
kecemasan pre operasi tumor otak primer dibandingkan dengan kelompok yang menerima
perawatan standar. Pengenalan VR secara umum untuk populasi pasien yang besar yang
menjalani operasi tumor otak primer harus dipertimbangkan untuk mengurangi kecemasan
pada populasi tersebut.

Preoperative anxiety is one of the most common problems in patients planning brain tumor surgery.
Not controlling this problem can have a negative impact on postoperative outcomes. One of the
current nonpharmacological interventions to reduce pre-operative anxiety is patient education. One
educational medium that has been developed and used as an increasingly popular alternative
approach to managing preoperative anxiety is through virtual reality (VR) technology. Therefore,
this study aims to determine the effect of VR-based education on primary brain tumor preoperative
anxiety. The quasi-experimental study involved 54 patients who were divided into 27 intervention
and control group respondents each. Preoperative anxiety was measured using The Amsterdam
Preoperative Anxiety and Information scale (APAIS) before and after the intervention. The mean
anxiety scores before the intervention were 20.96 and 19.15, while the mean anxiety scores after the
intervention were 14 and 19 in the intervention and control groups, respectively. There was a
significant relationship between the average anxiety scores after the intervention in the intervention
and control groups (p 0.000). Virtual reality-based education proved effective in reducing
preoperative anxiety of primary brain tumors compared to the group receiving standard care. The
general introduction of VR to a large population of patients undergoing primary brain tumor surgery
should be considered to reduce anxiety in this population.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verrel Wibisono Surjatin
"Latar Belakang Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik atau terapeutik yang penting bagi pasien penyakit jantung bawaan (PJB). Meskipun prosedur ini efektif, prosedur ini mempunyai risiko komplikasi dengan minimnya informasi yang dipublikasikan dari negara-negara berpendapatan menengah ke bawah di Asia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian komplikasi mayor saat kateterisasi jantung pada pasien PJB di pusat rujukan nasional di Indonesia. Metode Data cross-sectional pasien anak PJB yang menjalani kateterisasi jantung dengan anestesi umum pada bulan Januari 2020 hingga Februari 2022 di Pelayanan Jantung Terpadu, rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dikumpulkan melalui rekam medis. Data yang dikumpulkan meliputi demografi pasien, jenis PJB, laporan prosedur, dan komplikasi. Kami meninjau dan menjelaskan data kateterisasi jantung anak untuk PJB selama periode 14 bulan. Hasil Tercatat sebanyak 179 prosedur kateterisasi jantung, dengan total 13 komplikasi yang terjadi pada 9 (5,0%) kasus. Dari jumlah tersebut, 7 merupakan komplikasi mayor, yang terjadi pada 5 (2,79%) prosedur. Komplikasi mayor meliputi bradikardia, desaturasi dan hipotensi yang menyebabkan upaya resusitasi atau pemindahan ke unit perawatan intensif jantung (CICU), serta aritmia, dan hipoksemia berat. Komplikasi minor terjadi pada 4 tindakan (2,23%). Komplikasi mayor lebih sering terjadi pada penyakit jantung bawaan yang kompleks dan memiliki median usia dan berat badan yang lebih rendah dibandingkan prosedur tanpa komplikasi. Kesimpulan Insiden prosedur dengan komplikasi mayor selama kateterisasi jantung untuk PJB dengan anestesi umum dalam penelitian ini adalah 2,79%, hal ini konsisten dengan studi lain. Komplikasi mayor masih dapat terjadi dalam prosedur diagnostik, hal ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam penempatan staf, persiapan, dan pemantauan peri-prosedural, terutama pada pasien berisiko tinggi dan penyakit jantung bawaan kompleks.

Introduction Cardiac catheterisation is an essential diagnostic and therapeutic tool in patients with congenital heart disease (CHD). While it is effective, the procedure carries a risk of complications, with little information published from low-middle income countries in Asia. This study aimed to investigate the incidence of major complications during cardiac catheterisation in patients with CHD at a national referral centre in Indonesia. Method Cross sectional data for paediatric patients with CHD who underwent cardiac catheterisation under general anaesthesia from January 2020 to February 2022 at Pelayanan Jantung Terpadu, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, were collected via medical records. Data on patient demographics, types of CHD, procedural details, and complications were collected. We review and describe the data on paediatric cardiac catheterisations for CHD over a period of 14 months. Results A total of 179 cardiac catheterisation procedures were recorded, with a total of 13 complications which occurred in 9 (5.0%) cases. Of these, 7 were major complications, which occurred in 5 (2.79%) procedures. Major complications included bradycardia, desaturation and hypotension leading to resuscitation efforts or transfer to cardiac intensive care unit, as well as arrhythmias, and severe hypoxemia. Minor complications occurred in 4 procedures (2.23%). Major complications occurred more often in complex congenital heart disease cases and had a lower median age and weight relative to procedures without complications. Conclusion The incidence of procedures with major complications during cardiac catheterisation for CHD under general anaesthesia in this study was 2.79%, which is consistent with other studies. Major complications can still occur in diagnostic procedures, highlighting the importance of careful staffing, preparation and peri-procedural monitoring, especially in higher risk patients and complex congenital heart disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library