Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saka Triawan
"Tulisan ini menganalisis mengenai legalitas Badan Usaha untuk menjadi Pelanggan Aset Kripto di Indonesia sehubungan dengan larangan Badan Usaha untuk menjadi Pelanggan Aset Kripto sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) Di Bursa Berjangka. Bahwa bila membandingkan pada regulasi yang ada di Negara lain yaitu Singapura, Thailand, dan Jerman, ketiganya mengizinkan Badan Usaha untuk dapat menjadi Pelanggan Aset Kripto, saat ini masih terdapat disharmonisasi peraturan tentang Aset Kripto di Indonesia baik antara ketentuan larangan Pelanggan Aset Kripto berbentuk Badan Usaha dan diperbolehkannya adanya legal arrangement bagi Pelanggan Aset Kripto, serta adanya peraturan mengenai pajak Aset Kripto yang menyebutkan bahwa penjual dan pembeli Aset Kripto dapat berupa individu maupun Badan Usaha. Bahwa disisi lain adanya mekanisme jual beli Aset Kripto melalui exchanger luar negeri dan DeFi exchange juga menjadi opsi bagi Badan Usaha untuk secara legal memiliki Aset Kripto menyebabkan pasar Aset Kripto di Indonesia saat ini belum dapat digunakan secara maksimal.

This thesis analyzes the legality of Business Entities becoming Crypto Asset Customers in Indonesia in connection with the prohibition on Business Entities becoming Crypto Asset Customers as regulated in Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation Number 13 of 2022 concerning Amendments to CoFTRA Regulation Number 8 of 2021 concerning Guidelines for Organizing Trading Physical Market for Crypto Assets (Crypto Assets) on the Futures Exchange. Whereas if we compare the existing regulations with other countries, namely Singapore, Thailand and Germany, all of the three allow Business Entities to become Crypto Asset Customers, currently there is still disharmony in the regulations regarding Crypto Assets in Indonesia, including the provisions prohibiting Crypto Asset Customers in the form of Business Entities. and allowing legal arrangements for Crypto Asset Customers, as well as regulations regarding Crypto Asset tax which state that sellers and buyers of Crypto Assets can be individuals or Business Entities. On the other hand, the existence of a mechanism for buying and selling Crypto Assets through foreign exchangers and DeFi exchange is also an option for Business Entities to legally own Crypto Assets, which means that the Crypto Asset market in Indonesia cannot currently be used optimally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Earlene Shefila
"Aset kripto merupakan aset digital yang memiliki nilai investasi dan diakui sebagai komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Aset kripto diperdagangkan dalam bursa aset kripto, yang sebagian tersedia dalam platform mobile. Ulasan pengguna terkait kurangnya usability dalam aplikasi pertukaran aset kripto di Indonesia banyak ditemukan pada Apple App Store. Sejumlah ulasan mengatakan bahwa fitur-fitur pada aplikasi sulit dan rumit digunakan sehingga menjadi penghalang bagi mereka untuk menggunakan aplikasi pertukaran aset kripto dengan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis isu-isu terkait usability dan mungkin ditemukan pada aplikasi pertukaran aset kripto yang diteliti. Untuk memulai penelitian, pemilihan aplikasi yang diteliti dilakukan dengan mengurutkan peringkat dan jumlah unduhan aplikasi, yang menghasilkan tiga aplikasi: Indodax, Tokocrypto, dan Pintu. Aplikasi ini kemudian dianalisis dan dibandingkan terkait arsitektur informasi dan halaman setiap fitur utama yang ada saat ini. Selanjutnya, dilakukan wawancara kontekstual dan usability testing dengan kelompok partisipan pengguna dan non-pengguna yang masing-masing terdiri dari lima peserta, serta heuristic evaluation dilakukan oleh tiga ahli berdasarkan Nielsen’s Ten Usability Heuristics Principles. Hasil completion rate untuk setiap aplikasi dari partisipan adalah 83% untuk Indodax, 86% untuk Tokocrypto, dan 87% untuk Pintu dan menghasilkan tujuh permasalahan usability sementara evaluator ahli menemukan 41 masalah usability dengan sebagian besar pelanggaran ditemukan terhadap prinisip aesthetic and minimalist design. Data ini kemudian dikelompokkan dan ditriangulasi untuk menentukan prioritas masalah. Seperangkat rekomendasi desain dan low-fidelity mock up dibangun sebagai solusi dari permasalahan yang ditemukan. Hasil penelitian menemukan bahwa aplikasi pertukaran aset kripto di Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk perbaikan, terutama pada aspek learnability.

