Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laetitia
"Penelitian ini berfokus pada analisis beban kerja mental pada tiga divisi penunjang sebuah pemsahaan sekuritas BUMN di Jakarta dengan menggunakan metodc pengukuran subjective rating yaitu Skala BORG CRl0. Globalisasi dan pcrdagangan bebas membuat perkembangan dunia bisnis semakin pesat yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan komlmikasi. Scbagai salah satu pelaku dalam dunia bisnis yang terus berkembang, PT. X Securities juga terus berupaya untuk mcngoptimalkan kinerja sumber daya manusianya dengan tetap memperhatikan kenyamanan kerja karyawan. Untuk mengetahui hal tersebut dapat menggunakan metode ergonomi yaitu analisa beban kerja mental.
Kebutuhan untuk mengadakan analisis beban kerja mental di PT. X Securities didasari oleh semakin bertambahnya kemitraan perusahaan diberbagai daerah, juga dengan bertambahnya produk layanan perusahaan pada tahun 2008 lalu, pihak manajemen ingin mengetahui apakah hal ini mempengaruhi beban kcrja yang dirasakan oleh tenaga kerja yang ada; selain itu juga diketahui bahwa pihak HRD perusahaan belum berkesempatan mengadakan analisis di bidang ini sehingga hasil analisis beban kerja mental ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan untuk dapat melakukan analisis beban kerja mental pada keselumhan divisinya.
Metode penelitian menggunakan metode kualitatill yaitu dengan menggunakan skala pengukuran mental workload BORG CRl0 dan melalui proses indepth interview untuk mendapatkan gamharan komprehensif atas beban kerja mental yang dialami para pemegang jabatan dari ketiga divisi terkait. Pengumpulan data dilakukan terhadap 2| jabatan pada divisi Finance & Accounting, tlivisi Settlement, dan divisi Information Technology (IT) dari tingkat managerial sampai dengan staff.
Dari hasil analisis, disimpulkan bahwa : I) secara keseluruhan, ketiga divisi penunjang PT. X Securities mcmiliki beban kerja mental yang dapat dikategorikan sedang, atau dapat dikatakan bahwa divisi Finance & Accounting, divisi Settlement, dan Divisi IT secara keseluruhan tenaga kcrja pada masing-masing divisinya memiliki berban kerja mental yang cukup dalam mengeljakan tugas pcketjaannya. Dapat disimpulkan juga bahwa beban kerja mental yang dirasakan para tenaga ketja pada masing-masing divisi tidak secara spesifik karena bertambahnya kemitraan dan penerapan system transaksi baru (e-trading), namun lebih rnengarah pada pelaksanaan tugas pekerjaannya secara keseluruhan. 2) terdapat kesesuaian antara mental workload yang dialami dengan urutan kepentingan persyaratan lcetja pada sebagian besar pemangku jabatan di ketiga divisi penunjang PT. X Securities.

This research is focusing on the mental workload analysis in three supporting divisions at a govemment securities company in Jakarta by using subjective rating method - Borg Scale CRIO. Globalization and fiee trade policy, supported by information technology and communication development, create rapid progress in business world. As one of the doer in this area. PT. X Securities continually strive to optimize its human nesource performances by paying attention to the comfort of their employees at work. The ergonomic method, mental workload analysis. can be used to evaluate that matter.
The need to conduct the mental work analysis at P'l`. X Securities was based on the growth of business partners in various regions/areas andthe additional service product in 2008. By this analysis, the company wanted to know whether these changes affected the workload experienced by the employees. The other reason was because the Human Resource Deparment (HRD) of the company has not had an opportunity to do the analysis. The expectation is that the result of this analysis could be used as a reference for the company to analize mental workload in every division.
The research methodology is using subjective rating, the BORG Scale CRIO and indepth interview process as qualitative method, to obtain comprehensive pictures of mental workload experienced by job holders in three supporting divisions PT. X Securities. The data was collected from 21 various positions in Finance and Accounting, Settlement and information Technology (IT) divisions ranking from managerial to staff level. Data process and analysis was done qualitatively to see the mental workload dynamic experienced in each divisions.
