Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Surjadinata
Abstrak :
ABSTRACT
Latar Belakang. Sebagai klinisi, dokter diharapkan mampu menegakkan diagnosis etiologi keluhan BKB dengan cepat, tepat, hemat biaya dan tidak hanya bersifat simptomatik belaka. Sayangnya, hingga kini masih sedikit penelitian mengenai etiologi BKB pada anak, padahal setiap pusat pelayanan kesehatan memiliki data etiologi BKB yang berbeda-beda. Perbedaan etiologi ini disebabkan oleh perbedaan definisi yang dianut, batasan usia anak, serta karakteristik dan tingkat pusat pelayanan kesehatan yang menjadi tempat penelitian.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalens keluhan utama BKB pada pasien anak dengan keluhan batuk, tiga etiologi tersering, waktu yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis etiologi BKB, profil klinis dan pemeriksaan penunjang pada pasien di unit rawat jalan Departemen IKA-RSCM dari bulan Juli 2007 sampai dengan Juli 2013.

Metode. Metode penelitian ini adalah deskriptif retrospektif dengan melakukan penelusuran dan analisis data rekam medis pasien berusia 1-18 tahun (12-216 bulan) dengan keluhan utama batuk (ICD 10-R05.0).

Hasil. Prevalens BKB dari seluruh subjek dengan keluhan batuk adalah 437 subjek (87,6%), dengan median usia 54 bulan (12-220 bulan). Etiologi spesifik tersering adalah United airway diseases (46,9%), asma (31,7%) dan TB paru (15,4%). Riwayat penyakit dahulu dan keluarga dengan atopi, alergi dan asma membantu penegakan diagnosis. Dari 28 subjek yang tidak mendapat imunisasi BCG, 15 (53,6%) subjek didiagnosis TB paru dan 1 subjek TB milier. Sebanyak 362 (82,9%) subjek yang didiagnosis etiologi batuk pascainfeksi virus, rinitis alergi, asma dan TB paru telah mendapat terapi antibiotik sebelumnya. Median waktu yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis etiologi BKB adalah 2,5 hari/pasien (0-8 hari/pasien) untuk diagnosis BKB nonspesifik batuk pasca infeksi virus dan diagnosis etiologi spesifik yaitu rinitis alergi adalah 3,7 hari/pasien (0-21hari/pasien), rinosinusitis 4,8 hari/pasien (2-21 hari/pasien), asma 2,5 hari/pasien (0-53 hari/pasien) dan TB paru 6,2 hari/pasien (3-60 hari/pasien). Pemeriksaan penunjang yang banyak dilakukan untuk penegakan diagnosis meliputi uji tuberkulin (84,7%), foto toraks (72,5%), spirometri (14%), dan foto polos sinus paranasal (26,8%).

Simpulan. Prevalens BKB mencapai 87,6% dengan etiologi tersering adalah penyakit saluran respiratorik atas, asma dan TB paru. Kata kunci. Batuk kronik berulang (BKB) pada anak,
ABSTRACT
Background. As clinician, a physician should be able to diagnose the etiology of chronic cough in children, therefore the therapy could be done promptly, precisely, cost-effectively, and not merely symptomatic. Unfortunately, publication on the etiology of chronic cough in children is limited up to now, and every health care centers may have different etiologic data. This differences might be caused by the gaps of chronic cough definition, the child's age restrictions, as well as the characteristics and the level of health care services.

Objective. To determine the prevalence of chronic cough in pediatric patients with chief complaints of cough, the three most common etiology, the duration of time to establish the etiology, clinical profiles and supportive investigation in outpatient pediatric unit at CMH from July 2007 to July 2013.