Crypto assets are digital assets that have investment value and are recognised as commodities by the Indonesian Commodity Futures Trading Regulatory Agency (Bappebti). Crypto assets are sold in crypto assets exchanges, with some being available in mobile platforms. Numerous reviews concerning the lack of usability in using crypto assets exchange were found in app stores, mostly saying that difficult and complicated feature hinder them from using the app to trade crypto assets efficiently. This study aims to evaluate the usability issues that crypto assets exchange applications in Indonesia may have. To approach the study, applications are chosen by sorting the ratings and number of downloads, which comes down to three apps: Indodax, Tokocrypto, and Pintu. These apps are then analysed and compared for their information architecture and main feature pages. Next, contextual interviews and usability testing are conducted with a user and non-user group consisting of five participants each and heuristics evaluation done by three experts based on Nielsen’s Ten Usability Heuristics. The completion rate for each apps from the users are 83% for Indodax, 86% for Tokocrypto, and 87% for Pintu while expert evaluators found 41 usability problems with most violating the eighth principle which is aesthetic and minimalist design. These data are then clustered and triangulated to make a prioritization of problems. A set of design recommendations and low-fidelity mock ups are constructed as a solution to the problems found. This study found that crypto exchange mobile applications in Indonesia still have plenty of room for improvement, especially in the learnability aspect. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Theresia
"

Kehadiran aset kripto (crypto asset) sebagai suatu komoditi yang diperdagangkan di Indonesia sudah diakui secara legal oleh pemerintah sejak tahun 2018. Meskipun perdagangan aset kripto dinaungi oleh Bappebti sebagai lembaga pengawas dan pengatur yang berwenang, sejumlah lembaga negara dan lembaga pemerintah lainnya masih menolak keberadaan aset kripto seperti Bitcoin, dengan alasan keberadaan aset kripto bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Selain itu, dalam penyelenggaraan perdagangan aset kripto yang baru berlangsung selama 1 (satu) tahun masih memiliki sejumlah kendala yang mengakibatkan konsekuensi ketidaksesuaian tugas dan fungsi pokok berdasarkan hukum yang berlaku, antara lain penggunaan redaksional “pasar fisik aset kripto” dan ketidakhadiran bursa berjangka dalam perdagangan komoditi aset kripto. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi aset kripto berdasarkan hukum kebendaan, mengidentifikasi aset kripto sebagai suatu komoditi, dan mengetahui keabsahan aset kripto dalam perdagangan komoditi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan hukum. Penelitian menggunakan alat berupa studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelurusan literatur, serta wawancara narasumber dari lembaga pemerintah terkait dengan pendekatan kualitatif.


The emergence of crypto asset as a commodity traded in Indonesia has been legally recognized by the government since 2018. Although the crypto asset market is under the auspices of Bappebti as the supervisory and regulatory authority, a number of state institutions and other government agencies still reject the existence of crypto asset such as Bitcoin, on the grounds that it is contrary to Law Number 7 of 2011 concerning Currency. In addition, the emerging market that has only lasted for 1 (one) year still has a number of obstacles that result in discrepancy of main duties and functions based on applicable law, including the use of editorial “pasar fisik aset kripto” (physical market of crypto asset) and the absence of a future exchange in crypto asset commodity trading. This study aims to identify crypto asset based on property law, to identify crypto asset as a commodity, and to determine the validity of crypto asset in commodity trading in Indonesia. This study uses a juridical-normative research method with legislative and legal comparative approach. Study of legal documents, literature research, and a series of in-depth interviews from related government institutions are used as tools of data collection with qualitative approach.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Ananda Dienta Putra
"Penetapan aset kripto sebagai suatu komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018. Sebagai komoditi dalam bursa berjangka, aset kripto diawasi serta diregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti. Perdagangan aset kripto dilaksanakan melalui pasar fisik aset kripto yang melibatkan beberapa pihak antara lain Bappebti, Pedagang Fisik Aset Kripto atau Calon Pedagang Fisik Aset Kripto, Pelanggan Aset Kripto, Lembaga Kliring Berjangka, Bursa Berjangka, dan Pengelola Tempat Penyimpanan. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam perdagangan aset kripto ditentukan oleh Bappebti yang terdiri dari jual beli, pertukaran, penyimpanan, dan pemindahan aset kripto. Namun, dalam praktiknya, terdapat calon pedagang fisik aset kripto yang melaksanakan kegiatan di luar yang telah ditentukan oleh Bappebti. Bentuk kegiatan atau layanan tersebut adalah gadai kripto. Gadai kripto merupakan layanan di mana aset kripto milik pelanggan akan dijadikan objek jaminan gadai terhadap perjanjian utang piutang antara pelanggan dan pedagang aset kripto. Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2021 menyatakan bahwa layanan yang hendak diselenggarakan di luar yang telah ditentukan haruslah mendapat persetujuan dari Bappebti. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengaturan aset kripto, jenis kebendaan aset kripto, dan legalitas layanan gadai kripto di Indonesia.

