Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jazuni
"Tesis ini berjudul "Kompilasi Hukum Islam: Hukum Islam Berwawasan Indonesia". Masalah yang dikaji adalah: (1) norma-norma baru dalam Kompilasi Hukum Islam, (2) kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam tata hukum Indonesia dan penerapannya di Peradilan Agama, serta (3) kemungkinan pengembangan hukum Islam di Indonesia pada masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan mencakup baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai dua orang nara sumber, yaitu Bush mul Arifin dan Ali Yafie, serta penelitian di lima Pengadilan Agama di Jakarta untuk mengetahui pandapat hddm barbing Kompilasi Hukum Islam dan penerapannya terhadap perkara-perkara yang diselesaikan oleh Pengadilan Agama.
Dari hasil penelitian disimpulkan: (1) Kompilasi Hukum Islam memperkenalkan beberapa norma hukum baru. Norma-norma baru tersebut ada yang merupakan norma hukum baru dibandingkan dengan hukum Islam klasik, tetapi bukan Berarti yang baru dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, karena telah diatur dalam peraturam perundang-undangan yang ada sebelumnya, seperti pencatatan perkawinan. Ada juga yang merupakan norma-norma yang sama sekali baru: belum dikenal dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Aulia Syifa
"Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan hukum harta kekayaan atau yang mengatur tentang peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa antara pewaris dan ahli waris keduanya pada saat warisan terbuka haruslah beragama Islam, sehingga menimbulkan masalah jika ada ahli waris yang terhalang mendapatkan warisan karena perbedaan agama dengan pewaris. Dari penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif yang bersumber dari Al-Qur?an, Hadist, pendapat ulama, pendapat para ahli, peraturan perundang-undangan, dan penetapan dan putusan lembaga Peradilan diperoleh kesimpulan bahwa dalam hukum kewarisan Islam pada hakikatnya antara pewaris dan ahli waris yang berlainan agama pada hakikatnya tidak saling mewaris, namun jika perbedaan agama di mana ahli waris yang beragama Islam sebagian ulama membolehkan ahli waris tersebut memperoleh bagiannya sebagai ahli waris namun ada juga ulama yang tidak membolehkan, namun di Indonesia hal tersebut pada prakteknya diperbolehkan. Selanjutnya apabila perbedaan agama di mana ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli waris tersebut terhalang mendapatkan warisan, namun diperbolehkan untuk menerima hibah, wasiat, dan hadiah. Jikalau pewaris tidak meninggalkan wasiat kepada ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli warisnya berhak memperoleh harta warisan dengan jalan mengajukan gugatan di Pengadilan Agama tempat di mana domisili tergugat atau harta warisan berada untuk menetapkan sebagai penerima wasiat wajibah dari pewaris di mana besaran wasiat wajibah adalah maksimum sepertiga dari harta warisan.

Inheritance law is the law governing the legal position of property or governing heritage property of someone who has died, and the consequences for the heirs. Article 171 Compilation of Islamic Law stipulates that the heirs and the heirs both at the time of Muslim heritage is executed, leading to problems if no heir is deprived of inheritance because of religious differences with the heir.
From research conducted by juridical normative from the Quran, the Hadith, the opinions of Islamic scholars, experts, legislation, and the determination and court rulings concluded that when the Islamic inheritance law in effect between the heir and the heir who has different religions are in fact they do not a have a heir relation among them, but if one of the heir is moslem, some scholars allow the beneficiary to obtain their share as heir but some scholars
do not allow, but in Indonesia it is commonly allowed. Furthermore, when the situation occured that one of the heir is not Muslim, then the heir is deprived of its heritage, but is allowed to receive grants, wills and gifts. If the testator does not left a will to their heirs who are not Muslim, the heirs are entitled to the estate by filing a lawsuit in the Religion Court of the place where the defendant is domicile or inheritance is, to set a court rule that the heir is entitle to receive the heritage with the maximum one-third of the total heritage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rifki Haekal
"Nilai-nilai moderasi ajaran Islam paling nyata terlihat melalui implementasi yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk mengenai hal itu adalah kebijakan negara yang terilhami dari ijtihad. Contohnya adalah pasal 173 Kompilasi Hukum Islam yang merupakan salah satu bentuk pembaharuan hukum Islam di Indonesia. Menurut pasal ini seorang ahli waris terhalang hak warisnya apabila a) dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris; b) dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. Bersamaan dengan itu Wahbah al-Zuhaili salah satu ulama kontemporer yang mengedepankan moderasi dalam pandangan hukum Islam. Moderasi Islam menurut Wahbah al-Zuhaili terdiri dari fleksibilitas hukum Islam, pembaharuan hukum Islam, dan pandangan egaliter terhadap bermadzhab. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan filosofis-normatif. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji nilai-nilai moderasi Islam yang terkandung dalam ketentuan penghalang waris Kompilasi Hukum Islam melalui perspektif metodologi ijtihad Wahbah Al-Zuhaili untuk kemudian diketahui perhatian ijtihad tersebut terhadap kondisi sosial di Indonesia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ketentuan penghalang waris yang disebutkan Kompilasi Hukum Islam mengandung nilai-nilai moderasi Islam. Prinsip sadd al-dzari’ah meninjau tindakan percobaan pembunuhan, penganiayaan berat, dan fitnah tersebut merupakan mafsadat dan terhalangnya warisan adalah bentuk perlindungan terhadap pewaris serta mewujudkan kemaslahatan dalam pembagian warisan (hifzh al-mal). Terutama maslahat dari segi maqashid syariah berupa hifzh al-nafs (menjaga jiwa). Sementara dari sisi mashlahah mursalah, ketentuan ini secara umum dapat diterima akal sehat sebagai langkah preventif terhadap kerusakan sosial serta tidak bertentangan dengan syariat serta bertujuan untuk hifzh al-nafs (menjaga jiwa), Sementara aturan mengenai fitnah, merupakan hasil ijtihad yang dilakukan para penyusun Kompilasi Hukum islam melalui istihsan.

The values of moderation in Islam are most evident through its implementation in daily life. This includes state policies inspired by ijtihad. An example is article 173 of the Compilation of Islamic Law, which is one of the forms of Islamic law reform in Indonesia. According to this article, an heir is deprived of his inheritance rights if a) he is blamed for killing or attempting to kill or severely persecuting the testator; b) he is blamed for slanderously filing a complaint that the testator has committed a crime punishable by 5 years imprisonment or a heavier sentence. At the same time Wahbah al-Zuhaili is one of the contemporary scholars who prioritize moderation in the view of Islamic law. Islamic moderation according to Wahbah al-Zuhaili consists of the flexibility of Islamic law, the renewal of Islamic law, and an egalitarian view of madzhab. This research is a qualitative research with a philosophical-normative approach. The purpose of this research is to examine the values of Islamic moderation contained in the provisions of the barrier to inheritance of the Compilation of Islamic Law through the perspective of Wahbah Al-Zuhaili's ijtihad methodology to then know the ijtihad's attention to social conditions in Indonesia. The results of this study found that the provisions of the inheritance barrier mentioned in the Compilation of Islamic Law contain Islamic moderation values. The principle of sadd al-dzari'ah reviews the act of attempted murder, serious persecution, and fitnah is a mafsadat and the obstruction of inheritance is a form of protection against the heir and realizes the benefit in the distribution of inheritance (hifzh al-mal). Especially maslahat in terms of maqashid sharia in the form of hifzh al-nafs (protecting the soul). While in terms of mashlahah mursalah, this provision is generally acceptable to common sense as a preventive measure against social damage and does not contradict the sharia and aims to hifzh al-nafs (protect the soul), while the rules regarding slander are the result of ijtihad made by the compilers of the Compilation of Islamic Law through istihsan."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Carolina
"Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Untuk melaksanakan perkawinan tidak hanya sebatas terpenuhinya rukun dan syarat dalam Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, tetapi perkawinan tersebut dilaksanakan dengan itikad balk agar perkawinan itu menjadi tidak cacat atau nikahul fasid. Selain rukun dan syarat ada juga larangan-larangan dalam perkawinan. Dimana untuk melaksanakan perkawinan tidak boleh melanggar larangan tersebut. Salah satu larangan itu adalah tidak boleh adanya hubungan keluarga dalam perkawinan, sesuai dengan Pasal 8 huruf a Undang-undang Perkawinan dan Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam. Selain itu perkawinan yang dilaksanakan juga tidak boleh bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan norma ketertiban yang berlaku di masyarakat. Dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 411K/AG/1998 dilakukan pembatalan perkawinan. Pembatalan ini karena adanya pelaksanaan perkawinan poligami yang dilakukan tanpa seizin isteri pertama dan izin dari Pengadilan Agama. Dengan adanya pembatalan perkawinan ini tentu akan timbul permasalahan. Dalam tesis ini penulis mengangkat permasalahan mengenai permohonan pembatalan perkawinan dari isteri pertama terhadap perkawinan poligami suaminya yang tidak sah menurut hukum dan jugamengenai tuntutan sita jaminan atas harta bersama suaminya dengan isteri keduanya. Untuk dapat mencari jawaban permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif, yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Untuk memperoleh bahan hukum primer menggunakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang pembatalan perkawinan. Untuk memperoleh bahan hukum sekunder menggunakan literatur-literatur, serta untuk memperoleh bahan hukum tersier menggunakan kamus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dikatakan bahwa perkawinan poligami yang dibatalkan karena cacat atau fasid, maka isteri yang sah dapat menuntut berupa sita jaminan atas harta bersama dari perkawinan poligami suaminya yang tidak sah menurut hukum. Oleh karena itu Putusan Mahkamah Agung tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan Hukum Islam.

