Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Audrey Clarissa Andarini
"In March 2020, an Indonesian actress or celebrity influencer, Tara Basro, posted a viral Instagram post on body positivity. Despite garnering public support for her view on body positivity, she also received criticism from the Indonesian Ministry of Communication and Information due to her photo being considered as inappropriate content. This controversy highlighted the role of Tara Basro in bringing up the subject of accepting body positivity within the Indonesian public. A contet analysis of primary sources through media outlets shows the effectiveness of Tara Basro as a Key Opinion Leader (KOL) to raise awareness through Instagram in Indonesian context. This analysis adopts the concept of Stimulus Organism Response (SOR) Theory, Rhetorical Tradition of Persuasive Communication and Information-Based Communication Model. The main findings indicates the spreadability of content in Instagram as a social media is strongly associated with the contribution of influencers, which act as the KOL that exemplifies value to their followers. The awareness being raised is not only from one-way communication, but also creating audience engagement, which indicates two-way communication process. Therefore, the expansion of body positivity awareness has increased, and more people have been exposed to this.

Pada Maret 2020, aktris atau influencer selebriti Indonesia, Tara Basro, memposting konten Instagram yang beredar luas mengenai body positivity. Meskipun mendapat dukungan publik atas pandangannya tentang body positivity, ia juga mendapat kritik dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia. Kontroversi ini menyoroti peran Tara Basro dalam mengangkat isu body positivity diantara masyarakat Indonesia karena fotonya dianggap sebagai konten yang tidak sesuai. Konten analisis terhadap sumber primer melalui media, menunjukkan efektivitas Tara Basro sebagai Key Opinion Leader (KOL) dalam meningkatkan pemahaman publik terhadap isu body positivity melalui Instagram dalam konteks masyarakat Indonesia. Analisis ini menggunakan konsep Stimulus Orgaism Response (SOR), Tradisi Retorika Komunikasi Persuasif dan Model Komunikasi Berbasis Informasi. Temuan utama menunjukkan bahwa penyebaran konten di Instagram sebagai media sosial dikaitkan dengan kontribusi influencer, yang bertindak sebagai KOL memproyeksikan nilai yang mereka anut kepada para pengikutnya di media sosial. Kesadaran yang dimunculkan tidak hanya dari komunikasi satu arah, tetapi juga menciptakan audience engagement yang menandakan adanya proses komunikasi dua arah. Oleh karena itu, perluasan kesadaran body positivity telah meningkat, dan lebih banyak orang telah terpapar oleh isu tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Chandradewi Puspaningrum
"Tayangan media massa seringkali menunjukkan standar kecantikan dengan kulit putih, tubuh tinggi dan langsing, serta rambut panjang, lurus, dan hitam. Hal tersebut pun ditunjukkan melalui produk-produk perawatan tubuh dan rambut yang beredar di pasaran luas, yang mayoritas hanya memenuhi kebutuhan khalayak yang 'sesuai' dengan standar kecantikan. Padahal, terdapat khalayak yang kebutuhannya belum terpenuhi dengan produk-produk tersebut. Produk-produk yang beredar di pasaran luas pun seringkali menghasilkan tingkat limbah yang tinggi, yang disebabkan oleh pemilihan bahan baku hingga kemasan yang tidak ramah lingkungan.
Madremia sebagai brand perawatan rambut dan tubuh yang ramah terhadap keragaman jenis rambur dan lingkungan, hadir di tengah-tengah kondisi tersebut. Akan tetapi, kesadaran khalayak akan keberadaan Madremia sebagai brand perawatan rambut dan tubuh yang peduli pada keberagaman jenis rambut dan lingkungan masih rendah. Madremia pun belum memiliki rancangan kegiatan pemasaran yang komprehensif dan terencana yang dapat dievaluasi. Maka dari itu, dibutuhkan suatu rancangan program komunikasi yang dapat meningkatkan brand awareness Madremia.
Rancangan program komunikasi ini bertajuk “Embrace Your Well Being and Nature with Madremia”, yang akan dilaksanakan selama 5 bulan dengan total anggaran sebesar Rp.3.810.000. Khalayak program ini akan menargetkan khalayak yang berdomisili di Jabodetabek dan kota-kota besar di pulau Jawa, berusia 18-30 tahun dengan SES A-B, familiar dengan teknologi digital, aktif menggunakan media sosial, memiliki ketertarikan dengan isu beauty inclusivity dan lingkungan, serta sering melakukan riset sederhana sebelum membeli suatu barang. Progam ini akan dieksekusi melalui beberapa kegiatan, yaitu aktivasi media sosial, brand ambassador, partnership dengan komunitas, serta media relations.