The issuance of crypto asset as a commodity traded in futures exchange is outlined in the Regulation of The Minister of Trade of The Republic Indonesia Number 99 of 2018. As a commodity in futures exchange, crypto asset is supervised and regulated by Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi or Bappebti. Trading of crypto asset is carried out through physical market of crypto assets which involves several parties such as Bappebti, Physical Traders of Crypto Assets, Prospective Physical Traders of Crypto Assets, Crypto Assets Customers, Futures Clearing Institute, Futures Exchange, Management of Crypto Assets Storage. Trade of crypto assets can be done in several forms of activity which are determined by Bappebti such as buy and sell, conversion, deposit, and transfer of crypto assets. However, there is prospective physical trader of crypto assets which held activity that has not been determined yet by Bappebti. The form or service of the activity is called gadai kripto. Gadai kripto is a service where customers of crypto assets place their crypto assets as a collateral to loan agreement between customers and traders of crypto assets. Regulation of CoFTRA Number 13 of 2021 states that any form of service or activity outside the ones Bappebti has determined should be submitted to Bappebti in order to acquire approval. With the use of juridical normative research method, this study will analyze on the regulation of the crypto assets, the property of crypto assets, and legality of gadai kripto service in Indonesia"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hilman Mufidi
"This research analyzes crypto assets and its relation with the aspect of gharar within islamic law. This research is made using doctrinal research method. Crypto assets represent a significant advancement in financial transactions, characterized by its digital or virtual nature and the use of cryptography for security. The volatility inherent in crypto assets, along with their anonymous transactions and speculative nature, raises significant gharar concerns. Gharar refers to uncertainty, ambiguity, or risk in commercial transactions, which can lead to injustice or undue advantage. This thesis is going to analyze crypto assets and its relation to gharar in islamic law in order to uncover the reason to why some of the Islamic scholars permit or forbid the usage of Crypto assets. This in turn simplifies crypto asset trading in Indonesia which gives it more certainty.

