Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sahroni
Abstrak :
ABSTRAK
Tindak pidana perikanan (illegal fishing) merupakan permasalahan serius untuk Indonesia. Kerugian yang dialami Indonesia akibat illegal fishing mencapai Rp. 300 triliun pertahun. Pemulihan aset (asset recovery) merupakan sarana yang dapat digunakan untuk memulihkan kerugian ekonomi yang terjadi akibat illegal fishing. Permasalahan penelitian ini adalah: bagaimana penegakan hukum perkara illegal fishing dihubungkan dengan kebijakan pemerintah yang ingin mengoptimalkan ganti rugi dari tindak pidana perikanan dan apa upaya-upaya yang pemerintah dapat lakukan dalam melakukan pemulihan aset akibat illegal fishing bersama dengan aparat penegak hukum. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat Preskriptif, peneliti menganalisa penegakan hukum terhadap perkara illegal fishing (dengan studi kasus kapal MV. Hai Fa) dan kemudian memberikan masukan (rekomendasi) cara pemulihan aset (asset recovery) yang dapat dilakukan. Hasil penelitian menyarankan perlunya diambil langkah-langkah upaya pemulihan aset dengan menggunakan pendekatan multi-door, mengajukan tuntutan pidana kepada korporasi dan mengajukan gugatan perdata dalam penanganan dan penyelesaian perkara illegal fishing, serta memanfaatkan Pusat Pemulihan Aset pada Kejaksaan Repubik Indonesia dengan melakukan penguatan struktur pemulihan aset dan hukum substantif terkait penanganan dan penyelesaian tindak pidana dibidang perikanan.
ABSTRACT
Fisheries crime (illegal fishing) is a serious problem for Indonesia. Indonesia?s losses due to illegal fishing reached IDR 300 trillion per year. Asset recovery is a tool that can be used to recover economical damages caused by illegal fishing. The research problem is: how does the law enforcement of illegal fishing cases link to government policies to optimize the compensation of fisheries crime and what efforts can the government do in conducting asset recovery due to illegal fishing together with law enforcement officers. By using the method of normative and prescriptive legal research, researcher analyzed law enforcement against illegal fishing (with a case study of MV. Hai Fa vessel) and then provides feedback (recommendation) on ways of asset recovery that can be done. The results of the study suggest the need to take necessary steps of asset recovery by using multi-door approach, file criminal charges against the corporation and file a lawsuit in the handling and settlement of illegal fishing cases, as well as utilize Asset Recovery Centre on the Attorney General Office of the Republic Indonesia by strengthening the structure of asset recovery and the substantive law related to the handling and settlement of fisheries crime
2016
T45880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Sasmita
Abstrak :
Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Asuransi Jiwasraya telah merugikan negara yang sangat besar dimana salah satu pelakunya adalah Joko Hartono Tirto yang diputus bersalah oleh majelis hakim tingkat pertama dengan nomor putusan 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst dengan pidana penjara seumur hidup akan tetapi tidak dibebankan pidana tambahan berupa Uang Pengganti (UP) untuk asset recovery. Dalam putusan tersebut tergambar dengan jelas adanya keterlibatan entitas korporasi dalam skema investasi PT Asuransi Jiwasraya. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan mengunakan pendekatan teori keadilan, pertanggungjawaban korporasi, dan pengembalian aset. Berdasarkan penelitian tesis ini dihasilkan bahwa prinsip penerapan pertanggungjawaban korporasi didasarkan dari perbuatan “directing mind” dari pengurus dan/atau pemilik dari korporasi sehingga dapat dipidana tambahan berupa Uang Pengganti untuk asset recovery, asset recovery pada putusan tersebut belum tercapai sehingga perlunya dimintakan pertanggungjawaban korporasi yang terlibat, adapun korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam kasus ini adalah 13 (tiga belas) Manajer Investasi, perusahaan emiten milik Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat yang sahamnya dijadikan sebagai underlying Reksa Dana oleh 13 (tiga belas) Manajer Investasi tersebut sehingga diharapkan dapat dijadikan asset recovery atas kerugian negara yang terjadi. ......The Corruption Crime Case in the State-Owned Enterprise PT Asuransi Jiwasraya has caused a big loss to the state where one of the criminal act was Joko Hartono Tirto who was found guilty by the panel of judges at the first level with decision number 34/Pid.Sus-TPK/2020/ PN.Jkt.Pst commits