Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emilia Jakob
Abstrak :
Konflik adalah sesuatu yang umum dijumpai dalam interaksi sehari-hari antar individu yang satu dengan individu lainnya. Konflik yang ditangani dengan baik dapat membawa perubahan yang positif dalam kelompok. Bagaimana konflik dapat tertangani dengan baik membutuhkan ketrampilan perilaku asertif. Perilaku asertif menuntut penghargaan terhadap hak-hak individu dan hak-hak orang lain. Dalam perkawinan masyarakat patriakal, kedudukan antara pria dan wanita seringkali sulit untuk diletakkan dalam tingkat yang sama karena lelaki umumnya memegang kepemimpinan, kekuatan dan kekuasaan yang legirimare sementara perempuan akan berada dalam posisi subordinate yang biasanya memiliki ketergantungan terhadap mereka yang lebih dominan. Sehingga perempuan mungkin akan lcbih sulit untuk berperilaku asertif. Untuk jangka panjang perilaku tidak asertif akan membuat individu semakin kehilangan rasa harga dirinya, meningkatkan perasaan terluka dan marah serta mungkin sekali menghasilkan perilaku agresif yang merupakan bentuk Iain dari peri;aku tidak asertif. Straus (1979) menyusun alat ukur Conflict Tacrics Scale (CTS) untuk melihat pola penanganan konflik dalam keluarga CTS ini terdiri dari 3 skala yaitu skala reasoning, verbal aggression dan violence. Metode reasoning membutukan perilaku asertif dan aktif tertuju pada pemecahan masalah, sementara metode verbal aggression dan violence memiliki dimensi agresi di dalamnya. Untuk itu dilakukan peneiitian ini guna melihat apakah alat ukur CTS ini juga dapat digunakan untuk melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Jakarta. Teori yang digunakan sebagai landasan meliputi perkawinan, konfiik dan resolusinya, asertivitas umum dan dasar-dasar konstruksi tes. Data yang diperoleh berasal dari 71 subyek, dengan karakteristik jangkauan usia 20 - 40 tahun, sudah menikah minimal selama satu tahun Iamanya, sebagian besar memiliki pendidikan akhir diploma dan saljana serta tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Reliabilitas CTS dihitung dengan menggunakan rumus koetisien Alfa Cronbach mendapatkan hasil; skala reasoning memiliki indeks reliabilitas 0.61, skala verbal aggression 0.55 sementara skala violence memiliki indeks reliabilitas 0.75. Uji validitas CTS dilakukan dengan rnengkorelasikan alat ukur ini dengan alat ukur lain yaitu Rarhus Assertfveness Scale yang mengukur perilaku asertif secara umum. Hasil dari uji validitas ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku aserlif dengan metode penanganan konflik, baik dengan menggunakan reasoning, verbal aggression maupun violence. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum alat ukur CTS ini belurn merupakan alat ukur psikologis yang cukup baik untuk melihat pola penanganan konflik sebagaimana yang diharapkan. Masih ada beberapa perbaikan yang perlu dilakukan untuk menghasilkan sebuah alat ukur yang dapat melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Indonesia. Namun demikian ada beberapa hal yang menarik berkaitan dengan hasil yang didapat melalui penelitian ini. Antara Iain adalah tidak adanya perbedaan metode penanganan konflik yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki dalam perkawinan sebagairnana yang dipersepsikan oleh pihak perempuan. Akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara metode penanganan konflik yang dilakukan oleh suami dan istri. Perilaku asertif juga dijumpai lebih tinggi pada perempuan dengan pendidikan sarjana dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan SMA. Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk melakukan beberapa perbaikan item seperti menambah jumlah item sehingg mencakup berbagai macam taktik yang mungkin digunakan oleh pasangan yang sedang berkonflik, khususnya untuk skala reasoning. Perbaikan lainnya adalah memperjelas item-item dalam skala reasoning sehingga benar-benar memiliki konstruk perilaku asertif.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Maria Ninawati
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program training komunikasi asertif untuk meningkatkan keterampilan kerjasama pada Pre Operational First Officer di PT. X. Tipe penelitian ini adalah action research dengan partisipan sebanyak 7 orang. Alat ukur perilaku asertif adalah adaptasi dari Rathus Assertiveness Schedule (Rathus,1973) dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0,744. Sedangkan untuk mengukur keterampilan kerjasama, digunakan adaptasi dari Teamwork Skill Questionnaire (O?Neil 1996) dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0,750. Hasil uji korelasi Spearman-Rho menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku asertif dengan keterampilan kerjasama dengan korelasi sebesar 0,773 dan signifikansi 0,042 (p>0,05). Dengan demikian semakin tinggi perilaku asertif, maka semakin tinggi keterampilan kerjasama. Sementara hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan perbedaan skor sebelum dan sesudah intervensi