Method. A descriptive retrospective analysis was conducted from medical records of patients aged 1-18 years (12-216 months) with a chief complaint of cough (ICD-10 R05.0)

Result. Chronic cough prevalence of all subjects with complaints of cough was 87.6% (437 subjects), with a median age of 54 months (12-220 months). The most common specific etiology is upper respiratory tract disease (44.7%), asthma (31.7%%) and pulmonary tuberculosis (15.4%). Past medical history and family with atopy, allergy and asthma aid diagnosis. In 28 subjects who had never received BCG immunization, 15 (53.6%) subjects were diagnosed as pulmonary tuberculosis and 1 subject as miliary TB. Prior antibiotic treatment had been given in 362 (82.9%) subjects that were diagnosed as post viral cough, allergic rhinitis, asthma and pulmonary TB. Median duration of time to diagnose the etiology of nonspesific post viral cough was 2.5 days/patient (0-8 days/patient) and specific etiologic such as allergic rhinitis was 3.7 days/patient (0-21 days/patient), rhinosinusitis in 4.8 days/patient (2-21 days/patient), asthma in 2.5 days/patient (0-53 days/patient) and pulmonary TB in 6.2 days /patient (3 - 60 days/patient). Investigations that commonly done to established the diagnosis were tuberculin test (84.7%), chest Xray (72.5%), spirometer (14%), and plain radiography of paranasal sinuses (26.8%).

Conclusion. The prevalence of chronic cough from all subjects with complaints of cough in the outpatient pediatric unit at CMH is 87.6% with the most common etiologies are upper respiratory tract disease, asthma and pulmonary tuberculosis.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyani Harsrinuksmo
Abstrak :
Tuberkulosis TBC merupakan gangguan pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosa. Masalah keperawatan utama pada pasien dengan tuberkulosis adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan retensi sekret, ditandai dengan batuk produktif dan ketidakmampuan dalam mengeluarkan sekret. Karya Ilmiah ini menganalisis intervensi keperawatan tehnik batuk efektif pada pasien tuberkulosis di RSUP Persahabatan. Tujuan dilakukan intervensi batuk efektif adalah untuk membantu pengeluaran sekret dengan menggunakan minimal energi, dan kemudahan pengeluaran sekret untuk pembersihan jalan napas. Hasil dari intervensi yang dilakukan yaitu frekuensi napas pasien dalam rentang normal dan observasi warna dan jumlah sekret untuk mengetahui perubahan proses infeksi yang terjadi dalam saluran pernapasan. Batuk Efektif dapat dijadikan solusi untuk masalah penumpukan sekret pada pasien tuberkulosis dengan minimal penggunaan energi untuk batuk dalam mengeluarkan sekret.
Tuberculosis TBC is a disease in the respiratory system which is caused by mycobacterium tuberculosa. The main nursing problem in patients with tuberculosis is the ineffectiveness of airway related to the retention of sputum with the clinical manifestations production cough. This case study is purposed to analyze nursing intervention effective cough to clearance airway in patients with tuberculosis at RSUP Persahabatan. The purpose of doing effective cough intervention is to help sputum clearance with minimal energy and remove sputum to clearence airway easily. Results of intervention are the frequency of the patient 39 s airway in the normal range and observation of the color and amount of secretions to determine the infection process changes that occur in the respiratory tract. Effective cough can be a solution to the problem of accumulation of secretions in patients with tuberculosis with minimal use of energy to remove sputum.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Madsen, Thorvald Johannes Marius, 1870-
Baltimore: Williams & Wilkins, 1937
574.47 MAD l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Safroni
