Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Mifta Holis
Abstrak :
Arus globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang terjadi sekarang ini sangat sulit untuk ditolak kehadirannya dan harus diikuti mengingat kepentingan ekonomi negara masing-masing. Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum tidak bisa dihindarkan.Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara wajib digunakan dalam perjanjian tetapi tidak memiliki akibat hukum. Dalam artian jika perjanjian antara para pihak tidak menggunakan bahasa Indonesia, apakah masuk kedalam kategori batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur formalitas. Undang-Undang bahasa memuat pernyataan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak diatur dalam Peraturan Presiden. Dalam Putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, ditemukan bahwa perjanjian, Loan Agreement antara PT Bangun Karya Pratama (selanjutnya disebut PT BKP) dengan Nine AM Ltd melanggar Pasal 31 ayat (1) UU No.24 Tahun 2009. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dibuat hanya menggunakan bahasa Inggris, tanpa menggunakan bahasa Indonesia. Ada beberapa permasalahan yang timbul yaitu : penggunaan bahasa indonesia merupakan syarat pembatalan perjanjian dan akibat hukum apabila perjanjian tidak menggunakan bahasa Indonesia. Kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam Perjanjian adalah mengikat sejalan dengan Pasal 1337 KUHPerdata. Apabila perjanjian tidak menggunakan Bahasa Indonesia, maka tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang, yang berakibat perjanjian batal demi hukum.
The current economic globalization and free trade that is happening now it is very hard sell its presence and must be followed considering the interests of masing-masing countries. Globalization economic implications of the law is inevitable. The use of Indonesian as language country must be used in agreement but did not have the law .In the sense if agreement between parties not use indonesian, is entering the void by law that did not meet a formality. The Legislation language contain a statement that more about the use of language Indonesia in a contract to be regulated by president. In district court decision , the high court and supreme court , found that the agreement, loan agreement between PT Bangun Karya Pratama Lestari (hereinafter called PT BKP ) with Nine Am Ltd violating article 31 paragraph 1 law no.24 2009 .It was because the treaty made only use the English language , without using Indonesian language .There were several problems arising namely: the use of language indonesia is a requirement and the cancellation of the agreement due to testament law if not using Indonesian language. Obligation in using Indonesian language in the agreement is binding in line with article 1337 KUHPerdata .If not using testament Indonesian language , hence non-compliance the requirements set by statute , that result void agreement for the sake of law.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossita Meylinda
Abstrak :
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik tidak luput dari adanya kelalaian sehingga dapat menimbulkan adanya cacat yuridis pada akta yang dibuatnya. Cacat yuridis berupa kepemilikan atas objek perjanjian pada akta tersebut yang bukan hak dari yang menyewakan membuat batal demi hukum perjanjian tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk dan substansi cacat yuridis perjanjian sewa menyewa yang didasarkan pada data/keterangan yang tidak benar dan bentuk tanggung jawab notaris akibat dari batal demi hukumnya akta perjanjian sewa menyewa yang dikeluarkannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat sistematis kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik simpulan bahwa bentuk dan substansi cacat yuridis dalam perjanjian sewa menyewa nomor 57 tanggal 24 Mei 2007 disebabkan karena tidak terpenuhi syarat sahnya perjanjian keempat dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebab yang halal, tidak terpenuhinya point keempat tersebut menyebabkan aktanya menjadi batal demi hukum. Bentuk tanggung jawab atas batal demi hukumnya akta Notaris tersebut terdapat dalam Pasal 16 UUJN dan Pasal 1365 KUHPerdata. Notaris dalam menjalankan tugasnya harus dilakukan dengan ketelitian sesuai dengan Pasal 16 UUJN. ......Notaries as public officials who have the authority to make authentic deeds are not free from negligence which can lead to juridical defects in the deeds they make. The juridical defect in the form of ownership of the object of the agreement in the deed which is not the right of the lessee makes the agreement null and void. The problems raised in this study are regarding the form and substance of the juridical defects in the lease agreement based on incorrect data / information and the form of the notary's