Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yantoko
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T58980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Shafira
Abstrak :
Hiperkolesterolemia merupakan salah satu prediktor kuat berbagai penyait jantung yang merupakan penyebab utama kematian di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan berbagai faktor yang berkaitan dengan kejadian hiperkolesterolemia pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Pasar Minggu pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan jumlah sampel sebesar 126 responden menggunakan consecutive sampling. Variabel penelitian yang diteliti adalah kejadian hiperkolesterolemia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, riwayat DM keluarga, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, tingkat stress, persen lemak tubuh dan asupan lemak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi kejadian hiperkolesterolemia pada penderita DM adalah 56,3% dengan 37,1% pada pria dan 63,7% pada wanita. Dari seluruh variabel independent yang diteliti, perbedaan yang bermakna dengan hasil uji chi square terdapat pada variabel jenis kelamin (OR = 2,947; CI = 1,326-6,672), riwayat keluarga (OR = 0,443; CI = 0,209-0,895) dan kebiasaan merokok (OR = 1,233; CI = 0,990-11,898). Sementara itu, tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan lama menderita DM, aktivitas fisik, tingkat stress, antropometri dan asupan lemak karena p > 0,05. Untuk menyimpukan, terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin, riwayat DM keluarga dan kebiasaan merokok dengan kejadian hiperkolesterolemia, dengan peningkatan risiko hiperkolesterolemia sejalan dengan jenis kelamin perempuan, adanya riwayat DM keluarga dan kebiasaan aktif merokok ......Hypercholesterolemia is the leading predictor of various cardiac disease (CVD) which is the leading cause of death in the world. This study aims to determine whether there are any differences the incidence of hypercholesterolemia based on factors related to it in people with diabetes mellitus at Pasar Minggu Primary Health Care in 2018. This study used a cross-sectional method with a sample size of 126 respondents using consecutive sampling. Research variables studied were incidence of hypercholesterolemia, sex, duration of diabetes mellitus, family history of diabetes mellitus, smoking habit, physical activity, stress level, body fat percentage and fat intake. The results of this study showed that the prevalence of hypercholesterolemia incidence in DM patients was 56.3% with 37.1% in men and 63.7% in women. Of all independent variables studied, significant differences with statistical analysis were in sex (OR = 2.947, p = 0.009), family history (OR = 0.443, p = 0.018) and smoking habits (OR = 1,233; p = 0.038). Meanwhile, there was no significant the incidence of hypercholesterolemia differences based on duration of diabetes mellitus, physical activity, stress level, anthropometry and fat intake due to p > 0.05. To conclude, there were significant differences in sex, family history of diabetes mellitus and smoking habits with hypercholesterolaemia incidence, with an increased risk of hypercholesterolemia in line with female sex, family history of DM and active smoking habits.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiki Drajat Gumilar
Abstrak :
ABSTRAK
Perhitungan luas tubuh manusia atau body surface area telah menjadi perhatian berbagai ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Dengan karakter antropometri yang unik, setiap suku bangsa seharusnya memiliki formula BSA yang sesuai dengan karakteristik antropometrinya. Dikembangkan dengan dukungan data antropometri yang diperoleh secara akurat dengan proses 3D Anthroscan. Studi ini memberikan alternatif formula perhitungan BSA yang lebih sesuai dengan karakteristik antropometri Manusia Indonesia. Dalam studi kasus penelitian ini BSA = 0.0113 x W0.1956 x H0.8169 adalah formulasi luas tubuh manusia yang mempunya potensi menjawab karakteristik antropometri manusia Indonesia. Sebuah pendekatan geometrik juga disusun untuk menjawab kebutuhan formulasi BSA yang lebih personal.
