Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Nur Faidah
Abstrak :

Manusia bertindak atas dasar pengalaman yang terekam dalam memori manusia, kumpulan rekaman ini nantinya membentuk nilai diri manusia. Dalam menanggapi lingkungannya, manusia meninggalkan bekas yang kumpulannya membentuk milieu sehingga ruang dapat mencirikan penggunanya. Di sisi lain, semakin tua manusia semakin berkurang kemampuan untuk beraktivitas yang berimbas pada pengurangan nilai diri, terlebih jika dihadapkan dengan lingkungan yang tidak terkoneksi. Jika memori-tindakan-milieu identitas saling berkaitan, bagaimana jika suatu hari manusia lupa identitas dirinya seperti pada pederita Alzheimer? Penderita Alzheimer tidak dapat merespon lingkungannya dengan baik dan bahkan lupa akan hal yang biasa dilakukan. Salah satu cara untuk tetap mempertahankan memori dirinya yaitu dengan membuat memory box, sebuah box yang didalamnya terdapat kumpulan benda yang merangsang memori dengan 4 indera. Karena adanya keterkaitan antara lingkungan dengan manusia, penderita dapat merasa lebih dekat dan tinggal dalam memori ketika memory box diimplementasikan dalam bentuk arsitektur. Ruang dengan ciri fisiknya akan dipahami oleh manusia melalui proses identifikasi-orientasi- inhabitasi sebagai upaya mengulik kembali memori yang pernah ada. Pemahaman milieu ruang dari kumpulan cues merupakan fase yang penting dalam proses eksplorasi lingkungan. Jika arsitektur ini dapat diidentifikasi sebagai memory box, dalam hal ini, arsitektur dapat ikut andil dalam pemertahanan memori dan peningkatan kualitas akhir hidup penderita Alzheimer.


Experience that recorded in humans memory is the basis of humans act, the collection of this record create the value of human. In response to their environment, human leave traces of which the assemblies of traces create milieu, so that space can depict their inhabitant. In the other hand, human decrease their capability to do their activity as they goes older which affect in reduction of their value, especially if the environment doesnt connects with them. If memory actmilieu identity  linked to each other, what if one day human forget their identity as what happen in Alzheimers? Alzheimers cant respond their environment as well as they forget their usual activity. One way to keep their memories themselves is creating memory box, a box with the collection of objects that stimulate 4 sense inside it. Because of theres connection between human and their environment, Alzheimers could be more close and live in their memories when memory box can be implemented as architecture. Space with its physical characteristic would be understood by human through identification-orientatio-inhabitation process as an effort to recall memories. The understanding process of spaces milieu which from the assemblies of cues is the important phase of spaces exploration. If architecture can be identified as memory box, so that prove architecture can play a role in memories retention and enhancement of life quality of Alzheimers.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Charlotte, Gabriel
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa observational cues dapat meningkatkan kemunculan perilaku altruis atau prososial pada individu. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi kemungkinan keberadaan hubungan antara pertanda pengamatan (observational cues) dengan salah satu bentuk altruis yang belum pernah diteliti, yakni perilaku konsumsi berkelanjutan serta efek moderasi harga di dalam hubungan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental 2 (observational cues: ada vs. tidak ada) x 3 (harga: produk berkelanjutan lebih tinggi daripada produk konvensional vs. produk berkelanjutan lebih rendah daripada produk konvensional vs. produk berkelanjutan dan konvensional setara). Analisis data yang berasal dari 182 mahasiswa Universitas Indonesia mengindikasikan ketiadaan pengaruh yang signifikan dari observational cues dalam meningkatkan perilaku konsumsi berkelanjutan 2 (1, N=182) = 2,348, p= 0,125. Analisis pada variabel harga di dalam model interaksi tiga arah tidak mengindikasikan keberadaan efek moderasi harga, 2 (2, N=182) = 0,11, p= 0,995. Analisis terpisah terhadap interaksi dua arah antara harga dan produk menunjukkan hasil signifikan, 2 (2, N=182) = 45,539, p= 0,001. Hasil penelitian menentang generalisasi dari efek keberadaan obserational cues. Dalam naskah ini, dampak teoritis dan praktis dari hasil penelitian ini turut didiskusikan.
