Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mega Shatila
"ABSTRAK
Presentase pendapatan atas penyediaan layanan konektivitas oleh operator seluler masih memiliki kontribusi revenue yang kecil dari total revenue opportunity dalam Internet of Things (IoT) value chain. Sementara munculnya teknologi berbasis IoT pada umumnya menandai evolusi teknologi di sektor telekomunikasi yang memungkinkan gelombang baru layanan yang memberikan peningkatan value di berbagai sektor yang mendorong perekonomian. Untuk dapat mengambil peluang tersebut, operator perlu melakukan revitalisasi model bisnis sebagai upaya untuk bertahan dalam ekosistem IoT. Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh kondisi eksisting model bisnis IoT oleh operator seluler dan mengetahui strategi inovasi model bisnis penyediaan IoT oleh operator seluler di Indonesia kedepan dengan mengadopsi metode berfikir soft system yang membandingkan kondisi eksisting dengan kondisi yang diharapkan kedepan untuk dapat mengambil langkah perbaikan menuju kondisi kedepan. Adapun model bisnis yang akan digunakan adalah dengan menggunakan model bisnis St. Gallen Magic Triangle sebagai tools untuk melakukan analis komponen model bisnis dalam pengembangan bisnis IoT. Data diperoleh dari berbagai sumber literatur beserta hasil wawancara dari beberapa operator seluler di Indonesia atas implementasi IoT. Secara umum model bisnis IoT yang diimplementasikan oleh operator seluler telah mengarah kepada penyedia platform sebagai langkah awal untuk mengembangkan ekosistem IoT secara bertahap. Dalam menuju ke kondisi ideal untuk dapat menjadi penyedia end-to-end dibutuhkan strategi dalam komponen bisnis model yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya penguatan terhadap pengembangan platform yang saat ini telah dibangun dengan memperkuat pengembangan strategi untuk revenue model yang diinginkan sebagai upaya untuk menerapkan berbegai strategi monetisasi bisnis IoT serta upaya peningkatan value proposition yang ditawarkan kepada pelanggan. Rekomendasi yang dapat disampaikan adalah operator seluler secara berkala melakukan analisis investasi dari sisi internal ataupun eksternal dalam rangka meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam mengakselerasi peran khususnya dalam bisnis penyediaan IoT serta analisa melakukan technology roadmap dan pengembangan platform dalam menuju terbentuknya ekosistem dengan penyelenggara telekomunikasi sebagai digital hub enabler.

ABSTRACT
The percentage of revenue from the provision of connectivity services by cellular operators still has a small contribution to revenue from the total revenue opportunity in the Internet of Things (IoT) value chain. While the emergence of IoT-based technology in general marks the evolution of technology in the telecommunications sector which allows a new wave of services that provide increased value in various sectors that drive the economy. To be able to take this opportunity, operators need to revitalize the business model as an effort to survive in the IoT ecosystem. This paper aims to obtain the existing conditions of the IoT business model by cellular operators and find out the strategy of providing IoT business model innovation by cellular operators in Indonesia in the future by adopting a soft system thinking method that compares existing conditions with expected conditions in the future to be able to take corrective steps towards future conditions . The business model that will be used is using the St. business model. Gallen Magic Triangle as a tool for analyzing business model components in IoT business development. Data is obtained from various literary sources along with interviews with several cellular operators in Indonesia for IoT implementation. In general, the IoT business model implemented by cellular operators has led to platform providers as a first step to developing the IoT ecosystem in stages. In heading to the ideal condition to be an end-to-end provider, a strategy is needed in the business components of the model used. The results of the study show that there is a need to strengthen the development of the platform that has now been developed by strengthening the development of the strategy for the desired revenue model in an effort to implement various IoT business monetization strategies and efforts to increase the value proposition offered to customers. Recommendations that can be conveyed are cellular operators that regularly carry out internal or external investment analysis in order to improve the company's capability to accelerate its special role in the IoT supply business and analyze technology roadmaps and platform development towards the establishment of ecosystems with telecommunications operators as digital hub enablers."
