Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luthfiana Syarifah
"Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran biaya produk radioterapi eksterna dan tarif reimbursement berdasarkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia serta mengetahui kesesuaian antara keduanya. Metodologi: Desain penelitian ini menggunakan metode potong lintang dan pengumpulan data dilakukan dengan total sampling. Data yang terkumpul kemudian dihitung menjadi tiga model perhitungan biaya produk aktual, optimal dan sesuai RRCC versi 20 dari IAEA selanjutnya dibandingkan kesesuaiannya dengan tarif reimbursement JKN. Hasil: Pengumpulan data akhir didapatkan 29 senter partisipan yang dapat diolah datanya dari 19 senter dari RS pemerintah dan 10 RS swasta namun tidak semua senter mengumpulan data dengan lengkap, hanya 5 senter yang mengumpulkan data hingga data amortisasi dan pemeliharaan peralatan dengan lengkap. Senter pemerintah melayani 340.265 fraksi dalam setahun sedangkan swasta 99.547 fraksi. Median biaya produk aktual pada lima senter lengkap, biaya produk optimal dan sesuai RRCC berturut-turut Rp 1.253.552, Rp 1.787.606 dan Rp 1.520.066. Biaya produk aktual dan optimal berdasarkan level PORI (sesuai teknik) berbeda bermakna secara statistik antara level 1A dan 2 atau 3 secara berturut-turut p= 0.014 dan p< 0.001, berdasarkan jenis pesawat Cobalt dibanding Linac biaya produk aktual (p= 0.002), optimal (p= 0.001) dan RRCC (p= 0.022), berdasarkan klasifikasi jumlah fraksi rendah dibanding sedang atau tinggi per tahun biaya produk aktual (p= 0.013) dan RRCC (p= 0.015). Kesimpulan: Secara garis besar gambaran biaya produk dipengaruhi oleh teknik radiasi, jenis pesawat, jumlah fraksi. Perhitungan biaya produk yang direkomendasikan sebagai acuan tarif adalah biaya produk optimal karena sudah memperhitungkan kapasitas dan kemampuan senter untuk berkembang. Tarif JKN menunjukkan tren yang lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya produk optimal, sedangkan jika dibandingkan dengan biaya produk aktual tampak tren lebih tinggi dibanding biaya produk yang dihasilkan dengan hanya 5 senter yang memiliki data lengkap.

Aims: The aim of this study was to describe the external beam radiation therapy cost and reimbursement tariff based on National Health Insurance (NHI) in Indonesia and to ascertain whether the two were compatible. Methodology: The design of this study used a cross-sectional method and total sampling was used for data collection. The three models created using the collected data to estimating actual, optimal and product cost according to RRCC version 20 from IAEA then assessed for appropriateness against the NHI reimbursement. Results: The final data collection revealed that 29 participating centers came from 10 private hospitals and 19 public hospitals, although not all centers collected complete data, only 5 centers collected data up to complete amortization data and maintenance. In a year, public hospital centers serve 340.265 fractions while private centers serve 99.547 fractions. The median actual product cost for 5 complete centers, optimal product cost and according to RRCC product cost were IDR 1,253,552, IDR 1,787,606, and IDR 1,520,066. According to the radiation technique, level 1A and 2 or 3 of the actual and optimal product costs differed statistically significant (p = 0.014 and p 0.001, respectively), while Cobalt compared to Linac actual product costs (p = 0.002), optimal product cost (p = 0.001) and RRCC (p = 0.022), based on the classification of the number of fractions low compared to medium or high per year actual product cost (p= 0.013) and RRCC (p= 0.015). Conclusion: Radiation technique, machine type and fractionation count all have a general impact on product cost. The optimal product cost calculation suggested as a tariff reference, because it has taken into account the capacity and ability of the centers to develop. The reimbursement shows a lower trend when compared to the optimal product cost, whereas when compared to the actual product cost, it appears to be a higher trend with only 5 centers having complete data."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Giartono
"ABSTRAK
Latar Belakang
Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kebijakan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) yang murah, yaitu tingkat harga jual yang lebih rendah dan harga pasar, rata-
rata biaya pokok BBM atau harga jual di negara tetangga. Namun dengan persetujuan DPR,
Pemerintah pada tahun 2000 telah sepakat babwa kebijakan subsidi BBM di masa mendatang
tidak akan dipertahankan lagi, karena besaran subsidi yang menjadi beban APBN dirasakan
semakin berat. Pengbapusan subsidi BBM ini memang tidak akan dilakukan sekaligus,
melainkan berangsur-angsur dikurangi untuk meminimalisasi guncangan sosial, ekonomi dan
politik di masyarakat. Dengan demikian kenaikan harga memang tidak dapat dihindarkan lagi.
Persoalannya kini adalah seberapa besar kenaikan itu dan pada jenis BBM apa saja kenaikan
layak dilakukan.