ABSTRACT
Previous researches have indicated that the presence of observational cues increase the frequency of altruistic or prosocial behaviors exhibited by individuals. This research aimed to explore the probability of relationship between observational cues and a form of altruistic behavior which was yet to be examined, namely sustainable consumption as well as the moderation effect of price within the relationship. This research employed a between-subject experimental design of 2 (observational cues: present vs. not present) x 3 (price: price of sustainable product is higher than coventional product vs. price of sustainable product is lower than coventional product vs. price of sustainable and conventional product are equal). The statistical analysis conducted on 182 data collected from undergraduate students of Universitas Indonesia indicated that there was no significant effect of observational cues in increasing sustainable consumption, 2 (1, N=182) = 2,348, p= 0,125. The analysis of price within the three-way interaction model indicated that there was no significant effect of price as moderator within the model, 2 (2, N=182) = 0,11, p= 0,995. A separate analysis conducted on the two-way interaction between price and product yielded significant result, 2 (2, N=182) = 45,539, p= 0,001. The result called into question the generalization of the effect generated by observational cues. Further theoretical and practical implications are discussed.
2016
S65537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Clarissa Dheandra
Abstrak :
Skripsi ini mengangkat konstruksi familiarity pada urban interior. Familiarity pada konteks urban menjadi relevan karena kota kerap dilihat sebagai sesuatu yang asing bagi penggunanya. Ketika manusia merasa familiar dengan ruang di sekelilingnya, manusia akan merasa aman dan nyaman bertingkah laku. Konsep familiarity di urban interior berpotensi meningkatkan interaksi dan emosi pengguna terhadap suatu tempat dan membangun sense of place.  Diskursus interior memungkinkan eksplorasi familiarity yang tidak hanya diterima secara otomatis sebagai impresi keseluruhan. Akan tetapi, familiarity dapat hadir sebagai sesuatu yang dibangun dari berbagai konfigurasi elemen spasial yang membentuk familiar cues. Kumpulan elemen yang terkonstruksi akan membentuk familiar cues yang akan mempengaruhi impresi keseluruhan mengenai familiarity. Familiarity dapat hadir melalui dua bentuk yaitu functional dan acquaintance familiarity yang masing-masing dipicu oleh elemen yang berbeda-beda. Skripsi ini menelusuri elemen fisik dan non-fisik yang menjadi relevan dalam pembentukan familiar cues. Melalui studi kasus terhadap dua ruang publik berbasis media, kajian ini menginvestigasi bagaimana familiarity dapat terbentuk melalui kehadiran thresholds, konfigurasi objek unik, sensory vividness, dan jejak pada ruang yang mengaktivasi ruang maupun membangun suasana pada interioritas urban yang familiar.  ......This study explores the construction of familiarity in urban interior. Familiarity in urban context is important as the city is often seen as something foreign to its users. When humans feel familiar with the space around them, humans will feel safe and comfortable in conducting their daily lives. In this sense, familiarity will increase the user interactions and emotions towards a place, triggering a deep sense of place by its users. Discussion of familiarity in the urban interior is relevant as familiarity is not seen as an accepted and automatic impression, but as something that is constructed through spatial elements configurations that construct the familiar cues. A collection of constructed spatial elements will form familiar cues that will affect the overall impression of familiarity. Familiarity can be present in two forms, namely functional and acquaintance familiarity. This study explores physical and non-physical elements that becomes relevant in assembling the familiar cues. Through case study of two media-based public space, this study investigates how familiarity can be developed through the existence of thresholds, unique object configuration, sensory vividness, and spatial traces that activate space and construct ambience of a familiar interior.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Chabibah
Abstrak :
Dalam tesis ini membahas pengaruh antara Lima dimensi factor dengan variabel Corporate Image serta pengaruh antara Corporate Image dengan Trust. Corporate Image dapat diukur melalui beberapa dirnensi yaitu Corporate Identity Reputation, Tangible Cues, Level of service dan Contact Personel. Corporate Identity, Reputatiora Tangible Cues, Level of Service dan Contact Personal menipakan anteseden dari Trust. Corporate Image merupakan mediator antara variable corporate Identity, Reputation Tangible Cues, Level of Service, Contact Personal dan Trust (kepercayaan). Penelitian ini dilakukan pada nasabah Bank BNI yang berada di wilayah Jakarta. Data yang terkumpul sebanyak 208 responden berasal dari nasabah Bank BNI. Pengolahan data dilakukan dengan metode SEM (Structural Equation Modelling) menggunakan lisrel 8.51 dengan metode estimasi Maximum Likehood. Hasil Pengolahan data memmjukkan bahwa varibel Corporate Identity, Reputation, Tangible Cues dan Contact Personal mempimyai pengaruh positif terhadap corporate Image. Serta Lebih laqiut Corporate Image mempengaruhi Trust. Namun ada variabel dari faktor tidak mempengaruhi Corporate Image dan trust yaitu level of service. Implikasi mauajerial dari tesis ini adalah meningkatkan reputasi manajemen, mcihperbanyak intensitas pengenalan kepada public, serta secara konsisten dan berkesinambungan memberikan pelatihnn kepada karyawan Bank BN1.