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Fentanil merupakan analgetik opioid yang hampir selalu digunakan sebagai co-induksi di ruang operasi. Namun penggunaan fentanil intravena bisa menimbulkan batuk yang dikenal juga dengan istilah fentanylinduced cough (FIC). Batuk merupakan hal yang tidak diinginkan pada saat induksi karena bisa menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, tekanan intraokular dan tekanan intraabdominal. Kejadian FIC salah satunya dihubungkan dengan kecepatan penyuntikan fentanil. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kecepatan penyuntikan fentanil 5 detik dan 20 detik terhadap angka kejadian dan derajat FIC pada pasien ras Melayu yang menjalani anestesia umum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda terhadap pasien ras Melayu yang menjalani operasi dengan anestesia umum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan April sampai Juni 2015. Sebanyak 124 subyek diambil dengan metode consecutive sampling dan dibagi ke dalam 2 kelompok (kelompok kecepatan 5 detik dan kecepatan 20 detik). Pasien secara random diberikan fentanil 2 mcg/kg bb sebagai co-induksi dengan kecepatan penyuntikan 5 detik atau 20 detik. Insiden dan derajat FIC dicatat pada masing-masing kelompok. Derajat FIC dibagi berdasarkan jumlah batuk yang terjadi, yaitu ringan (1-2 kali), sedang (3-5 kali) dan berat( >5 kali). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dan uji Kolmogorov-Smirnov sebagai uji alternatif. Hasil. Insiden FIC berbeda bermakna diantara 2 kelompok, dimana lebih rendah pada kelompok 20 detik dibandingkan kelompok 5 detik, 8.07% vs 29.03% (p=0.003). Derajat FIC secara klinis lebih rendah pada kelompok 20 detik (ringan 4.84%, sedang 3.23% dan berat 0%) dibandingkan kelompok 5 detik (ringan 20.96%, sedang 3.23% dan berat 4.84%), namun secara statistik tidak berbeda bermakna (p=0.131). Simpulan. Insiden dan derajat FIC lebih rendah pada kelompok 20 detik dibandingkan kelompok 5 detik pada penggunaan fentanil 2 mcg/kg bb sebagai co-induksi.
ABSTRACT
Background. Fentanyl, a analgesic opioid, commonly used by anaesthesiologists in the operating room as co-induction. However, co-induction intravenous fentanyl bolus is associated with coughing that known as fentanyl-induced cough (FIC). Coughing during anesthesia induction is undesirable and is associated with increased intracranial, intraocular, and intraabdominal pressures. Incidence of FIC associated with injection rate of fentanyl. The aim of this study to compare injection rate of fentanyl between 5 seconds and 20 seconds to incidence and severity of FIC at Melayu race patients that underwent general anesthesia in Cipto Mangunkusumo hospital. Methods. This was a double blind randomized study at Melayu race patients that underwent scheduled operation in general anesthesia at Cipto Mangunkusumo hospital between April and June 2015. A total of 124 subjects were included in the study by consecutive sampling and divided to 2 groups (5 seconds or 20 seconds group). Patients were randomized to receive co-induction fentanyl 2 mcg/kg body weight with rate of injection either 5 second or 20 seconds. The incidence and severity of FIC were recorded in each group. Based on the number of coughs observed, cough severity was graded as mild (1?2),moderate (3?5), or severe (>5) . Data were analyzed by Chi-square and Kolmogorov-Smirnov test. Results. Incidence of FIC was significantly different between two groups, lower in the 20 seconds group compared with the 5 seconds group, 8.07% vs 29.03% (p=0.003). The severity of FIC in clinically was lowerin the 20 seconds group (mild 4.84%, moderate 3.23% and severe 0%) compared with the 5 seconds group (mild 20.96%, moderate 3.23% and severe 4.84%)but in statistically was not different significantly (p=0.131). Conclusion. Incidence and severity of FIC was lower in the20 seconds group compared with the 5 seconds group in regimen of fentanyl injection 2 mcg/kg body weight as co-induction.
