Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Puspito Sari
Abstrak :
Biofilm adalah struktur kompleks tiga dimensi yang terdiri dari bakteri hidup dalam matriks ekstraselular atau excreted polymeric substance (EPS) yang mengandung polisakarida, asam nukleat dan protein. Infeksi yang diakibatkan biofilm sulit untuk dieradikasi, karena EPS pada biofilm dapat meningkatkan resistensi bakteri dan menghambat antibiotik mencapai bakteri tersebut. Biofilm dapat melekat pada alat-alat kesehatan seperti kanul trakeostomi.  Pembentukan kolonisasi bakteri biofilm pada kanul trakeostomi dapat menyebabkan inflamasi kronik yang memicu infeksi stoma dan saluran pernapasan bawah, serta pembentukan jaringan granulasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai biofilm dan mikroba pembentuk biofilm, serta faktor risiko yang mempengaruhi pembentukannya. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan di poliklinik THT FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2019 sampai dengan Agustus 2019 terhadap pasien yang terpasang kanul trakeostomi usia dewasa. Dari penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara faktor risiko penyakit komorbid dengan peningkatan pembentukan biofilm pada pasien terpasang kanul trakeostomi. ......Biofilm is a three-dimensional complex structure consisting of living bacteria in an extracellular matrix or excreted polymeric substance (EPS) containing polysaccharides, nucleic acids and proteins. Infections caused by biofilms are difficult to eradicate, because EPS in biofilms can increase bacterial resistance and prevent antibiotics from reaching the bacteria. Biofilms can be attached to medical devices such as tracheostomy cannula. The formation of bacterial colonization of biofilms in tracheostomy cannulas can cause chronic inflammation that triggers stoma and lower respiratory tract infections, and the formation of granulation tissue. This study aimed to increase knowledge about biofilms and biofilm-forming microbes, and risk factors that influence its formation. This cross-sectional designs study, conducted at the ENT polyclinic FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo on February 2019 to August 2019 of adult patients with tracheostomy cannula.There was a statistically significant correlation between risk factors of comorbid disease with an increase of the biofilms formation in patients with tracheostomy cannula.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Althaf Arifah
Abstrak :
IgY Anti ComD S.mutans dan kitosan dapat menghambat pembentukan biofilm. Tujuan: Menganalisis pengaruh gel IgY Anti ComD S.mutans dan gel kombinasi IgY Anti ComD S.mutans dan kitosan terhadap kemampuan S.mutans dalam membentuk biofilm. Metode: Sampel plak 40 orang dalam 4 kelompok diambil sebelum dan sesudah perlakuan. Aplikasi gel dilakukan 7 hari, dilanjutkan prosedur uji biofilm crystal violet. Hasil: Perbandingan nilai OD biofilm (pre -post) kelompok IgY Bebas Karies (0,030-0,038), IgY Karies (0,027-0,027), IgY+K Bebas Karies (0,033-0,032), IgY+K Karies (0,033-0,069). Kesimpulan: Gel IgY anti ComD S.mutans maupun gel kombinasi IgY anti ComD S.mutans dan kitosan meningkatkan kemampuan S.mutans dalam membentuk biofilm.