a Corruption Crime with a life imprisonment but is not charged with an additional penalty of “uang pengganti” for asset recovery. The decision clearly illustrates the involvement of corporate entities in the investment scheme of PT Asurnasi Jiwasraya. This thesis uses a normative juridical research method by using a theory approach of justice, corporate responsibility, and asset recovery. Based on this thesis research, it is found that the principle of applying corporate responsibility is based on the "directing mind" act of the management and/or owner of the corporation so that additional penalties can be imposed for asset recovery, asset recovery on the punishment of the decision has not been achieved so that it is necessary to ask for the accountability of the corporations involved, as for corporations that can be held accountable in cases These are 13 (thirteen) Investment Managers, listed companies owned by Benny Tjokrosaputro and Heru Hidayat whose shares are used as the underlying Mutual Funds by the 13 (thirteen) Investment Managers so that they are expected to be used as asset recovery for state losses that have occurred.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervina Widyawati
Abstrak :

 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan aset tindak pidana hanya KUHAP dan PP KUHAP, bahwa Rupbasan sebagai tempat menyimpan dan mengelola aset tindak pidana. Tetapi, masih terdapat pengelolaan aset tindak pidana di luar Rupbasan. Sehingga, Peran Rupbasan belum optimal. Tanggung jawab atas pengelolaan aset tindak pidana tersebut akan berdampat pada terpenuhi atau tidaknya upaya pemulihan aset dan hak-hak korban atas benda. Hal ini menimbulkan permasalahan, yaitu: bagaimana pelaksanaan KUHAP beserta ketentuan pidananya, bagaimana hubungan antara Rupbasan dengan sub-sistem peradilan pidana lainnya terkait aset tindak pidana, serta bagaimana peran Rupbasan sebagai pelaksana asset recovery. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum terlaksananya KUHAP dan PP KUHAP dengan baik masing karena adanya peraturan internal masing-masing instansi dan ketentuan pidana tentang tindakan melawan hukum terhadap aset tindak pidana diatur dalam KUHP dan RKUHP. Peran Rupbasan dalam Sistem Peradilan Pidana ada pada tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, dan purna ajudikasi sehingga Rupbasan memiliki hubungan dengan semua sub-sistem peradilan pidana berkaitan dengan aset tindak pidana. Peran Rupbasan juga sangat besar dalam upaya asset recovery yang dimulai pada tahap securing sampai dengan repatriation, tetapi belum ada aturan yang mengatur mengenai asset recovery dan lembaga pengelola asetnya. Saran atas permasalahan ini adalah pengembangan peraturan setingkat UU mengenai Rupbasan dan pengelolaan aset tindak pidana. Peran Lembaga Pengelola Aset dalam RUU Perampasan Aset dilaksanakan oleh Rupbasan.


The regulation legislate about criminal asset management only Criminal Procedures Code of Indonesia and implementary regulation, that Rupbasan as an asset management institution. However, there still criminal asset management are outside of Rupbasan. So, role of Rupbasan does not optimal yet. The responsibility for the criminal assets will has an impact on fulfilled or not of the asset recovery and the human rights of properties. The problems is how the implementation of the Criminal Procedure Code along with criminal law, how is the relationship between Rupbasan and other sub-system of criminal justice system related to criminal asset management, and how is role of Rupbasan as implementer of asset recovery. The method used in this research is a normative juridical method, using primary and secondary data. The results of the research conclude that the implementation of the Criminal Procedure Code and implementary regulation has not been implemented properly because there are internal regulations of each institution and the punishment about illegal action against criminal assets regulated in Criminal Code of Indonesia and Bill of Criminal Code of Indonesia. Rupbasan’s role in Criminal Justice System is in pre-adjudication, adjudication, and post-adjudication, so Rupbasan has relationship with each sub-system relate to seizure and forfeiture. Rupbasans role also in asset recovery which starts in the securing until to repatriation, but there are no rules about asset recovery and asset management. Suggestions for the problems are the development of regulations regarding Rupbasan and the criminal asset management. Role of Lembaga Pengelola Aset in Bill of Asset Recovery was handled by Rupbasan.