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irman
Abstrak :
Pendahuluan: COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2. Gejala klinis COVID-19 yang paling sering dialami adalah demam dan batuk. Infeksi SARS-CoV-2 ke dalam tubuh pejamu akan menimbulkan respon imun dari pejamu yang akan menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan berbagai penanda inflamasi, salah satunya adalah C-Reactive Protein (CRP). Saat ini belum ada terapi spesifik yang efektif untuk mengatasi COVID-19. Akupunktur yang merupakan modalitas terapi non-farmakologi yang telah terbukti dapat memberikan efek anti-inflamasi. Saat ini belum ada penelitian uji klinis akupunktur yang meneliti penanda inflamasi terhadap pasien COVID-19 yang telah dipublikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas akupunktur dalam menurunkan kadar CRP dan memperbaiki gejala batuk yang dialami pasien COVID-19 gejala ringan-sedang. Metode: Sebuah penelitian pilot dengan desain studi uji klinis acak tersamar tunggal. Dua puluh dua pasien COVID-19 terkonfirmasi melalui pemeriksaan RT-PCR yang memiliki gejala ringan-sedang yang sedang dirawat inap di rumah sakit dikelompokan dalam dua kelompok: kelompok perlakuan yang mendapat terapi standar dan intervensi akupunktur manual dan kelompok kontrol yang mendapat terapi standar. Intervensi akupunktir manual dilakukan setiap 2 hari dengan total 6 sesi terapi. Sebelum intervensi dilakukan pengukuran kadar CRP dan penentuan onset batuk dan setelah 6 sesi akupunktur dilakukan dilakukan pengukuran kadar CRP dan penentuan periode lama batuk. Hasil: Terjadi penurunan rerata kadar CRP pada kedua kelompok (p=0,397). Penurunan kadar CRP pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Gejala batuk lebih singkat pada kelompok perlakuan dibandingkan pada kelompok kontrol dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p = 0,01). Kesimpulan: Kombinasi akupunktur manual dan terapi standar menurunkan kadar CRP dan penurunannya lebih besar dibandingkan dengan terapi standar. Namun, penurunan kadar CRP tidak bermakna secara statistik. Dan mempersingkat gejala batuk yang dialami pasien COVID-19 gejala ringan-sedang secara bermakna. ......Introduction: COVID-19 is a disease that caused by infection of SARS-CoV-2. The most common clinical symptoms of COVID-19 are fever and cough. SARS-CoV-2 infection into the host's body will cause an immune response which will cause systemic inflammation. This can be seen from the increase in various inflammatory markers, one of which is C-Reactive Protein (CRP). Currently there is no specific therapy that is effective for curing COVID-19. Acupuncture is a non-pharmacological therapeutic modality that has been shown to provide anti-inflammatory effects. Currently, there are no published studies of acupuncture clinical trials examining inflammatory markers in COVID-19 patients. The purpose of this study was to determine how effective acupuncture in reducing CRP levels and improving cough symptoms experienced by COVID-19 with mild-moderate symptoms patients. Methods: A pilot study with an experimental study design single blind randomized clinical trial. Twenty-two COVID-19 patients confirmed by RT-PCR examination who had mild-moderate symptoms who were being hospitalized were divided into two groups: the treatment group who received standard therapy and manual acupuncture intervention and the control group who received standard therapy. Manual acupuncture intervention was performed every 2 days for a total of 6 therapy sessions. Before the intervention, the CRP level was measured and the onset of the cough was determined and after 6 acupuncture sessions, the CRP level was measured and the period of cough was determined. Results: There was a decrease in the mean of CRP levels in both groups (p = 0.397). The decrease in CRP levels in the treatment group was greater than the control group. Cough symptoms were shorter in the treatment group than in the control group and this difference was statistically significant (p = 0.01). Conclusion: The combination of manual acupuncture and standard therapy reduced CRP levels and the decrease was greater than that of standard therapy. However, the reduction in CRP levels was not statistically significant. And shorten the cough symptoms experienced by mild-moderate COVID-19 patients significantly.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Budiman
Abstrak :