IgY Anti ComD S.mutans and chitosan can inhibit biofilm formation. Objective: To analyze the effect of IgY Anti ComD S.mutans gel and IgY Anti ComD S.mutans+chitosan gel towards the ability of S.mutans to form biofilm. Methods: Plaque samples from 40 people in 4 groups were taken before and after gel treatment for 7 days. Then crystal violet biofilm test procedure was performed. Results: Biofilm OD values (pre ? post), IgY free caries (0,030-0,038), IgY caries (0,027-0,027), IgY+K free caries (0,033-0,032), IgY+K caries (0,033-0,069). Conclusion: IgY anti ComD S. mutans gel and IgY anti ComD S.mutans+chitosan gel increase the ability of S. mutans to form biofilm.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S54380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy Aprianto
Abstrak :
Optimalisasi morfologi dan kristalinitas TiO2 nanotubes (TNT) yang difabrikasi pada permukaan Ti6Al4V dengan metode anodisasi dan dikristalisasi menggunakan variasi metode, yaitu pemanasan menggunakan furnace yang dialiri udara dengan variasi suhu operasi 500° - 800°C dan metode hydrothermal treatment dengan variasi suhu 150°-200°C selama 3 jam telah dilakukan. Hasil karakterisasi pada sampel menunjukkan adanya peralihan fase kristal dari anatase menjadi rutile pada rentang suhu 600°C - 650°C dengan ukuran kristal rata-rata pada setiap variasi adalah 18 nm. Hasil uji pembentukan biofilm secara in vitro dengan bakteri Streptococcus mutans menunjukkan sampel Ti6Al4V/TNT yang dikristalisasi pada suhu 600°C memiliki kinerja fotokatalitik yang paling baik, dengan hasil sebesar 21% konsentrasi bakteri yang menempel pada plat Ti6Al4V/TNT dibandingkan dengan model kontrol pada jam ke-24 pengukuran. Hasil ini menunjukkan sampel Ti6Al4V/TNT dengan suhu kristalisasi 600°C merupakan kondisi optimum untuk menghambat pembentukan biofilm dalam penelitian ini. Kinerja fotokatalitik pada bahan Ti6Al4V/TNT berpotensi untuk ditingkatkan menggunakan kombinasi teknologi lainnya.
Morphology and crystalinity optimalization of TiO2 nanotubes (TNT) on Ti6Al4V using anodization method and various crystalization method (heat treatment by furnace within air stream at 500°-800°C and heat treatment using hydrothermal treatment method at 150°-200°C) had been done. Characterizations of the samples show that there are a crystal phase changing from anatase to rutile at 600°-650°C in heat treatment using furnace, with 18 nm for crystal size in average. Biofilm's test exhibit that Ti6Al4V/TNT sample that crystalized at 600°C has the best performance in inhibiting biofilm formation, which can achieve 19% of biofilm concentration on the material, compared to the control. The result show that Ti6Al4V/TNT that crystalized at 600°C has the optimum morpholgy and crystalinity to inhibit the biofilm formation. The modified Ti6Al4V has great potential in biomedical application, due to its photocatalytic performance and TiO2 characteristics that can be combined with others technology to make better implants.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T41808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Noer
Abstrak :
Candida albicans adalah fungus oportunistik yang paling banyak menyebabkan infeksi pada manusia. Dalam lingkungan oral, fungi ini biasanya berasosiasi dengan bakteri Streptococcus mutans membentuk biofilm, yang menjadikan banyak obat oral tidak efektif menangani permasalahan kesehatan seperti karies atau lainnya. Biofilm adalah bentuk alami pertumbuhan mikroorganisme yang umum terjadi dalam niche lingkungan. Hasil pembentukan biofilm menyebabkan peningkatan resistensi terhadap pengaruh lingkungan yang negatif termasuk resistensi terhadap antibiotik dan agen antimikroba lainnya. Karena sifat penting dari biofilm mempengaruhi penyakit infeksi dan penyebaran resistensi obat, maka dinilai sangat penting untuk menemukan agen antibiofilm mikroba baru yang dapat mencegah pembentukan dan perkembangan biofilm. Berbagai penelitian awal menunjukkan bahwa produk alami dari tanaman memiliki sifat antimikroba dan berpotensi menanggulangi permasalahan biofilm. Ruta angustifolia (L.) Pers. adalah salah satu tanaman obat yang secara tradisional sering digunakan untuk mengobati banyak penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi ekstrak kasar dan senyawa bioaktif yang diisolasi dari R. angustifolia (L.) Pers. sebagai kandidat obat yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalah biofilm dari C. albicans dan S. mutans baik dalam kultur tunggal maupun campuran. Dalam penelitian ini, dilakukan ekstraksi (dengan metode maserasi mengunakan pelarut metanol 96%), skrining fitokimia dan isolasi serta identifikasi senyawa bioaktif (metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) , Kromatografi Cair dengan spektrometri massa tandem (LC-MS/MS) dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR)) dari tanaman Ruta angustifolia (L.) Pers. asal Kabupaten Lembang, Jawa Barat, Indonesia. Hasil ekstrak kasar maupun senyawa bioaktif yang didapat lalu dilihat efektifitasnya terhadap biofilm C. albicans dan S. mutans secara fisiologi (metode Cristal Violet (CV) dan 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) / Coloni Forming Unit (CFU)) serta secara morfologi terhadap morfogenesis C. albicans (menggunakan Light Microscope dan Scanning Electron Microscopy). Hasil penelitian memperoleh ekstrak kasar dengan nilai rendemen sebesar 31,69 %. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol R. angustifolia (L.) Pers. terbukti mengandung senyawa steroid, flavonoid, alkaloid, tanin dan kuinon. Hasil isolasi dan identifikasi mendapatkan tiga senyawa bioaktif murni yang terkonfirmasi sebagai kokusaginine, chalepin dan lindelofine. Pengujian terhadap efektivitasnya sebagai antibiofilm secara fisiologi maupun morfologi menunjukkan bahwa baik ekstrak kasar maupun senyawa bioaktif yang diisolasi dari tanaman R. angustifolia (L.) Pers. (kokusaginine, chalepin dan lindelofine) secara umum berpotensi digunakan sebagai antibiofilm C. albicans dan S. mutans dalam kultur tunggal maupun campuran. ......Candida albicans is the most common opportunistic fungus causing infections in humans. In oral environment, this fungus usually associates with Streptococcus mutans form a biofilm, which makes many oral drugs ineffective in treating health problems such as caries or others. Biofilms are natural forms of microorganism growth that are common in environmental niches. The resulting biofilm formation leads to increased resistance to negative environmental influences including resistance to antibiotics and other antimicrobial agents. Due to the important nature of biofilms influencing infectious diseases and the spread of drug resistance, it is considered important to find new microbial antibiofilm agents that can prevent the formation and development of biofilms. Various preliminary studies have shown that natural products from plants have antimicrobial properties and have the potential to overcome biofilm problems. Ruta angustifolia (L.) Pers. is a medicinal plant traditionally used to treat many diseases. This study aims to explore crude extracts and bioactive compounds isolated from R. angustifolia (L.) Pers. as drug candidates that can be used to overcome the biofilm problem of C. albicans and S. mutans in both single and mixed cultures. In this study, extraction was carried out (by maceration method using methanol 96%), phytochemical screening and isolation as well as identification of bioactive compounds (Thin Layer Chromatography (TLC), Liquid Chromatography with tandem mass spectrometry (LC-MS/MS) and Nuclear Magnetic Resonance (NMR). The results of crude extracts and bioactive compounds obtained were then seen for their effectiveness on the biofilms of C. albicans and S. mutans physiologically and morphologically (using Light Microscope and Scanning Electron Microscopy). The results obtained crude extract with a yield value of 31.69%. The results of phytochemical screening showed that the methanol extract of R. angustifolia (L.) Pers. proven to contain steroid compounds, flavonoids, alkaloids, tannins and quinones. The results of the isolation and identification obtained three pure bioactive compounds that were confirmed as kokusaginine, chalepin and lindelofine. Tests on its effectiveness as an antibiofilm physiologically and morphologically showed that both crude extracts and bioactive compounds isolated from the R. angustifolia (L.) Pers. (kokusaginine, chalepin and lindelofine) in general have the potential to be used as antibiofilms for C. albicans and S. mutans in single or mixed cultures.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astinah
Abstrak :
