Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ngurah Suryawan
Jakarta: Prenada Media Group, 2010
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wallensteen, Peter
Los Angeles: SAGE, 2015
327.172 WAL u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Yudistira
"Pada masa remaja perkembagan psikososial semakin meningkat seiring dengan perkembangan biologis. Akibat dari perkembangan tersebut remaja mulai tertarik dengan lawan jenis yang pada akhirnya berpacaran (Santrock,1990). Konflik merupakan hal yang sulit dihindari ketika berpacaran. Terdapat tiga cara dalam menyelesaikan konflik yaitu menghindar (avoidance), menyerang (attacking) dan menyelesaikan masaalah (problem solving) (Weber dan Haring, 1998).Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan remaja dalam memilih cara penyelesaian konflik tersebut dan untuk melihat apakah ada perbedaan perempuan dan laki-laki dalam menyelesaikan konflik.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner cara penyelesaian konflik.Partisipan penelitian ini adalah remaja tengah (15-18 tahun) dan remaja akhir (19-21 tahun) dengan jumlah 84 orang berimbang antara laki-laki dan perempuan.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa remaja di Indonesia cenderung memilih cara problem solving dibandingkan dengan attacking dan avoidance. Selain itu tidak ada perbedaan diantara perempuan dan laki-laki dalam memilih cara penyelesaian konflik tersebut.

The psychosocial development increases alongside the biological development. This development can be seen from their interested in the opposite sex and because of it they start to make an intimate relationship with the opposite sex that we usually called romantic relationship (Santrock, 1990). In romantic relationship conflict can not be avoided. There are three methods of conflict resolution which are avoidance, problem solving and attacking (Weber and Haring, 1998). The objective of this study is knowing what kind of conflict resolution styles adolescences tend to use and see the differences between male and female in choosing the conflict resolution styles.
This is a quantitative study that use questionnaire as a measuring tool. The measuring tool which is used in this study is the conflict resolution styles questionnaire. The participants of this study are middle adolescences (15-18 years) and late adolescences (19-21 years). The total numbers of participants are 84. This number is equal between male and female.
The result shows that adolescences in Indonesia tend to choose the problem solving style than attacking. or avoidance. However there is no difference between male and female in choosing the conflict resolution styles."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Esensi, 2007
658.409 2 LEA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shadeq Muttaqien
"Tesis ini membahas tentang Mekanisme Kerja Lembaga Lokal dalam Penyelesaian Konflik Suku/Etnis yang dilakukan oleh LKKMD di Kota Dumai, Provinsi Riau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi keefektifan dalam pengelolaan konflik baik itu mencegah maupun meredam jika terjadi konflik suku/etnis, yang dikelola secara kelembagaan lokal. Keberadaannya memberikan manfaat bagi masyarakat dan Kota Dumai karena memberikan suasana yang kondusif, aman dan nyaman serta terpeliharanya nilai dan budaya lokal di masyarakat.

The thesis discusses about mechanism action of local institutions in ethnic conflict resolution by LKKMD at Dumai city, Riau province. The result of this study indicate that the effectiveness in managing conflict occurs either prevent or reduce the case of ethnic conflict, managed by local institution. Its presence provides benefits to the community and the City of Dumai because it provides a conducive atmosphere, safe and comfortable as well as maintaining local values and culture in the community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malya Nova Imaduddin
"Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana peran pemerintah dan mantan kombatan GAM dalam penyelesaian konflik pasca konflik Aceh. Hasil penelitian menemukan bahwa pertama, pemerintah sudah menjalankan perannya dalam menjaga perdamaian setelah pasca konflik Aceh sesuai dengan isi perjanjian dalam MoU Helsinski. Peran pemerintah dalam penyelesaian konflik dengan melakukan cara kolaborasi atau kerjasama dan kompromi terhadap pihak-pihak yang terlibat konflik. Namun demikian, masih ada beberapa program kegiatan dan bantuan dari pemerintah yang belum terealisasikan, masih ada beberapa pihak pemerintah yang mengunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi. Kedua, mantan kombatan juga sudah menjalankan perannya dalam menjaga perdamaian setelah pasca konflik Aceh sesuai dengan isi perjanjian dalam MoU Helsinski. Namun demikian, masih ada beberapa mantan kombatan yang menunjukkan adanya rasa ketidakpuasan akan peran pemerintah dalam hal penegakan hukum hak asasi manusia, lambang dan bendera dan ketidakadilan dalam pemerataan pembangunan. Ketiga, masih terjadi konflik-konflik kecil diantara pihak pemerintah dan mantan kombatan yang disebabkan oleh konflik internal dalam demokrasi pemerintahan Aceh. Oleh karena itu, Pemerintah Aceh perlu menerjemahkan secara operasional kerangka penyelesaian konflik dalam menjaga perdamaian dengan skema yang dipahami oleh seluruh stakeholder melalui workshop dan pelatihan-pelatihan guna memudahkan sinergi dan kolaborasi pada seluruh level pemerintahan di provinsi dan kabupaten/kota.