Corporate Identity, Reputation, Tangible Cues, Level of service and Contact Personal are anteseden #om Trust. When Corporate Image mediator between urrvariable corporate identity, Reputation, Tangible Cues, Level of Service, Contact Personal and Trust. Corporate Image measured with some dimension are Corporate Identity, Reputation, Tangible Cues, Level of Service and Contact Personal. In this research _bcus with relational to five dimension factor signyicant corporate image and relation between Corporate Image with Trust. This Research focus on customer BNI in Jakarta, with collect data ji-om responden to 208 responder: The responden come _#om customer bank BNI The simulated done with Method SEM (Structural Equation Modelling) with use LISREL 8.51 estimated Maximum Likehood. This result show on customer Bank BNI that varuible Corporate Identity, Reputation, Tangible Cues and Contact Personal have posittf impact or significant to corporate Image. Further Coqrorate Image signyicant with trust. One Variable that level of service disignyicant with corporate Image.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T33790
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gus Minging D. Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK
Sebagian besar kasus HIV ditularkan meialui hubungan seksual. Oieh karena itu, orang yang mempunyai resiko lebih tinggi untuk tertular dan menularkan HIV adalah orang yang berganti-ganti pasangan seksualnya, antara lain pekerja seks komersial (PSI^ dan pelanggannya. Survei yang diadakan oleh Yayasan Kerti Praja, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan School of Public Helath University of Michigan (UMABS) menunjukkan bahwa supir (termasuk supir truk) adalah saiah satu pelanggan PSK yang proporeinya cukup besar. Survei kualitatif pada supir Jawa-Bali yang dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain menunjukkan bahwa 68 % dari supir dan kemet truk Jawa Ball pemah mengadakan hubungan seksual dengan PSK dalam satu bulan terakhir, dan sebagian besar dari mereka tidak memakai kondom. Mereka sering melakukan perjalanan panjang sehingga mempunyai potensi yang besar dalam mempereepat penularan PMS/HIV dari satu daerah ke daerah lainnya dl Indonesia (Wirawan, 1996). Penggunaan kondom merupakan salah satu perilaku preventif yang menjadi prioritas utama dalam usaha pencegahan AIDS dan lebih efektif daripada usaha untuk mengurangi jumlah pasangan seks (Reiss & Leik, 1989 dalam Poppen & Reisen, 1994). Kerangka teori HBM (Health Belief Model, Rosenstock dalam raclemente,1994) merupakan kerangka teori yang sangat balk untuk memahami dan menjelaskan perilaku preventif terhadap HIV. Selain Hu. Janz dan Becker (1984) melakukan studi dari 46 penelitian, kemudian mereka menyimpulkan bahwa selama tiga dekade inl, model ini merupakan salah satu pendekatan psikososial yang sangat beipengaruh terhadap perilaku kesehatan. Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti kemudian menggunakan HBM sebagai kerangka teori yang akan menjelaskan perilaku preventif. yaitu perilaku pencagahan dengan menggunakan kondom pada supir dan kemet toik di Jalur Pantura. Teori ini beranggapan bahwa perilaku preventif dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers, dan cues to action. Bila individu meyakini bahwa ancaman penyakit AIDS besar {perceived severity besar), merasa dirinya beresiko terkena AIDS {perceived susceptibility besar), merasa yakin bahwa tindakan pencegahan yang akan dilakukan (penggunaan kondom) lebih banyak memiltki keuntungan-keuntungan {perceived benefits) dari pada kerugian-kemgian {perceived barriers) serta adanya cues yang memicu perilaku penggunaan kondom tersebut, maka kemungkinan terjadinya tindakan pencegahan itu akan lebih besar (Kirscht, dalam Becker 