2019
T54201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Bastoni
"Permainan simulasi untuk studi dalam bidang bisnis dan ekonomi bukanlah hal yang baru. Melakukan permainan simulasi terhadap kondisi suatu perubahan merupakan suatu metode pembelajaran untuk melakukan pendekatan suatu permasalahan di dunia nyata tanpa adanya resiko berdasarkan pengalamanpengalaman yang dimiliki.
Penelitian ini menggunakan model yang dianalisa dengan pendekatan metodologi sistem dinamik yang dapat diaplikasikan dalam industri telekomunikasi, khususnya bila suatu operator seluler ingin menerapkan suatu jasa layanan baru seperti upgrade teknologi 3G. Pengalaman penerapan teknologi 2G (GSM), industri ini mengalami pertumbuhan yang dramatis dalam operasionalnya, namun sejalan dengan itu, mengalami tingkat pertumbuhan yang matang. Penerapan teknologi 3G yang berbasis akses data dilakukan untuk mencoba menambah pendapatan mereka. Hal ini menyebabkan perubahan kebijakan strategis perusahaan. Dengan sistem dinamik telah didesain untuk menganalisi permasalahan secara sistematis, yang dilanjutkan dengan mengadakan validasi, kemudian disusun skenario untuk melakukan serangkaian simulasi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data perkembangan layanan 2G pada suatu perusahaan telekomunikasi di Indonesia, yang modelnya dibangun oleh tujuh sektor utama yaitu infrastruktur selular, harga layanan, kompetisi, jaringan satelit, keuangan operator selular, pelanggan dan harga input. Proses pembelajaran yang ingin diberikan dalam permainan sirulasi ini kepada pengamatnya adalah dapat mengidentifikasikan dan memahami keterkaitan antar variabel yang mempengaruhi industri telekomunikasi melalui model yang disimulasikan.

Simulation games for learning in the field of business and economic is not something new. Doing simulation game to change condition is a learning method to approach something in the real world without risk with experience had.
This research, use the model with application system dynamic methodologies analyze approach, can be applied in telecommunications industry, specially if a cellular operator need to apply a new service like upgrade to technology 3G. During the application 2G technology, this industry has experienced dramatic growth in its operation and then experiencing of mature growth level. It makes a change in strategy objective of company, to add their earnings by applying 3G technology based on data access. System dynamic has designed for analyst problems systematically, which is continued by performing validation and then scenario with simulation.
This research was done by using service growth data 2G at one of telecommunications company in Indonesia. The model developed by seven major sector that was cellular infrastructure, mobile service pricing; competition, satellite network financials of the cellular operator, subscriptions and pricing input. The learning experiences that given this game wants to provide to its observer can identified and understand the interrelatedness of the variable influencing telecommunications industry from simulation model.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T17290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Rahayu Soemadipraja
"Industri seluler di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan industri ini salah satunya ditengarai dengan tingginya tingkat churn atau perpindahan pelanggan dari satu kartu ke kartu lain. Industri seluler sebagai industri jasa tak bisa dilepaskan dari tiga faktor, yakni teknologi, 107678produk, dan kualitas pelayanan. Kemungkinan churnng intention timbul karena ada peluang berpindah dan perkembangan ketiga faktor tersebut.
Studi ini mempelajari, bahwa dengan meningkatnya churn, PT Indosat sebagai operator seluler terbesar kedua di Indonesia perlu mempelajari alasan-alasan mengapa pelanggan berpindah. Untuk itu perlu melakukan analisa serta menerapkan strategi yang paling tepat untuk meningkatkan kapabilitas faktor-faktor terbaik yaitu dengan mempertahankan pelanggan untuk selalu mempergunakan produk (Customer Retention) dengan meningkatkan kualitas pelayanan (Service Quality) serta mempertahankan keinginan pelanggan untuk selalu membeli kembali produk (Brand Loyalty), karena tidak hanya mempertahankan pelanggan tetapi juga harus disertai dengan peningkatan ARPU (average revenue per user).