Iklan obat batuk yang dijadikan penelitian adalah iklan obat batuk Woods' pada media televisi. Pemilihan ikian tersebut dengan pertimbangan karena di Indonesia untuk pertama kalinya ada produk obat batuk yang membedakan jenis obatnya untuk penyembuhan batuk berbeda jenisnya. Pokok permasalahan yang akan dikaji dalam tests ini adalah: bagaimanakah persepsi khalayak sasaran terhadap penyajian iklan obat batuk Woods' yang berdampak pada pemahaman terhadap iklan tersebut. Tujuan penelitian untuk melakukan deskripsi isi pesan, urutan pesan, penarikan kesimpulan, daya tarik pesan dan menggali unsur-unsur iklan yang menarik dari aspek audio visual. Penelitian ini bersifat kualitatif dan metode pengumpulan data menggunakan Focus Group Discussion (FGD). FGD ini terbagi dalam dua kelompok besar yaitu User dan Nonuser yang kemudian setiap kelompok tersebut dipecah lagi menjadi masing-masing Kelompok Kelas Ekonomi A dan Kelompok Kelas Ekonomi BC, jadi terdapat 4 kelompok. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan-iklan yang ditayangkan dipahami oleh sebagian besar peserta FGD. Pemahaman khalayak sasaran yang diteliti ini terhadap iklan Woods' Research Centre dipengaruhi oleh cara penyampaian pesannya yang menarik, menggunakan alur cerita yang jelas, tema cerita yang bersifat humor, visualisasi yang bagus, penggunaan talent dokter sebagai sumber pesan sehingga khalayak sasaran mempercayai anjuran iklan tersebut, pemilihan bintang iklan pendukung yang tepat, pemilihan lokasinya tepat yaitu suasana laboratorium kesehatan sehingga lebih meyakinkan khalayak. Sedangkan pemahaman khalayak sasaran yang diteliti inio terhadap iklan Woods' Orang Buta karena peran yang disampaikan komunikatif, sehingga khalayak sasaran memahami pesan yang disampaikan dalam iklan ini. Hal ini disebabkan oleh tema cerita yang digunakan mudah diingat, alur cerita yang mudah diikuti dan cenderung menghibur, dan eksekusi iklan yang bagus baik dan komposisi warna, penggunaan talent yang tepat, pemilihan lokasi pembuatan serta ilustrasi musik yang pas sesuai dengan ceritanya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisana Prabandari
Abstrak :
Industri farmasi di Indonesia merupakan industri dengan persaingan yang cukup ketat. Banyak pemain di pasar ini, dari produk obat yang dijual bebas hingga obat yang harus diresepkan dokter. Kompetisi yang terjadi tidak hanya dalam hal harga namun juga keunggulan obat serta kecocokan bagi konsumen. Penelitian melalui statistik deskriptif menunjukkan bahwa perilaku konsumen dalam keputusan pembelian obat batuk terkait dengan alasan kepraktisan (self medication). Saat membeli obat batuk konsumen dipengaruhi oleh iklan dan juga saran dari keluarga. Konsumen peduli dengan jenis batuk yang mereka derita sehingga mereka juga memperhatikan jenis obat batuk yang mereka beli. Selain itu mereka juga sangat mempertimbangkan kemanjuran obat. Konsumen lebih memilih apotik sebagai tempat pembelian obat batuk. Dalam penelitian ini OBH Combi merupakan merek obat batuk yang menduduki Top Of Mind sekaligus sebagai merek obat batuk yang paling sering dibeli. Loyalitas konsumen terhadap merek obat batuk ditunjukkan oleh sikap responden yang mempertahankan pertimbangan merek dalam keputusan pembelian obat batuk. Melalui analisis faktor penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang menjadi pertimbangan dalam keputusan pembelian obat batuk adalah jenis obat batuk, kemanjuran serta efek samping obat. Sedangkan melalui analisis korelasi, atribut yang memiliki hubungan kuat terhadap keputusan pembelian obat batuk juga merujuk ketiga atribut tersebut ditambah dengan atribut harga. Dari perhitungan melalui analisis anova menunjukkan pengaruh harga terhadap keputusan pembelian obat batuk adalah signifikan. Demikian juga untuk atribut merek dan juga jenis obat. Sedangkan analisis manova menunjukkan konsumen lebih tertarik dengan kombinasi merek dan jenis obat batuk yang akan mereka beli. Hasil penelitian tersebut menunjukkan konsumen cukup mengerti tentang obat batuk. Implikasi manajerial yang dapat diterapkan dari penelitian ini adalah desain dan aktifitas komunikasi pemasaran melalui penggunaan iklan sangat berperan dalam pemasaran obat batuk yang dijual bebas. Iklan akan meningkatkan brand awareness dan juga pangsa pasar. Aktifitas below the line yang mengacu pada tema keluarga juga dapat menjadi pertimbangan mengingat keluarga mempunyai pengaruh paling besar dalam keputusan pembelian obat batuk. Konsumen saat ini telah teredukasi secara memadai mengenai perbedaan jenis obat batuk sehingga pengembangan produk obat batuk perlu mengacu pada hal ini. Komunikasi pemasaran dan edukasi konsumen merupakan hal yang sangat penting. Dengan menggunakan iklan yang kreatif konsumen akan lebih aware dan loyal. Tak hanya itu, pesan utama yang disampaikan sebaiknya berasal dari sudut pandang konsumen.