Latar belakang: C.albicans adalah jamur yang paling banyak ditemukan pada kegagalan perawatan saluran akar. Kemampuan C.albicans untuk bertoleransi terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, salah satunya dengan membentuk biofilm menjadi salah satu masalah dalam perawatan endodontik. Penggunaan irigan alami dengan kemampuan anti jamur yang baik, sebagai alternatif dari bahan sintetik, selama pembersihan dan preparasi saluran akar adalah sangat penting. Tujuan: Untuk menganalisa potensi aloe vera terhadap biofilm C.albicans. Metode: Biofilm C.albicans dibagi dalam 5 kelompok yaitu: kelompok I biofilm C.albicans tanpa perlakuan, kelompok II,III dan IV biofilm C.albicans yang diaplikasikan aloe vera 100 , 75 , 50 dan kelompok V diaplikasikan EDTA 17. Hasil: Nilai rerata koloni biofilm C.albicans kelompok aloe vera 100 , 75 dan 50 lebih tinggi dibandingkan dengan EDTA 17 , namun lebih rendah dibandingkan dengan kelompok biofilm tanpa perlakuan Kesimpulan: aloe vera terbukti mempunyai daya anti jamur terhadap biofilm c.albicans dan paling tinggi pada konsentrasi 75 ......Background: C. albicansas biofilm has a major role in endodontic treatment failure as the most important fungus isolated from the root canal system. Using alternative irigan with good anti fungal activity as other option from sintetic irigan, during cleaning and shaping root canal, is very important. Objective: To analyze anti fungal activity aloe vera against C. albicans biofilm. Methods: Biofilm C. albicans were divided into five groups Group I as biofilm C. albicans without application. Group II, III and IV with application aloe vera 100, 75 and 50 . Group V with EDTA 17 Result: Average colony biofilm C. albicans for aloe vera 100 , 75 and 50 higher than EDTA 17 but lower than control. Conclusion: It was concluded that aloe vera possessed anti fungal activity against C. albicans biofilm and highest on consentration 75
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Firsta Rahmi
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu sifat material restorasi yang sangat dibutuhkan dalam mencegah karies sekunder adalah sifat anti bakteri. Material yang mempunyai sifat anti bakteri lebih tinggi akan memiliki kemampuan pencegahan perkembangan biofilm yang lebih baik. Diantara berbagai jenis material restorasi yang berkembang di pasaran, Semen Ionomer Kaca (SIK) memiliki sifat anti bakteri yang paling baik. Hal ini dikarenakan SIK memiliki kemampuan pelepasan fluor. Dalam perkembangannya, Shofu Inc. memperkenalkan sebuah material bernama Giomer. Giomer merupakan material yang memiliki kemampuan pelepasan fluor. Giomer akan menciptakan fase glass-ionomer yang stabil, kemudian menginduksi reaksi asam basa antara fluor dan asam polikarboksilat dalam air yang dikembangkan sebagai filler Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG). Tujuan: Melihat pengaruh perbedaan kandungan fluor terhadap Pembentukan biofilm bakteri antara SIK dan Giomer. Metode: Sebanyak 32 sampel dipersiapkan dengan ukuran Ø 7 mm dan tinggi 2 mm, terdiri dari 16 sampel kelompok SIK dan 16 sampel kelompok Giomer yang kemudian akan didiamkan selama 3 hari dengan kultur bakteri Streptococcus mutans di dalam suhu 37oC. Bakteri akan dihitung menggunakan Colony Forming Unit dan gambaran permukaan material diamati menggunakan Scanning Electron Microscope serta analisis elemen yang terdapat di dalamnya menggunakan analisis EDX. Hasil: Hasil pengujian didapatkan bahwa biofilm bakteri yang pada permukaan Giomer lebih tinggi daripada biofilm bakteri pada SIK, meskipun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0.05). Terdapat banyak kesamaan antara elemen yang terkandung dalam SIK dan Giomer diantaranya ion C, O, F, Na, Al, Si, P dan Ca. ......Background: One of the properties of restorative materials that is needed to prevent secondary caries is anti bacterial properties. Materials that have higher anti bacterial properties will be better in preventing the growth of biofilms. Among the various types of restorative materials, Glass Ionomer Cements have the best anti bacterial properties. This is due to GIC has the good ability in fluoride release. In its development, Shofu Inc. introducing a material called Giomer. Giomer is a material that has ability in fluoride release. Giomer will form a stable glass-ionomer phase, then induce an acid-base reaction between fluoride and polycarboxylic acid that is developed as a Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG) fillers. Objective: To see the effect of differences in fluoride amount on formation of bacterial biofilm between Glass Ionomer Cement and Giomer. Methods: A total of 32 samples were prepared with the size of 7 mm in diameters and 2 mm in height. The samples consist of 16 of GIC samples, and 16 of Giomer. Both materials then allowed to incubated for 3 days with Streptococcus mutans culture at 37oC. Bacteria will be counted using Colony Forming Unit, observation material surface using Scanning Electron Microscope and element analysis provided using EDX. Results: The results showed that the bacterial biofilm on Giomer surface was higher than GIC, although there is no significant difference. There are many similarities between the elements contained in GIC and Giomer including ion C, O, F, Na, Al, Si, P and Ca.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismar Laila
Abstrak :
Latar Belakang: Periodontitis merupakan salah satu penyakit kesehatan gigi dan mulut yang paling sering dijumpai sering terjadi di masyarakat. Periodontitis disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah: Penyebab penting adalah keterlibatan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans yang merupakan 'penanda' bakteri periodontitis yang memainkan peran dalam pengembangan kehilangan perlekatan jaringan periodontal, serta bakteri Fusobacterium nucleatum memiliki kemampuan untuk menggumpal di awal dan akhir kolonisasi bakteri dalam perkembangan plak sehingga bertindak sebagai jembatan bakteri. Propolis dilaporkan memiliki zat antibakteri yaitu flavonoid dan polifenol yang meningkatkan aktivitas antioksidan saliva dan menghambat penyakit periodontal. Tujuan : Menganalisis efektivitas gel propolis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Fusobacterium nucleatum. Metode : Aggregatibacter Biofilm actinomycetemcomitans dan Fusobacterium nucleatum terkena propolis gel dengan konsentrasi 5mg/ml dan 10mg/ml kemudian diinkubasi selama 4 jam (fase adhesi), 12 jam (fase akumulasi aktif) dan 24 jam (fase pematangan) pada suhu 37°C. Persentase potensi Penghambatan pembentukan biofilm dinilai menggunakan uji MTT. Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Fusobacterium nucleatum pada BHI . agar Letakkan paper disk yang telah terkena propolis gel dengan konsentrasi 5 mg/ml dan 10 mg/ml kemudian diinkubasi selama 4 jam, 6 jam, dan 8 jam pada suhu 37°C. Zona rintangan Pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan penggaris. Kesimpulan: Pengaruh paparan propolis gel dalam menghambat pembentukan biofilm dan zona hambat bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Fusobacterium nucleatum berbeda dalam setiap durasi paparan dan variasi konsentrasi yang digunakan.
Background: Periodontitis is one of the most common dental and oral health diseases that often occur in the community. Periodontitis is caused by many factors, one of which is: An important cause is the involvement of the bacterium Aggregatibacter actinomycetemcomitans which is a 'marker' of periodontitis bacteria that plays a role in the development of periodontal tissue attachment loss, and Fusobacterium nucleatum bacteria have the ability to agglomerate at the beginning and end of bacterial colonization in plaque development so that it acts as a bacterial bridge. Propolis is reported to have antibacterial substances, namely flavonoids and polyphenols that increase salivary antioxidant activity and inhibit periodontal disease. Objective : To analyze the effectiveness of propolis gel in inhibiting the growth of Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Fusobacterium nucleatum bacteria. Methods: Aggregatibacter Biofilm actinomycetemcomitans and Fusobacterium nucleatum were exposed to propolis gel with concentrations of 5mg/ml and 10mg/ml then incubated for 4 hours (adhesion phase), 12 hours (active accumulation phase) and 24 hours (maturation phase) at 37°C. Percentage of potential inhibition of biofilm formation was assessed using the MTT assay. Bacteria Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Fusobacterium nucleatum in BHI. agar Place the paper disk that has been exposed to propolis gel with a concentration of 5 mg/ml and 10 mg/ml then incubated for 4 hours, 6 hours, and 8 hours at 37°C. The zone of inhibition Bacterial growth was measured using a ruler. Conclusion: The effect of exposure to propolis gel in inhibiting the formation of biofilms and the inhibition zone of the bacteria Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Fusobacterium nucleatum differs in each duration of exposure and variations in concentration used.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tazchya Sana