ABSTRACT
The study of human body surface area has been a concern for many experts in several research fields. Having unique anthropometry characteristics, every humen race should have certain formula that fit those characteristics. Generated using strong based data taken with high accuracy 3D Anthroscan. This study obtain a new BSA formula, BSA = 0.0113 x W0.1956 x H0.8169 that will potentially fit Indonesian anthropometric characteristics. A geometrical interpolation model also proposed for a more personal BSA calculation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43898
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stesy Natassa
Abstrak :
Latar Belakang: Penanda anatomi yang dipakai pada anestesia spinal adalah ruang sela tulang belakang setinggi L4-L5. Letak ruang sela tulang L4-L5 selama ini dianggap tepat berada pada garis Tuffier yang merupakan garis khayal transversal yang menghubungkan kedua krista iliaka. Letaknya sangat bervariasi karena pengaruh beberapa faktor seperti adanya perbedaan ras, jenis kelamin, usia, dan faktor antropometrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin dan faktor antropometri terhadap jarak ruang sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier pada ras Melayu dengan menggunakan panduan ultrasonografi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan rancangan potong lintang pada pasien yang menjalani anestesia spinal di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Februari-Mei 2017 setelah mendapatkan izin dari komite etik. Sebanyak 93 subjek diambil dengan metode consecutive sampling. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin dan faktor antropometri terhadap jarak antara sela tulang L4-L5 dari garis Tuffier pada ras Melayu dengan menggunakan uji Mann Withney dan uji Pearson, kemudian dilakukan analisis multivariat dengan metode regresi linier berganda untuk memperoleh formula prediksi jarak antara sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier pada ras Melayu. Hasil: Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa jarak ruang sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier adalah -2.59 1.58 cm. Analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tinggi badan dan jenis kelamin terhadap jarak antara sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier. Formula prediksi jarak yang diperoleh pada penelitian ini adalah 4.921 [0.536 x 1 bila laki-laki atau 2 bila perempuan ] ndash;0.052 x tinggi badan dalam cm. Simpulan: Terdapat pengaruh jenis kelamin dan tinggi badan terhadap jarak antara sela tulang L4-L5 dari garis Tuffier. Formula prediksi jarak antara ruang sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier pada subjek ras Melayu dewasa adalah 4.921 [0.536 x 1 bila laki-laki atau 2 bila perempuan ] ndash;0.052 x tinggi badan dalam cm . Kata kunci: garis Tuffier ndash; ras Melayu dewasa-ruang sela tulang belakang L4-L5 ndash; Ultrasonografi ......Background The anatomical marker used in spinal anesthesia is L4 L5 interspace. The L4 L5 interspace is thought to be right on the Tuffier`s line which connects the two highest point on the iliac crest. The location of L4 L5 interspace from the Tuffier`s line varies greatly due to the influence of several factors such as differences in race, sex, age, and anthropometric factors. This study aimid to examine the relationship between age, sex and anthropometry factors with the distance of L4 L5 interspace from Tuffier`s line among Malay race patients using ultrasound guidance at Cipto Mangunkusumo hospital. Methods This was an observational analytic study with cross sectional design. Following assessment the ethics committee, patients undergoing spinal anesthesia at Cipto Mangunkusumo hospital in February May 2017 were admitted in the study.. A total of 93 subjects were included by using the consecutive sampling method. Statistical analysis was performed to find the relationship between age, sex and anthropometry factors with the distance L4 L5 interspace from Tuffier`s line using Mann Withney and Pearson test. Additionally, multivariate analysis with multiple linear regression method was used to obtain the prediction formula of the distance between L4 L5 interspace to the Tuffier`s line on the Malay race. Result This study generated that the distance of L4 L5 interspace from the Tuffier line is 2.59 1.58 cm. Correlation analysis showed a significant relationship between height and sex to the distance of L4 L5 interspace and the Tuffier`s line. The distance prediction formula obtained in this study is 4.921 0.536 x 1 for male or 2 for female 0.052 x height in cm. Conclusion There was a significant relationship between height and sex to the distance of L4 L5 interspace from the Tuffier`s line. The distance prediction formula between L4 L5 interspace and Tuffier`s line on adult Malay race subject is 4.921 0.536 x 1 for male or 2 for female 0.052 x height in cm . Keywords adult Malay race L4 L5 interspace Tuffier`s line Ultrasonography.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Djunaidi