responsibility due to the nullification of the lease agreement deed that was issued. To answer these problems, the research method used in this study is a normative juridical research that focuses on the use of secondary data and the form of research used is qualitative systematic research. Based on the results of the analysis, it can be concluded that the form and substance of the juridical defects in the lease agreement number 57 dated 24 May 2007 is due to the non-fulfillment of the legal requirements of the fourth agreement in Article 1320 of the Civil Code, namely because that is lawful, the failure to fulfill the 4th point causes the deed to be canceled for the sake of law. The form of responsibility for legally nullifying the Notary deed is contained in Article 16 UUJN and Article 1365 of the Civil Code. Notaries in carrying out their duties must be carried out with accuracy in accordance with Article 16 UUJN.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadzira Boenjamin
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai akibat hukum dari perjanjian pinjam-meminjam yang batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 Undang-undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan terhadap pihak yang sudah berprestasi, berdasarkan Putusan 451 / PDT.G / 2013 / PN.JKT.BRT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam perjanjian sebagaimana diatur Pasal 31 UU Bahasa merupakan ketentuan formil perjanjian yang apabila dilanggar mengakibatkan batal demi hukum dan bagaimana efek batal demi hukum tersebut terhadap pihak yang sudah berprestasi dalam perjanjian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian hukum yuridis-normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 31 UU Bahasa merupakan ketentuan formal yang bila dilanggar mengakibatkan batal demi hukum dan efek terhadap pihak yang berprestasi adalah Restitusi pinjaman pokok atas dasar doktrin Unjustified Enrichment dan 1359(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
The focus of this undergraduate thesis to discuss regarding the legal effect of nullity on loan agreement due to violation of Article 31 of Law No. 24 of 2009 regarding Flag, Language, State Symbol and National Anthem towards performing party based on Case Decision No. 451 / PDT.G / 2013 / PN.JKT.BRT. The objective of this research is to know whether or not an obligation to use Indonesian Language in Agreements as stipulated by Article 31 of Language Law is a formal requirement that would result in nullity if violated and the effect of nullity towards the performing party. This research is a qualitative research in a form of juridical normative. The result of this research shows that Article 31 of Language Law is a formal requirement that would result in nullity if violated and the effect towards the performing party is restitution of the outstanding loan based on the doctrine of Unjustified Enrichment and 1359(1) of the Civil Code of Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Tioma Nurshinta Margareth
Abstrak :
ABSTRAK Waralaba di Indonesia berawal dari upaya pemerintah yang melihat waralaba sebagai suatu cara untuk menggiatkan perekonomian dan menciptakan lapangan pekerjaan. Perkembangan waralaba tentunya harus didukung dengan kepastian hukum yang mengikat bagi para pihak, baik pihak pemberi waralaba (franchisor) maupun penerima waralaba (franchisee). Kerjasama antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba harus didasari oleh sebuah perjanjian, dimana dalam hal ini dibutuhkan jasa seorang notaris dalam pembuatannya. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah mengenai peran dan tanggung jawab notaris terhadap akta perjanjian waralaba yang dibuatnya serta implikasi hukum atas pembatalan akta tersebut oleh pengadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder, alat pengumpulan data yaitu melalui studi literatur dan metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapatlah diketahui bahwa peran notaris dalam hal ini adalah membuat akta autentik dengan tidak memihak kepada pihak manapun, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan akta yang dibuatnya, serta bertindak secara saksama atau teliti. Sehingga notaris memiliki tanggung jawab secara keperdataan dengan didasari Pasal 1366 KUHPerdata dan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUJN dan Pasal 6 ayat (1) Kode Etik Notaris. Kelalaian notaris yang menyebabkan akta menjadi batal demi hukum menimbulkan kerugian bagi para pihak dalam akta tersebut, yaitu kerugian secara materil dan immateril. Notaris yang telah lalai sebaiknya mendapatkan pembinaan atau penyuluhan, serta harus bekerjasama dalam sidang-sidang atau penyelidikan. Selain itu notaris seharusnya menunjukkan itikad baik dengan mencoba bermusyawarah bersama para pihak untuk mengambil jalan keluar atas batalnya akta tersebut.