Mass media often show the standard of beauty with white skin, tall and slender bodies, and long, straight, and black hair. This is also shown through the body and hair care products circulating in the wide market, the majority of which only meet the needs of audiences that are 'fit' to the beauty standards. In fact, there are audiences whose needs have not been met with these products. Products circulating in the wide market often produce high levels of waste, which is caused by the selection of raw materials to packaging that is not environmentally friendly.
Madremia as a hair and body care brand that is friendly to various types of hair and the environment exists in the midst of these conditions. However, public awareness of the existence of Madremia as a hair and body care brand that cares about the diversity of hair types and the environment is still low. Madremia does not yet have a comprehensive and planned marketing activity plan that can be evaluated. Therefore, a communication program is needed that can increase Madremia's brand awareness.
This communication program is entitled "Embrace Your Well Being and Nature with Madremia", which will be implemented for 5 months with a total budget of Rp3,810,000. The audience for this program will target audiences who live in Greater Jakarta and its surroundings (Jabodetabek area) and big cities on the island of Java, aged 18-30 years with SES A-B, are familiar with digital technology, actively use social media, have an interest in beauty inclusivity and environmental issues, and often do simple research before buying an item. This program will be executed through several activities, namely social media activation, brand ambassadors, partnerships with the community, and media relations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Aulia Wicaksono
"The fashion industry surely has grown over the decade and many celebrities took a leap by launching their own fashion brand. Rihanna, a female worldwide singer and performer decided to launch her own fashion brand named Savage x Fenty focusing on lingerie collections. The Savage x Fenty’s fashion brand took people by surprise when the brand announced the fashion house joint under luxury fashion company LVMH. Fashion brands often found represent their brand with unrealistic beauty standard, while Savage x Fenty’s lingerie collection took a different path by utilize models with real body or known as ‘body positivity’ and diversity to represent their brand bests by increase the awareness of inclusivity and empowering women with realistic image as their USP. The purpose of this study case is to explore how the online audience reacts on inclusivity and the brand in the fashion market in accordance with the brand message, by utilizing Barlow’s model of communication that discovers in four steps- source, message, channel, and receiver collected from Savage x Fenty’s content. The result is that Savage x Fenty’s marketing and social media content delivers a positive message that encourages body positivity and inclusivity, which gained positive remarks from audiences.

Industri fashion telah berkembang selama satu dekade dan banyak selebriti mengambil lompatan karir dengan meluncurkan brand fashion mereka sendiri. Rihanna seorang penyanyi wanita memutuskan untuk meluncurkan brand fashion sendiri bernama Savage x Fenty yang berfokus pada koleksi pakaian dalam. Brand fashion Savage x Fenty mengejutkan orang-orang ketika merek tersebut mengumumkan rumah mode bersama di bawah perusahaan mode mewah LVMH. Sering ditemui rumah mode mewakili brand mereka dengan model mengikuti standar kecantikan yang tidak realistis, sementara koleksi pakaian dalam Savage x Fenty mengambil jalan berbeda dengan memanfaatkan model dengan tubuh asli atau dikenal sebagai 'body positivity' dan keragaman ras juga budaya untuk mewakili brand mereka dengan baik untuk meningkatkan kesadaran akan inklusivitas dan pemberdayaan sesama wanita. dengan citra realistis sebagai USP dari brand Savage x Fenty’s. Tujuan dari studi kasus ini untuk mengeksplorasi bagaimana khalayak online bereaksi terhadap inklusivitas dan brand di pasar fashion sesuai dengan pesan brand, dengan memanfaatkan model komunikasi Berlo yang ditemukan melalui empat langkah; sumber, pesan, saluran, dan penerima, dengan mengumpulkan atau menganalisa dari konten Savage x Fenty. Hasil yang didapatkan adalah bahwa pemasaran serta konten media sosial SavagexFenty mengantarkan pesan positif yang mendukung body positivity dan inklusivitas, yang menuai komentar dan respon positif dari audiens online."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Moira Katja Kabullah Nugraha
"Artikel ini adalah analisis tentang bagaimana akun Instagram body positive influencer mengangkat isu-isu tentang citra tubuh dalam ideologi patriarki. Aktivisme di sosial media telah membahas tentang isu komodifikasi gerakan body positivity, dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi bagaimana hal itu mempengaruhi masyarakat melalui studi kasus akun Instagram @tessholliday. Dengan melakukan analisis tekstual dari postingan Instagram Tess, saya berpendapat bahwa @tessholliday terus-menerus mempromosikan self-acceptance dan cinta pada diri sendiri sambil menantang norma kecantikan yang sudah ada sebelumnya. Namun, Tess sering menampilkan dirinya secara seksual sebagai cara untuk memperkuat pesan yang ia ingin sampaikan kepada audiens tentang apa itu body positivity. Hal ini mencerminkan ide-ide postfeminist, yaitu gagasan bahwa perempuan telah dibuat untuk berpikir bahwa agensi mereka berupa objektifikasi diri, hal ini dapat ditemukan dalam studi kasus ini. Selain itu, artikel ini juga mengungkap bagaimana perusahaan memanfaatkan gerakan body positivity dan memanfaatkan gerakan tersebut sebagai strategi pemasaran. Kesimpulannya, meskipun Tess Holliday telah berkontribusi pada gerakan body positivity melalui keterlibatannya sebagai influencer, halaman Instagram-nya ditemukan pesan-pesan dan makna-makna yang dapat membahayakan gerakan tersebut.