Abstrak :
Transportasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menunjang pembangunan nasional. Belum baiknya sistem transportasi massal di Indonesia, membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, seperti sepeda motor yang praktis dan ekonomis untuk digunakan. Namun, dalam menggunakan sepeda motor, aspek ergonomi dan kenyamanan bagi pengendara perlu untuk diperhatikan. Desain dan ukuran tempat duduk sepeda motor yang tidak sesuai dengan antropometri duduk statis pengendara dapat menimbulkan kelelahan pada pengendara dan mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko ergonomi dari ketidaksesuaian antara desain dan ukuran tempat duduk sepeda motor dengan antropometri duduk statis. Untuk menganalisis risiko ergonomi, dilakukan penelitian dengan desain deskriptif analitik pada mahasiswa di sekitar lingkungan kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2009. Jumlah sampel sebanyak 100 orang responden, dibagi menjadi 50 orang laki-laki dan 50 orang perempuan. Sampel responden dipilih dengan metode cluster random sampling, sedangkan tipe sepeda motor dipilih berdasarkan yang paling banyak digunakan dengan metode simple stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara ukuran tempat duduk sepeda motor dengan antropometri duduk statis pada mahasiswa. Adanya ketidaksesuaian tersebut dapat mengakibatkan risiko ergonomi pada pengendara dan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Transportation is something needed most to support national development. Bad mass transportation system in Indonesia, makes people prefer to use private vehicles, such as motorcycle which is practical and economical to use. However, riders need to consider ergonomic and comfortability aspects in using motorcycle. The design and size of motorcycle seat in compatible with the rider?s static seat anthropometry may cause fatigue among riders and lead to accidents. The study aimed to find out ergonomic risks of incompatibility between the design and size of the motorcycle seat with static sitting anthropometry. To analyze the ergonomic risks, this study was conducted using analitical descriptive design among college students at Public Health Faculty Universitas Indonesia on October to December 2009. The total sample was 100 respondents, divided into 50 men and 50 women. The sample of respondents was selected using random cluster sampling method, meanwhile the type of motorcycle was selected based on the most widely used with simple stratified random sampling method. The results showed any incompatibility between the size of motorcycle seat with static sitting anthropometry among collage students. Such incompatibility may cause ergonomic risks among rider and lead to traffic accidents.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lanny Ch. Salim
Abstrak :
Prevalensi anemia gizi pada ibu hamil masih cukup tinggi di Indonesia. Pada umumnya anemia gizi pada ibu hamil disebabkan kekurangan zat besi. Penyebab utama anemia gizi tampaknya adalah konsumsi zat makanan yang tidak cukup, terutama protein dan bahan lainnya pembentuk darah seperti besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C. Konsumsi zat makanan tersebut sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan zat makanan yang dianjurkan sehari. Pada ibu hamil, jugs didapatkan penurunan kadar asam folat yang lebih besar dari pada wanita yang tidak hamil, hal ini merupakan salah satu faktor kontribusi untuk terjadinya anemia gizi. Suplementasi preparat zat besi dan asam folat, merupakan pendekatan yang efektif untuk memenuhi kebutuhan zat besi dan asam folat yang meningkat pada waktu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaruh pemberian zat besi dengan zat besi dan asam folat terhadap kadar Hb pada ibu hamil dengan anemia. Dilakukan studi eksperimental terhadap 92 orang ibu hamil dengan umur kehamilan 16 - 32 minggu dengan anemia gizi (8 g% S Hb < 11 g%, Ht < 37%) yang berkunjung ke Bagian Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan. Subyek dibagi menjadi kelompok perlakuan (45 orang) dan kelompok kontrol (47 orang). Selama 8 minggu kelompok perlakuan diberikan pil zat besi dan asam folat (200 mg + 0,25 mg/hari) sedangkan kelompok kontrol mendapat pil zat besi (200 mg/hari) saja. Dari penelitian ini ditemukan :
  1. Prevalensi anemia gizi pada ibu hamil masih cukup tinggi (42,73%).
  2. Subyek umurnya berasal dari golongan sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, berpengetahuan gizi dan berperilaku gizi kurang. Agaknya hal tersebut yang menyebabkan kurangnya asupan zat gizi, terutama protein, zat besi, asam folat, vitamin B12, dibandingkan AKG yang dianjurkan untuk ibu hamil, serta memungkinkan terjadinya anemia gizi pada kehamilan.