ABSTRACT Franchising in Indonesia stems from the government's efforts to see franchising as a way to stimulate the economy and create jobs. Franchise development must be supported by legal certainty that is binding on the parties, both the franchisor and the franchisee. Cooperation between the franchisor and the franchisee should be based on an agreement, which in this case requires the services of a notary in the making. In this research, the issue raised is about the role and responsibility of the notary to the deed of the franchise agreement and the legal implications of the deed that was canceled by the court. The research method used is juridical-normative by using secondary data, data collection tool is through literature studies and data analysis used is a qualitative method. Based on the results of this research, it can be seen that that the role of the notary in this case are to make an authentic deed is not partial to any party, provide legal counseling in connection with the deed made, and act carefully or thoroughly. So that the notary has civil responsibility based on Article 1366 of the Civil Code and can be subject to sanctions under Article 16 paragraph (1) UUJN and Article 6 paragraph (1) Notary Code of Ethics. Notary negligence that causes the deed to become null and void causes harm to the parties in the deed, the material and immaterial losses. Notaries who have been negligent should get coaching or counseling, as well as the need to cooperate in hearings or investigations. In addition, the notary should show good faith by trying to consult with the parties to take a solution to the revovation of the deed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Daffa Fakhri
Abstrak :
Perjanjian jual beli piutang seharusnya dilakukan dengan memenuhi syarat sahnya, sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini disebabkan dengan tidak terpenuhinya ketentuan mengenai syarat sah perjanjian jual beli piutang dapat mengakibatkan pembatalan perjanjian jual beli piutang. Dengan dipenuhinya syarat sah mengenai perjanjian jual beli piutang, maka dapat diminimalisasi terjadinya pembatalan perjanjian jual beli piutang yang dapat mengakibatkan akta perjanjian jual beli piutang menjadi batal demi hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai keterkaitan antara perbuatan melawan hukum dengan tidak diberitahukan kepada debitur terkait cessie yang dilekati hak tanggungan, serta pertimbangan majelis hakim yang menyatakan perjanjian jual beli piutang batal demi hukum akibat tidak dilakukan pemberitahuan terkait cessie yang dilekati hak tanggungan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis dari penelitian ini, keterkaitan antara perbuatan melawan hukum dengan tidak diberitahukan kepada debitur terkait cessie yang dilekati hak tanggungan adalah berdasarkan Pasal 613 KUHPerdata pemberitahuan bukan merupakan hal yang esensial dalam cessie. Akan tetapi, apabila cessie tersebut juga dilekati dengan hak tanggungan, pemberitahuan yang tidak dilakukan berpotensi mengakibatkan kerugian materiil dan immateriil bagi debitur, hal tersebut yang menyebabkannya menjadi perbuatan yang melawan hukum. Pertimbangan majelis dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel kurang tepat Akta Perjanjian Cessie 118 tidak dapat dinyatakan batal demi hukum hanya karena tidak dilakukannya pemberitahuan, seharusnya majelis hakim turut mempertimbangkan mengenai hak tanggungan yang melekat pada cessie tersebut untuk memperkuat dasar dari putusan majelis hakim. Dengan demikian, saran yang dapat diberikan adalah bagi para pihak yang ingin mengadakan perjanjian harus benar-benar mengetahui dan memahami substansi dari perjanjian yang dibuat, sehingga dapat mencegah terjadinya sengketa di antara para pihak. Selain itu, disarankan bagi majelis hakim untuk lebih memperhatikan seluruh bukti-bukti yang diajukan dalam proses pembuktian di pengadilan, agar dapat memperkuat dasar dari sebuah putusan pengadilan. ......The sale and purchase agreement for receivables should be carried out in compliance with the legal requirements, in accordance with the applicable regulations. This is due to non-fulfilment of the provisions regarding the legal terms of the sale and purchase agreements receivables can result in cancellation of the sale and purchase agreement receivables. By fulfilling the legal requirements regarding the receivables sale and purchase agreement, it can be minimized the cancellation of the receivables sale and purchase agreement which can result in the deed of the sale and purchase agreement of receivables being null and void. The problem in this study is regarding the link between tort and not being notified to the debtor concerned cessie attached to the mortgage right, as well as the consideration of the panel of judges which declared the sale and purchase agreement of receivables null and void as a result of not making the relevant notification cessie which is attached to the mortgage right in the South Jakarta District Court Decision Number 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. To answer these problems, the research method used is normative juridical law with the type of explanatory research. The results of the analysis of this study, the relationship between tort and not being notified to the debtor concerned cessie attached to the mortgage right is according to Article 613 KUHPerdata notification is not an essential thing in cessie. However, when cessie is also attached with a mortgage right, notification that is not carried out can potentially in material and immaterial losses for the debtor, which causes it to become an tort. The panel's considerations in the South Jakarta District Court Decision Number 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel are inaccurate Deed of Agreement Cessie 118 cannot be declared null and void simply because a notification is not made, the panel of judges should also consider the mortgage rights attached to cessie to strengthen the basis of the judge's decision. Thus, the advice that can be given is for the parties who wish to enter into an agreement must really know and understand the substance of the agreement made, so as to prevent disputes between the parties. In addition, it is suggested for the panel of judges to pay more attention to all the evidence submitted in the evidentiary process in court, in order to strengthen the basis of a court decision.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adris Rafi Adji