The study aims to analyze how the role of government and GAM ex combatants in conflict resolution post conflict Aceh. The results of the study found that firstly, the government has performed its role in maintaining peace after the post Aceh conflict in accordance with the content of the agreement in the Helsinski MoU. The role of government in resolving conflicts by way of collaboration or cooperation and compromise on the parties to the conflict. However, there are still some programs of activity and assistance from the government that have not been realized, there are still some government parties that use the authority for personal interests. Secondly, ex combatants have also exercised their role in maintaining peace after the post Aceh conflict in accordance with the content of the agreement in the Helsinski MoU. Nevertheless, there are still some ex combatants demonstrating a sense of dissatisfaction with the role of the government in terms of human rights law enforcement, symbols and flags and injustices in the equitable distribution of development. Third, there are still small conflicts between the government and ex combatants caused by internal conflicts in Aceh 39 s democratic government. Therefore, the Aceh Government needs to translate operational conflict resolution framework in keeping peace with a scheme understood by all stakeholders through workshops and trainings to facilitate synergy and collaboration at all levels of government in provinces and districts.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Mariani Rahayu
"ABSTRAK
Kayau (headhunting) merupakan skrip budaya yang bersumber dari arketipe budaya masyakat Dayak di Kalimantan yang telah ditinggalkan sejak Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894. Mulai saat itu, kayau dalam arti perburuan kepala manusia tidak lagi dipraktekkan. Berdasarkan kesepakatan yang diambil, hakayau (saling potong kepala), habunu (saling membunuh), dan hajipen (saling memperbudak) dihentikan. Penyelesaian konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat dilakukan dengan mengacu pada hukum adat dan hukum negara.
Setelah lebih dari 100 tahun praktek kayau tidak lagi diajarkan dari generasi ke generasi, pada tragedi nasional kerusuhan Sampit tahun 2001, praktek kayau bangkit kembali. Fenomena ini menjadi penting untuk dikaji, karena praktek kayau yang mengandung ide jahat (evil), dalam konteks budaya masa kini termasuk ke dalam perilaku di luar batas kemanusiaan, dilakukan oleh mereka yang sehari-hari adalah masyarakat kebanyakan (ordinary people). Mereka bukan pelaku kejahatan atau tindak kriminal, dan tidak pernah melakukan pembunuhan dan cenderung tergolong orang baik (good people).
Bagaimana proses yang terjadi sehingga sebuah skrip budaya yang sudah tidak digunakan lebih dari dua generasi dapat bangkit kembali dan dilakukan oleh para pelaku dari generasi yang berbeda, yang tidak pernah melakukan kayau sebelumnya, menjadi pertanyaan yang mendasari penelitian ini. Untuk memahami gejala yang terjadi, penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Tesis yang diajukan adalah, dalam situasi konflik, di saat identitas kolektif dan kolektif emosi lokal diaktivasi, maka sebuah arketipe budaya yang mengandung ide jahat, yang telah ―tidur‖ (dormant) lebih dari satu abad, dapat bangkit kembali, dan membatasi pilihan alternatif tindakan dalam pemecahan masalah. Meskipun tidak dipraktekkan lagi, skrip budaya kayau yang bersumber dari arketipe budaya, masih tersimpan dalam ketidaksadaran kolektif. Skrip budaya tersebut dapat diaktivasi kembali pada situasi tertentu. Diduga, sebuah proses narasi dalam reproduksi serial masih terus terjadi dari generasi ke generasi. Tampaknya, kayau adalah sebuah ekspresi budaya kehormatan untuk manyalamat utus yang perlu menemukan bentuk alternatif pengekspresian positif pada masa sekarang ini.