Pursuant to the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam), the Marriage is a very strong covenant to comply the order of god and it constitutes ritual that have the intention to make the life of household to be sakinah, mawaddah, warahmah. The marriage not only must fulfill with its requirements but also in good faith in order the marriage is not defective or nikahul fasad. In addition to the requirements of marriage, there are prohibitions in marriage that must be considered by anyone who intends to marry. One of some prohibitions is family relation in marriage as mentioned in article S of Law on Marriage and article 39 of the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam). In addition, the marriage must comply with norm of religion, moral hazard and public order in the community. Decision letter of the Supreme Court No. 411K/AG/1998 has cancelled the marriage Due to the second marriage without consent from the first wife and the Religion Court(Pengadilan Agama). Following to the cancellation of marriage, the problems may arise. Through this thesis, the writer reveals legal matters regarding the application of cancellation of marriage from first wife related to the polygamy marriage which not valid under the laws as well as claim of security seizure (sita jaminan) on common property of her husband with his second wife. In order to find the answer of these matters, the writer uses the method of research of literature normatively-judicially by way of research of literature or secondary data. To obtain primary legal source, the writer uses the laws and regulations on Marriage and the decision of the Supreme Court regarding cancellation of marriage. To obtain secondary legal source, the writer uses literatures. To obtain tersier legal source, the writer uses dictionary. Based on the research, it is said that polygamy marriage which cancelled due to defective or fasad, then the valid wife may claim security seizure (sita jaminan) on common property of polygamy marriage of her husband which not valid under the laws. Therefore, such decision of the Supreme Court has not complied with the prevailing and Islamic laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aviceena Pratikto Raharjo
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pelepasan pemutusan hubungan perkawinan antara pasangan suami dan istri yang menikah tanpa saling mencintai dan hanya karena kesepakatan. Dalam permohonannya kepada Pengadilan Agama, suami yang bertindak sebagai Pemohon mengajukan permohonan perceraian dengan dasar akta nikah tidak sah karena tidak ditandatangani oleh Pemohon. Penulisan skripsi ini membahas mengenai alasan-alasan perceraian yang secara limitatif diperbolehkan dalam Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan serta Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang menjadi indicator pembahasan penulisan skripsi ini. Berdasarkan analisis penulis mengenai alasan-alasan yang diperbolehkan dalam perceraian, pada akhir penulisan dapat dipahami apakah perceraian hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan yang ada atau dapat menggunakan alasan yang tidak tercantum dalam Pasal tersebut diatas. Dalam pembahasan ini penulis mengacu kepada hukum-hukum perkawinan nasional maupun hukum perkawinan Islam baik yang telah dikodifikasikan dalam Kompilasi Hukum Islam maupun fiqh munakahat sebagai pendamping Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam penulisan ini, dapat dipahami bahwa, akta nikah hanyalah pencatatan atas suatu perkawinan sehingga tidak dapat dijadikan alasan perceraian, akan tetapi apabila suatu perkawinan diketahui tidak sah menurut hukum agama ataupun kepercayaan tertentu, dapat dilakukan pembatalan perkawinan.

ABSTRACT
This thesis focuses on disengagement of marital relationship between married couple which married each other without feeling love and only based on an agreement. In his petition to the Religious Courts, the husband as the Petitioner filed a divorce petition on the basis of illegitimate marriage certificate because it was not signed by the husband. This thesis discusses the reasons of divorce which is limited by the Article 39 of the Marriage Law and Article 19 of Government Regulation no. 9 Year 1975 which became the indicator of the discussion of this thesis writing. Based on the author 39 s analysis of the reasons allowed of divorce, at the end of the writing can be understood whether divorce can only be done for reasons that exist or can use the reasons not listed in the Article mentioned above. In this discussion the authors refer to national marriage laws as well as Islamic marriage laws that have been codified in the Compilation of Islamic Law and fiqih munakahat as a companion of the Civil Code. In this writing, it can be understood that, the illicit marriage certificate is not a valid reason for divorce, but if a marriage is known to be invalid according to such belief or religion, it may be cancelled."
2017
S69743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library