  3. Dengan pemberian setiap hari pil zat besi atau pil zat besi + asam folat selama 8 minggu, didapatkan kenaikan kadar Hb dan Ht. Tetapi pada pemberian pil zat besi + asam folat didapatkan kenaikan kadar Hb dan Ht yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pemberian pil zat besi saja (nilai rata-rata kenaikan Hb kelompok perlakuan 2,12 g% dan kelompok kontrol 0,78 g%, nilai rata-rata kenaikan Ht kelompok perlakuan 4,49% dan kelompok kontrol 1,98 %).(p < 0,01).

The prevalence of nutritional anemia among pregnant women is still high in Indonesia. The most common nutritional anemia among pregnant women is iron deficiency anemia which is apparently due to inadequate dietary nutrient intake, i.e. protein, iron, folic acid, vitamin B12 and vitamin C. Estimated dietary nutrients intake is often below two thirds of the RDA. The decrease of plasma folic acid concentration in pregnancy is more than in non pregnant women, which forms one of the contributing factors in the causation of the nutritional anemia in pregnancy. Combined iron and folate supplementation is an effective approach to meet the high iron and folate requirement during pregnancy. The objective of this study is to compare the effect of iron and combined iron and folate supplementation. An experimental study, was carried out on 92 women 16-32 weeks pregnant with hemoglobin concentration between 8 g% and less than 11 g%, and hematocrit less than 37%, who visited the Primary Health Center Cilandak at Kecamatan Cilandak, South Jakarta. Subjects are deviled into study and control groups consisting of 45 and 47 subjects respectively. During 8 weeks the combined iron and folate preparation (200 mg ferrosulfate and 0,25 mg folic acid) were distributed to the study group and the iron preparation (200 mg ferrosulfate) to the control group. From this study can be concluded as follow :
  1. The prevalence of nutritional anemia in pregnancy is still high ( 42,73 % ).
  2. Subjects were primarily from low socio economic level, had low education, poor knowledge and nutritional behavior. Which apparently led to inadequate dietary nutrient intake (i.e. protein, iron, folic acid, vitamin B12) compared to RDA causing probably the nutritional anemia in pregnancy.
  3. Daily supplementation of combined iron and folic acid pils or iron pils only for 8 weeks, increased the hemoglobin and hematocrit concentration of the subjects. But combined pits increased the Hb and Ht concentration more significant than iron pils only. (The mean of increased hemoglobin concentration of the study group was 2,12 mg% and 0,78 mg% of the control group. The mean of the increased hematocrit concentration of the study group was 4,49 % and 1,98 % of the control group )(p<0.41).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuswan A Pamungkas
Abstrak :
Pendahuluan : Pengukuran morfometri wajah sebagai bagian tubuh telah dilakukan sejak jaman Yunani, dan telah diketahui struktur wajah mempunyai karakteristik khusus yang tergantung dari usia, jenis kelamin, ras serta variasi etnik yang ada. Untuk dapat memberikan penilaian yang tepat untuk pasien, adanya data yang dapat mewakili populasi sangatlah diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapalkan data morfometri pada wanita dewasa muda subras Deutero Melayu. Metode : Studi cross sectional dilakukan pada mahasiswi tingkat I - VI FKUT, dengan rentang usia 17 - 25 tho Seleksi ras dilihat sampai dengan tiga generasi tanpa ada campuran