Based on the result, it can be summarized that: l) As a whole, the three supporting divisions of PT. X Securities have mental workload with medium category or in other words, the Finance and Accounting, Settlement and IT’s human resources experienced adequate mental workload in completing their tasks. It could bc concluded that the workload experienced by each divisions did not specifically because of the increase in numbers of partners and the implementation of new transaction (e-trading) but more on the implementation of the task overall; 2) There is confonnity between mental workload experienced and the sequence of importance with the work requirements on most of the jobholders in PT. X Securities three supporting divisions.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34155
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laetitia (Tisha)
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada analisis beban kerja mental pada tiga divisi penunjang sebuah perusahaan sekuritas BUMN di Jakarta dengan menggunakan metode pengukuran subjective rating yaitu Skala BORG CR10.
Globalisasi dan perdagangan bebas membuat perkembangan dunia bisnis semakin pesat yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai salah satu pelaku dalam dunia bisnis yang terus berkembang. PT. X Securities juga terus berupaya untuk mengoptimalkan kinerja sumber daya manusianya dengan tetap memperhatikan kenyamanan kerja karyawan. Untuk mengetahui hal tersebut dapat menggunakan metode ergonomi yaitu analisa beban kerja mental. Kebutuhan untuk mengadakan analisis beban kerja mental di PT. X Securities didasari oleh semakin bertambahnya kemitraan perusahaan diberbagai daerah, juga dengan bertambahnya produk layanan perusahaan pada tahun 2008 lalu, pihak manajemen ingin mengetahui apakah hal ini mempengaruhi beban kerja yang dirasakan oleh tenaga kerja yang ada; selain itu juga diketahui bahwa pihak HRD perusahaan belum berkesempatan mengadakan analisis di bidang ini sehingga hasil analisis beban kerja mental ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan untuk dapat melakukan analisis beban kerja mental pada keseluruhan divisinya.
Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan menggunakan skala pengukuran mental workload BORG CR10 dan melalui proses indepth interview untuk mendapatkan gambaran komprehensif atas beban kerja mental yang dialami para pemegang jabatan dari ketiga divisi terkait. Pengumpulan data dilakukan terhadap 21 jabatan pada divisi Finance & Accounting, divisi Settlement, dan divisi Information Technology (IT) dari tingkat managerial sampai dengan staff.
Dari hasil analisis, disimpulkan bahwa: 1) secara keseluruhan, ketiga divisi penunjang PT X Securities memiliki beban kerja mental yang dapat dikategorikan sedang, atau dapat dikatakan bahwa divisi Finance & Accounting, divisi Settlement, dan Divis! IT secara keseluruhan tenaga kerja pada masing-masing divisinya memiliki berban kerja mental yang cukup dalam mengerjakan tugas pekerjaannya. Dapat disimpulkan juga bahwa beban kerja mental yang dirasakan para tenaga kerja pada masing-masing divisi tidak secara spesifik karena bertambahnya kemitraan dan penerapan system transaksi baru (e-trading), namun lebih mengarah pada pelaksanaan tugas pekerjaannya secara keseluruhan. 2) terdapat kesesuaian antara mental workload yang dialami dengan urutan kepentingan persyaratan kerja pada sebagian besar pemangku jabatan di ketiga divisi penunjang PT. X Securities.

ABSTRACT
This research is focusing on the mental workload analysis in three supporting divisions at a government securities company in Jakarta by using subjective rating method - Borg Scale CR10.
Globalization and free trade policy, supported by information technology and communication development, create rapid progress in business world. As one of the doer in this area, PT. X Securities continually strive to optimize its human resource performances by paying attention to the comfort of their employees at work. The ergonomic method, mental workload analysis, can be used to evaluate that matter.
The need to conduct the mental work analysis at PT. X Securities was based on the growth of business partners in various regions/areas and the additional service product in 2008. By this analysis, the company wanted to know whether these changes affected the workload experienced by the employees. The other reason was because the Human Resource Deparment (HRD) of the company has not had an opportunity to do the analysis. The expectation is that the result of this analysis could be used as a reference for the company to analize mental workload in every division.
The research methodology is using subjective rating, the BORG Scale CR10 and indepth interview process as qualitative method, to obtain comprehensive pictures of mental workload experienced by Job holders in three supporting divisions PT. X Securities. The data was collected from 21 various positions in Finance and Accounting, Settlement and Information Technology (IT) divisions ranking from managerial to staff level. Data process and analysis was done qualitatively to see the mental workload dynamic experienced in each divisions.