Indonesia pharmaceutical industry has a tight competition. There is a lot of players in this categories, ranging from over the counter drugs to prescription drugs. The competition is not only in the price, but also in the benefit for the customer. According to this research by using descriptive statistic, the consumer behavior in buying decision of cough medicine connected by self medication reason. When consumers bought cough medicine it was influenced by advertisement and family suggest. In fact, some consumers really concern with the importance what are the triggers make them bought and choose medication for their plaint. As a part of information, consumer of cough medicine also give considered that the effectiveness of medicine is the most important things for getting medication. Consumers always choose buy cough medicines from pharmacy. Based on this research OBH Combi cough medicine was become top of mind for consumers. Accordingly, the loyalty of consumers in this research found that the majority of consumer still concern about brand. Brands are very important thing because it was one of consideration in term of choice of medicines. By using factor analysis the research reported that factor that become consideration for consumers in term of buying decision are; variety of cough medicines; efficacious; and the last one are the side effect of medicines. The strong correlation among the buying decision with variety of cough medicines; efficacious, side effect and also price reflected that till now, consumers aware and understand in cough medicines. Anova analysis shows that effect of brand, price and variety of cough medicines in buying decision are significant. Consumers also more interest on the combination of brand and variety of cough medicines. As part of managerial implication, design and activities of marketing communication by using ads is very crucial because it will develop brand awareness and become one of policy to keep the market share. However, in some cases management has to be concern that nowadays consumers educated enough for cough medicine product. Once, below the line activities also really important because this research presented that family were the main factor in term of buying decision for cough medicine. Marketing communication and education for consumer were very important. By using creative ads it could make consumers more aware and loyal. The main message to consumers must be design from consumers point of view.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Nisya Zulkarnain
Abstrak :
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satu upaya agar mahasiswa apoteker mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional, legal, dan etik di apotek, yakni melalui kegiatan PKPA (Praktik Kerja Program Apoteker). Pelaksanaan praktik kerja profesi ini berlangsung selama satu bulan dengan tugas khusus, yakni Poster Edukasi untuk Swamedikasi Batuk. Tujuan dari pembuatan poster adalah sebagai media edukasi bagi masyarakat untuk swamedikasi penyakit batuk. Metode yang digunakan dalam pembuatan poster edukasi untuk swamedikasi batuk,  yakni melakukan studi literatur mengenai pembuatan poster, swamedikasi batuk beserta pilihan obat yang dapat digunakan, dan terapi non farmakologi untuk meredakan gejala batuk, kemudian selanjutnya informasi yang telah diperoleh dituangkan menjadi sebuah poster.  Pembuatan poster edukasi dapat berguna sebagai sarana edukasi masyarakat untuk swamedikasi penyakit batuk sehingga masyarakat dapat menggunakan obat secara aman dan rasional serta dapat mencegah terjadinya kesalahan medikasi. ......Clinical pharmacy services at the drug store are part of the pharmaceutical services which are direct and responsible to patients related to improve the quality of patients life. One of the efforts to be able to practice pharmacy in a professional, legal and ethical manner at drugs store is through internship. The internship duration is for one month with a special assignment, namely Educational Poster for Cough Self-Medication. The purpose of making poster is as an educational media for the community to self-medicate cough. The method used in making educational poster for cough self-medication by conducting a literature study about cough self-medication along with the choice of medicines that can be used for cough, and non-pharmacological therapy to relieve cough symptom. Making educational poster can be useful as a means of educating people for cough self-medication so that people can use medicines safely and rationally as well as can prevent medication errors.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pricella Maulana