Berdasarkan analisa churning intention, diperoleh hal-hal yang berpengaruh terhadap customer switching, yaitu: produk atau jasa yang dikehendaki tidak beredar lagi di pasaran, kebutuhan produk dengan tingkat kualitas yang berbeda, keinginan pelanggan atas produk atau variasi baru, banyaknya operator seluler memungkinkan banyak pilihan produk serta penawaran paket-paket harga ekonomis, teknologi seluler saat ini merupakan produk standar serta standar layanan teknik yang hampir lama, kegagalan pada pelayanan inti serta pelayanan yang tidak memuaskan.Customer satisfaction dan switching barriers merupakan fungsi dari intention to repurchase (brand loyalty). Faktor-faktor yang mempengaruhi customer satisfaction adalah, kualitas produk, kualitas pelayanan, faktor emosi seperti self esteem dan social value, faktor harga dan cost of acquiring, yaitu kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa yang diinginkan. Jones (2000) membagi switching barriers menjadi: strong interpersonal relationship; tingginya kekuatan ikatan personal yang terbangun antara karyawan provider dengan pelanggan, high switching cost; banyaknya waktu, uang dan usaha yang diperlukan oleh pelanggan untuk berganti provider dan high attractiveness of alternatives; banyaknya alternatif pilihan yang menarik yang berada di pasar.
Pada umumnya perusahaan melakukan program marketing yang fokus pada tujuan-tujuan brand centric. Secara sederhana, brand centric marketing lebih fokus kepada bauran pemasaran 4P (product, price, place dan promotion) untuk lebih mengembangkan ekuitas merek serta mendominasi pasar melalui akuisisi pelanggan. Sedangkan customer centric marketing lebih fokus kepada perbaikan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau perusahaan. Tujuan utamanya adalah mempertahankan pelanggan dengan membangun loyalitas pelanggan, mendorong meningkatnya penggunaan produk, hubungan jangka panjang dengan pelanggan serta meningkatkan keuntungan jangka panjang melalui peningkatan penggunaan produk.
Customer equity adalah nilai jangka panjang suatu perusahaan yang secara garis besar ditentukan oleh nilai dari hubungan atau relationship suatu perusahaan dengan Para pelanggannya (Rust, Zeithaml and Lemon,2000), atau dengan kata lain nilai suatu pelanggan tidak hanya diukur dari keuntungan secara langsung terhadap perusahaan tetapi juga dari kontribusi dan pelanggan tersebut sepanjang waktu. Sehingga untuk membangun customer equity, perusahaan hams mengelola aktivitas program brand centric marketing dan customer centric marketing secara simultan. Untuk meningkatkan customer equity, perusahaan hams fokus kepada factorfaktor pendorong yang dianggap paling krusial untuk dilakukan, yang meliputi (Rust, et al): a) Value equity, yaitu penafsiran obyektif pelanggan terhadap kegunaan dari suatu produk. Penafsiran ini ditentukan oleh kualitas produk, harga dan kenyamanan. b) Brand equity, penafsiran subyektif dan intangible pelanggan yang dibangun melalui citra dan nilai. Penafsiran ini dipengaruhi oleh brand awareness, sikap pelanggan terhadap produk atau brand serta keberadaan perusahaan itu sendiri, dan c) Relationship equity atau retention equity, kecenderungan subyektif untuk tetap mempergunakan suatu produk yang disebabkan rasa familiar, berat untuk berpindah, atau kepercayaan terhadap personil perusahaan terkait.
Menjadi trend dewasa ini, bahwa pelanggan berperilaku blatant polygamist, yaitu loyal terhadap berbagai produk atau merek; variety seeker, pelanggan yang selalu menunggu peluncuran produk barn dari berbagai operator serta deal seeker, pelanggan yang selalu menunggu program diskon atau penawaran harga murah.
Untuk mengatasi churn dan mempertahankan pelanggan yang ditargetkan, Indosat hares fokus kepada customer equity sebagai instrumen pengembangan strategi segmentasi, karena dengan segmentasi Indosat dapat mempelajari keunikan dan pola-pola pemakaian dari setiap pelanggan serta memperhatikan situasi pada saat invest untuk mengembangkan program-program retention dan hanya desired customers yang layak dipertahankan.