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai suatu Yayasan yang perubahannya dituangkan dalam suatu Akta Notaris. Penelitian ini khususnya mengkaji mengenai keabsahan proses pembuatan Akta Rapat Umum Pengurus Yayasan Saburai yang tidak sesuai dengan syarat sahnya perjanjian dan Undang-Undang Yayasan. Penelitian tersebut dilakukan mengenai keabsahan proses pembuatan akta dan pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 70/Pdt.P/2020/Pn.Tjk. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Tipologi penelitian yang digunakan adalah eksplanatoris. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh melalui studi kepustakaan atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen, dengan metode analisis data kualitatif dan hasil penelitian eksplanatoris-analitis. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa keabsahan proses pembuatan Akta Rapat Umum Pengurus Yayasan Saburai belum diterapkan oleh notaris yang membuatnya mulai dari tahap konsultasi, cek administrasi dan data, pembuatan akta dan penandatangan akta karena melanggar syarat sahnya perjanjian dan Undang-Undang Yayasan. Pertimbangan hakim terhadap putusan ini dinilai telah tepat karena mengabulkan Akta Rapat Umum Pengurus Yayasan Saburai untuk dinyatakan batal demi hukum, akan tetapi dalam pertimbangannya hakim dapat menambahkan bahwa akta tersebut dapat dibatalkan karena melanggar syarat subjektif syarat sahnya perjanjian dan menyebutkan Notaris Pemegang Protokol yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah sebagai pemegang minuta akta di dalam putusannya. ......This study discusses a Foundation whose changes states in Notary Deed. This research specially examines the validity of the process of making the General Meeting Deed of the Saburai Foundation which is not in accordance with the legal requirements of the agreement and the Foundation Law. The research was conducted on the validity of the deed-making process and the judge's considerations in the Tanjung Karang District Court Decision Number 70/Pdt.P/2020/Pn.Tjk. The research method used is normative juridical. The typology of the research used is explanatory. The type of data used is secondary data, namely data obtained through library research on primary, secondary, and tertiary legal materials, and the data collection tool used is document study, with qualitative data analysis methods and explanatory-analytical research results. The results of this study conclude that the validity of the process of making the General Meeting Deed of the Saburai Foundation Management has not been implemented by a notary who made it starting from the consultation stage, administrative and data checks, making the deed and signing the deed because it violated the legal terms of the agreement and the Foundation Law. The judge's consideration of this decision was considered appropriate because it granted the Deed of the General Meeting of the Saburai Foundation Management to be declared null and void, but the judge's consideration could add that the deed could be canceled because it violated the subjective requirements for the validity of the agreement and stated that the Notary of the Protocol Holder appointed by the Regional Supervisory Council was the holder of the minutes of the deed in his decision.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nevie Maharani Putri
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT BPM yang dibuat oleh Notaris SS dengan didasari Irrevocable Power of Attorney. Yang mengakibatkan pengalihan saham yang tidak dikehendaki oleh pemegang saham sehingga menimbulkan kerugian baginya. Dalam tesis ini terdapat dua permasalahan yaitu (1) implikasi keabsahan Irrevocable Power of Attorney SOP terhadap Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada PT BPM dan (2) tanggung jawab notaris atas Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT BPM yang telah dibuat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yakni penelitian yang dilakukan untuk menelaah norma hukum tertulis untuk menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1580 K/Pdt/2018 dengan jenis data sekunder dan alat pengumpulan data studi dokumen atau bahan Pustaka. Hasil penelitian menyatakan bahwa Irrevocable Power of Attorney yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan RUPS LB melampaui kewenangan dari yang dikuasakan kepada penerima kuasa. Sehingga menyebabkan Akta yang dibuat menjadi batal demi hukum. Akibat dari pembatalan akta notaris tersebut juga menyebabkan akta autentik yang dibuatnya mengalami penurunan kekuatan pembuktian sehingga menjadikannya akta dibawah tangan sepanjang diakui oleh para pihak dan mempunyai kekuatan pembuktian tetapi tidak autentik. ......This thesis discusses to The Deed of Minutes of the Extraordinary General Meeting of Shareholders at PT BPM which was made by the Notary SS based on the Irrevocable Power of Attorney. Which resulted in the transfer of shares that were not desired by the shareholder so as to cause loss to him. In this thesis