Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soenardi Dwidjosusastro
Abstrak :
Penelitian dan atau pengkajian terhadap Desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dilakukan para ahli dan pengamat di bidang otonomi dan adrninistrasi negara. Namun pengkajian atau penelitian dampak desentralisasi dan otonomi daerah terhadap desentralisasi pendidikan jarang dilakukan. Oleh karena itu maka penelitian dan pengkajian ini dilakukan dengan sengaja memilih Judul Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dilihat Dan Perspektif Desentralisasi Pendidikan. Desentralisasi pada dasarnya adalah pemberian wewenang oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah, dalam arti Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang menyelenggarakan pemerintahan kepada pemerintah Daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Pendidikan merupakan salah satu bidang dalam penyelenggaraan pemerintahan yang kewenangannya diserahkan kepada Daerah, bahkan untuk Daerah Kabupaten/Kota pendidikan merupakan kewenangan wajib yang harus dilaksanakan. Konsep desentralisasi pendidikan sebenarnya merupakan konsep dasar yang sudah lama dikembangkan dengan menggunakan prinsip "Pengaturan pendidikan secara terpusat (sentralisasi) dan penyelenggaraan kegiatan pendidikan tidak terpusat (desentralisasi)". Di samping itu bahwa pendidikan menjadi tanggungjawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Peran masyarakat dalam pendidikan sangat penting untuk itu perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan sehingga basis pendidikan akan bergeser kepada masyarakat bukan lagi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, kewenangan untuk menyelenggarakan/ melaksanakan pendidikan titik beratnya berada di Daerah Kabupaten/Kota, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Oleh karena itu, setiap Daerah Kabupaten/Kota, dan Daerah Propinsi harus mengetahui dan memahami dengan baik kewenangan di bidang pendidikan dan kebudayaan yang menjadi tanggung jawabnya. Di samping itu untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan baik, diperlukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yang efisien, sesuai dengan kondisi Daerah. Untuk itu diperlukan pedoman yang tepat dalam menyusun organisasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka melaksanakan desentralisasi. Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban mengupayakan agar penyelenggaraan pendidikan di Daerahnya merupakan pendidikan yang bermutu dan memenuhi standar nasional, dengan tetap memperhatikan kekhasan dan karakteristik Daerahnya. Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan pendidikan terutama di Daerah Kabupaten/Kota berpedoman pada "Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Pendidikan" yang ditetapkan oleh Propinsi sesuai dengan pedoman Pemerintah. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, telah memberikan kepada Daerah keleluasaan serta kemandirian dalam mengatur dan melaksanakan kewenangan yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu dalam mengupayakan pendidikan di Daerah tidak menjadi mundur, perlu di dukung dengan pegawai yang berkemampuan dalam jumlah yang sesuai, sarana prasarana, dan dana yang memadai, serta peranserta masyarakat yang makin meningkat. Kondisi seperti inilah yang sebetulnya diinginkan dalam melaksanakan desentralisasi dan otonomi pendidikan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Mulyadi
Abstrak :
Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah peran suatu birokrasi pemerintahan daerah dalam kehidupan bermasyarakat yang mampu mengemban misi, menyelenggarakan fungsi, menjalankan semua aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya dengan tingkat efektivitas yang setinggi mungkin.

Melalui peran suatu organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten yang efektif dalam mengendalikan roda pemerintahan pada suatu Daerah Kabupaten, maka diharapkan segala bentuk kebijakan yang berdampak luas terhadap masyarakat pada Daerah tersebut dapat menjadikan masyarakatnya lebih sejahtera.

Dalam mengkaji hal tersebut di atas, studi ini difokuskan pada Hubungan Kerja antar Unit pada organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten, Studi Kasus Pemerintah Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat.

Data-data yang berkaitan dengan penelitian tersebut, didapat melalui metode penelitian Kualitatif. Sumber data terbagi 2 (dua) yaitu data primer dimana informan digunakan untuk memperoleh data tentang jaringan sosial diantara pegawai dengan penentuan informan sesuai tujuan (purposive). Sementara data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yang terdapat pada buku-buku, jurnal dan beberapa lembaran daerah. Prosedur pengumpulan data yang meliputi teknik wawancara, studi kepustakaan, dan observasi. Dari keseluruhan data yang diperoleh, kemudian dianalisis secara kualitatif. Artinya setiap data yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan teori untuk mengetahui maksud serta maknanya sesuai dengan tujuan penelitian.

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Organisasi Sekretariat Daerah kabupaten Sumedang terdiri dari unit-unit yang membutuhkan penataan hubungan kerja agar dapat efektif. Maka makin kompleks sebuah organisasi seperti organisasi Sekretariat Daerah, makin besar kebutuhannya akan penataan hubungan kerja. Dengan kata lain jika kompleksitas meningkat, maka akan demikian juga halnya dengan penataan hubungan kerja.

Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang menggunakan formalisasi sebagai sebuah standardisasi dalam melakukan hubungan kerja antar unit sehingga mendorong koordinasi.

Formalisasi dalam organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang, berupa peraturan, prosedur dan kebijaksanaan. Peraturan dalam hal ini berupa pernyataan eksplisit yang ditujukan kepada individu atau unit-unit tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan dalam sebuah hubungan kerja antar unit. Prosedur adalah rangkaian langkah kegiatan yang disusun secara berurut untuk diikuti oleh pegawai. Sedangkan kebijaksanaan adalah pedoman yang ditetapkan oleh pimpinan agar diikuti oleh pegawai.

Hubungan kerja antar unit dalam organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang, memperlihatkan bagaimana sentralisasi terjadi dengan tetap memperhatikan aspirasi dari bawah. Jadi sentralisasi dalam hal ini bukan berarti pengambilan keputusan semata-mata mutlak dari seorang Top Pimpinan seperti Bupati, tapi sentralisasi juga mempertimbangkan desentralisasi dari pengambilan keputusan, seperti pengambilan keputusan berada pada tingkat menengah seperti Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian.

Sentralisasi bersandar pada informasi yang diberikan oleh individu yang berada pada tingkat yang lebih rendah dalam hierarki vertikal, memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengkomunikasikan yang mereka inginkan. Setelah dikumpulkan, informasi tersebut harus diinterpretasikan. Interpretasi tersebut kemudian diteruskan sebagai saran kepada pengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan. Atas dasar saran tersebut pengambil keputusan membuat pilihan, selanjutnya otorisasi berada pada pengambil keputusan untuk mengambil keputusan.

Jadi modal sosial pada Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada adanya penerapan aturan-aturan formal pada sebuah struktur formal dalam menata hubungan kerja antar unit dalam organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang.
2002
T4714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herri
Abstrak :
Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah penerapan sistem sentralisasi pemerintahan terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan tidak berkembangnya kreativitas masyarakat lokal. Sehingga tidak tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kondisi ini diiringi oleh melemahnya kemampuan masyarakat lokal ( baik melalui lembaga perwakilan legislatif daerah ) dalam membuat pilihan - pilihan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik setempat. Melalui kebijakan desentralisasi dengan lebih memberikan kewenanganan kepada unit pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, yaitu kabupaten dan kota dengan harapan akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu yang paling penting menurut Thomas Jefferson adalah pemerintah lokal akan Iebih responsif kepada kepentingan masyarakat. Pemerintah hendaknya dibentuk sedekat mungkin dengan masyarakat agar masyarakat dapat aktif berpartisipasi didalamnya. Dalam mengkaji hal tersebut di atas, studi ini difokuskan pada peranan Lembaga Legislatif Daerah ( DPRD ) sebagai unsur pemerintahan di daerah. Dalam pemerintahan modern yang berlandaskan demokrasi maka keberadaan lembaga legislatif termasuk di daerah menjadi mutlak. Dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi maka representasi dari DPRD dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi yang diembannya. Pentingnya peranan DPRD ini disebabkan oleh kedudukan dan fungsinya yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan, hak dan kewajiban yang cukup luas bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya yaitu UU No. 5 Tahun 1974. Data-data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dimaksud didapat melalui metode penelitian Kualitatif. Sumber data, yaitu informan dengan penentuan bertujuan (purposive ). Tentunya didukung dengan dukumen yang sesuai dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, dengan melalui prosedur pengumpulan data yang meliputi pengamatan, wawancara, dokumentasi dan visual terutama dari media lokal. Dari keseluruhan data yang terkumpul, diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi yang selanjutnya diberikan penafsiran. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan kewajiban DPRD Kota Pontianak belumlah menunjukkan peranan sesungguhnya yang diharapkan oleh masyarakat. Sehingga sebagaimana maksud dari UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah belum menampakkan wajah yang sesungguhnya. Kinerja yang dihasilkan oleh DPRD Kota Pontianak, terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dari segi kualitas dan jumlah produk perundangundangan Peraturan Daerah (Perda) masih minim bila dikaitkan dengan besamya kewenangan yang dimiliki ( anggota Dewan belum pernah menggunakan hak inisiatif) ; dan fungsi kontrol, yang walaupun nuansa penguatannya telah nampak perlu untuk diimbangi dengan penguasaan data dan informasi yang cukup. Padahal dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya anggota DPRD didukung oleh fasilitas yang sangat memadai. Belum terwujudnya tujuan dimaksud, dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti : kewenangan yang dimiliki oleh DPRD tidak diimbangi dengan kemampuan para wakil rakyat, serta tidak adanya mekanisme yang jelas pertanggungjawaban (accountability) DPRD. Hal yang paling mendasar dalam otonomi daerah yang seharusnya menjadi milik masyarakat setempat bukan pada elite lokal ( pemerintah daerah dan DPRD ) belumlah terwujud sehingga peran serta masyarakat belumlah optimal.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library