Based on the result, it can be summarized that: 1) As a whole, the three supporting divisions of PT. X Securities have mental workload with medium category or in other words, the Finance and Accounting, Settlement and IT's human resources experienced adequate mental workload in completing their tasks. It could be concluded that the workload experienced by each divisions did not specifically because of the increase in numbers of partners and the Implementation of new transaction (e-trading) but more on the implementation of the task overall; 2) There is conformity between mental workload experienced and the sequence of importance with the work requirements on most of the jobholders in PT. X Securities three supporting divisions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusnadi
"ABSTRAK
A. MASALAH POKOK
Dalam hubungannya dengan hutang piutang, maka pada umumnya para kreditur tidak menyukai bentuk jaminan seperti yang dirumuskan dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata, karena kedudukan mereka hanya sebagai penagih konkuren, dan ini
berarti mereka belum mempunyai kepastian akan terbayamya piutang mereka dikemudian hari. Keeemasan Ini dapat datang dari pibak manapun, baik itu sebagai perorangan, maupun instansi pemerintah ataupun swasta yang. kedudukannya sebagai penagih konkuren.
Oleh sebab itu maka para kreditur umumnya berusaha untuk memperkuat posisinya dengan menuntut kepada debitur agar memberikan jaminan dalam bentuk jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid) atau jaminan perorangan (borg) atau jaminan berupa hak-hak tagih. (Lihat Kartono SH, hal 8).
Pendek kata, kreditur selalu berusaba untuk menjaga agar jangan sampai ia terdesak oleh para kreditur lainnya apabila terjadi perlombaan antara para kreditur untuk mendapatkan pelunasan piutang-piutangnya dari harta kekayaan debitur. Dengan adanya kekurangan-kekurangan dari lembaga jaminan yang bersifat umum tersebut diatas, maka kreditur dalam memberikan piutangnya memerlukan adanya benda-benda tertertentu yang ditunjuk,secara khusus sebagai jaminan dan juga berlaku bagi kreditur yang bersangkutan.
Dari sinilah timbul lembaga jaminan tertentu yang sering dipakai oleh masyarakat, khususnya dalam dunia usaha dan perdagangan seperti Gadai, Hipotik, Fiducia, borgtocht dan sebagainya.
Bentuk-bentuk jaminan tadi mempunyai keistimewaannya masing-masing dan sudah barang tentu hak-hak kreditur lebih dilindungi dari para penagih konkuren. Walaupun demikian ada beberapa piutang yang harus didahulukan atau diistimewakan (freferensi atau privilegi) pembayarannya, karena memang telah ditentukan oleh undang-undang, seperti piutang pajak negara, yang oleh pasal 1137 KUH Perdata dinamakan hak dari kas negara:
'Hak dari pada kas negara, kantor lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu'
Pajak adalah mempakan salah satu faktor yang sangatpenting bagi kelangsungan hidup pembangunan negara, terutama katagori pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung ini salah satunya adalah "Bea Masuk" yaito pungutan pajak yang
dikenakan terhadap pemasukan barang-barang impor ke Indonesia.
Sebagaimana lazimnya dalam lalulintas perdagangan,maka untuk lebih memperlancar pemasukan barang-barang impor serta untuk memajukan industri didalam negeri, para importir atau pedagang sering memakai lembaga jaminan untuk pembayaran atau pelunasan bea masuk dan pungutan lainnya. Lembaga jaminan untuk penyelesaian urusan pabean ini mempunyai persamaaan dengan lembaga jaminan yang kita kenal dalam KUH Perdata
B. METOPE RISET.
Penelitian hukum merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu hukum itu sendiri, oleh karena itu penulis mengadakananalisa dan konstruktif dengan cara sistimatis serta konsisten terhadap data-data tentang lembaga jaminan dalam hubungannya dengan bea masuk.
Adapun data-data yang dipakai dalam skripsi ini adalah:
1. Data primer, yaitu bahan-bahan yang langsung diperoleh dari instansi pemerintah, khususnya Kantor Wilayah X DJBC di Cakung, juga dari perusabaan-perusahaan
jasa seperti Ekspedisi Muatan Kapal taut (EMKL), serta dari lembaga perbankan, dan yang lebih penting lagi adalah keterangan langsung dari pejabat pemerintah
yang menangani bidang impor.
2. Data sekunder, yaitu bahan-bahan yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, khususnya mengenai masalah lembaga jaminan pada umumya.