This article is a critical analysis of how a body positive influencer's Instagram page problematizes issues concerning body image within patriarchal ideology. Social media activism has raised the issue of the commodification of the body positivity movement, and the goal of this research is to explore how it has affected the community through a case study of @tessholliday's Instagram account. By conducting a textual analysis of her Instagram posts, I argue that @tessholliday constantly promotes self-acceptance and self-love whilst challenging the pre-existing beauty norms. However, Tess often presents herself in a sexualized manner as a way to reinforce her message to the audience of what body positivity is. This reflects the post-feminist ideas, which is the notion that women have been made to think that their agency revolves around self-objectification, which could be found in the case study. Furthermore, this article also uncovers how companies and brands have utilized the body positive movement and made use of the movement as a marketing strategy. In conclusion, although Tess Holliday has contributed to the body positivity movement through her involvemen"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Layla Pradipta
"Media sering kali menggambarkan perempuan secara ideal dan sempurna. Hal ini berkontribusi pada body shaming pada perempuan yang dianggap tidak memenuhi gambaran ideal tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, gerakan body positivity atau pandangan positif mengenai tubuh semakin berkembang. Salah satu media yang menggunakan konsep body positivity adalah Germany's Next Topmodel (GNTM). Pada tahun 2022 program ini menggunakan tema keberagaman dan menampilkan kontestan dari beragam kelompok usia, bentuk tubuh, dan ras. Penelitian ini menganalisis secara semiotik keberagaman yang ditampilkan dalam GNTM 2022 dan menemukan bahwa keberagaman tersebut menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan yang ada di Jerman, khususnya dalam dunia mode. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun GNTM 2022 mempromosikan ide keberagaman dan menunjukkan perlawanan terhadap penggambaran ideal perempuan, tetapi standar kecantikan yang seragam masih sangat melekat dalam industri mode di Jerman.

The media often portrays women as idealized and perfect. This contributes to body shaming of women who are perceived as not living up to that idealized image. However, over time, the body positivity movement has grown. One of the media that uses the concept of body positivity is Germany's Next Topmodel (GNTM). In 2022 this program used diversity and featured contestants from various age groups, body shapes, and races. This research semiotically analyzes the diversity displayed in GNTM 2022 and finds that diversity is a form of resistance to existing beauty standards in Germany, especially in the fashion world. The results of the analysis show that although GNTM 2022 promotes the idea of diversity and shows resistance to the ideal depiction of women, uniform beauty standards are still very much embedded in the fashion industry in Germany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Alifa
"ABSTRAK<>br>
Makalah non-seminar ini membahas sejauh mana penggunaan konsep citra tubuh positif pada MPR sebuah brand pakaian dalam perempuan berdampak pada tingkat penjualannya. Penulis menggunakan metodologi studi literatur dan pengamatan konten media sosial baik objek dan subjek penelitian. Hasil dari pengamatan ini adalah bagaimana brand pakaian dalam perempuan yang menerapkan konsep MPR dan citra tubuh positif mengalami kenaikan penjualan dibandingkan dengan yang tidak menerapkannya. Hal ini terjadi karena penggunaan model dengan tubuh yang lebih realistis dinilai lebih relatable dengan konsumen dan akan mendorong niat beli dari calon konsumen yang terpapar produk pemasaran tersebut.