there are two issues, namely (1) the implications of validity of the Irrevocable Power of Attorney SOP on The Deed of Minutes of the Extraordinary General Meeting of Shareholders at PT BPM and (2) the Notary's responsibility for The Deed of Minutes of the Extraordinary General Meeting of Shareholders at PT BPM that has been made. The research method used is normative juridical, which is research conducted to study written legal norms to analyze Supreme Court Decision Number 1580 K/Pdt/2018 with secondary data types and data collection tools for study documents or library materials. The results of the study stated that the Irrevocable Power of Attorney used as the basis for the implementation of the Extraordinary General Meeting of Shareholders exceeded the authority of the power of attorney. Thus, causing the deed made to be null and void. As a result of the cancellation of the notarial deed, it also causes the authentic deed he made to experience a decrease in the strength of proof, making it an underhand deed as long as it is recognized by the parties and has evidentiary power but is not authentic.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaefic Redzky Al-Farisi
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengenai perjanjian nominee dalam ketentuan hukum penanaman modal di Indonesia. Perjanjian nominee cenderung digunakan sebagai sarana untuk melakukan penyelundupan hukum. Dikarenakan pihak yang berkepentingan langsung tidak memiliki hak atau kewenangan untuk menikmati atau mendapatkan sesuatu karena ada larangan secara hukum. Penelitian ini bersifat kepustakaan dengan metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Dimana dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Adapun berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian serta berdasarkan hasil analisis dalam penelitian dapat dikemukakan kesimpulan bahwa terdapat peraturan yang melarang praktek perjanjin nominee di ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Akibat hukumnya jika dibuat perjanjian tersebut adalah batal demi hukum. Sedangkan jika berdasarkan ketentuan penanaman modal yang lama, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968, memang belum diatur ketentuannya. Namun, pada dasarnya Perjanjian Nominee sebagai salah satu bentuk dari Perjanjian Innominaat harus tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPerdata termasuk asas-asas yang terkandung di dalam KUHPerdata yang berkaitan dengan Hukum Perjanjian.
The purpose of this thesis was to determine the nominee agreement in the legal provisions of capital investment in Indonesia. Nominee agreements tend to be used as a means of smuggling law. Due to the direct parties have no right or power to receive something because of some restrictions by law. This research is a based on literature, with normative research methode applied. Which in this research will be used statutes approach and case approach. As describe by the background, problem formulation, research purpose and analysis of this research, it is conclude that there are regulations that prohibit the practice of nominee agreement on the provisions of Article 33 paragraph (1) and (2) of Law No. 25 of 2007. So, with that regulation, any agreement contained the nominee share clause will be null and void. Meanwhile, under the terms of past investment, which regulated in Law No. 1 of 1967 and Law No. 6 of 1968, is not yet regulated. However, basically Nominee Agreement is one of Innominaat Agreement forms which is not specificly and explicitly regulated. Though in practise Innominaat Agreement should be in accordance to the provisions of Book III of Indonesia Civil Law including its principles which related to Agreement Law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadzira Boenzamin
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai akibat hukum dari perjanjian pinjam-meminjam yang batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 Undang-undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan terhadap pihak yang sudah berprestasi, berdasarkan Putusan 451 / PDT.G / 2013 / PN.JKT.BRT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam perjanjian sebagaimana diatur Pasal 31 UU Bahasa merupakan ketentuan formil perjanjian yang apabila dilanggar mengakibatkan batal demi hukum dan bagaimana efek batal demi hukum tersebut terhadap pihak yang sudah berprestasi dalam perjanjian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian hukum yuridis-normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 31 UU Bahasa merupakan ketentuan formal yang bila dilanggar mengakibatkan batal demi hukum dan efek terhadap pihak yang berprestasi adalah Restitusi pinjaman pokok atas dasar doktrin Unjustified Enrichment dan 1359(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
ABSTRACT
The focus of this undergraduate thesis to discuss regarding the legal effect of nullity on loan agreement due to violation of Article 31 of Law No. 24 of 2009 regarding Flag, Language, State Symbol and National Anthem towards performing party based on Case Decision No. 451 / PDT.G / 2013 / PN.JKT.BRT. The objective of this research is to know whether or not an obligation to use Indonesian Language in Agreements as stipulated by Article 31 of Language Law is a formal requirement that would result in nullity if violated and the effect of nullity towards the performing party. This research is a qualitative research in a form of juridical normative. The result of this research shows that Article 31 of Language Law is a formal requirement that would result in nullity if violated and the effect towards the performing party is restitution of the outstanding loan based on the doctrine of Unjustified Enrichment and 1359(1) of the Civil Code of Indonesia.