C. HAL-HAl. YANG DITEMUKAN.
Sehubungan dengan pembahasan lembaga jaminan ini, penulis berusaha mendapatkan informasi yang. lengkap serta data-data yang dapat dipercaya, khususnya mengenai ketentuan ketentuan lembaga jaminan untuk pelunasan bea masuk dan pungutan lainnya terhadap barang-barang impor.
Lembaga jaminan ini mempunyai banyak persamaan dengan lembaga jaminan menurut KUH Perdata, walanpun disana-sini adapula perbedaan-perbedaannya, Dalam praktek kita temul ada 3 macam lembaga Jaminan untuk pelunasan bea masuk yaitu :
1. Jaminan Tunai,
2. Bank Garansi,
3. Jaminan Tertulis,
Jaminan Tunai.
Jaminan Tunai adalah suatu jaminan berupa uang tunai yang diberikan oleh pemilik barang (importir) cq EMKL kepada pihak pabean sambil mennnggu keputusan Banding, oleh karena adanya dispute atau perselisihan pendapat mengenai barang-barang impor diantara kedua pihak.
Timbulnya jaminan ini disebabkan kesalahan pemberitahuan dalam PPUD, sehingga mengakibatkan tambah bayar bea-bea, denda-denda, dan biaya-biaya. Sejak keputusan kepala kantor pabean setempat yang mengharuskan tambah bayar bea-bea, maka importir telah mempunyai hutang kepada negara sebesar bea-bea yang kurang dibayar tersebut.
Jadi jaminan tunai ini timbulnya adalab dari hutang pokok, dimana bila hutang pokok hapus, maka hapus pula perjanjian jaminan. Hal ini berarti jaminan tunai mempunyai sipat yang sama dengan jaminan kebendaan lainnya, yaitu bersipat Accessoir. Akan tetapi hutang pokok yang timbul tersebut diatas bukan berasal dari perjanjian melainkan berasal dari ketentuan undang-undang.
Mengenai jaminan tunai ini dapat kita lihat ketentuannya pada pasal 13 OB dan pasal 39 RA yang kemudian diberikan ketentuan lebih lanjut dalam bentuk SE.DJBC dan ketentuan yang terakhir adalah SE DJBC no.Kep-l6/BC/1980 tanggal 25 Juni 1980.
Importir yang merasa keberatan dengan keputusan kepala kantor pabean setempat, berhak mengajukan naik bandingkepada DirJen Bea dan Cukai di Jakarta. Waktu yang diberikan untuk naik banding ini adalah 2 bulan dan dapat diperpanjang satu kali 2 bulan (pasal 3 d dan e SE DJBC no.Kep-16/BC/1980 tanggal 25 Juni 1980.
Bila dalam jangka waktu yang ditentukan belum ada keputusan dari Dirjen Bea dan Cukai, maka uang jaminan segera didefinitifkan menjadi penerimaan negara, dan bila semua keberatan dari importir dapat diterima, maka sejak keputusan
dikeluarkan, hutang pajak menjadi hapus dan uang jaminan dapat segera dikembalikan kepada importir.
Jaminan tunai bagi sementara pedagang kurang begitu disukai oleh karena bila uang jaminan jumlahnya sangat besar, maka mereka tidak dapat memanfaatkan uang tersebut untuk kepentingan modal usahanya dan sebab itulah bagi mereka menyebut uang sebagai jaminan adalah sebagai 'uang mati'.
Sebaliknya bagi pihak pabean, maka jaminan tunai itu dianggap sebagai jaminan yang mantap, oleh karena bila keputusan banding menolak semua keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak importir, maka uang jaminan otomatis dipakai sebagai pelunasan hutang-hutangnya kepada pihak pabean. Dalam hal ini juga pihak pabean tidak perlu repot repot menegur dan menagih kepada importir seperti halnya pada bank garansi dan jaminan tertulis.
Bank Garansi.
Semua pemasukan barang-barang impor yang disebutkan dalam Skep. MenKeu no.Kep-238/KK/4/ll970 tanggal 23 April 1970 diwajibkan memberikan jaminan berupa bank garansi. Keharusan memberikan jaminan tersebut adalah disebabkan importir diberikan pasilitas vooruitslag/penangguhan bea masuk dan pungutan-pungutan lainnya.