pada perilaku asertif dengan nilai signifikansi 0,027 (p>0,05) dan pada skor keterampilan kerjasama dengan nilai signifikansi 0,042 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa training komunikasi asertif dapat meningkatkan perilaku asertif dan keterampilan kerjasama pada responden. Dengan demikian perusahaan dapat menerapkan training komunikasi asertif untuk meningkatkan keterampilan kerjasama pada pre operational first officer. ......The purpose of this thesis is to see the effectiveness of assertive communication training program to improve teamwork skills of pre operational first officer at X company. This research used action research method with 7 participants. The research that was used Rathus Assertiveness Schedule (Rathus, 1973) with alpha coefficient (α = 0,744), and Teamwork Skill Questionnaire (O?Neil 1996) with alpha coefficient (α = 0,750) to measure teamwork skill. The result showed a significant relationship between assertive behavior and teamwork skill with a correlation value of 0.773 and significance of 0.042 (p <0.05). It showed that with increasing assertive behavior so teamwork skill will be increase too. In addition, there were significant differences score before and after intervention program of assertive behavior (p=0.027<0.05) and (p=0.042<0.05) of teamwork skill. The analysis results showed that assertive communication training can enhance assertive behavior and teamwork skill of participant. Assertive Communication Training can be used by company to improve teamwork skill of pre operational first officer.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31849
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Fitri Amalia
Abstrak :
Kurangnya kemampuan remaja dalam berperilaku asertif menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku seperti tidak mampu mengungkapkan keinginan dengan baik, melanggar hak orang lain dan meminta dengan paksa. Untuk mengatasi hal tersebut perlu ditingkatkan kemampuan asertif dan resiliensi pada remaja dengan terapi kelompok asertif. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh terapi kelompok asertif terhadap kemampuan asertif dan resiliensi pada remaja. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi Experimental Pre test-Pos test with control group. Kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing terdiri dari 42 orang. Terapi kelompok asertif dilakukan sebanyak 6 sesi. Hasil penelitian didapatkan terjadi peningkatan secara signifikan terhadap kemampuan asertif (p= 0,000) dan kemampuan resiliensi (p= 0,015) pada kelompok intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan secara signifikan antara hasil pre test dan post test. Selain itu ditemukan terdapat korelasi yang positif (r= 0,396) antara kemampuan asertif dengan kemampuan resiliensi. Terapi ini direkomendasikan pada pelayanan kesehatan di masyarakat khususnya kepada anak remaja.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
610 JKI 21:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gowi
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pengaruh latihan asertif terhadap perilaku kekerasan orang tua pada anak usia sekolah di Kabupaten Karawang. Sampel pada kelompok intervensi dan kontrol masing-masing 32 orang. Latihan asertif membantu orang tua menurunkan perilaku kekerasan pada anak melalui komunikasi asertif, yang dilakukan selama 6 sesi. Hasil penelitian terjadi peningkatan secara bermakna (p-value<0,05).kemampuan komunikasi asertif orang tua pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Untuk kemampuan anak dalam mengendalikan emosi pada kelompok intervensi meningkat, sedangkan pada kelompok kontrol menurun secara bermakna (p-value<0,05). Terapi ini direkomendasikan pada orang tua, guru dan Pemberi pelayanan kesehatan. ......This research was aimed to describe the influence of assertive training to violence behavior of parents on children in Karawang district. Samples in the intervention group and control were 64 respondents, 32 respondent for each group. Assertive training has proved decreased parents, violent behaviors on children through assertive communication, conducted in 6 sessions. The research results showed increased in assertive communication skills of parents for the group that received assertive training. There was significantly different among those groups with (pvalue <0.05). For the group of parents who did not receive assertive training, showed the decreased communication of skills significantly (p-value <0.05). The was increased of ability of children to control their emotions for intervention group, while there was significantly decreased for children of parents control group (p-value <0.05). It was recommended that this assertive training to be regularly conducted to parents, teachers and health care provider.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Setiawan
Abstrak :