1974). Menuajt Rosenstock (1974). perceived severity dan perceived suscepfibiiity menjadl dorongan untuk berperilaku, sedangkan perceived benefits dan perceived barriers merupakan jalur dari perilaku penggunaan kondom. Dan cues (misalnya informasi dari media massa, diskusi dengan teman, dsb.) menjadi pemicu perilaku penggunaan kondom. Timbul pertanyaan bagaimana sumbangan masing-masing komponon HBM teriiadap perilaku penggunaan kondom pada supir dan kernel truk Jalur Pantura di Indonesia. Dengan demikian, peneliti ingin meneliti kembali sumbangan masing-masing komponen HBM terhadap perilaku penggunaan kondom pada supir dan kernel Iruk Jalur Pantura. Perilaku penggunaan kondom diukur dengan nilai proporsi penggunaan kondom selama 3 bulan lerakhir berhubungan seks. Selanjutnya, Indeks penggunaan kondom dipakai sebagai dependent variable untuk menggambarkan perilaku penggunaan kondom. Peneliti mengadakan pendekatan kuantitatif dengan tipe penelitian Ex post fycto field study (Robinson. 1981). peneliti tidak memanipulasi IV {Independent variable) dan melakukannya pada situasi yang sebenamya (bukan di laboratorium). Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui sumbangan masingmasing komponen HBM teriiadap perilaku penggunaan kondom dengan mengukur masing-masing variabel melalui suatu wawancara terstruktur. Sampel yang diperoleh adalah 141 supir dan kernel truk di pangkalan truk Rawapasung yang pemah mendengar tentang AIDS dan kondom, dan pemah melakukan hubungan seksual dengan PSK Data yang diperoleh diolah dengan mulfiple lltrear regression dengan metode step wise. Diperoleh hasil bahwa perceived benefits memberikan sumbangan yang signifikan teriiadap indeks penggunaan kondom pada supir dan kernel truk. Akan tetapi, perceived susceptibility, perceived severity, perceived barrier, dan cues to action tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap indeks penggunaan kondom.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Vandhya Bachtiar
Abstrak :
Dalam mengalami ruang, manusia bergerak secara spontan dan selama pergerakannya ini akan ada kondisi berhenti sejenak yang disebut sebagai pause moment. Pause moment merupakan sebuah konsekuensi dari proses datang dan pergi manusia di dalam ruang yang terjadi karena kehadiran objek. Karena pergerakan ini, narasi yang ingin disampaikan di sebuah ruang tidak sama dengan yang dipersepsikan oleh manusia. Sementara, penyamaan pemahaman ini diperlukan untuk menegaskan makna kehadiran ruang. Skripsi ini selanjutnya akan membahas kehadiran pause moment dalam membentuk narasi dari berbagai ruang dengan melihat peran tubuh manusia dan objek di dalam ruang. Hal ini bertujuan untuk melihat relasi antara objek dan pause moment dalam membentuk narasi ruang. Sehingga, penyusunan objek untuk menciptakan pause moment di dalam ruang dapat terlihat. Studi kasus yang dilakukan melihat bagaimana tiap pause moment ini tersusun di dalam ruang pamer yang menempatkan posisi manusia sebagai traveler. ...... In experiencing space, human moves spontaneously where during this movement there will be a condition where human stops for a while which it referred as pause moment. A pause moment is a consequence of human arriving and leaving process which caused by the existence of objects. This spontaneous movement caused the narration to be conveyed in space is not the same as what human perceived. While this perception should be equal in order to understands the meaning of the presence of space. Furthermore, this thesis will discuss about the presence of pause moment in forming a narratives of various spaces by looking at the role of human body and object in space. The aim is to see a relation between object and pause moment in forming a narrative space. Thus, the arrangement of objects to create pause moments in space can be seen. Case studies conducted to investigate at how each pause moment is arranged in a exhibition space with human as a traveler.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Rajiani