Penelitian ini akan menganalisis aset kripto dan kaitannya dengan aspek gharar dalam hukum Islam. Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Aset kripto mewakili kemajuan signifikan dalam transaksi keuangan, ditandai dengan sifat digital atau virtualnya dan penggunaan kriptografi untuk keamanan. Volatilitas yang melekat pada aset kripto, beserta transaksi yang anonim dan sifat spekulatifnya, menimbulkan kekhawatiran gharar yang signifikan. Gharar mengacu pada ketidakpastian, ambiguitas, atau risiko dalam transaksi komersial, yang dapat menyebabkan ketidakadilan atau keuntungan yang tidak semestinya. Tesis ini akan menganalisis aset kripto dan kaitannya dengan gharar dalam hukum Islam untuk mengungkap alasan sebagian ulama membolehkan atau melarang penggunaan aset kripto. Hal ini pada gilirannya menyederhanakan perdagangan aset kripto di Indonesia sehingga memberikan kepastian lebih."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bismo Jiwo Agung
"Penyalahgunaan aset kripto berupa cryptocurrencies dan non fungible token (NFT) sebagai sarana tindak pidana pencucian uang sudah marak terjadi di beberapa negara. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kapitalisasi aset kripto yang besar sudah mulai mengatur perdagangan, transaksi dan kepemilikan aset kripto dan jasa Pihak Ketiga. Namun, aturan yang berlaku saat ini masih menitikberatkan pengawasan dan kontrol terhadap perdagangan dan transaksi aset kripto dan jasa Pihak Ketiga yang beroperasi dengan metode centralised exchange yang menjadikan Pihak Ketiga sebagai perantara perdagangan dan penyimpanan aset kripto. Perdagangan aset kripto yang semula menggunakan metode terpusat atau centralised exchange yang menjadikan Pihak Ketiga sebagai perantara perdagangan dan penyimpan aset, mulai ditinggalkan oleh beberapa investor dan beralih ke perdagangan desentralisasi yang tidak lagi memerlukan perantara dalam perdagangannya. Metode desentralisasi yang tidak melibatkan Pihak Ketiga sebagai perantara, pengawas dan perekam transaksi mulai dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh para kriminal. Mengacu pada rekomendasi FATF tentang aset virtual, Negara-negara direkomendasikan untuk memperbaharui rezim pencucian uangnya. Pembaharuan tersebut dapat dilakukan dengan mengadopsi kaidah hukum internasional maupun aturan negara lain. Salah satu Negara yang sudah mengatur perdagangan aset kripto lintas negara dengan cukup baik adalah Pemerintah Australia yang sudah membuat rezim lisensi yang mencakup pemberi jasa layanan aset kripto asing yang berdomisili di luar negeri. Berdasarkan hasil perbandingan antara aturan hukum Indonesia dan Australia, serta rekomendasi FATF tentang aset virtual, terdapat beberapa pembaharuan yang perlu dimasukkan kedalam aturan hukum yang berlaku dalam rangka memerangi aktivitas pencucian uang lintas negara

Misuse of crypto assets, such as cryptocurrency and non fungible token (NFT), for money laundering is already common in various nations. As one of the countries with a significant crypto asset valuation, Indonesia has begun to regulate crypto asset trading, transactions, and ownership, as well as Third Party services. However, current regulations continue to focus on monitoring, controlling crypto asset trading and transactions, as well as Third Party services as intermediaries for trading and holding crypto assets. Crypto asset transaction, which initially adopted a centralized exchange that used Third Parties as trading intermediates and asset custodians, fell out of favor and was replaced by decentralized trading, which no longer required an intermediary in its trade. Criminals are starting to adopt decentralization tactics that do not involve third parties as mediators, supervisors, or transaction recorders. This research reveal various legal loopholes that criminals can exploit. Countries are advised to modernize their money laundering regimes in light of the FATF proposals on virtual assets. These reforms can be implemented by adopting international law and the rules of other countries. The Australian Government is one of the countries that has effectively controlled cross-border crypto asset trading, having established a licensing scheme that includes foreign crypto asset service providers based elsewhere. Based on a review of Indonesian and Australian legislation, as well as the FATF's recommendations on virtual assets, several adjustments must be included into the applicable legal requirements in order to prevent cross-border money laundering activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Abyan
"Kegiatan cryptomining telah secara masif menjadi pusat perhatian di beberapa negara akibat adanya potensi eksternalitas negatif. Setiap miners akan meningkatkan peluang keberhasilan dengan mengonsumsi energi listrik untuk menjaga kecepatan hashrate. Hal ini yang membuat kegiatan cryptomining memiliki hidden cost berupa emisi karbon dari pemanfaatan energi listrik yang eksesif. Belum adanya pertimbangan atas potensi biaya eksternalitas negatif serta faktor lain pada perumusan PMK 68 tahun 2022 menjadi kelemahan dari kebijakan ini. Maka penelitian ini mencoba mengidentifikasi seluruh faktor-faktor yang terkait dalam merumuskannya terhadap alternatif kebijakan pajak lain di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang diperlukan dalam merumuskan kebijakan pajak serta memberikan desain alternatif kebijakan pajak atas kegiatan cryptomining. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data dengan wawancara, data sekunder, dan studi literatur. Hasil penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisis delapan faktor terkait yang seharsunya dipertimbankan dalam merumuskan kebijakan pajak. Dari delapan faktor tersebut, baru dua faktor yang sudah dipertimbangkan dalam regulasi saat ini sehingga dibutuhkan penyesuaian kembali. Selain itu, pada penelitian ini juga memberikan alternatif kebijakan pajak lain yang mungkin dapat diterapkan oleh pemerintah, baik sebagai tambahan beban pajak atau perlakuan lain. Setiap alternatif kebijakan pajak pun memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing sehingga pemilihannya bergantung kepada keputusan pemerintah Indonesia. Peneliti merekomendasikan bahwa studi lebih lanjut untuk melihat faktor lain, empirical evidence, benchmark dengan negara lain untuk kegiatan cryptomining di Indonesia sangat perlu untuk dilakukan. Penelitian mengenai setiap alternatif kebijakan pajak yang ditemukan dalam penelitian ini menarik untuk dapat didalami dan dipelajari lebih lanjut.