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Metodologi: Pajanan debu organik merupakan salah satu faktor risiko yang terdapat pada pabrik pembuatan bumbu mi instant PT X. Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh pajanan debu organik adalah terjadinya gangguan kesehatan paru pada pekerjanya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah debu mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan paru pada pekerja atau hal lainnya baik yang terdapat pada pekerja seperti karakteristik sosiodemografi, status gizi, kebiasaan merokok, penggunaan APD atau faktor lingkungan yaitu area kerja. Penelitian ini dilakukan dengan 2 disain yaitu disain studi kohort dengan 949 responden untuk mengetahui insidens dan mengikuti perjalanan gangguan kesehatan paru pada pekerja dengan menggunakan data hasil pemeriksaan berkala sejak tahun 1995. Dan disain studi krossektional dengan 647 responden untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan paru pekerja dengan menggunakan data pemeriksaan berkala tahun 2001 dan kuesioner. Disamping itu juga dilakukan pengukuran kadar debu di area kerja yang terpajan dan tidak terpajan. Hasil dan kesimpulan: Hasil pengolahan data studi kohort retrospektif dengan uji statistik menunjukkan adanya kenaikkan insidens dari 0,33 pada tahun 1999 menjadi 0,54 pada tahun 2001 dan kenaikan relative risk pekerja yang bekerja di area kerja terpajan yang mengalami restriksi dari 1,186 pada tahun 1999 menjadi 1,611 pada tahun 2001. Sedangkan data studi krossektional dengan uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pajanan debu organik dengan terjadinya gangguan kesehatan paru pekerja berupa berdahak kronik OR 1,463 ; p 0,0045 ; CI 95% 1,008 - 2,124 dan batuk kronik OR 1,744 ; p 0,002 ; CI 95% 1,222 - 2,47. ......Organic dust exposure is one of the presented risk factor at PT X's instant noodle ingredient factory. Influence that could be raised by organic dust exposure is disorder of labor'lung. The research purpose is to recognize whether dust influence the affection of labor' lung disorder or other factors related to the labor himself such as the characteristic of social demography, nutrition condition, smoking habit, usage of safety equipment, or environmental factor at working place. This research is conducted with Cohort Study with 949 samples, design in order to recognize incident and to trace the disorder historical of labor lung by using periodical medical check-up report since 1995. Cross Sectional Study Design with 647 samples is also performed in order to recognize entire factor that could cause disorder of labor lung by using medical check-up report in 2001 as well as questioner. Furthermore, calculation of dust level was performed at exposure working place and non-exposure working place. Result and Conclusion: Data compilation result of Retrospective Cohort Study, checked by statistics test, shows that there is increasing of incident starting form 0.33 in 1999 to become 0,54 in 2001 and increasing of relative risk toward labor working at exposure working place whose suffer from restriction" starting from 1,186 in 1999 to become 1,611 in 2001. Whereas, Cross-sectional Study data, checked by statistics test, shows that there is a significant relation between organic dust exposure and disorder of labor lung healthiness in form of chronic phlegm OR 1,463 ; p 0,0045 ; CI 95% 1,008 - 2,124 and chronic cough OR 1,744 ; p 0,002 ; CI 95% 1,222 - 2,477.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>