2019
T53116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Gismadiningrat Sahid Wisnuhidayat
Abstrak :
Kerugian negara akibat korupsi di Indonesia pada tahun 2022 bernilai signifikan, namun KPK RI sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi dinilai belum maksimal dalam mengembalikan kerugian negara dibandingkan POLRI dan Kejaksaan RI. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengembalian aset khususnya pada penyidikan tindak pidana korupsi di Direktorat Penyidikan KPK. Melalui penerapan metode penelitian kualitatif dan studi kasus, hasil penelitian ini menemukan bahwa, pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi masih berfokus pada upaya memenjarkan pelaku yang dipengaruhi oleh adanya celah hukum pada Undang-Undang Korupsi, polemik dalam perampasan aset, keterbatasan sumber daya manusia dan menurunnya nilai aset yang telah dirampas. Untuk meningkatkan pelaksanaan pengembalian aset, diperlukan strategi pendekatan perdata (in rem) melalui Kemungkinan (Balanced Probability Principle) dan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non Conviction-Based Asset Forfeiture) melalui pembaharuan regulasi dan peningkatan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia Direktorat Penyidikan KPK RI. ......State’s losses as the result of corruption in Indonesia, 2022, have a significant value, but KPK RI as a special institiution againts the corruption is considered not optimal in it’s efforts to returning the State losses rather than Indonesian National Police and The Office of the Attornety of The Republik of Indonesia. This articels aims to answer the problems regarding the implementation of asset recovery especially in the investigation of corruption at KPK RI Investigation Division. Through qualitative research methods and case studies, the result the results of this study found that the implementation of the investigation was still focused on efforts to imprison the perpetrators who were influenced by legal loopholes in the Corruption Law, polemics over asset confiscation, limited human resources and the decline in the value of assets that had been confiscated. To increase the amount of assets returned, a civil approach strategy is needed through the Balanced Probability Principle and Non-Conviction-Based Asset Forfeiture.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Mahardhika
Abstrak :
ABSTRAK
Korupsi bukan hanya menjadi masalah suatu negara saja, tetapi sudah berkembang sebagai masalah transnasional karena melibatkan berbagai negara. Contohnya adalah banyak koruptor di Indonesia yang melarikan diri dan aset hasil kejahatannya ke luar negeri, terutama negara-negara yang menjadi safe haven. Salah satu negara yang sering menjadi tempat penyimpanan aset hasil korupsi Indonesia adalah Singapura. Indonesia dan Singapura telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption UNCAC. UNCAC memuat berbagai strategi penting untuk penanganan korupsi baik di level nasional maupun internasional. Salah satu terobosan penting dalam UNCAC adalah kerjasama internasional dalam asset recovery yang dapat dilakukan melalui mutual legal assistance MLA. Meskipun Indonesia dan Singapura sama-sama sudah meratifikasi UNCAC, akan tetapi Indonesia menghadapi kesulitan dalam menerapkan kerjasama MLA terkait asset recovery dengan Singapura. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kerjasama MLA terkait asset recovery antara Indonesia dan Singapura menurut kerangka UNCAC dipengaruhi oleh perilaku dan faktor domestik di antara kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama MLA antara Indonesia dan Singapura dalam upaya pengembalian asset hasil korupsi belum efektif karena adanya tantangan dari faktor politik domestik serta perbedaan eksternalitas isu pemberantasan korupsi yang berpengaruh terhadap perilaku masing-masing negara. Tantangan-tantangan tersebut terdiri dari tantangan internal yang berasal di Indonesia yaitu: 1 political will kurang didukung oleh aktor-aktor di level domestik, 2 masalah harmonisasi UNCAC dengan peraturan nasional, 3 system kerahasiaan bank, 4 kemampiuan teknis yuridis yang dialami dalam proses pembuatan MLA, serta 5 masalah kapasitas dan koordinasi antar lembaga penegak hukum yang terlibat dalam MLA dan asset recovery, terutama Kemenkumham sebagai otoritas pusat. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan dari segi eksternal, yaitu: 1 kepentingan Singapura terkait investasi asing, 2 lack of trust, dan 3 prinsip dual criminality.