ABSTRACT
Kayau (headhunting) is a cultural script that based on cultural archetype Dayak society in Kalimantan or known as Borneo island in Indonesia that no more conducted since ?Rapat Damai Tumbang Anoi? (the peace agreement Tumbang Anoi) in the year 1894. To commit the agreement, the tribe‟s activities such as hakayau (headhunting), habunu (killing each other), and hajipen (slavery) have been stopped. Conflict resolution in the society is nowadays solved based on ?Adat Law‟or State Law.
Over one hundred years mengayau has been left and not being taught to the next generation, but in the ethnic conflict called as national tragedy in Sampit in 2001, mengayau tradition has emerged. It is interesting to study this phenomenon because mengayau activity includes the idea of evil and in the modern cultural context mengayau activity is categorized as extraordinary evil behavior, and conducted by ordinary man or good people in their daily life.
It is interesting to study how the process of a dormant cultural script that have been run over the two generations can be achieved by people from different cohort and they have never been taught mengayau before. The study is conducted using qualitative and quantitative approaches to understand the phenomenon. Thesis statement being developed is in a conflict situation which is the collective identity and collective indigenous emotion are being activated a dormant cultural script or cultural archetype over one hundred years is emerged and ignoring the concept of good and evil in individual decision making process.
Although mengayau activity has been deactivated over one hundred years, the mengayau cultural script that based on cultural archetype is still kept as collective unconsciousness and can be activated in a certain situation. A narrative process in the term of serial reproduction is running over generations simultaneously. It is hypothesized that mengayau is a kind of culture of honor named ?manyalamat utus‟ that should be expressed in positive behaviour in modern life.
"
2016
D2171
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.Ya’kub Aiyub Kadir
"Indonesia is a former Dutch colony which declared its independence on August 17, 1945. However,
it was not internationally recognised until December 27, 1949, when the Netherlands formally
transferred the sovereignty of the Dutch East Indies to a new political entity called ‘Indonesia’ at
the Round Table Conference in the Hague. This occasion marked the political union of all diverse
kingdoms and regional communities spread over the Indonesian archipelago. This step has been
frequently associated with the global spirit of many other countries around the world to gain
independence from Western colonisers and with the international principle of self-determination.
However, the relationship between the central government in Java and some regional
communities has been fluctuating for decades after the independence. This paper examines three
conflicts over the rights of self-determination in in three areas in Indonesia by reflecting on the
historical background of Indonesia’s struggle for self-determination. Besides that, it also seeks
to demonstrate the way Indonesia’s integrity has been negotiated to accommodate internal and
external forces to achieve self-determination from international law perspective. Furthermore,
this paper also contributes to the scholarly discussion on the concept of self-determination and the
conflicts that it caused in Indonesian context, while also proposing some insights into the efforts to
preserve Indonesia’s unity and integrity for years to come.
Indonesia adalah sebuah negara bekas jajahan Belanda yang memproklamasikan kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, Indonesia baru diakui secara internasional pada tanggal
27 Desember 1949 ketika Belanda secara formal menyerahkan kedaulatan negeri Hindia-
Belanda kepada entitas politik baru yang disebut ‘Indonesia’ di dalam Perundingan Meja
Bundar yang diadakan di Den Haag. Peristiwa ini menyatukan secara politis berbagai kerajaan
dan komunitas lokal di seantero nusantara. Peristiwa ini pun dianggap sebagai implementasi
dari semangat global anti penjajahan asing dalam bingkai hukum self-determination. Namun
demikian, hubungan antara pemerintah pusat di Jawa dengan wilayah-wilayah tertentu
mengalami dinamika dalam bentuk konflik yang terjadi selama beberapa dekade. Tulisan ini
ditujukan untuk mengkaji latar belakang dari tiga konflik yang berhubungan dengan hak selfdetermination
dan cara Indonesia bernegosiasi dengan kekuatan-kekuatan self-determination,
baik internal maupun ekternal, ditinjau dari sudut padang hukum internasional. Kajian ini
diharapkan dapat menambah pemahaman teoritis tentang konflik terkait self-determination dan
upaya penyelesaiannya dalam rangka mempererat persatuan dan integritas bangsa Indonesia di
masa yang akan datang."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama - M&C, 2019
MK-Pdf
UI - Publikasi  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4   >>