Cryptomining activities have massively become the center of attention in several countries due to the potential for negative externalities. Every miners will increase the chances of success by consuming electrical energy to maintain the hashrate speed. This makes cryptomining activities have hidden costs in the form of carbon emissions from the excessive use of electrical energy. The absence of consideration of the potential costs of negative externalities and other factors in the formulation of PMK 68 in 2022 is a weakness of this policy. So this study tries to identify all the factors involved in formulating it to other tax policy alternatives in Indonesia. The purpose of this study is to identify the factors needed in formulating tax policy and provide an alternative design of tax policy for cryptomining activities. The research was conducted with a qualitative approach and data collection techniques with interviews, secondary data, and literature studies. The results of this study identify and analyze eight related factors that should be considered in formulating tax policy. Out of these eight factors, only two have been considered in the current regulation, so readjustment is needed. In addition, this study also provides alternative tax policies that may be applied by the government, either as an additional tax burden or other treatment. Each alternative tax policy has its own strengths and weaknesses, so the choice will depend on the decision of the Indonesian government. The researcher recommends that further studies to look at other factors, empirical evidence, benchmark with other countries for cryptomining activities in Indonesia are very necessary. Research on each alternative tax policy found in this study is interesting to be explored and studied further."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azarine Gantari
"Hadirnya sebuah fenomena di Indonesia awal tahun 2022 bernama Ghozaly Everyday melahirkan gagasan baru dalam perkembangan teknologi khususnya di bidang perdagangan berbasis digital. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana transaksi yang berlangsung di sebuah platform digital dengan menggunakan mata uang digital yang mana menimbulkan sebuah urgensi tersendiri tidak hanya bagi masyarakat namun juga kepada para praktisi hukum agar dapat memberikan keselasrasan antara keberlakuan hukum dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Sebuah urgensi lahir disaat terjadinya peralihan kepemilikan Non-Fungible Token tersebut melalui teknologi blockchain yang mana mengenyampingkan Notaris sebagai pejabat umum yang berperan juga sebagai Trusted Third Party yang berfungsi sebagai penjamin hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hadirnya blockchain tidak mampu menggantikan Notaris sebagai pejabat umum yang bertanggungjawab atas kepastian pemahaman para pihak atas kehendaknya dalam melakukan transaksi ataupun pengalihan hak milik atas kepemilikan sebuah NFT.

The presence of a phenomenon in Indonesia in early 2022 called Ghozaly Everyday gave birth to new ideas in technological development, especially in the field of digital-based commerce. The main problem in this research is how transactions take place on a digital platform using digital currency, which creates a special urgency not only for the public but also for legal practitioners so that they can provide harmony between legal enforcement and the development of technology itself. An urgency arises when the ownership of the Non-Fungible Token is transferred through blockchain technology, which excludes the Notary as a public official whose role is also as a Trusted Third Party which functions as a legal guarantor. This research uses a doctrinal research method with library study data collection techniques with a qualitative approach. The research results reveal that the presence of blockchain is unable to replace the Notary as a public official who is responsible for ensuring the understanding of the parties regarding their wishes in carrying out transactions or transferring property rights to the ownership of an NFT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bari Rizqullah
"Penelitian membahas keberlakuan aset kripto sebagai objek jaminan. Sebagai sebuah objek yang memiliki nilai menimbulkan pertanyaan apakah aset kripto dapat dijaminkan. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu diketahui kedudukan aset kripto sebagai benda menurut hukum kebendaan Indonesia serta pengaturan hukum jaminan Indonesia dan juga perbandingannya dengan Amerika Serikat, penelitian juga dilakukan untuk mengetahui lembaga jaminan yang ideal serta mekanismenya. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Diketahui bahwa menurut teori seperti teori virtual property dan hukum kebendaan Indonesia bahwa aset kripto merupakan benda. Diketahui bahwa aset kripto dapat dijadikan sebagai objek jaminan di Indonesia walaupun terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan, begitupula dengan di Amerika Serikat. Melalui perbandingan, terdapat satu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan demi kemajuan hukum jaminan di Indonesia, yakni pengaturan secara tegas bahwa terdapat benda tidak berwujud selain hak dan piutang yang dinamakan general intangibles layaknya di Amerika Serikat. Gadai dianggap sebagai lembaga jaminan paling ideal untuk aset kripto berdasarkan teori Subekti. Mekanisme dan eksekusi gadai aset kripto ini dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan gadai pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dengan sedikit penambahan mekanisme merujuk pada praktik dan mekanisme yang ada seperti smart contract.