In the last two decades, cellular industry in Indonesia is booming amazingly. As the result, the churn rate has reached astoundingly high levels. Churn means such as consumers who switch from one mortgage provider to another at their next purchase occasion. Cellular as service industry can not be separated form the three factors: technology, product, and service quality. Churning probably occurs because there could be any opportunity to switch from the factors.
The study of this paper acknowledges churn as an epidemic, with Indosat being second biggest cellular operator in Indonesia who need to understand churning, need to understand their failures to provide strong. They need to examine their competition to determine how their customers are being easily taken away. To minimize the customers churn, it is crucial to investigate the reasons and to apply the most recommended strategies to increase the best firm's capabilities as to retain the customers using the products (Customer Retention) by increasing the quality of services (Service Quality) and retaining the customers intention to repurchase the products (Brand Loyalty), because not only to retain the customers but also to increase the ARPU (average revenue per user).
Based on churning intention analysis, consumers switch for a particular purchase when: the preferred brand is out of stock, competing brands offers better value because of a special promotion, different occasions dictate the need for products of differing levels of quality, and variety or novelty is desired, core service failures and services unsatisfactory.
Customer satisfaction and switching barriers are functions of intention to repurchase (brand loyalty). Factors influence customer satisfactions are product quality, service quality, emotion factor like self esteem and social value, price factor and cost of acquiring, the convenience to get desire product or service. Jones (2000) divided switching barriers into: strong interpersonal relationship; strengths of personal bonding built between the employees of the provider with the customers, high switching cost; ample time, money and efforts required to switch to another provider, and high attractiveness of alternatives; many products or services offered in the marketplace. For most firms, marketing has largely focused on brand centric objectives. Simplistically, brand centric marketing can be thought of as manipulating the elements of the marketing mix, referred to as the four P's (product, price, place and promotion) to improve the status or the health of the brand (brand equity), focus on acquiring more customers (conquest marketing). In contrast, the newer perspective: customer centric marketing largely focuses on efforts to improve customers' perceptions of their experiences in using products or services and in relating to the organization itself. The strategies focus on improving customer's level of satisfaction with the product and with the customer experience. The goal of these efforts is to lengthen customer lifetimes and to increase customer's lifetime profits through increased spending.
Customer equity is the long-term value of the firm is largely determined by the value of the firm's customer relationship (Rust, Zeithaml and Lemon, 2000). A firm's customer equity is the total of the discounted lifetime values of all its customers, in other words the value of the customer not only in terms of that customer's current profitability, but also with respect to the net discounted contribution stream that firm will realize from the customer overtime. To develop customer equity, the firm need to find a way to manage both acquisition and retention efforts simultaneously, combining the power of the brand and the power of the customer by incorporating both brand centric and customer centric marketing activities.
To increase firm's customer equity, firm must focus on the three of customer equity's drivers, by determining which of these equities that has the greatest impact. Customer equity, include (Rust, et al):Value equity, the customer's objective assessment of the utility of a brand. This assessment is driven by the product's quality, price and convenience. b) Brand equity, the customer's subjective and intangible assessment of the brand built through image and meaning. This assessment is influenced by brand awareness, the consumer's attitude toward the brand and the firm's corporate citizenship, and c) Relationship equity or retention equity, a subjective predisposition to stay with a brand because of its familiarity, difficulty of switching, or a trust in the brand's sales staff.
In today's world, the solitarily relationships of the past have been eroded, replaced by relationships that are more polygamous. Current customers are more likely to be loyal to a group of brands than to a single brand; variety seeker is motivated by curiosity about and the desire for new experiences in product type and brands and deal seeker, is primarily motivated by price.