Risiko perilaku kekerasan merupakan diagnosa keperawatan yang paling banyak ditemukan di Ruang Akut Rumah Sakit Jiwa Bogor yaitu sebanyak 71,62%, Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan mengetahui hasil tindakan keperawatan ners dan ners spesialis pada klien perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan ners diberikan pada klien, kelompok dan keluarga, tindakan keperawatan ners spesialis dilakukan dengan pemberian latihan asertif (AT), terapi kognitif perilaku (TKP) dan psikoedukasi keluarga (PEK). Metode yang digunakan yaitu analisis kasus. Analisis dilakukan pada 31 klien perilaku kekerasan. Hasil pemberian tindakan keperawatan menunjukan terjadinya penurunan tanda gejala klien perilaku kekerasan, peningkatan kemampuan klien dalam mengatasi perilaku kekerasan, dan peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di ruang akut rumah sakit jiwa setelah diberikan tindakan keperawatan ners (klien, kelompok dan keluarga) dan ners spesialis (TKP, AT, dan PEK). Pemberian tindakan ners dan ners spesialis direkomendasikan untuk diterapkan di ruang akut rumah sakit jiwa. ......Risk violence is the most nursing diagnose in acute ward mental hospital amount 71,62%. Aims this article is to explain the result or outcome of nursing care and nursing specialist care. Ners action to individual, family and peer, and ners specialist action with assertiveness training (AT), cognitif behavior therapy (CBT) and family psychoeducation (FPE). The method is case study. Analyse in 31 patient with risk violence. The result is show that decrase of sign and symtom violence and increase of ability to control violence and, increase familys ability to care of family number with risk violence in acute ward mental hospital after receiving ners action (client, peer and family) and ners specialist action (CBT, AT, and FPE). Ners action and ners specialist action is recommended to applying on acute ward mental hospital.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Venny Ardita
Abstrak :
ABSTRAK
Setiap individu menangani konflik secara berbeda, untuk itu ketika berhadapan dengan individu yang memiliki karakter yang berbeda, maka komunikasi asertif menjadi hal yang perlu diperhatikan, kerena jika respon yang diberikan tidak tepat untuk menyelesaikan konflik dapat membuat individu tersebut kurang termotivasi dan menunjukkan sikap buruk dalam berkolaborasi dengan rekan kerja. Tujuan penulisan untuk mengidentifikasi pengaruh pelatihan komunikasi asertif terhadap motivasi kerja perawat pelaksana pada dua Rumah Sakit Umum Daerah di Sulawesi Tenggara, Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment pre test-post test with control group, pengambilan sampel secara proportional sample yang melibatkan 74 perawat pelaksana, 37 perawat kelompok intervensi dan 37 perawat kelompok kontrol. Tahap awal untuk kelompok intervensi dilakukan pre test kemudian diberikan pelatihan komunikasi asertif dalam 6 sesi, setelah itu melakukan post test 1, selanjutnya 2 minggu setelah pelatihan dilakukan lagi pengukuran post test 2. Hasil penelitian menunjukkan perubahan motivasi kerja afiliasi pre-post test kelompok intervensi lebih tinggi secara bermakna baik pada post test 1 maupun post test 2 p < ? , sedangkan untuk motivasi kerja umum kelompok intervensi lebih tinggi secara bermakna pada pengukuran post test 1 saja dibandingkan dengan kelompok kontrol p: 0,009; ?: 0,05 . Penelitian ini merekomendasikan bahwa manajer keperawatan perlu meningkatkan motivasi kerja perawat salah satunya melalui pelatihan agar rumah sakit dapat memberikan kepuasan bagi pasien dalam menerima pelayanan keperawatan.
ABSTRACT
Individual handles conflict differently, therefore when dealing with individuals who have different characters, then the assertive communication into things to note, because if response is not appropriate to resolve the conflict can make these individuals less motivated and showing bad attitude in collaborated with colleagues. The purpose of writing to identify the influence of assertive communication training to work motivation nurse practitioner at two regional general hospital in Southeast Sulawesi, Indonesia. This research using design a quasi experiment pre test post test with control group, with sampling in proportional sample with the total sample 74 nurse practitioners, 37 people intervention group and 37 people the control group. The early stages for the intervention group will be pre test and then given an assertive communication training in 6 sessions, after that do post test 1, the next 2 weeks after the training is done again post test measurement 2. The result showed change of work motivation affiliation pre post test group significantly higher intervention either on post test 1 and post test 2 p , while for public work motivation intervention group was significantly higher in post test 1 measurement than the control group p 0,009 0,05 . The study recommended that nursing managers need to improve the work motivation of nurse through training so that the hospitals to provide satisfaction for patients in receiving nursing services.