Akibat-akibat hukum yang mungkin timbul dari bank garansi telah dapat kita ketahui, oleh karena bentuk dan isi dari formulir bank garansi telah pula.ditentukan dengan SE DJBG no.KBC/PB/lMU/75/3548 tanggal 5 Mei 1975 jo SE DJBC no KBC/PB/IMP/I/i847 tanggal 9 Maret 1976 yang antara lain memuat sbb:
a. Pernyataan pihak bank untuk melepaskan hak utamanya dan hak mendahului mendapatkan piutang yang diberikan oleh undang-undang (pasal 1831 dan 1832
EDH Perdata).
b. Secepat-cepatnya 1 bulan dan selambat-lambatnya 2 minggu sebelum berakhimya bank garansi, bank wajib meminta penegasan kepada Bea dan Cukai, apakah siterjamin/importir sudah/tidak memenuhi kewajibannya.
c. Penagihan harus diajukan olish Bea dan Cukai sebelum berakhimya bank garansi, Penagihan yang dilakukan setelah berakhimya bank garaasi, maka bank berhak tidak melayaninya, kecuali pihak bank lalai meminta penegasan kepada Bea dan Cukai, maka masa berlakunya bank garansi diperpanjang 1 bulan setelah diterimanya surat penegasan dari Bea dan Cukai.
d. Penagihan kepada pihak bank tidak perlu diterimanya surat permintaan penegasan dari pihak bank.
e. Pembayaran paling lambat 6 hari kerja setelah diterimanya surat penagihan dari Bea dan Cukai.
f. Masa berlakunya bank garansi paling lama 2 bulan. Jika dibandingkan dengan lembaga jaminan yang lain,maka bank garansi dianggap sebagai jaminan yang mantap bagi semua pihak, baik bagi pihak pabean maupun bagi pihak impor
tir.
Jaminan Tertulis.
Lembaga jaminan tertulis ini dapat digunakan dalam rangka :
1. Pasal 23 OB.
2. Skep, MenKeu no.434/KMK.01/1978 tanggal 15 Nopember 1978.
3. Skep, MenKeu no.435/KMK.01/1978 Tanggal 15 Nopember 1978.
4. Pemasukan barang-barang impor Pertamina.
5. Pemasukan barang-barang impor Hankam ABRI.
6. Pemasukan barang-barang tertentu yang karena sipatnya dapat diberikan jaminan tertulis.
Sebenamya jaminan tertulis ini adalah pelaksanaan pasal 3a Undang-Undang Tarip Indonesia stbl.1924 no.487 sebabagimana yang telah dirobah dan ditambah. Hanya saja pada pasal 3a IJUTI (indisclie Tarip Wet) pada waktu pemasukan barang barang impor diharuskan membayar bea masuk secara definitif (tunai). Oleh karena alasan-alasan ekonomis, maka tidak perlu lagi bea masuk dibayar tunai, cukup dengan pernyataan hutang sebesar bea masuk yang harus dibayar yang diberi jangka waktu sampai barang-barang ex impor tersebut diekspor kembali keluar negeri.
Jadi jaminan tertulis ini atau yang lebih dikenal lagi dengan nama Jaminan Perusahaan adalah suatu perjanjian yang berbentuk pengakuan hutang pajak negara sebesar bea-bea yang barus dibayar dan bersipat saling percaya antara
pihak pabean dan importir.
Pada umumnya jaminan ini hanya diberikan kepada importir pabrikan dalam rangka memajukan industri dalam negeri untuk tujuan ekspor. Pada jaminan ini sama sekali tidak ada benda-benda tertentu yang diletakan sebagai jaminan, jadi hanya membuat suatu surat pengakuan hutang pajak, yang tujuannya adalah sebagai tanda bukti dikemudian hari untuk melakukan penagihan jika importir melakukan wanprestasi.
Apabila importir memasukah barang-harang tertentu untuk diolah menjadi barang-barang dengan tujuan ekspor, maka oleh menteri keuangan diberikan fasilitas tidak membayar bea masuk dan pungutan lainnya sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh menteri keuangan. Batas waktu ini dihitung berdasarkan jangka waktu produksi suatu barang berupa bahan baku ex impor sampai diekspor kembali.