To minimize churn and to retain the targeted customers, Indosat must focus on customer equity as the segmentation strategy development, because with this segmentation Indosat will understand the unique customers of need, behave, spending and their response functions before investing in some retention or loyalty programs and to strive who are currently or those who show promise of evolving into desired customers.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Sugiantara
"Perkembangan teknologi khususnya teknologi telekomunikasi mengalami inovasi¬inovasi yang terus mengalir dari waktu ke waktu memungkinkan percakapan melalui telepon tanpa kabel atau dikenal dengan telepon selular. Perkembangan teknologi telepon selular dalam beberapa tahun belakangan ini dapat dinilai pesat. Operator berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya (service quality) yang bertujuan menciptakan kepuasan bagi para pelanggan (customer satisfaction) antara lain dengan jalan memberikan layanan nilai tambah (value added service) antara lain: SMS (short messaging service), MMS (multimedia messaging services), browsing dan downloading.
Kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan setelah mengkonsumsi suatu produk dengan harapannya sebelum rnengkonsumsi produk yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan puas atau tidak puas. Kepuasan maksimal dicapai oleh pelanggan apabila layanan yang diberikan sesuai dengan harapan pelanggan (customer's expectations), sedangkan ketidakpuasan muncul apabila service yang diberikan masih belum dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh pelanggan. Faktor yang berperan dalam menenlukan tingkat kepuasan pelanggan adalah harapan (expectation) dan persepsi (perceptions) terhadap kinerja kualitas pelayanan (service quality performance) yang diberikan oleh penyedia jasa. Harapan pelanggan dibentuk dan didasari oleh beberapa faktor di antaranya pengalaman masa lampau dan opini teman atau keluarga serta informasi dan janji-janji perusahaan.
Berkenaan dengan hal tersebut, perlu kiranya diadakan suatu evaluasi atas upaya value added service yang bertujuan meningkatkan kepuasan pelanggan agar tetap setia dan tertarik kepada produkljasa yang ditawarkan. Hasil evaluasi ini tentunya akan berguna bagi penetapan bauran pemasaran yang dilakukan oleh pihak terkait guna menetapkan program komunikasi, informasi dan pelayanan yang lebih efektif. Harapan pelanggan dapat dikontrol melalui komunikasi dan informasi yang disampaikan oleh para penyedia jasa secara langsung kepada konsumen. Perhatian utamanya adalah kepuasan dari konsumen untuk menjadi atau tetap sebagai pelanggan di layanan selular, dalam hal ini menarik untuk diketahui bagaimana proses terbentuknya harapan atas operator selular.
Permasalahan yang diuji dalam penelitian ini adalah menganalisis proses pembentukan harapan pelanggan terhadap fasilitas layanan yang diberikan oleh operator selular, yang dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan dan keakraban pelanggan melalui mediator konstruk pemahaman peran pelanggan. Secara lebih terperinci, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Mengetahui pengaruh dari pengalaman pelanggan terhadap pembentukan pemahaman peran pelanggan.
2. Mengetahui pengaruh dari keakraban pelanggan terhadap pembentukan pemahaman peran pelanggan.
3. Mengetahui pengaruh pemahaman peran pelanggan terhadap pebentukan harapan pelanggan.
Hasil pengolahan data menunjukkan hubungan yang signifikan sebagai berikut:
1. Keakraban pelanggan memiliki hubungan yang signifikan terhadap pemahaman peran pelanggan
2. Pemahaman peran pelanggan memiliki hubungan yang signifikan terhadap harapan pelanggan.
3. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman pelanggan dengan pemahaman peran pelanggan.
Atas dasar temuan tersebut, penyedia jasa disarankan untuk mengembangkan program bauran komunikasi yang mengarah pada pengendalian harapan seperti misalnya memperkecil tingkat disonansi kognitif. Monitoring terhadap tingkat kepuasan pelanggan, perilaku keluhan dan frekwensi keluhan, bersama-sama dengan perancangan bauran komunikasi yang sesuai dengan target pelanggan, akan sangat membantu dalam proses pemberian informasi yang efektif, mengarah kepada penanaman kepercayaan pelanggan yang berkaitan dengan fungsi dan kinerja perusahaan penyedia jasa."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library