Abstrak :
The rise of the emerging-market countries offers both developing and developed countries a unique opportunity to gain the benefits of a truly international economy. Consequently, it is imperative to advance our knowledge of emerging-market countries MNC emergence and competitiveness including Malaysian firms on how will they position their products strategically. Based on the framework of Porter’s Generic Strategy, this paper is composed of price/ volume segments and impacts on product strategy theory. The aim is to identify crucial triggering cues and focus areas for Malaysian companies and measure what role these play in different segments. This study argues that some Malaysian companies will reposition themselves strategically when internationalizing and that they will focus on other factors or triggering cues when doing so not merely adapting the prevalent price leadership strategy
Universiti Teknikal Malaysia Melaka, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Octaviany
Abstrak :
ABSTRAK
Program Pascasarjana Magister Profesi Psikologi Kekhususan Klinis Anak Menurunkan Kemunculan Ekolalia pada Anak dengan Teknik Dgjizrential Reinforcement of Oiher Behavior Ekolalia, pengulaugan kata-kata atau kalimat yang diucapkan oleh orang lain, yang sering ditemukan pada anak autisme dan retardasi mental, merupakan suatu keadaan yang dianggap patologis dan perlu ditangani dengan tepat. Ekolalia dapat mengganggu interaksi sosial, mcnghilanglcan stimulasi sosial dari orang lain, dan menghambat proses belajar anak di kelas sehingga ekolalia dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan akadernjk dan penilalcu sosial(Schre1bman & Carr, 1978). Teknik yang sudah cukup luas digunal-can unruk menurunkan kemlmculan ekolalia adalah dengan d1j%ren!IaI reinforcement ofbehcrvior (DRO) dimana perilaku target diturunkan dan diganti dengan kernunculan perilaku Iain yang dianggap Iebih scsuai (Sarafino, 1996). Teknik dalam intervensi ini juga mengintegrasikan melode cues-pause-point (Mc Morrow & Foxx, 1996) agar seseorang dapat mclakukan respon verbal yang tepat. Imervensi dilakukan terhadap seorang anal: autisme bemsia sepuluh tahun dan setelah 12 scsi hasil program dapat dikatakan cukup berhasil. Tingkat kemunculan ekolalia pada anak menumn dan tingkat kemunculan respon verbal yang tepat pada anak rneningkat. Untuk memonitor ketetapan basil, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada anak senelahjangka waktu tertentu.
ABSTRACT
Echolalia, a repetitive verbal response echoing previously heard messages which often found in children with autism and/ or mental retardation is a kind of psychopathology that needs to be addressed properly. It may impaired social interaction, extinguish social response! overtures from others, but also hinder learning process in classroom situation (Schreibman & Carr, 1978). Thus, it poses problems to both academic and social development. A widely used technique to decrease echolalic response is di&`erential reinforcement of other behavior (DRO) in which, target behavior is decreased and replaced by the occurance of other suitable response (Santino, 1996). This technique integrates the cues-pause-point method (Mclvlorrow & Foxx, 1986) for a person to verbalise the correct response. Implemented to a ten years-old autistic child, this technique shared a quite promising effect in 12 sessions. The echolalic speech significantly decreased while the correct verbal response increased. Follow up should be made to monitor the persistence of this result.