Kebijakan harga BBM sebelum penghapusan subsidi secara penuh diperkirakan akan
ditetapkan secara spesifik untuk setiap jenis BBM, artinya kebijakan harga suatu jenis BBM
mungkin berbeda dengan jenis BBM lainnya, Bahkan harga jual suatu jenis BBM mungkin
akan berbeda, bisa dijual dengan harga pokok, harga subsidi atau harga pasar, sesuai dengan
kondisi konsumen. Sebelum pemerintah bisa memutuskan besarnya kenaikan itu dan pada
jenis BBM apa saja, salah satu informasi yang sangat penting sebagai dasar pengambilan
keputusan adalah berapa barga pokok masing-masing jenis BBM dan bagaimana formula
harga jual BBM yang bisa dipakai.
Dari survei pendahuluan yang dilakukan, tampaknya pemerintah tidak memiliki
informasi harga pokok masing-masing jenis BBM dan formulasi harga jual masing-masing
jenis BBM yang diproduksi oleh Pertamina. Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji
kemungknan perhitungan biaya pokok masing-masing jenis BBM dan penetapan formula
harga jual produk BBM yang bersangkutan, yang bisa dipilih sebagai pola dalam memasuki
era perdagangan bebas.
Definisi Permasalahan
Berlatar belakang kondisi yang diuraikan di atas, penulis melihat permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah perhitungan biaya pokok prnduksi masing-masing jenis BBM bisa dilakukan?
2. Bagaimana formula harga jual untuk masing-masing jenis BBM yang bisa menjadi acuan
bagi pemerintah dalam menetapkan harga jual masing-masing produk BBM di dalam
negeri.
Arena Studi
Sebagai arena studi yang dilakukan, penulis memilih Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMENA), sebagai pelaksana misi pemerintah untuk
menyediakan kebutuhan energi BBM di dalam negeri sesuai Undang Undang No.8 tahun
1971. Kemudian sebagai sampel di Pertamina untuk kegiatan pengilangan, penulis memilih
Kilang Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap, karena merupakan kilang terbesar yang
dimiliki Pertamina dengan kapasitas pengolahan 300.000 barrel per han. Untuk sampel data
keuangan yang digunakan dalam kalkulasi, penulis menggunakan data keuangan tahun
anggaran 1998/1999.
Metode penelitian
Penelitian pustaka (library research) dilakukan untuk menelaah tulisan terdahulu dari artikel
yang sesuai dengan topik ruang lingkup studi yang dimuat dalam surat kabar, jurnal atau buku
referensi yang sesuai.
Penelitian lapangan (field research) dilakukan berupa wawancara dengan beberapa
narasumber diantaranya Tim Subsidi BBM Pertamina dan pihak lain yang dapat memberikan
informasi yang relevan
Temuan penting
Dari studi yang dilakukan, penulis menemukan hal-hal sebagal berikut:
1. Pertamina sebagai pelaksana tugas pemerintah untuk menyediakan kebutuhan BBM di
seluruh wilayah Republik Indonesia, tìdak mendapatkan keuntungan dari operasi BBM.,
karena setiap keuntungan yang diperoleh harus diserahkan kepada pemerintah. Demikian
pula bila mengalami kerugian akan diganti secara penuh oleh pemerintah.
2. Sistem akuntansi yang berlaku di Pertamina belum dapat menghasilkan perhitungan harga
pokok penjualan per jenis produk BBM yang dihasilkan. Informasi akuntansi biaya pada
Pertamina hanya menyediakan laporan biaya pokok BBM secara total yang terpisah dan
operasi Non BBM.
3. Jenis produk yang dihasilkan oleh Pertamina baik BBM maupun Non BBM merupakan
hasil dari serangkaian proses kilang yang teijadi secara simultan sesuai desain kilang
Pertamina anggaran 1998/1999.
4. Sebagai dasar penetapan harga yang dibebankan secara sama kepada konsumen di seluruh
wilayah Indonesia, pemerintah selama ini lebih menggunakan pertimbangan aspek politik
dan aspek sosial melalui kebijaksanaan subsidi BBM.
5. Dengan menggunakan data akuntansi yang ada, perhitungan harga pokok produksi per
jenis produk BBM bisa dilakukan oleh Pertamina dengan melakukan alokasi biaya
menggunakan metode Market /Sales Value Methoa Average Urnt Cosi Methoa Weighted
Average Method, atau Quantitative Unit Method
6. Dengan menggunakan harga pokok produksi masing-masing jenis BBM yang telah
dihitung, pemerintah bisa menetapkan harga jual produk BBM yang menampung
kepentingan produsen untuk dapat membayar kembali biaya-biaya yang dikeluarkan
sesuai alternatif formula harga jual yang penulis ajukan. Untuk melindungi kepentingan
konsumen, kebijakan penetapan harga BBM bisa dipelajari pemerintah dan praktik
penetapan harga BBM di beberapa negara.