2016
S62741
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Salwa Putri Santira
Abstrak :
Waralaba menjadi salah satu kegiatan usaha yang digemari oleh pebisnis pemula karena tidak membutuhkan modal yang terlalu banyak. Waralaba dilakukan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba yang diatur syarat formilnya dalam undang-undang mengenai waralaba salah satunya mengenai klausul minimal yang harus tercantum dalam Perjanjian Waralaba.Ketika perjanjian waralaba tidak memenuhi syarat formil perjanjian waralaba yang telah ditentukan dalam undang-undang maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum sebagai perjanjian waralaba. Dalam praktik ditemukan Perjanjian Waralaba yang tidak memuat klausul minimal dalam perjanjian waralaba tetapi Majelis Hakim tidak membatalkan Perjanjian Waralaba antara para pihak. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan jenis data sekunder. Hasil penelitian ditemukan perjanjian waralaba merupakan perjanjian formil sehingga keabsahannyaharus memenuhi syarat formil dari perjanjian waralaba. Majelis Hakim pada tingkat pertama dan tingkat banding dalam Putusan Nomor 321/PDT/2021/PT DKI kurang tepat dalam memberikan pertimbangan dan putusannya karena seharusnya perjanjian waralaba antara para pihak batal demi hukum. Karena Perjanjian waralaba antara para pihak tidak memenuhi syarat formil dari perjanjian waralaba sebagaimana ditentukan dalam PP 42/2007 dan Permendag 53/2012. Para pihak harus melakukan penelaahan sebelum membuat perjanjian waralaba dan pemerintah sebaiknya merubah peraturan mengenai perjanjian waralaba sehingga perjanjian waralaba dibuat menjadi suatu akta notaril dan pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan penyelenggaraan waralaba yang sesuai dengan undang-undang ......Franchising is one of the business activities that is favored by novice business people because it does not require too much capital. Franchising is carried out based on a Franchise Agreement which is regulated by formal conditions in the law regarding franchising, one of which is regarding the minimum clause that must be included in the Franchise Agreement. When the franchise agreement does not meet the formal requirements of the franchise agreement that have been specified in the law, the agreement becomes null and void as a franchise agreement. In practice, it was found that the Franchise Agreement did not contain a minimum clause in the franchise agreement but the Panel of Judges did not cancel the Franchise Agreement between the parties. This writing uses normative juridical research methods and secondary data types. The results of the study found that the franchise agreement is a formal agreement so that its validity must meet the formal requirements of the franchise agreement. The Panel of Judges at the first level and appellate level in Decision Number 321/PDT/2021/PT DKI was not quite right in giving their considerations and decisions because the franchise agreement between the parties should have been null and void. Because the franchise agreement between the parties does not fulfill the formal requirements of the franchise agreement as specified in PP 42/2007 and Permendag 53/2012. The parties must conduct a review before making a franchise agreement and the government should change the regulations regarding franchise agreements so that the franchise agreement is made into a notary deed and the government must provide socialization to the public regarding the implementation of franchising in accordance with the law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>