dari ras lain, cacat bawaan lahir, riwayat operasi maupun infeksi saat dilakukan penelitian. Data yang diambil oleh satu peneliti yang sarna, subjek dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan tipe oklusi (klasifikasi Angle). Kemudian dilakukan pengukuran 13 variabel {Icbar bibir (chr-chl), lebar cupid's bow (cphr-cphl), tinggi kutis bibir atas (sn-Is), tinggi vermilion atas (Is-sto), tinggi total bibir atas (sn-sto), tinggi kutis bibir bawah (Ii-sl), tinggi vermilion bawah (sto-li), tinggi total bibir bawah (sto-sl), tinggi total bibir (sn-sl), sudut antar bibir ([sn-ls)"[li-sl])} dan penghitungan 6 variabel (Iuas dan volume). Hasil : Didapatkan 124 subjek wan ita, 14 subjek dikeluarkan karena tidak memenuhi syarat subras. Berdasarkan klasifikasi Angle, subjek dibagi 3 tipe oklusi. Oklusi tipe [terdiri 85 orang ( 77%), tipe II 7 orang (7%) dan tipe III 18 orang (16%). Suku terbanyak adalah Jawa 46 orang (41%) dan Minang 33 orang (3001o). Dari hasil pengukuran didapatkan chr-chl = 46,24±3,56mm, cphr-cphl = I O,07± 1 ,53mm, sn-Is = 13,44± 1 ,98mm, Is-sto = 7 ,69± 1 ,74mm, snsto = 21,14±2,28mm, li-sl = 7,06±1,74mm, sto-Ii = 9,87±1,65mm, sto-sl = 16,93±1,94mm, sn-sl = 38,07±3,4Imm dan [sn-lsl"[li-sl] = I 1O,16±14,llo. Luas vermilion atas = i78,10±34,46mm2 , luas vermilion bawah = 228,61±44,41mm2 , luas vermilion total = 406,72±67,38mm2. Volume bibir atas = 1396,69±371,42mm3 , volume bibir bawah = 1240,98±324,16mm3 dan volume bibir total = 2637,67:1::600,38mm3 • Setelah dilakukan pengelompokan berdasarkan tipe oklusi, tidak didapatkan perbedaan bermakna dari seluruh variabel yang diukur dan dihitung antara oklusi tipe I dibandingkan dengan oklusi tipe II dan III. Diskusi : Dibandingkan dengan penelitian Farkas pada ras Kaukasia, Afrika, dan Cina pada tabun 1994, hasil penelitian tidak berbeda bermakna dengan ras Cina. Bila dibandingkan dengan ras Kaukasia maka hasil penelitian ini berbeda bermakna yaitu dalam hal tinggi kutis bibir atas, tinggi kutis bibir bawah dan tinggi total bibir bawah. Dibandingkan dengan ras Afrika terdapat perbedaan pada tinggi vermilion atas, tinggi total bibir atas dan tinggivkutis bibir bawah.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T59100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panero, Julius
Jakarta: Erlangga, 1979
729.4 PAN d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sudijanto Kamso
Abstrak :
Data tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif di Indonesia yang diperlukan untuk upaya pencegahan penyakit kardiovaskular sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif. Penelitian dilakukan di Jakarta dan sekitarnya dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah responden yaitu 220 orang eksekutif laki-laki dan 68 orang eksekutif wanita. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri, analisis biokimia darah, analisis asupan makanan, pengukuran angka stres, dan pengukuran indeks aktivitas. Analisis regresi logistik ganda dilakukan untuk mengetahui hubungan beberapa independen variabel dengan dependen variabel. Analisis ini menghasilkan indeks massa tubuh (overweight, odds ratio (OR) = 5,54; obesitas, OR = 7,44) dan rasio total kolesterol/high density lipoprotein (HDL)-kolesterol (OR = 8,83) sebagai determinan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan profil lipid dan pengukuran antropometri sederhana yang teratur pada kelompok eksekutif penting dilakukan untuk mendeteksi risiko sindrom metabolik.