ABSTRACT
Corruption is not only a state solution, but it develops as a transnational problem because of various countries. An example is a lot of corruptors in Indonesia who are the result of their crimes abroad, especially the countries that become safe haven. One of the countries that is often the place where Indonesia 39s corruption is stored is Singapore. Indonesia and Singapore have ratified the United Nations Convention against Corruption UNCAC. UNCAC is an important step for both national and international handling. One of the key breakthroughs in UNCAC is to assist in the recovery of assets that can be done through mutual legal assistance MLA. Although Indonesia and Singapore have both ratified UNCAC, Indonesia is facing difficulties in implementing MLA cooperation related to asset recovery with Singapore. This study aims to analyze how MLA cooperation related to recovery of assets between Indonesia and Singapore by UNCAC. The result of the research indicates that MLA cooperation between Indonesia and Singapore in the effort of recovering the assets of corruption has not been effective because there are factors that support the internalities and issues of externalities of corruption eradication issues that give rise to the behavior of each country. These challenges consist of internal origin in Indonesia 1 political will is not supported by domestic actors, 2 UNCAC harmonization problems with national regulations, 3 confidential bank system, 4 juridical ability who are involved in the MLA process, and 5 capacity and inter agency coordination issues involved in MLA and asset recovery, especially Kemenkumham as the central authority. In addition, Indonesia also faces external obstacles, namely 1 investment related Singaporean interests, 2 lack of trust, and 3 dual crime principles.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paku Utama
Jakarta: Indonesian Legal Roundtable, 2013
345.023 PAK m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rian Saputra
Abstrak :
Sources nickel laterite deposit of the world are mostly found in the tropic such as Indonesia. The initial composition of nickel saprolite ore is characterized by XRF. Saprolte ore was reduced use coal 15% wt at 1000°C for 60 minutes. The result of reduction is characterized by XRD. Effect of roasting reduction to recovery nickel also affect the result leaching use solvent sulphuric acid (H2SO4) for 240 minutes at 100°C with varying concentrations of 0.5 M, 1 M, and 2 M. The content of nickel dissolved in pregnant leach solution calculated using Atomic Absorbance Spectroscopy (AAS). Result of XRD characterization shows phase transformation into Fe3O4, NiO, and FeNi after reduction roasting. Sulphuric Acid at concentration 1 Molar has the highest nickel recovery with 52.75% in reduced saprolite ore.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Samuel Paruhum
Abstrak :

Skripsi ini menyajikan hasil penelitian atau kajian mengenai  Pengembalian Aset (Asset Recovery) dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1318 K/PID.SUS/2018 dan No. 2486 K/PID.SUS/2017). Masalah yang dijadikan obyek penelitian dalam skripsi ini berkaitan dengan dua masalah pokok, yakni: pertama, bagaimana prinsip-prinsip terkait dengan pengembalian aset yang ada di dalam peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia; dan kedua, bagaimana penerapan  peraturan terkait dengan pengembalian aset yang ada di dalam peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam perkara tindak pidana korupsi pada Putusan Mahkamah Agung No. 1318 K/Pid.Sus/2018 dan No. 2486 K/Pid.Sus/2017. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan pengembalian aset yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi hanya sebatas penyitaan, perampasan, pidana uang pengganti, dan gugatan perdata, dan belum dapat menjangkau aset-aset hasil tindak tindak pidana korupsi yang ditempatkan di luar negeri. Pengaturan di dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lebih menaruh fokus perhatian pada upaya memenjarakan pelaku daripada upaya pengembalian aset. Selain itu, Upaya pengembalian aset dalam perkara tindak pidana korupsi pada Putusan Mahkamah Agung No. 1318 K/Pid.Sus/2018 dan No. 2486 K/Pid.Sus/2017 dinilai belum berhasil, yang ditandai dengan minimnya aset hasil tindak pidana korupsi yang berhasil dikembalikan kepada negara untuk pemulihan kerugian keuangan negara. Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga mengedepankan upaya pengembalian aset dan mengadopsi prinsip-prinsip pengembalian aset sebagaimana diatur dalam UNCAC 2003. Selain itu, diperlukan adanya unifikasi terhadap ketentuan mengenai pengembalian aset yang tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan sehingga mempermudah upaya pengembalian aset.

 


This thesis presents the results of research or studies on Asset Recovery in Corruption Cases (Case Study of Corruption Case in Supreme Court Decision No. 1318 K/PID.SUS/2018 and No. 2486 K/PID.SUS/2017). The problem which is the object of research in this thesis is related to two main problems, namely: first, how the principles are related to asset recovery in the legislation concerning the eradication of corruption in Indonesia; and second, how the application of regulations related to asset recovery contained in the legislation concerning the eradication of corruption in corruption cases in the Supreme Court Decisions No. 1318 K/Pid.Sus/2018 and No. 2486 K/Pid.Sus/2017. This research is in the form of juridical-normative, with descriptive-analytical type. The conclusions obtained from this study are that the provisions for returning assets regulated in the legislation concerning eradicating criminal acts of corruption are limited to confiscation, forfeiture, criminal replacement money, and civil lawsuits, and have not been able to reach assets resulting from criminal acts of corruption stationed abroad. Regulations in the Law on Combating Corruption have focused more attention on efforts to imprison perpetrators rather than efforts to recover assets. In addition, efforts to recover assets in corruption cases in the Supreme Court Decree No. 1318 K/Pid.Sus/2018 and No. 2486 K/Pid.Sus/2017 is considered unsuccessful, which is marked by the lack of assets recovered resulting from criminal acts of corruption that were successfully returned to the state for recovery of state financial losses. Based on this research, it is necessary to update the Law on the Eradication of Corruption so it puts forward efforts to recover assets and adopt the principles of asset recovery as regulated in UNCAC 2003. In addition, there is a need for unification of the provisions regarding asset recovery scattered in several regulations legislation to facilitate efforts to recover assets.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library