ABSTRACT<>br>
This study examines how far body positivity on a women rsquo s lingerie MPR effects the sales rate. This study conducted by document research and observing social media content of both subject and object of this study. The result has shown that lingerie brand which implemented MPR and combined it with body positivity issue has better sales than brands that don rsquo t implement these marketing tactics. This happens because displaying models with more realistic body is more appreciated and will encourage better purchase intention from potential customers who are exposed by the marketing products that have models with realistic body."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Alfitriah Arifin
"Mitos kecantikan dalam masyarakat patriarki telah melahirkan standar kecantikan yang sebenarnya dibangun dari sistem sex/gender yang wajib dipatuhi setiap perempuan. Standar kecantikan patriarki tidak hanya dikonstruksi berdasarkan male gaze dan mengekslusikan pengalaman perempuan, tetapi juga menyengsarakan perempuan. Penilaian moral yang tertulis dalam gambar tubuh perempuan yang tidak sesuai dengan standar kecantikan patriarki menciptakan respon yang menindas tidak hanya dari cara perempuan memperlakukan dirinya melalui diet, operasi plastik, hair removal, dan penggunaan make up atau pakaian tertentu, tetapi juga dari orang lain. Dengan menggunakan kasus unggahan story Instagram Michelle Halim pada 10 Juli 2021, penulisan ini bertujuan untuk melihat respon yang menindas dari orang lain sebagai serangan yang ditunjukkan kepada perempuan yang menantang cara dominan dalam memandang tubuh sesuai dengan cita-cita kecantikan yang dibentuk oleh masyarakat patriarki. Berdasarkan hasil analisis penulis menggunakan teori feminis radikal, unggahan story Instagram Michelle Halim dan pendukungnya merupakan contoh serangan yang menindas berupa gendered and sexist online hate speech terhadap perempuan pendukung gerakan body positivity. Gendered and sexist online hate speech ini dapat terjadi sebagai akibat dari internalisasi standar kecantikan perempuan dalam masyarakat patriarki yang dilanggengkan oleh media sebagai alat untuk mempertahankan sistem penindasan (opresi) terhadap perempuan.

Beauty myths in a patriarchal society have produced beauty standards built from the sex/gender system that every woman must obey. Not only constructed based on the male gaze and exempt women’s experiences, the patriarchal beauty standards also make women miserable. Moral judgments that cling to non-conforming female body images found in patriarchal beauty standards create an oppressive response not only from how women treat themselves through diet, plastic surgery, hair removal, and the use of make-up or certain clothes; but also from other people. By using the case of Michelle Halim’s Instagram story uploaded on July 10, 2021, this paper aims to see the oppressive response from others as an attack shown to women who challenge the dominant way of viewing the body under the ideals of beauty formed by patriarchal society. From the results of the author’s analysis using a radical feminist theory, the aforementioned Michelle Halim’s and her supporters' Instagram stories upload is an example of an oppressive attack in the form of gendered and sexist online hate speech against women who support body positivity movement. Gendered and sexist online hate speech can occur as a result of the internalization of women’s beauty standards in a patriarchal society perpetuated by the media as a tool to maintain a system of oppression against women."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nabiela Tenriummu Ramly
"“Standar ganda seksual” merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan adanya penilaian negatif oleh masyarakat patriarki kepada perempuan yang tidak tunduk dengan ekspektasi peran gender. Bentuk penerimaan diri para perempuan pendukung gerakan body positivity dilihat secara seksual dan dinilai negatif, khususnya di media sosial TikTok. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus untuk menjelaskan fenomena serangan “standar ganda seksual” terhadap perempuan content creator yang mendukung gerakan body positivity pada media sosial TikTok sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang siber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serangan “standar ganda seksual” hadir dan melanggengkan sistem patriarki yang memaksa perempuan untuk bungkam dan patuh dengan standar yang tidak realistis yang dikonstruksikan oleh ekspektasi masyarakat patriarki. Teori feminis radikal juga menjelaskan bagaimana serangan balik kepada perempuan pendukung gerakan body positivity dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang menimbulkan beberapa dampak dan juga berusaha untuk membungkam para perempuan yang melakukan perlawanan atas tuntutan sistem patriarki.

“Sexual double standards” is a concept that explain the negative assessment by patriarchal society of women who do not obey the expectations of the gender roles. Messages voiced by women through the content of the body positivity movement are viewed sexually and viewed negatively, especially on TikTok. This qualitative research will use case study method to explain the phenomenon of "sexual double standards" as a backlash against female content creators who promote the body positivity movement on TikTok as a form of sexual violence against women in cyberspace. The results of this study show that the "sexual double standards" attack exists and perpetuates a patriarchal system that forces women to remain silent and comply with unrealistic standards constructed by the expectations of a patriarchal society. Radical feminist theory also explains how the backlash against women who support the body positivity movement to be a form of sexual violence against women which has several impacts and also tries to silence women who fight against the demands of the patriarchal system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library