2018
T50910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Pangestu
Abstrak :
Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai mengapa China bertindak asertif terhadap Vietnam di dalam kasus sengketa di Laut China Selatan. Tindakan China terhadap Vietnam di kasus Laut China Selatan merupakan sebuah anomali. Ketika berhadapan dengan negara Asia Tenggara lainnya, China tidak bertindak asertif dibandingan ketika China berhadapan dengan Vietnam. China masih mengedepankan negosiasi dalam berhadapan dengan negara lain. Tetapi jika berhadapan dengan Vietnam, China lebih mengedepankan sikap asertifnya. Untuk mencoba menganalisis sikap China terhadap Vietnam tersebut, penulis menggunakna konsep offense-defense balance milik Jervis. Konsep tersebut menyatakan bahwa ketika suatu negara meningkatkan keamanannya maka keamanan negara lain akan berkurang. Namun efek tersebut dapat dikurangi oleh 2 indikator yaitu keuntungan ofensif dan defensif serta pembedaan senjata ofensif atau defensif. Keuntungan ofensif terjadi ketika teknologi alutsista dapat menetralisir keuntungan geografis yang ada. Keuntungan defensif terjadi ketika teknologi alutsista tidak bisa menetralisir keuntungan geografis. Sedangkan pembedaan senjata ofensif dan defensif dapat dilihat dari 3 variabel yaitu mobilitas, daya tembak dan kemampuan menyerang tiba-tiba. Dari hasil analisis, tindakan China untuk bertindak lebih asertif kepada Vietnam disebabkan karena China dan Vietnam sama-sama memiliki keuntungan ofensif dan alutsista yang mereka miliki dapat dibedakan antara yang memiliki kemampuan ofensif dan kemampuan defensif. Oleh sebab itu dalam hubungan China dan Vietnam terjadi hubungan yang memungkinkan terjadinya aksi asertif oleh salah satu negara. ......This study tries to explain why China acts assertively towards Vietnam in the case of disputes in the South China Sea. China's action against Vietnam in the South China Sea case is an anomaly. When dealing with other Southeast Asian countries, China is not as assertive as when China is dealing with Vietnam. China is still prioritizing negotiations in dealing with other countries. But when it comes to Vietnam, China puts forward its assertiveness. To try to analyze China's attitude towards Vietnam, the author uses Jervis' offense-defense balance concept. The concept states that when a country increases its security, the security of other countries will decrease. However, this effect can be reduced by 2 indicators, namely offensive and defensive advantages and the differentiation of offensive or defensive weapons. Offensive advantage occurs when defense equipment technology can neutralize the existing geographic advantage. Defensive advantage occurs when defense equipment technology cannot neutralize geographical advantages. While the distinction between offensive and defensive weapons can be seen from 3 variables, namely mobility, firepower and the ability to attack suddenly. From the results of the analysis, China's action to act more assertively towards Vietnam is because China and Vietnam both have offensive advantages and their defense equipment can be distinguished between those with offensive capabilities and defensive capabilities. Therefore, in the relationship between China and Vietnam, there is a relationship that allows assertive action by one of the countries.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha T. Kuera
2008
T37627
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida G. Soepoetro
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983
S2211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
Abstrak :
ABSTRAK
Berbagai fakta yang ada sekarang telah berbicara bagaiana Narkotika danobat-obatan berbahaya (Narkoba) sudah merebak kemana-mana tanpa memandang bulu. Dalam hal ini remaja merupakan salah satu kasus terbesar dibandingkan kasuskasus yang lain.

Pada keluarga dengan remaja pengguna Narkoba, membentuk komunikasi efektif yang bukanlah hal yang mudah. Untuk mengetahui komunikasi dengan keluarga dengan remaja pengguna Narkoba, maka penelitian ini akan menggunakan empat karakteristik komunikasi dari Grotevant & Cooper (dalam Sprinthall & Collins, 1995) yaitu self assertion, separateness, permeability dan mutuality. Keempat karakteristik tersebut dikelompokkan ke dalam dua dimensi yaitu dimensi indimdttality dan dimensi connectedness. Adapun self assertion dan separateness termasuk dalam dimensi individuality sedangkan permeability dan mutuality termasuk dalam dimensi connectedness.