Jika jangka waktu yang diberikan dalam surat keputusan menteri keuangan dilewati, maka bea masuk dan pungutan pungutan lain yang terhutang wajib dilunasi dalam jangka 3 bulan dan dalam jangka waktu 3 bulan itu, tidak juga dapat
melunasinya maka pihak pabean melakukan peneguran (sommasi) dan apabila dalam jangka waktu 1 bulan sejak peneguran, pihak importir tetap tidak mengindahkannya, maka pihak pabean melakukan upaya paksa. Upaya paksa yang pertama dilakukan adalah mengadakan pemblokiran terhadap EMKL yang ber sangkutan dan apabila pemblokiran ini tidak membawa hasil yang memuaskan, maka pihak pabean menyerahkan persoalan tersebut kepada instansi Kejaksaan untuk dilakukan penuntutannya di pengadilan.
Bentuk dari formulir perjanjian jaminan tertulis telah dihentikan oleh pihak pabean dan ketentuan terakhir mengenai hal itu telah dituangkan dalam SE DJBC no.S-62/BC23/78 tanggal 17 Nopember 1978 yang memuat antara lain :
a. Pemyataan pengakuan hutang yang menggunakah fasilitas pembebasan bea masuk, PPN impor dan KPO impor sesuai Skep MenKen no.434/KMK.01/78 Tanggal 15 Nopember 1978.
b. Importir berjanjii kepada pihak pabean untuk melunasi hutang bea-bea paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya waktu yang diberikan untuk berproduksi sampai dengan diekspor kembali.
c. Undang-undang penagihan pajak negara dengan surat paksa berlaku bagi hutang pajak ini, bila pengusaha tidak membayar pada waktunya.
Bagi kalangan pabrikan atau pengusaha industri pengolah bahan baku impor untuk tujuan ekspor, jaminan ini benar-benar sahgat membantu sekali, terutama dalam bidang permodalan, oleh karena uang yang seharusnya dipergunakan untuk membayar bea masuk dan pungutan lainnya tidak digunakan tetapi dimanfaatkan untuk biaya-biaya produksi yang lain.
Namun demikian tidak semua pengusaha importir dapat diberikan izin memperoleh fasilitas penangguhan bea-bea dengan menggunakan jaminan tertulis, ternyata hanya importir-importir tertentu saja yang mendapat fasilitas ini, khususnya importir pabrikan pengolah bahan baku impor untuk tujuan ekspor (Skep. Menkeu no.434/faviK,01/1978 dan no.435/KMK. 01/1978). Walaupun demikian bukan berarti hanya para pengusaha saja yang diberikan prioritas, namun peroranganpun dapat diberikan izin yang demikian, terutama dalam hnbungannya dengan pasal 23 OB.
Bagi pihak pabean sendiri, jaminan tertulis ini dianggap kurang begitu mantap, karena untuk merealisir pembayaran bea masuk, dalam hal jangka waktu yang diberikan telah lewat, maka harus dilakukan penagihan sampai dengan 4 bulan
lamanya, sedangkan penundaan pembayaran beai masuk itu sendiri biasanya paling cepat 6 bulan, belum lagi bila perjanjian jaminan itu diperpanjang beberapa kali. Keadaan ini mengharuskan adanya pengadministrasian Buku Kontrol yang
Baik.
D. KESIMPULAN DAN SARAN SARAN
Kesimpulan.
Sebenamya lembaga jaminan untuk peliinasan bea masuk tersebut diatas, kecuali bank garansi, berasal dari ketentuan pidana yang berupa pelanggaran. Oleh karena adanya pelimpahan wewenang Jaksa Agung HI no,89/DA/10/1967 tanggal 13 Oktober 1967 kepada Menteri Keuangan dan Menteri Keuangan kemudian melimpahkan kembali kepada DirJen. Bea dan Cukai dengan suratnya no.Kep249/MenKeu/1967 tanggal 16 Oktober 1967, maka perkara pelanggaran menurut pasal 29 Ordonasi Bea (Rechten Ordonantie), kecuall pasal 3a dan 26b dapat diselesaikan dengan acara 'Schikking' (acara diluar pengadilan),
Dengan adanya schilcking ini, maka pemasukan barang-barang impor semakin menjadi lancar. Oleh karena jika tidak demikian, banyak para pedagang harus selalu berurusan dengan pengadilan, karena pada umumnya pegawai-pegawai EMEl atau importir walaupon telah dibekali dengan pengetahuan Kepabeanan (Boomzaken), masih banyak membat kesalahan secara tidak sengaja.