2007
T34025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Octaviany
Abstrak :
ABSTRAK
Ekolalia, pengulangan kata-kata atau kalimat yang diucapkan oleh orang lain, yang sering ditemukan pada anak autisme dan retardasi mental, merupakan suatu keadaan yang dianggap patologis dan perlu ditangani dengan tepat. Ekolalia dapat mengganggu interaksi sosial, menghilangkan stimulasi sosial dari orang lain, dan menghambat proses belajar anak di kelas sehingga ekolalia dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan akademik dan perilaku sosial (Schreibman & Carr, 1978). Teknik yang sudah cukup luas digunakan untuk menurunkan kemunculan ekolalia adalah dengan differential reinforcement o f behavior (DRO) dimana perilaku target diturunkan dan diganti dengan kemunculan perilaku lain yang dianggap lebih sesuai (Sarafino, 1996). Teknik dalam intervensi ini juga mengintegrasikan metode cues-pause-point (Mc Morrow & Foxx, 1996) agar seseorang dapat melakukan respon verbal yang tepat. Intervensi dilakukan terhadap seorang anak autisme berusia sepuluh tahun dan setelah 12 sesi hasil program dapat dikatakan cukup berhasil. Tingkat kemunculan ekolalia pada anak menurun dan tingkat kemunculan respon verbal yang tepat pada anak meningkat. Untuk memonitor ketetapan hasil, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada anak setelah jangka waktu tertentu.
ABSTRACT
Echolalia, a repetitive verbal response echoing previously heard messages which often found in children with autism and/ or mental retardation is a kind of psychopathology that needs to be addressed properly. It may impaired social interaction, extinguish social response/ overtures from others, but also hinder learning process in classroom situation (Schreibman & Carr, 1978). Thus, it poses problems to both academic and social development. A widely used technique to decrease echolalic response is differential reinforcement of other behavior (DRO) in which, target behavior is decreased and replaced by the occurance of other suitable response (Sarafino, 1996). This technique integrates the cues-pause-point method (McMorrow & Foxx, 1986) for a person to verbalise the correct response. Implemented to a ten years-old autistic child, this technique shared a quite promising effect in 12 sessions. The echolalic speech significantly decreased while the correct verbal response increased. Follow up should be made to monitor the persistence of this result.
2007
T37935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Permanasari
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah isyarat pintas visual, dalam penelitian ini ialah gaya berpakaian dan seting ruang berpengaruh terhadap evaluasi kandidat yakni kemenarikan sosial (likeability), ciri kepribadian pemimpin (personality traits), dan kecenderungan untuk memilih kandidat. Pengaruh dilihat setelah subyek penelitian mendapatkan sebuah selebaran politik yang berisi gambar kandidat dengan gaya berpakaian dan ruang tertentu. Metode yang digunakan ialah eksperimen laboratorium. Penelitian menggunakan desain post experiment dengan empat kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol. Masing-masing kelompok mendapatkan paparan stimulus atau perlakuan berbeda. Setelah itu, perbedaan rerata dari variabel yang diukur dari masing-masing kelompok akan diamati. Lewat rangkaian uji beda untuk membandingkan respon masing-masing kelompok ditemukan bahwa isyarat visual berupa paduan gaya berpakaian dan seting/ruang dapat memunculkan respon berbeda. Isyarat pintas gaya pakaian dan ruang mampu memunculkan respon yang berbeda signifikan antar kelompok yakni persepsi terhadap kemenarikan kandidat (likeability). Temuan lain ialah isyarat pintas visual dapat memunculkan respon berbeda pada kecenderungan responden untuk ingin memilih kandidat atau tidak ......This study aimed to see whether visual cues, in this case are clothes in a particular style and settings, affect the evaluation of the candidate (likeability, personality traits, and tendency to vote). The effects are observed after the study subjects get a political leaflets containing pictures of candidate with certain clothing style and setting. The method used in this study was a laboratory experiment. Researcher used post design experiment with four treatment groups and one control group. Each group get exposure to a stimulus or a different treatment. Then, the researchers observed differences between the mean of the measured variable of each group. Through a series of different tests to compare the responses of each group, the researcher found that different clothing style and setting can bring different responses.Visual cues able to raise the perception of the attractiveness and likeability of candidate. Another thing that is not less interesting is the visual cues can also give a different response to the desire to choose a candidate or not.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>