Kelemahan studi
Untuk mendapatkan besaran harga jual yang pkpn diterapkan di masyarakat kiranya
perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai dampak kenaikan harga BBM di Indonesia secara
rnakro maupun sektoral baik mengenai aspek ekonomi, sosial maupun politik yang belum
tercakup dalam studi yang dilakukan
"
2001
T2115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trias Rachmatika
"Penelitian ini mengusulkan perhitungan biaya produk dengan menggunakan metode Activity-Based Costing (ABC). Objek studi kasus adalah PT X, sebuah perusahaan e-commerce yang menjual produk organik lokal. Penurunan profitabilitas PT X ditengarai karena tidak akuratnya biaya produk sehingga pengambilan keputusan penetapan harga jual menjadi tidak tepat. Indikasi ketidakakuratan adalah informasi biaya produk yang tersedia saat ini hanya berasal dari pembelian bersih dan biaya overhead belum dialokasikan ke produk. Oleh karena itu, biaya overhead harus ditelusuri secara akurat ke produk untuk menghindari distorsi informasi biaya. Studi ini menelusuri biaya overhead ke produk menggunakan matriks Expenses-Activity-Dependence (EAD) dan Activity-Product-Dependence (APD) dalam studi kasus pada e-commerce yang belum banyak dibahas. Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus dan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan delapan responden serta analisis dokumen. Hasil penelitian menemukan perbedaan yang signifikan antara biaya produk dengan metode ABC dengan biaya produk saat ini tersedia di PT X. Perbedaan paling signifikan sebesar 139% terdapat pada produk isi ulang. Implikasinya PT X perlu menetapkan kembali harga jual berdasarkan biaya produk dengan metode ABC.

This study is to propose a product costing using the Activity-Based Costing (ABC) method. The object of the case study is PT X, an e-commerce company that sells local organic products. The decline in the profitability of PT X is presumed to be due to inaccurate product costs, leading to inappropriate decision-making regarding the selling price. Inaccuracy indicates that currently available product cost information only comes from net purchases. In contrast, overhead costs have not been allocated to products. Therefore, overhead costs must be accurately traced to products to avoid distortion of cost information. Previous studies on the ABC method mainly focused on manufacturing companies. This study traces overhead costs to products using Expense-Activity-Dependence (EAD) and Activity-Product-Dependence (APD) matrices in a case study on e-commerce that has not been widely discussed. This research uses a case study strategy and a qualitative approach. Data collection was done through interviews with eight respondents, plus document analysis. The study found a significant difference between product costs using the ABC method and the costs of products currently available at PT X. The most significant difference of 139% is in the refill product. The implication is that PT X needs to re-price its products based on product costs using the ABC method."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Dyan Puspita Sari
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T24339
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Hanif Bagasaputra
"

Tahun 2022 membawa pertumbuhan dan inovasi yang signifikan bagi industri pangan karena pulih dari tantangan pandemi COVID-19. Dalam pulihnya industri pangan ini integrasi teknologi dalam pemesanan dan pengiriman, munculnya pilihan makanan nabati dan berkelanjutan, penekanan pada personalisasi dan kustomisasi adalah pendorong utama pertumbuhan ini. Seiring dengan perkembangan industri, industri ini siap untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus berubah sambil mengikuti perkembangan teknologi dan kreativitas kuliner. Banyak perusahaan-perusahaan yang semakin besar karena bergerak di bidang pangan salah satu contoh perusahaan tersebut adalah PT. X berdiri sejak tahun 1998 dan saat ini terus berkembang menjadi pemimpin pasar produk bahan makanan mentah dan olahan. PT.X merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan pangan yang core business nya berupa penyedia daging serta produk olahan daging. Namun pada saat tulisan ini dibuat, kinerja pengiriman PT.X dinilai masih belum memadai atau belum efisien. Kendala yang dialami PT.X seperti terbatasnya jumlah kendaraan , terbatasnya kapasitas kendaraan, dan juga lokasi antar pelanggan yang berjauhan. Mengoptimasi rute distribusi PT.X  merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi rute distribusi PR.X. Penelitian ini direalisasikan optimalisasi dengan pendekatan metode penyelesaian CVRP (Capacitated Vehicle Routing Problem)  dengan . Hasil yang diperoleh adalah terjadi penurunan rata-rata jarak tempuh kendaraan sebesar 32 %dan menghasilkan  penghematan biaya hingga Rp. 2.169.184.


2022 brought significant growth and innovation for the food industry as it recovers from the challenges of the COVID-19 pandemic. In this food industry recovery the integration of technology in ordering and delivery, the emergence of plant-based and sustainable food options, emphasis on personalization and customization are the main drivers of this growth. Along with the development of the industry, this industry is ready to meet changing consumer demands while keeping abreast of technological developments and culinary creativity. Many companies are getting bigger because they are engaged in the food sector, one example of this company is PT. X was founded in 1998 and is currently growing to become a market leader in raw and processed food products. PT.X is a company engaged in the field of food procurement whose core business is providing meat and processed meat products. However, at the time of writing this paper, PT. X's delivery performance was considered inadequate or inefficient. Constraints experienced by PT.X such as the limited number of vehicles, limited vehicle capacity, and also locations between customers who are far apart. Optimizing the PT.X distribution route is one way to increase the efficiency of the PR.X distribution route. This research realized optimization with the CVRP (Capacitated Vehicle Routing Problem) solving method approach with . The results obtained were a decrease in the average vehicle mileage by 32 %and resulted in cost savings of up to Rp. 2.169.184.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library