Available datas on metabolic syndrome among Indonesian executives are limited, despite the fact of the importance of these data for cardiovaskular prevention. The objective of this study was to assess prevalence of metabolic syndrome and its associations between anthropometric measures, lipid profiles, blood pressure, nutrient intakes, and life style in executive group. A cross sectional study was undertaken in some factories in Jakarta, using multistage random sampling. The respondents were 287 executives, 219 male and 68 female. Data were collected through anthropometric measurements, biochemical blood analysis, nutrient intake, stress score, and activity index assessment. Multiple logistic regression analysis used to assess associations between independent variables and metabolic syndrome. This study showed that body mass index (overweight, odds ratio (OR) = 5,54; obesity, OR = 7,44) and ratio serum total cholesterol to high density lipoprotein (HDL)-cholesterol (OR = 8,83) were potential determinants of metabolic syndrome. This study shows the importance of routine check of lipid profile, blood pressure, and simple anthropometric assessment to detect the risk of metabolic syndrome in the elderly.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Taqwallah
Abstrak :
ABSTRAK Dengan gizi yang memadai akan terwujud somber daya manusia yang sehat, cerdas, aktif dan produktif. Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan Juli 1997 diperhitungkan akan menimbulkan dampak buruk terhadap perubahan status gizi masyarakat terutama keluarga miskin dan salah satu kelompok rentannya adalah anak usia 12-23 bulan menjadi kurang energi protein. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah melaksanakan Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) melalui Program Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) yang salah satu kelompok sasaran anak usia 12 - 23 bulan. Penelitian ini untuk mempelajari perubahan status gizi anak usia 12-23 bulan yang mendapat PMT-P JPS-BK dalam rangka mengatasi dampak krisis ekonomi pada keluarga miskin yang sampai saat ini belum ada data evaluasi tentang pengaruh status gizi anak dari program tersebut. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Samalanga Kabupaten Aceh Utara menggunakan data primer yaitu penimbangan berat badan dan umur anak. Disain penelitian yang digunakan adalah quasi-eksperimental, status gizi dilihat sebelum intervensi, selama intervensi dan satu bulan setelah intervensi. Selain faktor pemberian PMT-P juga diteliti faktor lain yaitu faktor umur dan pendidikan ibu serta jenis kelamin anak. Sebagai unit analisis adalah sebanyak 227 orang anak yang dipantau selama lima kali penimbangan rutin. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di Puskesmas Kecamatan Samalanga setelah dilakukan intervensi PMT-P JPS-BK terjadi penurunan KEP dari 114 menjadi 84 (penurunan 26,3%) setelah tiga bulan intervensi, perubahan tersebut secara statistik bermakna. Faktor jenis kelamin anak mempengaruhi perubahan status gizi. Penelitian ini menyarankan program PMT-P untuk anak usia 12-23 bulan pada keluarga miskin dalam keadaan krisis ekonomi dapat dilanjutkan dengan inempertimbangkan hasil penelitian tersebut dengan meningkatkan jumlah waktu intervensi (12 bulan).
ABSTRACT The human resources will be healthy, brilliant, active and productive, if they get enough/good nutrition. The economic crisis started since the middle of July 1997 has been bringing bad impact on the community nutrition status, especially the poor families. One of the high risk groups is the children 12-23 months of age. They are suffering from the calory protein malnutrition. To solve the problem, the government carried out the supplementary food service though the Health Sector Social Safety Net Program with its target was the children 12-23 months of age. The study is aimed at looking through the change of nutrition status of the children 12-23 months of age occurred after getting supplementary food service from the Social Protection Sector Development Programme on health. The objective of the program is to solve the problem as the impact of the economic crisis especially on the poor families. Unfortuuately, now the data on the nutrition status as the impact of the program are not available. The study was done by using the weight for age of children primary data in the impact area of Puskesmas of Samalanga sub-district, North Aceh. The approach applied in this study is an experimental-quasi. The study was done by monitoring the nutrition status of the children 12-23 months of age. The monitoring was done before, during and after one month weighing activities. In addition to the supplementary food giving factor, the factor of age and education of the mothers and as well as the sex of the children were also studied in this resource. Included into this study analysis was 227 children which were monitored during the reguler weighing activities for five times. The study concluded the calory-protein malnutrition children decreased from 114 to 84 (decreased 26,3%) after three months the supplementary food of the Social Protection Sector Development Programme on health implemented at the Puskesmas of Samalanga subdistried, the change is statistically significant. The sex of the children influenced the change of the nutrition status. Based on the study, it is suggested that the supplementary food intervention program for the children 12-23 months of age of the poor families has to be continued during the economic crisis since the study indicated that the program cauded increase times of intervention (12 months).
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>