Dari ketiga jenis lembaga jaminan yang digunakan untuk penyelesaian urusan pabean, ada beberapa bal yang perlu menjadi perhatian yaitu:
1. Pada jaminan tunai jika jumlah uang sebagai jaminan cukup besar, maka para pedagang umumnya tidak menyukainya, mereka menganggap masih lebih menguntungkan memberikan jaminan hak kebendaan atau bank garansi, walaupun hal itu lebih tinggi nilainya daripada mereka harus memberikan uang tunai sebagai jaminan.
2. Pada jaminan tertulis, waktu yang diberikan untuk berproduksi sampai dengan realisasi ekspor biasanya memakan waktu yang lama, bal ini berarti bagi pihak pabean segi kontrolnya harus berjalan baik.
Saran-Saran
- Pada jaminan tunai, hendaknya pemberi keputusan Banding tidak lagi Dirjen Bea dan Cukai, sebaiknya diserahkan kepada lembaga yang lebih netral, seperti lembaga/panitia yang dimaksud dalam pasal 39 RA yaitu 'Panitia Pertimbangan'
- Panitia tersebut diatas sebaiknya ditempatkan ditiap tiap kota besar, terutama yang mempunyai pelabuhan impor. Hal ini dimaksudkan agar isetiap persoalan dispute tidak lagi diselesaikan di Jakarta (Dirjen Beadan Cukai), dimana tujuannya adalah untuk menghemat waktu dan menghindari hilangnya dokumen diperjalanan.
- Pada jaminan tertulis, sebaiknya waktu yang diberikan untuk realisasi ekspor jangan sampai berlarut-larut, hal ini untuk menghindari itikad tidak baik dari para
pengusaha eksportir.
- Pemblokiran terhadap EMKL sebaiknya tidak terlalu lama, hal ini bertujuan agar tidak terjadi keresahan bagi para karyawan EMKL itu sendiri dan juga, untuk mencegah timbulnya EMKL unit yang merugikan pemerintah.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teinny Suryadi
"Latar Belakang. Perbaikan fungsi berjalan adalah target fungsional yang paling relevan pasca-stroke. Oleh karena itu diperlukan alat ukur yang dapat menilai kemampuan fungsional pasca-stroke yang aman dan tidak menimbulkan kelelahan. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai korelasi antara Fatigue Severity Scale dan Skala Borg dengan uji jalan 2 menit pada penderita stroke.Metode. Studi potong lintang pada 35 subjek stroke subakut dan kronik di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dilakukan uji korelasi Pearson antara Fatigue Severity Scale dan Skala Borg dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit.Hasil. Pada pasien stroke terdapat korelasi sedang yang signifikan pada Skala Borg kaki lelah ge;3 dengan uji jalan 2 menit baik pada jarak tempuh r=-0,505, p=0,046 maupun kecepatan r=-0,498, p=0,050 namun tidak terdapat korelasi antara FSS dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit. Tidak terdapat korelasi antara Skala Borg usaha dan sesak dengan jarak tempuh uji jalan 2 menit.Kesimpulan. Terdapat korelasi sedang yang bermakna secara statistik antara Skala Borg kaki lelah dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit.Tidak terdapat korelasi antara FSS dengan uji jalan 2 menit.