Abstrak :
Pendahuluan: protein saliva merupakan komposisi yang terkandung dalam saliva dan berperan penting bagi keseimbangan ekosistem rongga mulut manusia. Total konsentrasi protein saliva pada setiap individu bervariasi tergantung pada usia individu tersebut. Banyak dari protein saliva berfungsi untuk memproteksi rongga mulut dengan aktivitas antimikroba yang dimilikinya. Di sisi lain, saliva juga dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme rongga mulut dengan membentuk pelikel. Streptococcus mutans bersama dengan pelikel saliva berpartisipasi dalam adhesi bakteri di permukaan gigi. Selanjutnya mereka akan berkoordinasi sehingga membentuk dental plaque. Tujuan: menganalisis perbedaan massa bakteri dan viabilitas Streptococcus mutans setelah pajanan protein saliva subjek anak dan subjek dewasa. Metode: sampel saliva subjek anak dan subjek dewasa dilakukan uji Bradford untuk mengetahui total protein saliva. Kemudian dilakukan perhitungan massa biofilm dengan uji crystal violet staining dan viabilitas bakteri dengan TPC. Setelah itu dilakukan uji One-way Anova Hasil: Nilai signifikansi uji statistic menunjukan > 0,05 sehingga tidak terdapat perbedaan bermakna massa bakteri maupun viabilitas bakteri Streptococcus mutans setelah pajanan protein saliva yang berasal dari subjek anak dan subjek dewasa secara statistik. Total konsentrasi protein saliva anak dan dewasa condong berbeda. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan dampak pemajanan protein saliva asal subjek anak dan subjek dewasa terhadap pembentukan biofilm bakteri Streptococcus mutans ditinjau dari massa biofilm dan viabilitas bakteri. ......Background: Salivary protein is the composition contained in saliva and plays an important role in the balance of the human oral cavity ecosystem. The total salivary protein concentration in each individual varies depending on the age of the individual. Many of salivary proteins function to protect the oral cavity with their antimicrobial activity. Therefore, saliva can also support the growth of oral microorganisms by forming pellicles and as a source of nutrtion to bacteria. Streptococcus mutans together with the salivary pellicle participate in the adhesion of bacteria on the tooth surface. Furthermore, they will coordinate to form dental plaque. Objective: to analyze the differences in bacterial mass and viability of Streptococcus mutans after the exposure of the salivary proteins from children and adult subjects. Methods: Bradford test was used to determine the total of salivary protein in saliva samples from children and adult subjects. The biofilm mass was calculated by using crystal violet staining and bacterial viability by TPC. The distribution was analyzed using the One-way Anova test Results: The p value of the statistical test shows > 0,05 so that there were no significant difference in bacterial mass and viability of Streptococcus mutans after exposure of salivary protein from children’s or adult’s saliva statisticaly. However, the total salivary protein concentrations of children and adults tend to be different. Conclusion: There was no differenece in the impact of salivary protein exposure from children’s and adult’s saliva on the formation of Streptococcus mutans biofilm in terms of biofilm mass and bacterial viability.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasi Suci Ramadhani
Abstrak :
Latar Belakang: Invasi mikroorganisme kedalam pulpa dan tubuli dentin merupakan penyebab infeksi saluran akar. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang sering ditemukan dalam infeksi primer, sekunder maupun persisten, memiliki kemampuan membentuk biofilm dan dapat bertahan hidup dalam kondisi yang ekstrim tanpa nutrisi sehingga bakteri ini sangat sulit dieliminasi. Preparasi kemomekanis tidak cukup untuk menghilangkan infeksi. Diperlukan suatu bahan irigasi untuk membantu menghilangkan  bakteri sehingga menyempurnakan preparasi saluran akar. Bahan irigasi herbal diperlukan sebagai alternatif pengganti bahan irigasi kimia untuk meminimalisir efek toksik dan resisten, namun tetap memiliki efek antibakteri yang setara dengan bahan irigasi kimia. Tujuan: Menganalisa efek antibakteri larutan ektrak kayu secang terhadap biofilm E. faecalis isolat klinis. Metode: Biofilm E. faecalis isolat klinis dibagi menjadi enam kelompok perlakuan untuk dipaparkan dengan bahan uji ekstrak kayu secang dengan konsentrasi 312 µg/ml, 625 µg/ml, 1250 µg/ml, 2500 µg/ml, 5000 µg/ml dan CHX 2% kemudian diuji dengan metode hitung koloni dan MTT assay. Hasil: Didapatkan hasil dari kedua uji yang dilakukan bahwa konsentrasi optimum yang memiliki efek antibakteri setara dengan CHX 2% adalah konsentrasi 625 µg/ml. Kesimpulan: Larutan ekstrak kayu secang memiliki efek antibakteri terhadap biofilm E. faecalis isolat klinis yang setara dengan CHX 2%. ......Background: Microorganism invasion to the pulp and dentinal tubules is the cause of root canal infection. Enterococcus faecalis  commonly found in primary, secondary and persitent infection because it has ability to form biofilms and can survive in extreme conditions without nutrition, so these bacteria are very difficult to obliterate. Chemomechanical preparation not enough to eliminate infection. Materials needed to eliminate bacteria. Herbal irrigation required as an alternative chemical materials  to minimize toxicity and resistant effect, but still have an antibacterial effect comparable to chemical irrigation materials. Objective: To analyze the antibacterial effects of secang heartwood againts E. faecalis biofilm clinical isolates. Methods: em>E. faecalis biofilms were clinically suitable isolates into six treatment groups to be presented with secang heartwood extract test materials with a concentration of 312 µg/ml, 625 µg/ml, 1250 µg/ml, 2500 µg/ml, 5000 µg/ml and CHX 2% then examined by the colony forming unit and MTT assay methods. Results: Obtained results from both test carried out that the optimum concentration which has an antibacterial effect along with 2% CHX is concentration of 625 µg/ml. Conclusion: Secang wood extract solution has an antibacterial effect on E. faecalis bioflim clinical isolates that are comparable to CHX 2%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Yulandari
Abstrak :
Latar belakang : E.faecalis merupakan bakteri yang mendominasi pada infeksi saluran akar persisten yang memiliki virulensi 1000 kali lebih kuat dalam bentuk biofilm dibandingkan planktonik. Penggunaan larutan irigasi herbal dipertimbangkan dengan tujuan meminimalkan efek samping namun memiliki efektivitas yang sama dibandingkan larutan irigasi kimia. Tujuan : Untuk menganalisis kemampuan kayu secang dalam mengeliminasi biofilm E.faecalis. Metode : Biofilm E.faecalis dibagi menjadi enam kelompok yaitu kelompok kayu secang konsentrasi 625 g/ml, 1.250 g/ml, 2.500 g/ml, 5.000 g/ml, CHX 2 dan kelompok biofilm tanpa perlakuan. Hasil : Ditemui bahwa nilai rerata koloni biofilm diantara empat konsentrasi yang diuji, konsentrasi 625 g/ml memiliki efektivitas antibakteri yang sama dengan CHX , sedangkan efektivitas antibakteri konsentrasi 5.000 g/ml merupakan yang terendah dibandingkan CHX 2 . Kesimpulan : Kayu secang mempunyai efek antibakteri terhadap biofilm E.faecalis dan efektivitasnya sama dengan CHX 2 .Kata kunci : E. faecalis; biofilm; kayu secang. ......Background E.faecalis is the dominant bacteria in persistent root canal infections that have 1000 times stronger virulence in biofilms than planktonic. The use of herbal irrigation solutions is considered with the aim of minimizing side effects but having the same effectiveness as compared to chemical irrigation solutions. Objective To analyze the ability of secang heartwood in eliminating E.faecalis biofilm. Methods Biofilm E.faecalis divided into six groups, in secang heartwood concentration groups of 625 g ml, 1.250 g ml, 2.500 g ml, 5.000 g ml, CHX 2 and biofilm group without treatment. Results It was found that the mean value of the biofilm colony among the four concentrations, the concentration of 625 g ml had the same antibacterial effectiveness as CHX , while the antibacterial effectiveness of 5.000 g ml concentration was the lowest compared to CHX 2 . Conclusion Secang heartwood has antibacterial effect on E.faecalis biofilm and its effectiveness is equal to CHX 2 .Keywords Enterococcus faecalis biofilm secang heartwood
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>