Analysis will analyze crypto assets as a collateral. As an asset with high value, it is questionable whether crypto asset can be collateralized. To answer this question, first we need to know whether crypto asset is a property or not according to the Indonesian property law, as well as Indonesian law about security and its comparison to the United States of America (USA), this analysis will also try to find the most ideal security and its mechanism. Analysis will use juridical-normative method with statute approach. Result shows that crypto asset is a property according to theories like virtual property and Indonesian property law. Crypto asset can also be collateralized according to Indonesian and USA law, although there are some weaknesses and inadequacies. From comparison, there is one point that can be useful for the improvement of Indonesian security law, that is a firm regulation about intangible property that is not a debt nor a right named as general intangibles like in the USA. Gadai is the most ideal security in Indonesia to be imposed upon crypto asset. Mechanism and execution can be carried out according to Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) with some additional mechanism according to practice such as smart contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Abdurrahman
"Kepopuleran aset kripto beberapa waktu lalu memberikan daya tarik kepada masyarakat untuk mulai melakukan investasi pada barang yang tidak berwujud, khususnya terkait dengan NFT. Namun, hingga saat ini tidak ada satu pun pengaturan di Indonesia yang membahas secara khusus mengenai pengertian dan pengaturan mengenai pajak pertambahan nilai dari aset kripto NFT ini. Oleh karena itu, dengan penelitian yang bersifat yuridis normatif maka penelitian ini akan menganalis mengenai bagaimana penarikan pajak pertambahan nilai atas barang tidak berwujud dan aset kripto NFT di Indonesia dapat dilakukan. Dari penelitian ini, didapatkan beberapa poin penting yang menjadi permasalah dalam pengenaan pajak pertambahan nilai atas barang tidak berwujud, serta terkait dengan penarikan pajak pertambahan nilai atas NFT; yaitu perbedaan treshold dalam penarikan pajak antara pemungut PPN PMSE dengan PKP, serta kekurangan yang mengenai pengaturan atas aset kripto NFT yaitu terdapat dua aturan yang memiliki konflik dalam pengukuhan aset kripto yang bisa diperdagangkan oleh Pedangan Fisik Aset Kripto. Saran yang dapat diberikan adalah untuk dilakukan kajian tambahan baik terhadap pengaturan pajak pertambahan nilai barang tidak berwujud serta pajak pertambahan nilai terhdapa aset kripto NFT.

The popularity of crypto assets some time ago attracted people to start investing in intangible goods, especially related to NFTs. However, until now there is no single regulation in Indonesia that specifically addresses the understanding and regulation of the value added tax of this NFT crypto asset. Therefore, with normative juridical research, this research will analyze how the withdrawal of value added tax on intangible goods and NFT crypto assets in Indonesia can be carried out. From this research, several important points were obtained which became a problem in the imposition of value added tax on intangible goods, as well as related to the collection of value added tax on NFTs; namely the difference in thresholds for withdrawing taxes between VAT collectors for PMSE and PKP, as well as deficiencies regarding regulation of NFT crypto assets, namely that there are two rules that have conflicts in strengthening crypto assets that can be traded by Physical Crypto Asset Traders. The advice that can be given is to carry out additional studies both on the regulation of value-added tax on intangible goods and value-added tax on NFT crypto assets."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>