Background. Improvement of walking function is the most relevant functional target post stroke Therefore we need a measuring tool that can assess the functional ability of post stroke that is safe and does not cause fatigue. Aim of this study to assess the correlation between Fatigue Severity Scale and Borg Scale with 2 minute walking test in stroke patient.Method. Cross sectional study on 35 subacute and chronic stroke subjects at RSUPN Cipto Mangunkusumo. A Pearson correlation test was conducted between FSS and Borg Scale with 2 minute walking test.Result. In stroke patients there was a significant moderate correlation between Borg Scale leg fatigue ge 3 with 2 minute walking test on distance r 0,505, p 0.046 and walking speed r 0,498, p 0,050 but there was no correlation between FSS and 2 minute walking test. There was no correlation between the Borg Scale dypsnea and leg fatigue with 2 minute walking test.Conclusion. There was a statistically significant correlation between Borg Scale leg fatigue with 2 minute walking test. There was no correlation between FSS with 2 minute walking test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Julianto
"Fisik yang tidak aktif menempati peringkat keempat dalam daftar faktor risiko kematian. Bukti ilmiah semakin banyak mendukung bahwa dengan menjadikan latihan fisik sebagai bagian dari gaya hidup, dapat menurunkan risiko terjadinya berbagai penyakit. Namun, kelelahan otot dan nyeri otot juga banyak dirasakan oleh orang tidak terlatih yang baru memulai latihan. Penumpukan asam laktat di dalam otot sering dihubungkan dengan terjadinya kelelahan otot dan nyeri otot ini, yang akan memengaruhi kenyamanan melakukan latihan fisik. Saat ini, belum ada obat – obatan ataupun intervensi yang direkomendasikan secara resmi untuk menunda munculnya kelelahan otot atau nyeri otot. Penelitian ini menilai pengaruh akupunktur manual terhadap kenyamanan melakukan latihan fisik yang dievaluasi dengan menilai rerata kadar asam laktat, denyut nadi, tekanan darah sistolik dan diastolik, skala Borg untuk menilai tingkat kelelahan, serta Visual Analogue Scale (VAS) untuk menilai nyeri otot. Dua puluh enam pasien dibagi secara acak menjadi dua, kelompok akupunktur manual (n=13) dan akupunktur sham (n=13). Kedua kelompok menerima seri akupunktur yang sama, sebanyak 12 sesi dengan jarak 1 – 3 hari. Kedua kelompok juga melakukan latihan fisik yang sama, yaitu treadmill dengan intensitas sedang selama sepuluh menit, sebelum dan setelah seri terapi akupunktur. Penilaian rerata kadar asam laktat, denyut nadi, tekanan darah, skala Borg, dan VAS dilakukan dua kali, yaitu setelah latihan fisik sebelum memulai terapi pertama dan setelah latihan fisik setelah terapi terakhir. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada rerata kadar asam laktat, denyut nadi, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, skala Borg, dan VAS pada kelompok akupunktur manual dibandingkan akupunktur sham. Rerata kadar asam laktat setelah terapi akupunktur 12 kali (p = 0,041). Rerata denyut nadi setelah terapi akupunktur 12 kali (p = 0,042). Rerata tekanan darah sistolik setelah terapi akupunktur 12 kali  (p = 0,024). Rerata tekanan darah diastolik setelah terapi akupunktur 12 kali (p = 0,035). Skala Borg setelah terapi akupunktur 12 kali (p = 0,043). VAS setelah terapi akupunktur 12 kali (p = 0,049). Penemuan ini menunjukkan bahwa terapi akupunktur manual memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kenyamanan melakukan latihan fisik.

Physical inactivity ranks fourth in the list of risk factors for death. Scientific evidence increasingly supports that by making physical exercise a part of lifestyle, it can reduce the risk of various diseases. However, muscle fatigue and muscle aches are also felt by many untrained people who are just starting training. The buildup of lactic acid in the muscles is often associated with the occurrence of muscle fatigue and muscle pain, which will affect the comfort of doing physical exercise. At present, there are no drugs or officially recommended interventions to delay the appearance of muscle fatigue or muscle aches. This study assessed the effect of manual acupuncture on the comfort of physical exercise which was evaluated by assessing the mean levels of lactic acid, pulse, systolic and diastolic blood pressure, the Borg scale to assess the level of fatigue, and the Visual Analogue Scale (VAS) to assess muscle pain. Twenty-six patients were randomly divided into two groups, manual acupuncture (n = 13) and sham acupuncture (n = 13). Both groups received the same series of acupuncture, with 12 sessions spaced 1-3 days. Both groups also did the same physical exercise, which was a treadmill with moderate intensity for ten minutes, before and after the acupuncture therapy series. The average assessment of lactic acid levels, pulse rate, blood pressure, the Borg scale, and VAS was carried out twice, namely after physical exercise before starting the first therapy and after physical exercise after the last therapy. The results showed that there were significant differences in the average levels of lactic acid, pulse, systolic blood pressure, diastolic blood pressure, Borg scale, and VAS in the manual acupuncture group compared to sham acupuncture. Average lactic acid levels after acupuncture therapy 12 times (p = 0.041). Mean pulse rate after acupuncture therapy 12 times (p = 0.042). The mean systolic blood pressure after acupuncture therapy was 12 times (p = 0.024). Average diastolic blood pressure after acupuncture therapy 12 times (p = 0.035). Borg scale after acupuncture therapy 12 times (p = 0.043). VAS after acupuncture therapy 12 times (p = 0.049). These findings indicate that manual acupuncture therapy has a better effect on the comfort of physical exercise."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library