Selain itu, komunikasi dalam keluarga dapat pula membantu remaja dalam berkomunikasi dengan orang diluar lingkungan keluarga. Pengalaman remaja sehubungan individuality dan connectedness dalam konteks keluarga mempengaruhi perkembangan mereka diluar keluarga dan mempengaruhi interaksi dengan orang lain di luar keluarga termasuk peer ( Cooper & Ayers-Lopez, dalam Jakcson & Tome, 1993). Selanjutnya, melalui komunikasi dengan keluarga, juga dapat mendorong remaja berperilaku asertif dalam berkomunikasi dengan orang lain dimana perilaku asertif merupakan hal yang diperlukan, tidak hanya dengan sesama anggota keluarga tetapi juga dengan orang diluar keluarga. Hal ini dinyatakan oleh Shipman (1982) bahwa jika anak didorong utuk mengelaborasi pengalaman-pengalaman mereka di sekolah, berpartisipasi dalam diskusi keluarga dan mendorong mereka untuk mengekspresikan pendapat-pendapat mereka dalam berbagai interaksi keluarga, maka mereka akan memperoleh latihan dalam hal artikulasi, berfikir didepan orang banyak dan asertivitas yang akan bermanfaat bagi mereka dalam berhubungan dengan dunia luar.

Dengan pesatnya perkembangan jaman, seiring itu pula sikap asertif diperlukan dan menjadi hal yang penting. Caldarella & Merrel (1997) dalam pembahasan mengenai keterampilan sosial (social skills) menyebutkan asertif sebagai satu dari lima dimensi. Kelima dimensi tersebut adalah hubungan dengan peer (peer relations), manajemen diri (self managemenl), kemampuan akademik (academic skills), pemenuhan (complience) dan asertif (assertion).

Perilaku asertif cukup sulit untuk dilakukan, apalagi pada remaja yang terlibat dalam penyalahgunaan obat-obatan. Penelitian menunjukkan bahwa individu-individu yang mengalami perilaku adiktif (addictive bebatnour) secara khusus mengalami kekurangan dalam hal asertivitas (Miller & Eisler, dalam Wanigaratne dkk, 1990).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik komunikasi (se/f assertioHy separateness, permeability dan mitualily) apa saja yang diterapkan dalam keluarga dengan remaja pengguna Narkoba dan mengetahui bagaimana penerapan keempat karakteristik komunikasi tersebut dalam mendukung munculnya perilaku asertif pada remaja pengguna Narkoba, dimana telah disebutkan sebelumnya bahwa remaja pengguna Narkoba memiliki kekurangan dalam hal asertivitas. Selanjutnya, penelitian ini juga hendak mengetahui bagaimana penerapan keempat karakteristik dan munculnya perilaku asertif dalam membantu remaja bersosialisasi dengan lingkungan pada konteks keluarga dengan remaja pengguna Narkoba.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dimana melalui metode ini dilakukan wawancara untuk dapat memperoleh data dan informasi secara lebih mendalam.

Melalui penelitian ini diperoleh hasil bahwa keluarga dengan remaja pengguna Narkoba tidak menerapkan keempat karakteristik komunikasi dan tidak diterapkan keempat karakteristik komunikasi tersebut tidak mendukung munculnya perilaku asetif pada remaja. Selanjutnya, dengan tidak diterapkannya keempat karakteristik komunikasi yang kemudian diikuti dengan tidak munculnya perilaku asertif pada remaja maka akan menghambat proses sosialisasi remaja dengan lingkungannya.

Membentuk komunikasi yang efektif sejak dini merupakan hal yang perlu dilakukan. Pemahaman akan hal ini dapat membantu keluarga terhindar dari bahaya Narkoba. Selain itu dengan memasukkan komunikasi keluarga dan pelatihan asertif (assertive training) pada program-program rehabilitasi dapat menjadi sebuah solusi untuk dapat membantu menekan jumlah penggunaan Narkoba dan menghindarkan mereka yang telah menjalani rehabilitasi untuk kembali menggunakan Narkoba. Hal ini akan semakin efektif apabila disertai pula dengan turut aktifnya lingkungan dalam mencegah dan memberantas penggunaan Narkoba.
2000
S2875
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>